Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA : HALUSINASI PENDENGARAN DI

POLI JIWA RS PERMATA BUNDA PURWODADI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
ERBA MEILITA SARI
NIM: 82021040102

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN


PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021
A. Konsep Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi merupakan suatu penyerapan panca indera tanpa
ada rangsangan dari luar, orang sehat persepsinya
akurat,mampu mengidentifikasi dan menginter prestasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterimanya melalui
panca indera (Aritonang, 2021). Halusinasi pendengaran
paling sering terjadi ketika klien mendengar suara-suara,
halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa sangat
ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan
dan kenyataan yang dialaminya (Titania, 2021). Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa halusinasi
pendengaran adalah persepsi atau tanggapan dari pancaidera
(Mendengar) terhadap stimulus yang tidak nyata yang
mempengaruhi perilaku individu.
2. Etiologi
Faktor predisposisiklien halusinasimenurut(Hendy, 2021):
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis Faktor
biologis terkait dengan adanya neuropatologi dan
ketidakseimbangan dari neurotransmiternya. Dampak
yang dapat dinilai sebagai manifestasi adanya
gangguan adalah perilaku maladaptif klien . Secara
biologi riset neurobiologikal memfokuskan pada tiga
area otak yang dipercaya dapat melibatkan klien
mengalami halusinasi yaitu sistem limbik, lobus
frontalis dan hypothalamus.
Pada klien dengan halusinasi diperkirakan mengalami
kerusakan pada sistem limbic dan lobus frontal yang
berperan dalam pengendalian atau pengontrolan
perilaku, kerusakan
pada hipotalamus yang berperan dalam pengaturan
mood dan motivasi. Kondisi kerusakan ini
mengakibatkan klien halusinasi tidak memiliki
keinginan dan motivasi untuk berperilaku secara
adaptif. Klien halusinasi juga diperkirakan mengalami
perubahan pada fungsi neurotransmitter, perubahan
dopamin, serotonin, norepineprin dan asetilkolin yang
menyebabkan adanya perubahan regulasi gerak dan
koordinasi, emosi, kemampuan memecahkan masalah;
perilaku cenderung negatif atau berperilaku
maladaptif; terjadi kelemahan serta penurunan atensi
dan mood.
Genetik juga dapa memicu terjadi halusinasi pada
seorang individu.Faktor genetik dapat berperan dalam
respon sosial maladaptif. Terjadinya penyakit jiwa
pada individu juga dipengaruhi oleh keluarganya
dibanding dengan individu yang tidak mempunyai
penyakit terkait. Banyak riset menunjukkan
peningkatan risiko mengalami skizofrenia pada
individu dengan riwayat genetik terdapat anggota
keluarga dengan skizofrenia. Pada kembar dizigot
risiko terjadi skizofrenia 15%, kembar monozigot
50%, anak dengan salah satu orang tua menderita
skizofrenia berisiko 13%, dan jika kedua orang tua
mendererita skizofrenia berisiko 45%.
2) Psikologis
Meliputi konsep diri, intelektualitas, kepribadian,
moralitas, pengalaman masa lalu, koping dan
keterampilan komunikasi secara verbal . Konsep diri
dimulai dari gambaran diri secara keseluruhan yang
diterima secara positif atau negatif oleh seseorang.
Penerimaan gambaran diri yang negative
menyebabkan perubahan persepsi seseorang dalam
memandang aspek positif lain yang dimiliki.
Peran merupakan bagian terpenting dari konsep diri
secara utuh. Peran yang terlalu banyak dapat menjadi
beban bagi kehidupan seseorang, hal ini akan
berpengaruh terhadap kerancuan dari peran dirinya
dan dapat menimbulkan depresi yang berat. Ideal diri
adalah harapan, cita-cita serta tujuan yang ingin
diwujudkan atau dicapai dalam hidup secara realistis.
Identitas diri terkait dengan kemampuan seseorang
dalam mengenal siapa dirinya, dengan segala
keunikannya. Harga diri merupakan kemampuan
seseorang untuk menghargai diri sendiri serta member
penghargaan terhadap kemampuan orang lain.
Klien yang mengalami halusinasi memandang dirinya
secara negatif sering mengabaikan gambaran dirinya,
tidak memperhatikan kebutuhannya dengan baik.
Intelektualitas ditentukan oleh tingkat pendidikan
seseorang, pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan ketika mengalami halusinasi. Kepribadian
pada klien halusinasi biasanya ditemukan klien
memiliki kepribadian yang tertutup. Klien tidak
mudah menerima masukan dan informasi yang
berkaitan dengan kehidupan klien. Klien juga jarang
bergaul dan cenderung menutup diri. Klien memiliki
ketidakmampuan untuk mengevaluasi atau menilai
keadaan dirinya dan tidak mampu memutuskan
melakukan peningkatan keadaan menjadi lebih baik.
3) Sosial Budaya
Meliputi status sosial, umur, pendidikan, agama, dan
kondisi politik. Menurut Nyumirah (2013) ada
beberapa hal yang dikaitkan dengan masalah
gangguan jiwa. Salah satunya yang terjadi pada klien
halusinasi adalah masalah pekerjaan yang akan
mempengaruhi status sosial. Klien dengan status sosial
ekonomi yang rendah berpeluang lebih besar untuk
mengalami gangguan jiwa dibandingkan dengan klien
yang memiliki status sosial ekonomi tinggi.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan
oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan
yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya.
Seperti adanya rangsangan dari lingkungan, misalnya
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga
suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab Halusinasi
dapat dilihat dari lima dimensi (Pardede et al,2021) yaitu :
1) Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh
beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaaan obatobatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam
waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan
atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini
menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam
fase awal dan comforting, klien meganggap bahwa
hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri
dan harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia
nyata.
5) Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi
mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang
berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri. Saat
bangun tidur klien merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk. (Pardede et al, 2021)
3. Klasifikasi Halusinasi
Menurut Yusuf (2015) klasifikasi halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu :
No Jenis Data Objektif Data Subjektif
halusinasi
1 Halusinasi 1. Bicara atau tertawa sendiri 1. Mendengar suara atau
Pendengaran tanpa lawan bicara kegaduhan
2. Marah-marah tanpa sebab 2. Mendengar suara yang
mencondongkan telinga ke mengajak bercakap-cakap
arah tertentu 3. Mendengar suara yang
3. Menutup telinga menyuruh melakukan
2 Halusinasi 1. Menunjuk-nunjuk ke arah 1. Melihat bayangan,
penglihatan tertentu sinar, bentuk geometris,
2. Ketakutan pada objek bentuk kartun, melihat
yang tidak jelas hantu atau monster
3 Halusinasi 1. Menghindu seperti sedang 1. Membaui bau-bauan
penghindu membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine,
2. Menutup hidung feses,
2. kadang-kadang bau itu
menyenangkan
4 Halusinasi 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa seperti

pengecepan 2. Muntah darah, urine, feses

5 Halusinasi Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada


perabaan permukaan kulit serangga di permukaan
kulit
2. Merasa seperti
tersengat listrik

4. Rentang Respon Neurobiologi


Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan
perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus
panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.Diantara
kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena
suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut
sebagai ilusi. Klien mengalamijika interpresentasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus
yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai
berikut(Pardede et al, 2021).:

Adatif Mal Adatif


Pikiran logis Kadang pikiran Gangguan
Persepsi akurat terganggu proses
Emosi konsisten Ilusi pikir/delusi
dengan pengalaman Emosi Halusinasi
Perilaku sesuai berlebihan/kurang Tidak mampu
Hubungan social Perilaku yang tidak bisa mengalami emosi
Positif Menarik diri Perilaku tidak
terorganisir Isolasi
social
5. Fase Halusinasi
Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020), yaitu :
a. Fase Pertama / Sleep disorder pada fase ini Klien merasa
banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinyabanyak masalah. Masalah
makin terasa sulit karna berbagai stressor terakumulasi,
misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih,
masalah dikampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan
karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung
trus- menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap
lamunanlamunan awal tersebut sebagai pemecah masalah
b. Fase Kedua / Comforting Klien mengalami emosi yang
berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya
c. Fase Ketiga / Condemning Pengalaman sensori klien menjadi
sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak
mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak
antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.
d. Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety Klien
mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
e. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiety Pengalaman
sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observas
terhadap pasien serta ungkapan pasien menurut (Oktiviani,
2020) :
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata cepat
d. Menutup telinga
e. Respon verbal lambat atau diam
f. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
g. Terlihat bicara sendiri
h. Menggerakkan bola mata dengan cepat
i. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
j. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba
berlari ke ruangan lain
k. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
l. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
m. Perubahan perilaku dan pola komunikasi
n. Gelisah, ketakutan, ansietas
o. Peka rangsang
p. Melaporkan adanya halusinasi
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Keliat (2014). Bahwa faktor-faktor terjadinya
halusinasi meliputi:
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi atau faktor yang mendukung
terjadinya halusinasi adalah :
1) Faktor biologis Pada keluarga yang melibatkan anak
kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan peran
genetik pada schizophrenia.Kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian
schizophrenia lebih tinggi dari pada saudara
sekandung yang dibesarkan secara terpisah.
2) Faktor psikologis Hubungan interpersonal yang tidak
harmonis akan mengakibatkan stress dan kecemasan
yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
3) Faktor sosial budaya Stress yang menumpuk awitan
schizophrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak
diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi atau faktor pencetus halusinasi adalah:
1) Biologis Stressor biologis yang berhubungan dengan
respon neurobiologis maladaptif adalah gangguan
dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak dan
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus.
2) Lingkungan Ambang toleransi terhadap stres yang
ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
prilaku.
3) Stres sosial / budaya Stres dan kecemasan akan
meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, terpisahnya dengan orang terpenting atau
disingkirkan dari kelompok.
4) Faktor psikologik Intensitas kecemasan yang ekstrem
dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan
gangguan sensori persepsi halusinasi.
5) Mekanisme koping Menurut Keliat (2014) perilaku
yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan
respons neurobiologis maladaptif meliputi : regresi,
berhunbungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan
sedikit energi untuk aktivitas sehari-hari. Proyeksi,
sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan persepsi
dan menarik diri.
6) Sumber koping Menurut Keliat (2014) sumber koping
individual harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada perilaku. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak–anak dan dewasa
muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan.
Disumber keluarga dapat pengetahuan tentang
penyakit, finensial yang cukup, faktor ketersediaan
waktu dan tenaga serta kemampuan untuk
memberikan dukungan secara berkesinambungan.
7) Perilaku halusinasi Menurut Keliat (2014), batasan
karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri,
bersikap seperti memdengar sesuatu, berhenti bicara
ditengah – tengah kalimat untuk mendengar sesuatu,
disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri
sendiri, orang lain serta lingkungan.
2. Diagnosa Keperawatan
Dengan faktor berhubungan dan batasan karakteristik disesuaikan
dengan keadaan yang ditemukan pada tiap-tiap partisipan. Topik
yang diteliti yakni kemampuan mengontrol halusinasi
penedengaran (Aji, 2019).
3. Tindakan Keperawatan
Menurut Pima (2020) tindakan keperawatan pada klien halusinasi
terdiri dari :
Tindakan keperawatan untuk klien meliputi :
a. Membantu klien untuk mengenali halusinasi
b. Melatih klien mengontrol halusinasinya dengan cara
menghardik halusinasi
c. Menggunakan obat secara teratur
d. Bercakap-cakap dengan orang lain
e. Melakukan aktivitas terjadwal
4. Penatalaksanaan Medis
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi
pada gangguan Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis
psikosis, adapun tindakan penatalaksanaan dilakukan dengan
berbagai terapi yaitu dengan:
a. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat
dapat membantu pasien skizofrenia untuk meminimalkan gejala
perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah. Sehingga
pasien skizofrenia harus patuh minum obat secara teratur dan
mau mengikuti perawatan (Pardede, Keliat & Wardani, 2013) :
1) Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan
hiperaktivitas, gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
2) Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait
skizofrenia dan gangguan perilaku yang tidak terkontrol
3) Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis
parkinson dan pengendalian gejala ekstrapiramidal akibat
terapi obat.
1) Dosis - Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular. -
Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap
6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet: -
Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari. - Klorpromazin
2x100 mg per hari - Triheksifenidil 2x2 mg per hari
3) Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet: - Haloperidol
2x0,5 –
1 mg perhari - Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam) -
Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
b. Psikosomatik
Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu
terapi fisik atau suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik
melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples
pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan
rangkaian yang bervariasi pada setiap pasien tergantung pada
masalah pasien dan respon terapeutik sesuai hasil pengkajian
selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia biasanya diberikan 30
kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun
biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi
penggunaan obat: penyakit depresi berat yang tidak berespon
terhadap obat, gangguan bipolar di mana pasien sudah tidak
berespon lagi terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri akut
yang sudah lama tidak mendapatkan pertolongan.
c. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini
meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan
lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat
mengungkapkan perasaan secara verbal, bersikap ramah,
sopan, dan jujur terhadap klien.
5. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Pada situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan
rencana, hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat
apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai
dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri
sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal
sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan, dinilai kembali
apakah aman bagi klien. Setelah semuanya tidak ada hambatan
maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan
berdasarkan Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan
masing-masing masalah utama. Pada masalah gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran, terdapat 2 jenis SP, yaitu SP
Klien dan SP Keluarga.
SP klien terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi halusinasi “jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi,
perasaan dan respon halusinasi”, mengajarkan cara menghardik,
memasukan cara menghardik ke dalam jadwal; SP 2
(mengevaluasi SP 1, mengajarkan cara minum obat secara teratur,
memasukan ke dalam jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2,
menganjurkan klien untuk mencari teman bicara); SP 4
(mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3, melakukan kegiatan
terjadwal).
SP keluarga terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling
percaya, mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
helusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien beserta proses
terjadinya, menjelaskan cara merawat pasien halusinasi); SP 2
(melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
halusinasi, melatih keluarga melakukan cara merawat langsung
kepada pasien halusinasi); SP 3 (membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge
planing), menjelaskan follow up pasien setelah pulang).
Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak
dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan
dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan, dokumentasikan
semua tindakan yang telah dilaksanakan serta respon klien.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada klien (Dalami, 2009). Evaluasi
dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang
telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu: evaluasi
proses atau formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan.
Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah
ditentukan.

Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien dengan


gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran adalah: tidak
terjadi perilaku kekerasan, klien dapat membina hubungan saling
percaya, klien dapat mengenal halusinasinya, klien dapat
mengontrol halusinasinya, klien mendapatkan dukungan dari
keluarga dalam mengontrol halusinasinya, klien dapat
menggunakan obat dengan baik dan benar.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY. D DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN DI POLI JIWA RS PERMATA BUNDA PURWODADI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
ERBA MEILITA SARI
NIM: 82021040102

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN


PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2021
TINJAUAN KASUS

A. Idintitas Klien
Inisial :Ny. S
Umur :24 Tahun
Agama :Kristen
Informan :Klien dan status klien

B. Alasan masuk
Klien suka marah marah,suka menyendiri dan suka
mendengarkan suara – suara tanpa wujud.

C. Faktor predisposisi
Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa± 3 Tahun
yang lalu tepatnya pada tahun 2018 dan di rawat di RSJ
Semarang. Klien suka marah-marah,suka menyendiri dan suka
mendengarkan suara – suara tanpa wujud, akhirnya keluarga
membawa klien ke poli jiwa RS Permata Bunda. Ayah dan ibu
klien sudah meninggal.

Masalah keperawatan : Halusinasi

D. Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan
pemeriksaan tanda- tanda vital, didapatkan hasil TD : 120/80
mmHg ; N : 82x/i ; S : 36,5oC
; P : 20x/i. Klien memiliki tinggi badan 160 cm dan berat badan
67 Kg.
E. Psikososial
1. Genogram

Penjelasan :
Klien merupakan anak ketujuh dari 7 bersaudara ,klien memiliki 4
saudara laki-laki. Dan 2 saudara perempuan. Klien belum
menikah.

Keterangan :
: Laki-Laki

: Perempuan

: klien

------ :Tinggal dalam satu rumah


:Meninggal

2. Konsep diri
a. Penampilan
Klien tampak rapi dalam berpakaian
b. Pembicaraan
Klien masih mampu menjawab pertanyaan
perawat dengan lambat namun dapat dipahami
c. Aktivitas Motorik
Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari –
hari.
d. Suasana perasaan
Klien sedih karena kedua orang tua sudah meninggal.
e. Afek
Afek wajah sesuai dengan topic pembicaraan
f. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif saat wawancara
g. Persepsi
Klien mengatakan bahwa ia mendengar ada suara-suara
menyuruh membunuh
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori :
halusinasi
h. Proses Pikir
Klien mampu menjawab apa yang ditanya dengan baik.
i. Isi piker
Klien dapat mengontrol isi pikirnya,klien tidak
mengalami gangguan isi pikir dan tidak ada waham.
Klien tidak mengalami fobia, obsesi ataupun
depersonalisasi.
j. Tingkat kesadaran
Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien
mengenali waktu, orang dan tempat.
k. Memori
Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan
yang baru terjadi.
l. Tingkat konsentrasi berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan
sederhana tanpa bantuan orang lain.
m. Kemampuan penilaian
Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk
(mampu melakukan penilaian)
n. Daya tilik diri
Klien tidak mengingkari penyakit yang diderita, klien
mengetahui bahwa dia sedang sakit dan dirawat di
rumah sakit jiwa.

F. Mekanisme Koping
Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat
berbicara baik dengan orang lain.

G. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena
klien selalu ingin menyendiri.

H. Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa


Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di
alaminya dan obat yang dikonsumsinya.

I. Aspek Medik
Diagnosa medis : Skizofrenia
Paranoid Terapi medis yang
diberikan:
a. Resperidon tablet 2 mg 2x1
b. Chlozapine tablet 25 mg 1x1 (Saat tidak bisa tidur )
c. THP (trihexyphenidyl) 2mg 2X1
A. ANALISA DATA
NO DATA Masalah Keperawatan
1. DS: Gangguan konsep diri : Harga diri rendah kronis
- klien sering di bully oleh temannya
- Klien merasa tidak berguna karena tidak dapat
membantu keluarga.
- Klien merasa minder karena penyakit yang di alaminya

DO:
- klien tampak murung
- lebih banyak diam
- nada bicara pelan
2 DS: Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
- Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering berteriak – teriak
di rumah
- Klien sering mendengarkan suara – suara tanpa wajah yang
menyuruhnya untuk membunuh
- Klien mengatakan suara –suara tersebut muncul pada saat malam
hari, dan pada saat klien sedang menyendiri
- Klien merasa gelisah dan takut jika mendengar suara tersebut

DO:
- Klien sering mondar-mandir, berbicara sendiri, berbicara
ngawur, sering senyum-senyum sendiri.

3 DS : Isolasi sosial : Menarik diri


- Klen jarang mengikuti kegiatan di keleompok di masyarakat
- Kilen mengatakan mempunyai hambatan dengan orang lain
- Klien mengatakan lebih suka menyendiri
DO :
- Klien menyendiri
- Klen Tidak mau berintraksi dengan orang lain
- Klen jarang berkumpul dengan orang lain

B. Masalah Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah kronik
C. Pohon Masalah

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi sosial

Gangguan Harga Diri Rendah


D. Prioritas Diagnosa Keperawatan
- Gangguan persepsi Sensorik : Halusinasi pendengaran

E. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Intervensi


1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi SP 1:
Pendengaran DO: 1. Identifikasi isi, waktu terjadi, situasi pencetus, dan respon
terhadap halusinasi
- Klien sering, mondar – mandir, berbicara sendiri, 2. Jelaskan dan Latih teknik menghardik
berbicara ngawur, sering senyum-senyum sendiri. SP 2:
Kontrol Halusinasi klien dengan minum obat secara teratur
DS: SP 3:
- Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering berteriak – Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap – cakap dengan
teriak di yayasan orang lain
- Klien sering mendengarkan suara – suara tanpa wajah yang SP 4:
menyuruhnya untuk membunuh Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
- Klien mengatakan suara – suara tersebut muncul pada saat kegiatan terjadwal
malam hari, dan pada saat klien sedang menyendiri
- Klien merasa gelisah dan takut jika mendengar suara tersebut.
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah SP 1:
DS: Identifikasi Kemampuan dan aspek yang di miliki klien
- Klien sering di bully oleh temannya SP 2:
- Klien merasa tidak berguna karena tidak dapat Latih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih pertama
membantu keluarga. SP 3:
- Klien merasa minder karena penyakit yang di alaminya Latih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih kedua
- Klien sedih berada di yayasan SP 4:
DO: Latih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih ketiga
- klien tampak murung
- lebih banyak diam
- nada bicara pelan
3 DS : SP 1 :
- Klen jarang mengikuti kegiatan di keleompok di masyarakat Menjelaskan keuntungan dan kerugian mempunyai teman
- Kilen mengatakan mempunyai hambatan dengan orang lain SP 2 :
- Klien mengatakan lebih suka menyendiri Melatih klen berkenalam dengan 2 orang atau lebih
DO : SP 3 :
- Klien menyendiri Melatih bercakap cakap sembil melakukan kegiatan harian
- Klen Tidak mau berintraksi dengan orang lain SP 4 :
- Klen jarang berkumpul dengan orang lain Melatih berbicara sosial, meminta sesuatu, berbelanja dan sebagainya
F. Implementasi Keperawatan
Hari / Implementasi Evaluasi
Tanggal
Data S : Senang
Selasa , 9 Tanda dan gejala : O:
maret Mendengarkan suara suara - Pasien mampu mengenali
2022. menyuruh membunuh, halusinasi yang dialami nya; isi,
10.30 Wib. menyendiri, marah marah tanpa frekuensi, watu terjadi, sruasi
sebab. pencetus,perasaan, respon dengan
mandiri
Diagnosa Keperawatan - Pasien mampu Mengontrol
Gangguan persepsi sensori : halusinasinya dengan cara
halusinasi pendengaran menghardik dengan bantuan

Tindakan Keperawatan A : Halusinasi (+)


Sp1 halusinasi P:
- Melatih pasien - Latihan mengidentifikasi
mengidentifikasi halusinasinya; isi, frekuensi, watu
halusinasinya; isi, frekuensi, terjadi, sruasi pencetus,perasaan
watu terjadi, sruasi dan respon halusinasi 3x/hari
pencetus,perasaan dan respon - Latihan menghardik halusinasi 3x/
halusinasi hari
- Mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik

RTL
Sp2 : mengontrol halusinasi dengan
cara minum obat
Sp3 : mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap – cakap

Anda mungkin juga menyukai