Anda di halaman 1dari 13

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Ketidakstabilan kadar glukosa darah merupakan variasi kadar
glukosa darah yang mengalami kenaikan (Hiperglikemi) atau penurunan
(Hipoglikemi) dari tentang normal. Ketidakstabilan kadar glukosa dalam
darah terjadi pada pasien Diabetes Melitus karena diafungsi pancreas,
resistensi insulin, disfungsi hati. Sedangkan keadaan yang menyebabkan
terjadinya penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) dapat dipicu oleh
penggunaan insulin atau obat glikemik oral, hiperinsulinemia, endokrinopati,
diafungsi hati, disfungsi ginjal kronis, efek agen farmakologis, tindakan
pembedahan neoplasma, dan gangguan metabolik bawaan (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017).

1.2 Etiologi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Penyebab ketidakstabilan kadar glukosa darah akibat terjadinya
gangguan sel beta yang tidak mampu menghasilkan insulin atau mampu
tetapi jumlah insulinntidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Selain itu
resistensi terhadap Imah juga menjadi pemicu tidak terkendalinya kadar
glukosa darah. Selain kerusakan pankreas dan resistensi insulin beberapa
faktor yang dapat memicu terjadinya ketidakstabilan kadar glukosa dalam
darah adalah pola makan, aktivitas, dan pengobatan pasien Diabetes Melitus
tipe II (Soegondo, 2010).

1.3 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


a. Usia
Resistensi insulin cenderung yerjadi pada usia diatas 65 tahun.
Meningkatnya usia merupakan faktor risiko yang menyebabkan fungsi
pankreas menjadi menurun sehingga produksi insulin oleh sel beta
pankreas juga ikut terganggu (Clevo Rendi, 2012).
b. Terapi
Tujian terapi adalah membantu menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi (Clevo
Rendi, 2012).
c. Diet
Diet adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah.
Diet pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat membantu mengatur
jumlah kaloridan karbohidrat. Jika asupan kalori dan karbohidrat pada
pasien tidak teratur maka dapat menyebabkan ketidakstabilan kadar
glukosa darah (Clevo Rendi, 2012).

1.4 Patofisiologi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Ketidakstabilan kadar glukosa darah pada diabetes melitus tipe 2
terjadi karena sekresi insulin (Soegondo, 2010). Resistensi insulin terjadi
karena kegagalan penhambilan glukosa oleh otot. Pada awalnya, kondisi
resistensi insulin ini di kompensasikan oleh peningkatan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Seiring dengan pogresifitas penyakit maka produksi
insulin ini berangsur menurun dan menimbulkan hiperglikemia.
Hiperglikemi awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal
melakukan pengambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya
dimana produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa
hati yang berlebihan dan mengakibatkan memingkatnya glukosa darah pada
saat puasa. Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi
insulin yang sudah ada dan disebut dengam fenomena glukotoksisitas.
Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adipose,
sehingga merangsang proses lipolisis dan meningkatkan gangguan proses
pengambilan glukosa oleh sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Fenomena ini yang disebut dengan lipotoksisitas (Soegondo,
2010). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkatyang normal atau sedikit meningkat, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2.
Selain hiperglikemi adapun hipoglikemi pada diabetes tipe 3 yang
terjadi akibat pemberian insulin preparat oral yang berlebihan. Konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian
ini bisa dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda
atau bila pasien lupa makan camilan. Sebagai contoh, hipoglikemia siang
hari terjadi bila insulin regular yang disuntikkan pada pagi hari mencapai
puncaknya, sementara kerja NPH atau insulin Lente yang diberikan pada
pagi hari. Hipoglikemia pada tengah malam dapat terjadi akibat pencapaian
puncak kerja NPH atau insulin Lente yang disuntikkan pada malam hari,
khususnya bila pasien tidak makan camilan sebelum tidur (Brunner &
Suddarth, 2015).
Faktor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala
hipoglikemia adalah penurunan respons hormonal (adrenergik) terhadap
hipoglikemia. Keadaan ini terjadi pada sebaian pasien diabetes militus tipe 2
telah menderita diabetes selama bertahun-tahun. Penurunan respons
adrenergik tersebut berhubungan dengan salah satu komplikasi kronis
diabetes yaitu neuropati otonom. Dengan penurunan kadar glukosa darah,
limpahan adrenalin yang normao tidak terjadi. Pasien tidak merasakan
gejala adrenergik yang lazim seperti perpirasi dan perasaan lemah. Keadaan
hipoglikemia ini mungkin baru terdeteksi setelah timbul gangguan sistem
sarag pusat yang sedang atau berat (Brunner & Suddarth, 2015).

1.5 Manifestasi Klinis Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Tandan dan gejala ketidakstabilan kadar glukosa darah dibagi
menjadi dua yaitu tanda dan gejala hiperglikemia serta tanda dan gejala
hipoglikemia yang masing-masing memiliki tanda gejala mayor dan minor.
Tanda dan gejala mayor hiperglikemia meliputi pasien mengatakan sering
merasa lelah atau lesu, dan kadar glukosa darah/urine pasien tinggi.
Sedangkan tanda dan gejala minor hiperglikemia meliputi pasien mengeluh
mulutnya terasa kering, sering merasa haus dan jumlah urine pasien
meningkat. Tanda dan gejala mayor hipoglikemia meliputi pasien
mengatakan sering merasa ngantuk dan pusing, serta kadar glukosa
darah/urine pasien rendah. Sedangkan tanda dan gejala minor hipoglikemia
meliputi pasien mengeluh sering merasa kesemutan pada ekstremitasnya,
sering merasa lapar, pasien tampak gemetar, kesadaran pasien menurun,
berprilaku aneh, pasien tampak sulit berbicara dan berkeringat (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
Tanda dan gejala:
a. Merasa sering haus dan jumlah urine meningkat
Menurut Wijaya, 2013 penyakit DM sering buang air kecil dan merasa
haus karena kadar glukosa dalam tubuh tinggi maka glukosa yang tidak
bisa dimetabolisme akan ikut terbuang melalui urine. Hal ini
menyebabkan urin menjadi kental, sehingga membutuhkan air untuk
mengencerkan, air yang digunakan ini diambil dari dalam tubuh
akibatnya tubuh akan mengalami dehidrasi, sehingga membutuhkan
banyak minum. Jika seorang banyak minum maka buang kecil juha akan
menjadi lebih sering. Hal ini dapat menimbulkan:
1) Poliuri: seeing buang air kecil dengan volume yang banyaj dan
biasanya lebih sering di malam hari.
2) Polidipsi: sering merasa haus dan ingin babyak minum
3) Polifagi: nafsu makan yang meningkat
4) Berat badan menurun secara drastic
5) Kurang bertenaga
b. Merasa lelah dan lesu
Penyebab seorang penderita dm merasa cepat lelah dan lesu karana
kadar gula darah yang tinggi. Kadar gula yang tinggi dapat
menyebabkan dehidrasi, kelelahan merupakan akibat dari
ketidakstabilan antara kadar glukosa darah dengan insulin yang beredar
di dalam tubuh. jika kadar insulin tidak cukup, hal ini menyebabkan
terjadinya hiperglikemia,akibatnya glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel sehingga tubuh tidak dapat menerima energi yang
dibutuhkan, semua proses ini yang membuat penderita dm menjadi cepat
lelah (Wijaya, 2013).
c. Kadar glukosa darah tinggi
Kadar glukosa darah terjadi karena sekresi insulin atau gangguan kerja
insulin. Resistensi insulin terjadi karena kegagalan pengambilan glukosa
oleh otot. Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini di kompensasikan
oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.Seiring dengan
pogresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun dan
menimbulkan hiperglikemia.Hiperglikemi
d. Kadar glukosa darah rendah
Kondisi ini terjadi ketika kadar glukosa darah turun drastis. Hal ini
diakibatkan oleh penggunaan insulin atau obat diabetes yang melebihi
dosis atau tidak teratur, pola makan yang tidak baik, aktivitas fifik atau
olahraga berlebihan tanpa makan yang cukup (Soegondo, 2010).
e. Merasa sering kesemutan
Akibat dari kerusakan saraf yang disebabkan oleh glukosa yang tinggi
merupakan dinding pembuluh darah dan akan mengganggu nutrisi pada
saraf.
Karena yang rusak adalah saraf sensoris, keluhan yang paling sering
muncul
adalah rasa kesemutan atau tidak berasa, terutama pada kaki dan tangan.
f. Merasa mengantuk
Dengan diabetes tipe 2 dengan kadar glukosa darah yang buruk biasanya
menyebabkan hiperglikemia atau gula darah tinggi, yang dapat
menimbulkan rasa lelah dan cepat mengantuk. Mengantuk karena diabetes
diakibatkan berat badan berlebih dan kurangnya aktivitas fisik. gula darah
yang tinggi juga menjadi penyebab (Wijaya, 2013).

1.6 Dampak Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Ketidakstabilan kadar glukosa darah dapat memicu terjadinya perfusi perifer
tidak efektif dan gangguan integritas kulit/jaringan.
1.7 Penatalaksanaan Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Apabila kadar glukosa tinggi maka harus diturunkan menjadi dalam batas
normal. Begitu pula sebaliknya apabila kadar glukosa darah turun harus
ditingkatkan agar menjadi normal.
a. Penatalaksanaan hiperglikemia Penatalaksanaan hiperglikemia dimulai
dengan diet, latihan, jasmani, penyuluhan dan terapi insulin atau obat
oral. Diet dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan glukosa
pada tubuh. Manfaat latihan jasmani adalah untuk mengurangi
resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin. Penyuluhan
dilakukan agar masyarakat atau klien DM Tipe II bisa lebih memahami
mengenai penyakitnya sehingga mampu mencegah komplikasi. Obat
anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau
kombinasi. Pada keadaan emergency dengan dekompensasi metabolik
berat, misalnya : ketoasidosis, stres berat,berat badan yang menurun
dengan cepat, atau adanya keton uria, harus segera dirujuk ke
pelayanan kesehatan sekunder atau tersier (Perkeni, 2015).
b. Penatalaksanaan hipoglikemia Pasien yang mengalami hipoglikemia
harus cepat mendapat penanganan. Lakukan pengecekan kadar glukosa
terlebih dahulu untuk memastikan klien benar mengalami
hipoglikemia. Apabila kadar glukosa darah klien rendah dan jika klien
masih sadar dapat dilakukan sendiri oleh klien yaitu minum larutan
gula 10-30 gram. Untuk pasien tidak sadar dilakukan pemberian
injeksi bolus dekstrosa 15-25 gram. Bila hipoglikemia terjadi pada
klien yang mendapat terapi insulin maka selain menggunakan
dekstrosa dapat juga menggunakaan injeksi glucagon 1 mg
intramuscular. Penggunaan glucagon diberikan apabila dekstrosa
intravena sulit dilakukan. Pada klien koma hipoglikemia yang terjadi
pada klien yang mendapat bolus dekstrosa harus diteruskan dengan
infus dekstros 10% selama kurang lebih 3 hari. Jika tidak ada
kemungkinan klien akan koma lagi. Lakukan monitor glukosa darah 3-
6 jam sekali dan pertahankan kadarnya 90-180% mg (Wiyono, 2004).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI KETIDAKSTABILAN KADAR
GLUKOSA

2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi, kekuatan
dan kebutuhan klien yang dapat diperoleh melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesa
a) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,
nomor register, tanggal masuk RS dan diagnosa medis.
b) Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada ekstremitas bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Isinya mengenai kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya
luka serta upaya yang telah dilakukan oleh klien untuk
mengatasinya.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya penyakit DM atau penyakit yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas, jantung, obesitas,
tindakan medis dan obat-obatan yang pernah di dapat.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat salah satu keluarga yang menderita DM atau penyakit
keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
misalnya hipertensi.
f) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit klien.
2) Pemeriksaaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan klien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran , lidah terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, penglihatan
kabur, lensa mata keruh.
c) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
d) System pernapasan
Ada sesak, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
g) System urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
h) System musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstremitas.
i) System neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, letargi, mengantuk,
reflex lambat, kacau mental.
3) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi GDS > 200 mg/dl. Gula darah
puasa > 126 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urin.
c) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic
yang sesuai dengan jenis kuman.
b. Analisa data
Data yang sudah terkumpul kemudian dikelompokkan dan
dilakukan analisa dan sintesa data. Dalam mengelompokkan data
dibedakan data subjektif dan data objektif dan berpedoman pada teori
Abraham Maslow yang terdiri dari kebutuhan dasar atau fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta dan kasih sayang, kebutuhan
harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagosa kerawatan merupakan penelitian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan baik yang berlangsung aktual maupun
potesial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidetifikasi respon klien individu, keluarga, atau
komunitas terhadap yang berkaitan dengan kesehatan.
Ketidak stabilan glukosa darah merupakan diagnose aktual yang
terdiri dari tiga bagian yaitu problem, etiyology, sign dan symptom Problem
yaitu masalah keperawatan, etiology yaitu faktor yang berhubungan serta
sign dan symptom adalah tanda dan gejala. Ketidakstabilan kadar glukosa
darah adalah variasi kadar glukosa darah naik/turun dalam rentang normal.
Adapun etiologi ketidak stabilan kadar glukosa darah dibagi menjadi 2
bagian yaitu etiologi hiperglikemia dan etiologi hipoglikemia.Etiologi
hiperglikemia adalah disfungsi pankreas, resistensi insulin, gangguan
toleransi glukosa darah dan gangguan glukosa darah puasa. Sedangkan
etiologi hipoglikemia adalah pengunaan insulin atau obat glikemik oral,
hiperinsulinnemia, endokrinopati, disvungsi hati, difungsi ginjal kronis, efek
agen farmakologi, tindakan pembedahan neoplasma dan gangguan
metabolic bawah.
Tanda dan gejala mayor hiperglikemia berupa data subjektif
meliputi pasien mengatakan lelah atau lesu, sedangkan data objektifnya
meliputi kadar glukosa dalam darah/urin tinggi. Tanda dan gejala minor
hiperglikemi berupa data subjektif meliputi pasien mengatakana mulut
kering, haus meningkat, sedangkan data objektifnya meliputi jumlah urin
meningkat.Tanda dan gejala mayor hipoglikemia berupadta subjektif
meliputi pasien mengatakan mengantuk, pusing, sedangkan data objektifnya
meliputi gangguan kordinasi, kadar glukosa dalam darah/urin rendah.Tanda
dan gejala minor hipoglikemia berupa data subjektif meliputi palpitasi,
mengeluh lapar sedangkan data objektifnya meliputi gemetar kesadaran
menurun, perilaku aneh, sulit bicara, dan berkeringat.
2.3 Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Ketidakstabilan kadar glukosa Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
darah b/d resistensi insulin keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kestabilan kadar Observasi:
 Hipoglikemia glukosa darah meningkat - Identifikasi kemungkinan
Gejala dan tanda mayor dengan penyebB hiperglikemia
Subjektif: Kriteria hasil: - Identifikasi situasi yang
- Mengantuk Kesadaran (4) menyebabkan kebutuhan
- Pusing Mengantuk (4) insulin meningkat (mis.
Objektif: Pusing (4) penyakit kambuhan)
- Gangguan koordinasi Lelah/lesu (4) - Monitor kadar glukosa
- Kadar glukosa dalam Gemeter (4) darah, jika perlu
darah/urin rendah Berkeringat (4) - Monitor randa dan gejala
Gejala dan tanda minor Mulut kering (4) hiperglikemia (mis.
Subjektif: Rasa haus (4) poliuria, polidipsia,
- Palpitasi Kadar glukosa dalam darah polifagia, kelemahan,
- Mengeluh lapar (4) malaise, pandangan kabur,
Objektif: Kadar glukosa dalam urine sakit kepala)
- Gemetar (4) - Monitor intake dan output
- Kesadaran menurun Palpitasi (4) cairan
- Perilaku aneh - Monitor keton urin, kadar
- Sulit bicara analisa gas darah,
- Berkeringat elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi
 Hiperglikemia nadi
Gejala dan tanda mayor Terapeutik:
Subjektif: - Berikan asupan cairan oral
- Lelah atau lesu - Konsultasi dengan medis
Objektif: jika tanda dan gejala
- Kadar glukosa dalam hiperglikemia tetap ada
darah/urin tinggi atau membaik
Gejala dan tanda minor - Fasilitasi ambulasi jika
Subjektif: ada hipotensi ortostatik
- Mulut kering Edukasi:
- Haus meningkat - Anjurkan menghindar
Objektif: olahraga saat kadar
- Jumlah urin meningkat glukosa darah lebih dari
250 mg/dL
- Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
- Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
- Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
- Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis. penggunaan
insulin, obat oral, monitor
asupan cairan penggantian
karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
kallum, jika perlu

Manajemen Hipoglikemia

Observasi:
- Identifikasi tanda dan
gejala hipoglikemia
- Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemia
Terapeutik:
- Berikan karbohidrat
sederhana, jika perlu
- Berikan glukagon, jika
perlu
- Berikan karbohidrat
kompleks dan protein
sesuai diet
- Pertahankan alses IV, jika
perlu
- Hubungi layanan medis
darurat, jika perlu
Edukas:i
- Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana
setiap saat
- Anjurkan memakai
identitas darurat yang
tepat
- Anjurkan monitor kadar
glukosa darah
- Anjurkan berdiskusi
dengan tim perawatan
diabetes tentang
penyesuaian program
pengobatan
- Jelaskan interaksi antara
diet, insulin/agen oral, dan
olahraga
- Ajarkan pengelolaan
hipoglikemia (mis. tanda
dan gejala, faktor risiko,
dan pengobatan
hipoglikemia)
- Ajarkan perawatan
mandiri untuk mencegah
hipoglikemia (mis.
mengurangi insulin/agen
oral dan/atau
meningkatkan asupan
makanan untuk
berolahraga)
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
glukagon, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12
Volume 1. Jakarta: EGC

M. Clevo Rendy. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam


Edisi 1. Nuha Medika : Yogyakarta

Perkeni. 2015. Konsensus Pengolahan Dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2


Di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

TIM Pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan

TIM Pokja SDKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan

TIM Pokja SDKI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan

Wijaya, A.S & Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedh 2. Bengkulu : Nuha
Medika

Wiyono, P. 2004. Hipoglikemia pada Pasien Diabetes Mellitus, Dalam Noer, S .,


Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi III, Cetakan ke-7, 616. Jakarta: Balai
Penerbit fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai