Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPOGLIKEMI DI


RUANG RPD 1 RSUD BLAMBANGAN

Oleh :

Nama : Angraini Wulandari

NIM : 2021.04.011

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien Hipoglikemi ini


diajukan sebagai tugas program profesi NERS dan dinyatakan telah mendapat
persetujuan pada tanggal

Banyuwangi, September 2021

Mahasiswa,

ANGRAINI WULANDARI
20210411

Menyetujui,

Dosen Pembimbing, Pembimbing Klinik/CI,


LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian
Hipoglikemia (shock insulin) adalah suatu sindrome yang komplek
berawal dari suatu gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum
glukosa menurun sampai tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme
sistem saraf. Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula darah
rendah secara abnormal, terjadi jika gula darah turun dibawah 50-60mg/dl
(2,7 sampai 3,3 mmol/L) (Smelltzer & Bare, 2009).

Hipoglikemia  merupakan komplikasi  yang  paling  sering  muncul


pada  penderita  diabetes  mellitus. Hipoglikemia adalah menurunnya kadar
glukosa  darah  yang  menyebabkan kebutuhan  metabolik  yang  diperlukan
oleh sistem saraf tidak cukup sehingga timbul  berbagai  keluhan  dan  gejala
klinik  (Admin,  2012).  Hipoglikemia berdampak  serius  pada  morbiditas,
mortalitas  dan  kualitas  hidup.  The diabetes Control and Complication Trial
(DCCT) melaporkan diperkirakan 2-4% kematian orang dengan diabetes tipe
1 berkaitan  dengan  hipoglikemia. Hipoglikemia  juga  umum  terjadi  pada
penderita  diabetes  tipe  2,  dengan tingkat  prevalensi  70-80%  (Setyohadi,
2011). Hipoglikemia  merupakan penyakit  kegawatdaruratan  yang
membutuhkan  pertolongan  segera, karena  hipoglikemia  yang  berlangsung
lama  bisa  menyebabkan  kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga
dapat  menyebabkan  koma  sampai dengan  kematian  (Kedia,  2011).

B. Etiologi
1. Usia
Penderita diabetes usia lanjut memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk mengalami hipoglikemia daripadaa penderita diabetes usia lanjut
yang sehat dan memiliki fungsi yang baik.
2. Kelebihan (ekses) Insulin
Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi,
konsumsi glukosa yang berkurang, produksi glukosa endogen berkurang
misalnya setelah konsumsi alkohol, peningkatan penggunaan glukosa oleh
tubuh misalnya setelah berolahraga, peningkatan sensitivitas terhadap
insulin, penurunan ekskresi insulin misalnya pada gagal ginjal.
3. Ekses Insulin Disertai Mekanisme Kontra Regulasi Glukosa yang
Terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin
dan terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses
insulin saja belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
4. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemi akan mentoleransi
kadar gula darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada
kadar gula darah yang lebih rendah daripada orang normal
5. Obat Hipoglikemi Oral yang Berisiko Menyebabkan Hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja
meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya
hipoglikemia. Obat- obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4
inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide, golongan
sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
6. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi
insulin yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion)
pada orang normal dan pasien diabetes
7. Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila
kadar gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi
penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks simpato
adrenal.
8. Aktivitas Fisik/ Olahraga
Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan
penanganan diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan,
meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer,
meningkatkan pemakaian glukosa, dan kesehatan sistem kardiovaskuler.
9. Keterlambatan Asupan Glukosa
Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien
hiperglikemia karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak
mengurangi dosis obat – obatan antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia
karena berkurangnya asupan glukosa dari saluran cerna.
10. Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh
penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya
asupan kalori.
(Lefebvre PJ & Scheen AJ, 2003; Soeatmadji, 2008; Younk LM,
Mikeladze M, Tate D, & Davis SN, 2011)

C. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia

Selain itu Hipoglikemia juga dapat diklasifikasikan sebagai :


1. Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL)
Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan
gejala seperti tremor, takikardi,palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
2. Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL)
Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak
memperolehbahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup keetidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan perasaan
ingin pingsan.
3. Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien
memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya.
Gejalanya mencakup disorientasi,serangan kejang, sulit dibangunkan
bahkan kehilangan kesadaran (Setyohadi, 2012)

D. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)


1. Adrenergik
Pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas, gelisah, sakit
kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia
Bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap perilaku, lemah, disorientasi,
penurunan kesadaran, kejang, penurunan terhadap stimulus bahaya.
(Setyohadi, 2012)

E. Patofisiologi
Ketergantungan otak menit demi menit pada suplai glukosa melalui
sirkulasi diakibatkan oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam
lemak bebas rantai panjang, kekurangan kadar cadangan glukosa sebagai
glikogen di dalam otak orang dewasa, dan ketidaktersediaan keton. Otak
mengenali defisiensi energi tersebut ketika kadar glukosa serum turun secara
tiba-tiba sampai kadar sekitar 45mg/ dl.
Gejala ditimbulkan dari respon sistem saraf simpatik terhadap
hipoglikemia atau dari respon neurogliopenik. Hipotalamus bereaksi terhadap
kadar glukosa yang rendah untuk meningkatkan respons adrenergik, yang
mencakup takikardia, palpitasi, tremor, dan kecemasan. Tujuannya adalah
mengaktifkan hormon pengatur keseimbangan (glukagon, katekolamin,
kortisol, hormon pertumbuhan) untuk meningkatkan kadar glukosa darah dan
melindungi organ-organ vital dari hipoglikemia. Hal ini dicapai dengan
glikogenolisis dan glukoneogenesis.
(Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)
F. Pathway

Penuaan, keturunan, infeksi, gaya hidup, kehamilan, obesitas

Sel Beta pankreas rusak/ terganggu

Produksi insulin menurun

Glukosa meningkat

Dosis insulin terlalu tinggi Diabetes Melitus Puasa/ intake kurang

HIPOGLIKEMIA
Glukagon meningkat Epineprin meningkat

Glikogenolisis

Defisit glikogen pada hepar Mual, Muntah

ketidaksetabilan kadar glukosa darah Gula darah menurun <60 mg/dl Defisit nutrisi

Penurunan nutrisi jaringan otak

Respon Sistem Saraf Pusat

Respon Otak Respon Vegetatif

Kortek serebri kurang suplai energi <50mg/dl Adrenalin

Resiko gangguan sirkulasi spontan Takikardi, pucat, gemeteran

Penurunan curah jantung

Penurunan darah & O2 ke paru-paru

Dispnea

Hiperventilasi

pola napas tidak efektif


(Herdman & Kamitsuru, 2015; Nurarif & Kusuma, 2015; Smelltzer & Bare, 2009)
G. Komplikasi

Komplikasi  dari  hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang


berubah  selalu  dapat  menyebabkan gangguan  pernafasan, juga dapat
mengakibatkan kerusakan otak akut.  Hipoglikemia berkepanjangan parah
bahkan dapat menyebabkan  gangguan neuropsikologis sedang sampai
dengan gangguan neuropsikologis berat karena efek  hipoglikemia  berkaitan 
dengan sistem  saraf  pusat  yang  biasanya ditandai  oleh  perilaku  dan  pola 
bicara yang  abnormal  (Jevon,  2010)  dan menurut  Kedia  (2011) 
hipoglikemia yang  berlangsung  lama  bisa menyebabkan  kerusakan  otak 
yang permanen, koma sampai kematian.   

H. Pemeriksaan penunjang
1. Gula Darah Puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa sebelum diberi
glukosa 75 jam gram oral dan nilai normalnya antara 70-110mg/ dl
2. Hemoglobin Glikosilasi (HbAIc)
Memberikan indeks rata-rata pengendalian glukosa darah selama 2-3 bulan
sebelumnya, target 7% atau kurang
3. Glukosa darah 2 jam post prandial (normal < 140 mg/dl/2 jam), kreatinin
4. Skrining lipid, target kadar kolesterol total <5,2 mmol/L dan trigliserida
puasa <2,0 mmol/L
5. Urin untuk mencari albumin dan mikroalbumin, serta leukositosis
(Rubenstein, Wayne, & Bradley, 2007)

I. Penatalaksanaan
Menurut  Kedia  (2011), pengobatan  hipoglikemia  tergantung pada 
keparahan  dari  hipoglikemia. Hipoglikemia  ringan  mudah  diobati dengan 
asupan  karbohidrat  seperti minuman  yang  mengandung  glukosa, tablet 
glukosa,  atau  mengkonsumsi makanan  rigan.  Dalam  Setyohadi (2011), 
pada  minuman  yang mengandung  glukosa,  dapat  diberikan larutan glukosa
murni 20- 30 gram (1 ½ -  2 sendok makan).  Pada  hipoglikemia berat 
membutuhkan  bantuan  eksternal, antara lain (Kedia, 2011) :
1.  Dekstrosa
Untuk  pasien  yang  tidak  mampu menelan  glukosa  oral  karena pingsan, 
kejang,  atau  perubahan status  mental,  pada  keadaan darurat  dapat 
pemberian  dekstrosa dalam  air  pada  konsentrasi  50% adalah  dosis 
biasanya  diberikan kepada  orang  dewasa,  sedangkankonsentrasi 25%
biasanya diberikankepada anak-anak.
2.  Glukagon
Sebagai  hormon  kontra-regulasi utama  terhadap  insulin,  glucagon adalah 
pengobatan  pertama  yang dapat  dilakukan  untuk  hipoglikemia berat.  Tidak
seperti  dekstrosa,  yang harus  diberikan  secara  intravena dengan  perawatan
kesehatan  yang berkualitas  profesional,  glucagon dapat diberikan  oleh 
subkutan  (SC) atau  intramuskular  (IM)  injeksi  oleh orang  tua  atau 
pengasuh  terlatih. Hal  ini  dapat  mencegah keterlambatan  dalam  memulai
pengobatan  yang  dapat  dilakukan secara darurat.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
a) Pengkajian primer
Pengkajian primer merupakan pengkajian yang dilakukan untuk
menentukan masalah yang mengancam nyawa seseorang, dimana dalam
proses pengkajian harus dengan cepat. Tujuan dari pengkajian ini adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan (Fluide, 2009). Tahapan dalam pengkajian primer:
1. Airway
Menilai akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi atau sumbatan jalan nafas akibat penumpukan sekret
akibat dari kelemahan reflek batuk. Jika terdapat obstruksi maka
melakukan suction, chin lift/ jaw trust, intubasi trakhea dengan leher
ditahan. Lihat adanya edema tracheal atau faringeal, reflek menelan dan
batuk menurun. Selain itu dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas
tambahan seperti snoring.

2. Breathing
Mengkaji fungsi pernafasan dengan menilai frekuensi nafas, apakah ada
penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada dan adanya sesak
nafas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suaran nafas, kaji adanya
suara napas tambahan, dan kaji adanya trauma pada dadi. Jika napas tidak
memadai maka lakukan pemberian oksigen dan posisi semifowler.
3. Circulation
Pengkajian meliputi status hemodinamik, warna kulit, dan nadi.
4. Disability
Menilai tingkat kesadaran menurut GCS, ukuran dan reaksi pupil, serta
fungsi neuromuskuler.
5. Exposure
Mengkaji kontrol terhadap lingkungan, lihat adanya luka/ jejas.
(Thim, Krarup, Grove, Rohde, & Lofgren, 2012)

b) Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah melakukan pengkajian primer.
Pengkajian sekunder dilakukan ketika klien tidak mengalami syok atau
kondisinya mulai membaik. Pengkajian ini meliputi:
1. Status Kesehatan

a) Status Kesehatan Saat Ini

 Saat MRS

Keluhan Utama yang dialami pada pasien dengan


hipoglikemia pasien akan mengeluh pusing mata kabur, lemas,
yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang,
sepsis.

 Saat Pengkajian

Alasan MRS Pasien masuk rumah sakit biasanya dengan


keluhan keidakmampuan dalam mentoleransi keluhan utama di
atas.

 Upaya yang Dilakukan Untuk Mengatasi

Begitu keluhan mulai dirasakan pasien memilih penanganan


kesehatan yang dianggapnya baik dan dapat mengatasi masalah
kesehatannya. Namun apabila penanganan tersebut termyata tidak
efektif, pasiien akhirm ya memilih untuk MRS. Disinilah perlu
untuk dikaji oleh perawat penanganan apa saja yang telah
ditempuh oleh pasien guna mengetahui sejauh mana tingkat
perkembangan masalah kesehatan pasien.

b) Status Kesehatan Masa Lalu

 Penyakit Yang Permah Dialami

Penyakit-penyakit kelainan endokrin lainnya, seperti


ketoasidosis, atau riwayat hipertensi.

 Penah Dirawat

 Alergi obat/makanan

 Riwayat Penyakit

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan


seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja
yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.

b. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kelainan metabolic lainnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya keluarga yang pernah menderita penyakit


seperti ini atau penyakit metabollik, kardiovaskuler.

d. Riwayat Psikososial

Pasien merasakan kecemasan yang berlebihan atau


sedang mengalami stress yang berkepanjangan.

e. Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan Seperti merokok,


aktivitas berlebihan, dan lain-lain.

2. Pengkajian nyeri (PQRST)


3. Riwayat penyakit/ pengkajian SAMPLE
a. S (Signs and Symptoms)
Tanda dan gejala terjadinya hipoglikemia.
b. A (Allergies)
Memastikan ada atau tidaknya alergi pada klien, seperti obat-obatan,
plester dan makanan tertentu.
c. M (Medications)
Obat-obatan yang dikonsumsi seperti sedang menjalani pengobatan
penyakit tertentu, dosis atau penyalahgunaan obat.
d. P (Past Illness)
Riwayat kesehatan klien misalnya penyakit yang pernah diderita, obat
yang pernah dikonsumsi, dan pengalaman penggunaan obat-obat
herbal.
e. L (Last meal)
Obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, rentang waktu
konsumsi dengan kejadian, dan periode menstruasi bagi perempuan.
f. E (Event leading to injury or illness)
Hal-hal yang berasal dari luar dan bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
4. Pemeriksaan fisik (Head to toe) (Graham & Parke, 2004)
1) Kepala : mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma, tidak
adanyeri tekan
2) Rambut : warna hitam, kusut, tidak ada kebotakan
3) Mata : pengelihatan normal, diameter pupil 3, sclera
ikterik,konjungtiva anemis, pupil isokor
4) Hidung : bentuk simertis, tidak ada perdarahan, tidak ada secret,
terpasang O2 nasal 5 liter/menit
5) Telinga : bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada secret,tidak
ada perdarahan
6) Mulut dan gigi : mukosa kering, mulut bersih
7) Leher : tidak ada pembesaran tyroid, nadi karotis teraba, tidak ada
pembesaran limfoid
8) Thorax : 
I : ekspansi dada tidak simetris, tidak ada luka, frekuensi
nafas tidak teratur
P : tidak ada udema pulmo
P :  ada nyeri tekan dada kiri
A : bunyi jantung S1,S2 tunggal, bunyi paru ronchi
9)      Abdomen           :
I : tidak ada luka, tidak ada asites
A : bising usus normal 10 x/menit
P : suara timpani
P : ada pembesaran hati, tidak ada nyeri tekan

10)   Genitalia              : terpasang DC, tidak ada darah


11)   Eksteremitas       : kekuatan otot            3      3
3 3
ROM : penuh,  Akral hangat, tidak ada edema, terpasang infuse RL
di lengan kanan

12) Pola pemenuhan kebutuhan dasar Virginia Handerson :


1)  Pola oksigenasi
Sebelum sakit : pasien bernafas secara normal, tidak
menderita penyakit pernafasan
Saat dikaji : pasien sesak nafas, RR 22x/ menit
2)  Pola nutrisi
Sebelum sakit : pasien makan 3x sehari (nasi, sayur, dan
lauk)pasien suka makan yang mengandung
kolesterol tinggi, minum 6-8 gelas/hari
Saat dikaji : pasien makan sesuai diit yang telah diberikan,
minum 4-5 gelas/hari
3)  Pola eliminasi        
Sebelum sakit : pasien BAK 4-6x/hari dan BAB 1x/hari
Saat dikaji  : pasien BAK 3-5x/hari dan BAB 1x/hari
4)  Pola aktivitas/ bekerja       
Sebelum sakit : pasien melakukan aktivitas secara mandiri,
bekerja sebagai wiraswasta
Saat dikaji : aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan tidak
dapat bekerja.
5)  Pola istirahat          
Sebelum sakit         : pasien istirahat/ tidur 8-10 jam/hari
Saat dikaji               : pasien istirahat/ tidur 7-9jam/hari
6)  Pola suhu   
Sebelum sakit   : pasien tidak pernah demam (suhu normal)
Saat dikaji        : suhu pasien normal 360C
7)  Pola gerak dan keseimbangan
Sebelum sakit : pasien dapat melakukan gerak bebas sesuai
keinginannya
Saat dikaji     : pasien hanya melakukan gerak-gerak terbatas
karenasesak dan nyeri dada kiri
8)  Pola berpakaian
Sebelum sakit : pasien dapat mengenakan pakaiannya secara
mandiri danmemakai pakaian kesayangannya
Saat dikaji        : pasien menggunakan pakaian seadaanya dan
dibantu keluarga saat mengganti pakaiannya
9)      Pola personal hygine
Sebelum sakit  : pasien biasa mandi 2xsehari dengan air
bersih dan sabun mandi tanpa bantuan
keluarganya
Saat dikaji    : pasien mandi dengan cara diseka dan dibantu
keluarganya
10)   Pola komunikasi
Sebelum sakit : pasien berkomunikasi dengan lancar,
memakai bahasa daerah
Saat dikaji : pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai
bahasa daerah
11)   Pola spiritual   
Sebelum sakit : pasien beribadah sesuai agamanya
Saat dikaji      : pasien terganggu dalam melakukan ibadah
(sholat)
12)   Pola aman & nyaman
Sebelum sakit : pasien merasa aman dan nyaman hidup
bersama keluarga
Saat dikaji       : pasien merasa gelisah dirawat di rumah
sakit
13)   Pola rekreasi
Sebelum sakit : pasien kadang-kadang berekreasi ke tempat-
tempat wisata
Saat dikaji       : pasien tidak dapat berekreasi, hanya tiduran
di tempat tidur dan cenderung diam         

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
2. Penurunan curah jantung (D.0008)
3. Risiko gangguan sirkulasi spontan (D.0010)
4. Defisit nutrisi (D.0019)
5. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)

C. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa 1 : Pola nafas tidak efektif (D.0005)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
pola nafas membaik.
kriteria hasil :
a. Frekuensi napas membaik, RR 16-20 kali/ menit
b. Penggunaan otot bantu pernapasan menurun
c. pernapasan cupping hidung menurun
d. Saturasi oksigen dalam batas normal

Interveni keperawatan:
1. Manajemen Napas Buatan (1.01012)

Observasi

a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)

c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan


chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
b. Posisikan semi-Fowler atau Fowler

c. Berikan minum hangat

d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum

g. Penghisapan endotrakeal
h. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill

i. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak


kontraindikasi.
b. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,


mukolitik, jika perlu.

2. Pemantauan Respirasi (I.01014)

Observasi

a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas


b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)

c. Monitor kemampuan batuk efektif

d. Monitor adanya produksi sputum

e. Monitor adanya sumbatan jalan napas

f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

g. Auskultasi bunyi napas

h. Monitor saturasi oksigen

i. Monitor nilai AGD

j. Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

a. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi


pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Diagnosa 2 : Penurunan curah jantung (D.0008)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
curah jantung meningkat
kriteria hasil :
a. Kekuatan nadi perifer meningkat
b. Lelah menurun
c. Edema menurun
d. Dispnea menurun
e. Tekanan darah membaik
Intervensi :
1. Perawatan jantung (1.02075)

Observasi

a. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah jantung


(meliputi dispenea, kelelahan, adema ortopnea paroxysmal
nocturnal dyspenea, peningkatan CPV)
b. Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi
vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)

c. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik,


jika perlu)

d. Monitor intake dan output cairan

e. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama

f. Monitor saturasi oksigen

g. Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,


durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)

h. Monitor EKG 12 sadapoan

i. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)

j. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim


jantung, BNP, Ntpro-BNP)

k. Monitor fungsi alat pacu jantung


l. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas

m. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum


pemberian obat (mis. Betablocker, ACEinhibitor, calcium
channel blocker, digoksin)

Terapeutik

a. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki


kebawah atau posisi nyaman
b. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak)

c. Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai


indikasi

d. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat

e. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu

f. Berikan dukungan emosional dan spiritual

g. Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen


>94%

Edukasi

a. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi


b. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
c. Anjurkan berhenti merokok

d. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian

e. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output


cairan harian

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu


b. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

3. Diagnosa 3 : Risiko gangguan sirkulasi spontan (D.0010)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
sirkulasi spontan meningkat
Kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran meningkat
b. Frekuensi nadi menurun
c. Tekanan darah menurun
d. Frekuensi napas menurun
Intervensi :
1. Pemantauan tanda vital (1.02060)
Observasi
a. Memonitor tekanan darah
b. Memonitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
c. Memonitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
d. Memonitor suhu tubuh
e. Memonitor oksimetri nadi
f. Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
g. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
h. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

Terapeutik
a. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Diagnosa 4 : Defisit nutrisi (D.0019)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
status nutrisi membaik
Kriteria hasil :
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Nafsu makan membaik
c. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
Intervensi :
1. Manajemen Nutrisi (I. 03119)

a. Identifikasi status nutrisi


b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

c. Identifikasi makanan yang disukai

d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

e. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik


f. Monitor asupan makanan

g. Monitor berat badan

h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


b. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)

c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

d. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

f. Berikan suplemen makanan, jika perlu

g. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika


asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


b. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.


Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

5. Diagnosa 5 : Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
kestabilan kadar glukosa darah meningkat
Kriteria hasil :
a. Kesadaran meningkat
b. Lelah / lesu menurun
c. Pusing menurun
d. Kadar glukosa dalam darah membaik
Intervensi :
1. Manajemen Hipoglikemia (I.03113)
Observasi

a. Identifkasi tanda dan gejala hipoglikemia


b. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia

Terapeutik

a. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu


b. Batasi glucagon, jika perlu

c. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet

d. Pertahankan kepatenan jalan nafas

e. Pertahankan akses IV, jika perlu

f. Hubungi layanan medis, jika perlu

Edukasi

a. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat


b. Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat

c. Anjurkan monitor kadar glukosa darah

d. Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes tentang


penyesuaian program pengobatan

e. Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan olahraga

f. Anjurkan pengelolaan hipoglikemia(tanda dan gejala, faktor


risiko dan pengobatan hipoglikemia)

g. Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia


(mis. mengurangi insulin atau agen oral dan/atau
meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian dextros, jika perlu


b. Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam
rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan
dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan
kesehatan (Ali 2016).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi
(Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pemantauan objektif
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
P : Perencanaan selanjutnya stelah perawat melakukan analisis

DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, J. M. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC) (5th ed.).
Mosby: Elseiver.

Fluide, G. (2009). Emergency Medicine (5th ed.). Australia: Elseiver.

Graham, C. ., & Parke, T. R. . (2004). Critical Care in The Emergency


Department: Shock and Circulatory Support. Emerg Med, 22(1), 17–21.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan dan Klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Lefebvre PJ, & Scheen AJ. (2003). Hypoglycemia (6th ed.). New York: Mc Graw
Hill.

Morton, P. ., Fontaine, D., Hudak, C. ., & Gallo, B. . (2013). Keperawatan Kritis


(8th ed.). Jakarta: EGC.

Nurarif, A. ., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.

Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Kedokteran Klinis. Jakarta:
Erlangga.

Setyohadi, D. (2012). Kegawatdaruratan Penyakit Dalam ( Emergency in


Internal Medicine). Jakarta: pusat penerbit ilmu penyakit dalam interna
publishing.

Smelltzer, S. ., & Bare, B. . (2009). Textbook of Medical Surgical Nursing.


Lippincot: Williams & wilkins.

Soeatmadji, D. (2008). Hipoglikemia Iatrogenik (5th ed.). Jakarta: Pusat


Penerbitan Depa rtemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Thim, T., Krarup, N. ., Grove, E. ., Rohde, C. ., & Lofgren, B. (2012). Initial


Assesment and Treatment with the Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure (ABCDE) Approach.

Younk LM, Mikeladze M, Tate D, & Davis SN. (2011). Exercise-Related


Hypoglycemia in Diabetes Mellitus. Expert Review End Ocrinology
Metabolism, 6, 93–108.

Anda mungkin juga menyukai