Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Masalah Keperawatan

1. Pengertian ketidakstabilan kadar glukosa darah

Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal (SDKI, 2017).

2. Penyebab

a. Hiperglikemia

1) Disfungsi pancreas

2) Resistensi insulin

3) Gangguan toleransi glukosa darah

4) Gangguan glukosa darah puasa

b. Hipoglikemia

1) Penggunaan insulin atau obat glikemik oral

2) Hiperinsulinemia (misalnya: insulinoma)

3) Endokrinopati (mis. Kerusakan adrenal atau pituitari)

4) Disfungsi hati

5) Disfungsi ginjal kronis

6) Efek agen farmakologis

7) Tindakan pembedahan neoplasma

8) Gangguan metabolik bawaan (mis. Gangguan penyimpanan lisosomal,

galaktosemia, gangguan penyimpanan glikogen)


3. Tanda dan gejala mayor

a. Subjektif

Hipoglikemia

1) Mengantuk

2) Pusing

Hiperglikemia

1) Lelah atau lesu

b. Objektif

Hipoglikemia

1) Gangguan koordinasi

2) Kadar glukosa dalam darah/urin rendah

Hiperglikemia

1) Kadar glukosa dalam darah/urin rendah

4. Tanda dan gejala minor

a. Subjektif

Hipoglikemia

1) Palpitasi

2) Mengeluh lapar

Hiperglikemia

1) Mulut kering

2) Haus meningkat
b. Objektif

Hipoglikemia

1) Gemetar

2) Kesadaran menurun

3) Prilaku aneh

4) Sulit bicara

5) Berkeringat

Hiperglikemia

1) Jumlah urin meningkat

B. Tinjauan Teori

1. Pengertian

Menurut American Diabetes Assoclation ADA, 2013 Diabetes Mellitus

mrupakan penyakit metabolic yang bersifat kronik, ditandai dengan

meningkatnya kadar glukosa darah sebagai akibat dari adanya gangguan

penggunaan insulin, sekresi insulin, atau keduanya. Insulin adalah hormon

yang disekresi dari pancreas dan di butuhkan dalam proses metabolisme

glukosa. Saat insulin tidak bekerja sebagaimana fungsinya maka terjadi

penumpukan glukosa di sirkulasi darah atau hiperglikemia (Menurut Wijaya

A., S., & Putri Y., M., 2015).

Diabetes Mellitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan

peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala utama

yang khas, yakni urin yang berasa manis dalam jumlah yang besar. Istilah
“Diabetes” berasal dari bahasa yunani yang berarti “shipon”, ketika tibuh

menjadi suatu saluran untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan, dan

“Mellitus” berasal dari bahasa yunani dan latin ynag berarti madu. Kelainan

yang menjadi defisiensi relative atau absolut dari hormon insulin. Insulin

merupakan satu-satunya hormone yang dapat menurunkan kadar glukosa

dalam darah (Bilous Rusy & Donelly R, 2014).

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat

insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau

berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel

beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai noninsulin

dependent diabetes mellitus it gangguan metabolik yang di tandai oleh

kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas

dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Fatimah R., N., 2015).

Diabetes militis tipe II adalah diabetes melitus yang tidak bergantung

insulin. Hal ini disebabkan karena Diabetes militis tipe II masih mampu

mensekresi insulin namun dalam kondisi kurang sempurna karena adanya

resistensi insulin dan keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia, dan resistensi

insulin yang terjadi secara berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas

koagulasi dari system homostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini

menyebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam keadaan

hiperkoagulasi (Benyamin, 2016).


Keadaan ini menyebabkan kelainan trombosit yaitu perubahan patologi

pada pembuluh darah yang mengakibatkan penyumbatan arteria dan

abnormalitas trombosit sehingga memudahkan terjadinya adhesi dan agregasi

di dalam darah.

2. Penyebab diabetes militus tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan retensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Menurut Wijaya A., S., & Putri Y., M., 2015 penyebab diabetes militus tipe

II adalah sebagai berikut:

a. Obesitas

Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh

tubuh, insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam meningkatkan

efek metabolik. Dengan kata lain orang yang gemuk dengan berat badan

melebihi 90 kg mempunyai kecendrungan lebih besar untuk terserang

diabetes militus dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk.

b. Usia

Usia cenderung meningkat diatas 65 tahun.

c. Riwayat keluarga

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes militus dari orang tua.

Biasanya, seseorang yang menderita diabetes militus mempunyai anggota

keluarga yang juga terkena.


d. Riwayat etnik

3. Manifestasi klinis

Menurut Wijaya A., S., & Putri Y., M., 2015, manifestasi atau tanda dan

gejala diabets militus adalah sebagai berikut:

a. Banyak kencing (Poliuria)

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran

dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma

meningkat atau hiper osmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi

kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal

meningkat sebagai akibat dari hiper osmolariti dan akibatnya akan

terjadi diuresis osmotik (Poliuria).

b. Banyak minum (Polidipsia)

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler

menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah

dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor

haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu

minum (Polidipsia).

c. Banyak makan (Poliphagia)

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya

kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan

menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan

lebih banyak makan (Poliphagia).


d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel

kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat

dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot

mengalami atrofidan penurunan secara otomatis. Dengan kata lain

penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat akan menyebabkan

penurunan prestasi dan lapangan olahraga juga mencolok. Hal ini

disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel,

sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk

kelangsungan hidup sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain

yaitu sel lemak dan oto. Akibat penderita kehilangan jaringan lemak dan

otot sehingga menajdi kurus.

e. Malaise atau kelemahan

f. Kesemutan

g. Lemas

h. Mata kabur

4. Anatomi fisiologi

Wijaya A., S., & Putri Y., M., 2015 dalam bukunya mengatakan bahwa

anatomi fiologi pada diabetes militus adalah sebagai berikut:

Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster di

retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah


kraniodorsal. Bagian atas kiri kaput pankreas dihubungankan dengan korpus

pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya

tidak lebih dari 4 cm. Arteri dan vena mesenterika superior berada di dorsal

leher pankreas. Duodenum bagiab horisotal dan bagian dari penonjolan

posterior bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut prosesus unsinatus

pankreas, melingkari arteri dan vena tersebut.

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit

dibawah lambung dan abdomen. Didalam nya terdapat kumpulan sel yang

terbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans

yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan

dalam mengatur kadar glukosa darah, sel beta mensekresi insulin yang

menurunkan kadar glukosa darah, juga sel delta yang mengeluarkan

somatostatin (Wijaya A., S., & Putri Y., M., 2015).

Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum

dan terdapat kurang lebih 200.000-1.800.000 pulau Langerhans. Dalam

pulau Langerhans jumlah sel beta normal pada manusia antara 60%-80%

dari populasi sel pulau Langerhans. Pankreas berwarna putih kebauan hingga

kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas

jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksonkrin menghasilkan

enzim pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan

endokrin menghasilkan hormon seperti insulin, glukosa dan somatostatin

(Damayanti S., 2015).


Gambar: 2.1 anatomi prankreas

Sember: Damayanti S., 2015

5. Patofisiologi

Wijaya A., S., & Putri Y., M., 2015 dalam bukunya mengatakan bahwa

sebagian besar gambaran patologik dari diabetes militus dapat dihubungkan

dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin sebagai berikut:

berkurangnya penakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan

naiknya konsistensi glukosa darah setinggi 300-1200 mh/dl. Peningkatan

mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan

terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan

kolestrol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein

dalam jaringan tubuh.


Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi

sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal

normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan timbul

glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali

semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang

menyebabkan polyuria disertai kehilangan sodium, klorida, potassium dan

pospat.

Adanya polyuria menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat

glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami

keseimbangan protein negative dan berat badan menurun serta cenderung

terjadi poliphagi. Akibat yang lain adalah asthenia atau kekurangan energi

sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh

berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya

penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterokleosis, penebalan

membrane basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan

terjadinya gangrene pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak

dapat mempertahankan kadar glukosa yang normal, atau toleransi glukosa

sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemia nya parah dan melebihi

ambang ginjal, maka timbul glukosa.


Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang

meningkatkan mengeluarkan kemih (poliuria) harus testimulasi, akibatnya

pasien akan minum dalam jumlah banyak karena glukosa hilang bersama

kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan

berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) timbul sebagai akibat

kehilangan kalori.

Menurut Wijaya A., S., & Putri Y., M., 2015 patofisiologi pada diabetes

militus tipe II adalah:

Pada diabetes militus tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan

dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikat nya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin

pada diabetes militus tipe II disertaai dengan penurunan reaksi intrasel ini.

Dengan demikian insulin menjadi efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan.

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka

awitan diabetes militus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejala nya

dialami pasien, gelaja tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup

kelelahan, iritabilitas, ppliuria, polydipsia, luka yang sembuh, infeksi vagina

atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Penyakit

diabetes membuat gangguan atau komplikasi melalui kerusakan pada


pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini

berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar

(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus

(mikrovaskular) disebut mikroangiopati.

Ada tiga problem utama yang akan terjadi bila kekurangan insulin atau tanpa

insulin yaitu:

a. Penurunan gangguan glukosa

b. Peningkatan mobilisasi lemak

c. Peningkatan pengguanaan protein

Menurut Menurut ADA, 2016 resistensi insulin pada otot dan liver serta

kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan

sentral dari diabetes militus tipe II. Belakangan diketahui bahwa kegagalan

sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan

sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain sepert jaringan lemak

(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha

pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan

otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan

terjadinya gangguan toleransi glukosa pada diabetes militus tipe II.

6. Pathway

Diabetes militus tipe I Diabetes militus tipe II


Reaksi autoimun Idiopatik, usia, genetic, dll

Sel B pancreas hancur Jumlah sel pancreas menurun

Defisiensi Insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis


meningkat meningkat

Pembatasan diit Penurunan BB

Fleksibilitas darah Intake tidak


Resiko nutrisi kurang
merah adekuat

Pelepasan O2 Poluria Desisir volume cairan

Perfusi jaringan perifer tidak


Hipoksia perifer
efektif

Nyeri

Gambar: 2.2 pathway diabetes milirus

Sumber: Debra Clair, journal februari, 2011

7. Pemeriksaan penunjang
Wijaya A., S., & Putri Y., M., 2015 dalam bukunya mengatakan bahwa

pemerikasaan penunjang pada diabetes militus sebagai berikut:

a. Kadar glukosa

1) Gula darah sewaktu / random >200 mg/dl

2) Gula darah puasa / nuchter >140 mg/dl

3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200 mg/dl

b. Aseton plasma

Hasil (+) mencolok

c. Aseton lemak bebas

Peninggkatan lipid dan kolesterol

d. Osmolaritas serum (>330 osm/l)

e. Urinalisis: Proteinuria, ketonuria dan glukosuria

Apabila terdapat gejala diabetes militus + salah satu dari gula darah

(puasa >140 mg/dl, 2 jam PP >200 mg/dl, random >200 mg/dl). Dan

apabila tidak terdapat gejala diabetes militus tetapi terdapat 2 hasil dari

gula darah (puasa >140 mg/dl, 2 jam PP >200 mg/dl, random >200

mg/dl).

8. Komplikasi diabetes militus

a. Komplikasi metabolik

1) Ketoadosis diabetic

2) HHNK (Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik)


b. Komplikasi

1) Mikrovaskular kronik (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati

2) Makrovaskular (MCI, Stocke, penyakit vascular perifer)

9. Penatalaksanaan

Menurut Wijaya A., S., & Putri Y., M., 2015 penatalaksanaan diabetes

militus adalah:

a. Jangka panjang: mencegah komplikasi

b. Jangka pendek: menghilangkan keluhan atau gejala diabetes militus

Penatalaksanaan diabetes militus

1) Diet

Perhimpunan diabetes Amerika dan persatuan diabetic Amerika

merekomendasikan 50-60% kalori yang berasal dari:

a) Karbohidrat 60-70%
b) Protein 12-20%

c) Lemak 20-30%

2) Obat hipoglikemik oral (OHO)

a) Sulfoniluera obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara

- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan

- Menurunkan ambang sekresi insulin

- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan

glukosa

b) Binguad
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal

c) Inhibitor a glukosidase

Menghambat kerja enzim a glucosidase di dalam saluran cerna,

sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan

hiperglikemia pasca prandial

d) Insulin sensiting agent

Meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah

resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia, tetapi obat ini

belum beredar di Indonesia.

e) Insulin

Indikasi gangguan

- Diabetes militus dengan berat badan menurun dengan cepat

- Ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hyperosmolar

- Diabetes militus yang mengalami stress berat (infeksi sistemik

dll)

- Diabetes militus dengan kehamilan atau diabetes militus

gastasional yang tidak terkendali dalam pola makan

- Diabetes militus tidak berhasil dengan dengan obat

hipoglikemik oral dengan dosis maksimal (kontraindikasi

dengan obat tersebut).


Insulin oral atau suntikan dimulai dari dosis rendah, lalu

dinaikkan perlahan, sedikit demi sedikit sesuai dengan hasil

pemeriksaan gula darah pasien.

3) Latihan

Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju

metabolisme istirahat, menurunkan berat badan (BB), stress dan

menyegarkan tubuh

4) Pemantauan

Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri

5) Terapi (jika diperlukan)

6) Pendidikan

C. Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan untuk memberikan

pelayanan keperawatan yang professional dan berkualitas. Proses keperawatan

lamgsung mengarah pada kegiatan keperawatan yang meliputi pengkajian,

perencanaan, tindakan dan evaluasi. Proses keperawatan dasar cara berpikir kritis

dalam memberikan asuhan keperawatan (Delaune dkk, 2013).

1. Pengkajian

a. Pengertian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang


terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis

yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang ditetapkan.

Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti perencanaan

yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti

dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat

diidentifikasi (Rohmah & Walid, 2014).

b. Kegiatan dalam pengkajian

Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan

data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status

kesehatan klien. Status kesehatan klien yang normal maupun senjang

hendaknya dapat dikumpulkan. Hal ini dimaksudkan untuk

mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif optimal

maupun yang bermasalah (Rohmah & Walid, 2014).

c. Macam data

1) Data dasar

Data dasar adalah seluruh informasi tentang setatus kesehatan klien.

Data dasar ini meliputi data umum, data demografi, riwayat

keperawatan, pola fungsi kesehatan, dan pemeriksaan. Data dasar

yang menunjukan pola fungsi kesehatan efektif atau optimal

merupakan data yang dipakai dasar untuk menegakkan diagnosis

keperawatan sejahtera.

2) Data fokus
Data fokus adalah informasi tentang status kesehatan klien yang

menyimpang dari keadaan normal. Data fokus dapat berupa

ungkapan klien maupun hasil pemeriksaan langsung oleh perawat.

Data ini yang nantinya mendapat porsi lebih banyak menjadi dasar

timbulnya masalah keperawatan. Segala penyimpangan yang berupa

keluhan hendaknya dapat divalidasi dengan data hasil pemeriksaan.

Sedangkan, untuk bayi atau klien yang tidak sadar banyak

menekankan pada data focus yang berupa hasil pemeriksaan.

3) Data subjektif

Data yang merupakan ungkapan keluhan klien secara langsung dari

klien maupun tak langsung melalui media orang lain yang

mengetahui keadaan klien secara langsung dan menyampaikan

masalah yang terjadi kepada perawat berdasarkan keadaan yang

terjadi pada klien.

4) Data objectif

Data yang diperoleh oleh perawat secara langsung melalui observasi

dan pemeriksaan pada klien. Data objektif harus dapat diukur dan

diobservasi, bukan merupakan interpretasi atau asumsi dari perawat.

d. Sumber data

1) Sumber data primer

Sumber data primer adalah klien. Sebagai sumber data primer, bila

klien dalam keadaan tidak sadar, mengalami gangguan bicara atau


pendengaran, klien masih bayi, atau karena beberapa sebab klien

tidak dapat memberikan data subjektif secara langsung, perawat

dapat menggunakan data objektif untuk menegakan diagnosis

keperawatan. Namun, bila diperlukan klasifikasi data subjektif,

hendaknya perawat melakukan anamnesis pada keluarga.

2) Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh selain klien, yaitu

keluarga, orang terdekat, teman, dan orang lain yang tahu tentang

status kesehatan klien. Selain itu, tenaga kesehatan yang lain seperti

dokter, ahli gizi, ahli fisioterapi, laboratorium, radiologi, juga

termasuk sumber data sekunder.

e. Teknik pengumpulan data

1) Anamnesis

Anamnesis adalah tanya jawab atau komunikasi secara langsung

dengan klien (autoanamnesi) maupun tidak langsung (alloanamnesis)

dengan keluarganya untuk menjadi informasi tentang status kesehatan

klien. Komunikasi yang digunakan disini adalah komunikasi

terapeutik, yaitu suatu pola hubungan interpersonal antara klien dan

perawat yang bertujuan untuk menggali informasi mengenai status

kesehatan klien dan membantu menyelesaikan masalah yang terjadi.

2) Observasi
Observasi adalah tindakan mengamati secara umum terhadap perilaku

dan keadaan klien. Observasi memerlukan keterampilan, disiplin, dan

praktik klinik.

3) Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan empat cara

berikut:

a) Inspeksi

Proses observasi yang dilakukan dengan cara melihat. Inspeksi

digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan

dengan status fisik. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh

meliputi ukuran tubuh, warna, bentuk, posis, simetris, luka,

perubahan yang terjadi pada kulit, dan kelainan anatomi.

b) Palpasi

Suatu bentuk pemeriksaan dengan cara perabaan. Tangan dan jari-

jari adalah instrument yang sensitif untuk merasakan adanya suatu

perubahan yang terjadi pada tubuh. Palpasi digunakan untuk

mengumpulkan data tentang temperatur, turgor, bentuk dan

ukuran, massa, kelembapan, vibrasi dan tekstur.

c) Perkusi

Metode pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuannya adalah

untuk menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan


cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan

yang diberikan kebawah jaringan. Dengan perkusi kita

membedakan apa yang ada dibawah jaringan (udara, cairan, atau

zat padat).

d) Auskultasi

Metode pemeriksaan dengan cara mendengar yang dibantu dengan

stetoskop. Tujuannya adalah untuk mendengarkan bunyi jantung,

suara nafas, bunyi usus, denyut jantung janin, dan mengukur

tekanan darah.

4) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi. Contoh:

foto thoraks, laboratorium, rekam jantung dan lain-lain.

Berdasarkan penjelasan dan langkah-langkah pengkajian duatas, maka

pengkajian khusus pada pasien penderita penyakit diabetes militus sebagai

berikut:

Menurut Debra Clair (2011), pengkajian khusus pada pasien dengan

Diabetes Militus Tipe II adalah sebgai berikut:

Pada pemeriksaan fisik biasanya klien mengeluhan nyeri, kesemutan

pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan

bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,


kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. Pada saat

dilakukan pengkajian terkait riwayat kesehatan lalu biasanya klien diabetes

militus mempunyai riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart

miokard. Sedangkan pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga biasanya

ditemukan riwayat anggota keluarga yang menderita diabetes militus.

2. Diagnosa keperawatan

a. Pengertian diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan (SDKI, 2017).

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan

respons manusia (keadaan sehat atau oerubahan pola interaksi

aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal

mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti

untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan,

atau mencegah peubahan (Rohmah & Walid).

b. Tujuan diagnosa keperawatan

1) Tujuan diagnosa keperawatan adalah memungkinkan perawat untuk

menganalisis dan mensistensi data yang telah dikelompokkan

dibawah pola kesehatan.


2) Diagnosa keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi masalah,

faktor penyebab masalah, dan kemampuan klien untuk dapat

mencegah atau memecahkan masalah.

c. Langkah-langkah menentukan diagnosa keperawatan

Menurut Rohmah dan Walid (2014) langkah-langkah menentukan

diagnosa keperawatan sebagai berikut:

1) Klasifikasi data

Klasifikasi data adalah aktivitas mengelompokan data-data klien

atau keadaan tertentu temapt klien mengalami permasalahan

kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya.

Klasisfikasi ini berdasarkan pada kebutuhan dasar manusia yang

dikelompokan dalam data subjektif dan data objektif.

2) Interpretasi data

Perawat bertugas untuk membuar interpretasi atas data yang

sudah dikelompokan dalam bentuk masalah keperawatan atau

masalah kolaboratif.

3) Menentukan hubungan sebab akibat

Dari masalah keperawatan yang telah ditentukan kemudian,

perawat menentukan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor

resiko yang menjadi kemungkinan penyebab dari masalah yang


terjadi. Kemungkinan penyebab harus mengacu pada kelompok data

yang sudah ada.

4) Merumuskan diagnosa keperawatan

Perumusan diagnosa keperawatan didasarkan pada identifikasi

masalah dan kemungkinan penyebab.

d. Merumuskan diagnosa keperawatan

Menurut Rohmah dan Walid (2014) sebagai berikut:

Diagnosa keperawatan biasanya terdiri dari 3 komponen yaitu: respon

manusia (masalah), faktor yang berhubungan, tanda dan gejala.

1) P (problem/masalah) : menjelaskan status kesehatan dengan singkat

dan jelas

2) E (etiologi/penyebab) : penyebab masalah yang meliputi faktor

penunjang dan faktor resiko yang terdiri dari :

a) Patofisologi: semua proses penyakit yang dapat menimbulkan

tanda/gejala yang menjadi penyebab timbulnya masalah

keperawatan.

b) Situasional: situasi personal (berhubungan dengan lingkungan

yang berinteraksi dengan klien).

c) Maturasional: tingkat kematangan atau kedewasaan klien, dalam

hal ini berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangan.
d) Medicational/treatment: pengobatan atau tindakan yang diberikan

yang memungkinkan terjadinya efek yang tidak menyenangkan

yang dapat diantisipasi atau dicegah dengan tindakan

keperawatan.

3) S (simptom/tanda) definisi karateristik tentang data subjektif atau

objektif sebagai pendukung diagnosis aktual.

Menurut Wijaya & Putri (2015) diagnosis yang lazim muncul pada pasien

dengan diabetes militus adalah sebagai berikut:

a. Nyeri berhubungan dengan agen fisiologis

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic,

kehilangan gastrik yang berlebihan (mual, muntah)

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

adekuatan insulin dan peburunan masukan oral

d. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

aliran arterial

e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya keinginan mencari

informasi

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi dan

penurunan sensasi

3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam

diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana

perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan

efisien (Rohmah &Walid, 2014).

a. Kegiatan dalam tahap perencanaan

1) Menentukan prioritas masalah keperawatan

2) Menetapkan tujuan dan kriteria hasil

3) Merumuskan rencana tindakan keperawatan

4) Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan

b. Menentukan prioritas masalah keperawatan

Kegiatan pertama dalam tahap yang ketiga adalah menentukan

prioritas masalah keperawatan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk

menentukan masalah yang akan terjadi skala prioritas untuk diselesaikan

atau diatasi terlebih dahulu. Namun, bukan berarti bahwa dalam

menyelesaikan masalah, perawat menunggu sampai satu masalah selesai

sampai tuntas baru menyelesaikan masalah lainnya. Prioritas pertama di

artikan bahwa masalah ini perlu mendapat perhatian perawat karena dapat

mempengaruhi status kesehatan klien secara umum dan memperlambat

penyelasaian masalah yang lain. Dalam pelaksanaannya prioritas masalah

kedua dan seterusnya dapat diatasi secara bersama-sama dan


berkesinambungan. Beberapa teknik membuat skala prioritas antara lain

sebagai berikut (Rohmah & Walid, 2014):

1) Standar V : standar asuhan keperawatan

Dalam standar V asuhan keperawatan, prioritas dititikberatkan pada

masalah yang mengancam kehidupan. Skala prioritasnya ditentukan

dengan konsep berikut:

a) Prioritas pertama masalah yang mengancam kehidupan

b) Prioritas kedua masalah yang mengancam kesehatan

c) Prioritas ketiga masalah yang mempengaruhi perilaku manusia.

c. Menetapkan tujuan dan kriteria hasil

1) Pengertian

Tujuan adalah perubahan perilaku pasien yang diharapkan oleh

perawat setelah tindakan berhasil dilakukan.

2) Kriteria tujuan (standar V asuhan keperawatan)

a) Rumusan singkat dan jelas

b) Disusun berdasarkan diagnosis keperawatan

c) Spesifik

d) Dapat diukur/diobservasi

e) Realistis/dapat dicapai

f) Terdiri dari : subjek, perilaku pasien, kondisi, dan kriteria tujuan


3) Menetapkan kriteria hasil

a) Kriteria hasil adalah batasan karakteristik atau indikator

keberhasilan dari tujuan yang telah diterapkan.

b) Berorientasi pada masalah dan kemungkinan penyebab dan

merujuk pada simtom.

c) Meliputi empat aspek :

(1) Kognitif (pengetahuan)

(2) Afektif (perubahan status emosi)

(3) Perubahan fungsi tubuh

4) Merumuskan rencana tindakan keperawatan

Rencana tindakan keperawatan adalah desain spesifik untuk

membantu pasien dalam mencapai tujuan dan kriteria hasil.

Karakteristik rencana tindakan keperawatan berdasarkan standar V

asuhan keperawatan.

a) Berdasarkan tujuan

b) Merupakan alternatif tindakan terbaik

c) Melibatkan pasien dan keluarga

d) Mempertimbangkan latar belakang budaya

e) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku,

lingkungan, sumber daya, dan fasilitas.


f) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien

g) Berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas, dan penulisan

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti

h) Menggunakan formulir yang baku

5) Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan

Rasional rencana tindakan keperawatan adalah dasar pemikiran

atau alasan ilmiah yang mendasari ditetapkannya rencana tindakan

keperawatan. Kegiatan ini pada umumnya diperlukan untuk proses

pembelajaran, dengan harapan mahasiswa dapat menerapkan prinsip

dan konsep ilmiah yang mendasari ditetapkannya rencana

keperawatan. Rasional rencana tindakan keperawatan menerapkan

berpiikir kritis dan bertanggung jawab terhadap pengambilan

keputusan dalam menyelesaikan masalah klien (Rohmah & Walid,

2014).

Menurut SIKI (2016) rencana tindakan pada diagnosis diabetes ilitus sebagai

berikut:

a. Nyeri berhubungan dengan agen biologis

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan

intensitas nyeri

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi respon nyeri non verbal


4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

(misalnya: terapi music, kompres hangat/dingin, terapi bermain,

relaksasi nafas dalam dan imajinasi)

5) Control lingkungan yang memperberat rasa nyri (misalnya suhu

ruangan, pencahayaan,dan kebisingan)

6) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri

7) Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri

8) Anjurkan menggunakan alergik secara tepat

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic,

kehilangan gastrik yang berlebihan (mual, muntah)

1) Monitor status dehidrasi (misalnya: frekuensi nadi, kekuatan nadi,

pengisian kapiler, turgor kulit dan tekanan darah)

2) Monitor berat badan harian

3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis

4) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam

5) Berikan asupan cairan sesuai kenutuhan

6) Berikan cairan ntravena jika perlu

7) Kolaborasi pemberian diuretic jika perlu

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

adekuatan insulin dan peburunan masukan oral

1) Identifikasi kebiasaan makan dan prilaku makan yang akan diubah

2) Identifikasi kemajuan modifikasi diet secara regular


3) Monitor intake-output cairan

4) Gunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam mengevaluasi

kecukupan asupan makan

5) Rujuk pada ahli gizi jika perlu

d. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya keinginan mencari

informasi

1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

2) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

4) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

5) Ajarkan prilaku hidup bersih dan sehat

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi dan

penurunan sensasi

1) Monitor tanda dan gejala oedem

2) Kaji kecepatan kembalinya kulit pada oedem

3) Anjurkan klien meningkatkan nutrisi

4) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

4. Pelaksanaan keperawatan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan


sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah &

Walid, 2014).

Tahap-tahap pelaksanaaan/ implementasi menurut Setiadi, 2012 yaitu:

a. Tahap persiapan

1) Review rencana keperawatan

2) Analisis pengatahuan dan keterampilan yang diperlukan

3) Mengatahui akan yang timbul

4) Mempersiapkan peralatan yang diperlukan

5) Memepersiapkan lingkungan yang kondusif

6) Mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik

b. Tahap intervensi

1) Berfokus pada klien

2) Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil

3) Memperhatikan keamanan fisik dan sikologis klien

4) Kompeten

c. Tahap dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang

lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

Menurut PPNI, (2016) pelaksanaan tindakan pada diabetes militus adalah

sebagai berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan agen biologis

1) Mengdentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan

intensitas nyeri

2) Mengidentifikasi skala nyeri

3) Mengdentifikasi respon nyeri non verbal

4) Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

(misalnya: terapi music, kompres hangat/dingin, terapi bermain,

relaksasi nafas dalam dan imajinasi)

5) Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyri (misalnya suhu

ruangan, pencahayaan,dan kebisingan)

6) Menganjurkan monitor nyeri secara mandiri

7) Mengajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri

8) Menganjurkan menggunakan alergik secara tepat

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic,

kehilangan gastrik yang berlebihan (mual, muntah)

1) Memonitor status dehidrasi (misalnya: frekuensi nadi, kekuatan

nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan tekanan darah)

2) Memonitor berat badan harian

3) Memonitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis

4) Mencatat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam

5) Memberikan asupan cairan sesuai kenutuhan

6) Memberikan cairan ntravena jika perlu


7) Berkolaborasi pemberian diuretic jika perlu

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

adekuatan insulin dan peburunan masukan oral

1) Mengidentifikasi kebiasaan makan dan prilaku makan yang akan

diubah

2) Mengidentifikasi kemajuan modifikasi diet secara regular

3) Memonitor intake-output cairan

4) Menggunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam

mengevaluasi kecukupan asupan makan

5) Merujuk pada ahli gizi jika perlu

d. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya keinginan mencari

informasi

1) Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan

2) Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

4) Menjelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

5) Mengajarkan prilaku hidup bersih dan sehat

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi dan

penurunan sensasi

1) Memonitor tanda dan gejala oedem

2) Mengkaji kecepatan kembalinya kulit pada oedem


3) Menganjurkan klien meningkatkan nutrisi

4) Menganjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan

pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan (Rohmah & Walit, 2014).

a. Tujuan evaluasi

1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan

2) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan

3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan.

b. Komponen SOAP Untuk memudahkan perawat untuk mengevaluasi dan

memantau perkembangan klien, digunakan komponen SOAP.

Penggunaannya tergantung dari kebujakan setempat.

1) Pengertian SOAP

a) S: data subjektif

Perawat menuliskan keluahan pasien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

b) O: data objektif

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau

observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan

klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

c) A: analisis
Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih

terjadi atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang

terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah

teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan data objektif.

d) P: planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah

menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan

tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu

dilanjutkan adalah tindakan yang masih komponen untuk

menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk

mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi

adalah tindakan yang dirasakan dapat membantu menyelesaikan

masalah klien, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau

mempunyai alternatif pilihan yang lain yang diduga dapat

membantu mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan, rencana

tindakan yang baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan bila

timbul masalah baru atau rencana tindakan yang ada sudah tidak

kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Anda mungkin juga menyukai