Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULAN

HIPOGLIKEMI

NAMA : Dikky Koswara

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA

Jl. Pangkal Perjuangan Km 1 By Pass ( 41316 )

Karawang 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Hipoglikemia (shock insulin) adalah suatu sindrome yang komplek
berawal dari suatu gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum
glukosa menurun sampai tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik sistem
saraf. Kadar glukosa serum 50 – 55 mg /100ml ( N.55 – 115 mg / dl ) dan
adanya gambaran klinis sebagai petunjuknya.
Hipoglikemia adalah suatu komplikasi dari Diabetes Melitus dimana
gula dalam darah rendah yaitu kurang dari 60 mg/dl.
Seringkali sebagai komplikasi akut IDDM, tetapi dapat juga terjadi
pada NIDDM yang mendapatkan oral hipoglikemik.

B. ETIOLOGI

Terdapat beberapa pencetus hipoglicemia, yang paling sering adalah karena


pengobatan diabitus militus sebagai berikut :
a. Dosis insulin atau oral hipoglikemia berlebihan.
b. Kelambatan makan atau kandungan glukosa.
c. Kelambatan absorbsi glukosa dari saluran cerna.
d. Olah raga atau aktivitas yang berlebihan.
e. Gagal ginjal

C. PATOFISIOLOGI
Normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 60-120 mg/dl.
agar dapat memberi sumber energi bagi metabolisme sel. Pemasukan glukosa
dari berbagai sumber seperti : pemasukan makanan, pemecahan glikogen,
glukoneogenesis memacu terjadinya respon insulin. Orang sehat akan segera
memproduksi Hormon insulin untuk menurunkan kembali kadar gula darah ke
level yang normal.
Pada orang Diabetes Melitus, terjadi defisiensi Insulin, sehingga
Glukosa tidak bisa dimanfaatkan oleh sel dan hanya beredar di pembuluh
darah sehingga menimbulkan Hiperglikemia. Untuk menurunkan kadar gula
darah biasanya diberikan Insulin, namun karena dosis yang kurang tepat bisa
menimbulkan penurunan glukosa darah yang cepat.
Efek dari penurunan glukosa darah , bisa timbul Hipoglikemia, dengan
gejala yang ringan sampai berat. Gejala Hipoglikemia Ringan, ketika kadar
glukosa darah menurun, sistem syaraf simpatis akan terangsang. Terjadi
pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala : perspirasi, tremor,
takhikardia, palpitasi, gelisah dan rasa lapar.
Pada Hipoglikemia Sedang, penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar dengan baik.
Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem syaraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusio, penurunan
daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin
pingsan.
Pada Hipoglikemia Berat, fungsi sistem syaraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang
lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang diderita, gejalnya : Disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, kehilangan kesadaran.

Terjadi hipoglikemia bila serum glukosa tidak cukup untuk memenuhi


kebutuhan jaringan. Sistem saraf sangat sensitif terhadap penurunan kadar
glukosa serum, karena glukosa merupakan sumber energi utama. Otak tidak
dapat menggunakan sumber energi lain (ketone, lemak) kecuali glukosa.
Sebagai konsekwensi penurunan kadar glukosa, maka akan mempengaruhi
aktivitas sistem saraf.

Dalam keadaan normal, penurunan glukosa serum oleh karena


aktivitas hormon insulin secara akut, akan merangsang sekresi hormon
glukagon dan epinephrin yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
Sekresi hormon glukagon pada penderita IDDM mengalami gangguan,
sehingga tidak dapat menaikkan kadar gula darah. Peran hormon glukagon
diasumsikan akan digantikan oleh hormon ephinephrine untuk menaikan gula
darah, dengan cara meningkatkan produksi glukosa hepar dan menghambat
sekresi hormon insulin. Akan tetapi pada penderita IDDM sekresi hormon
ephinephrine juga menurun, sebagai akibat adanya gangguan saraf outonom.
Respon terhadap penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) dapat
dibedakan menjadi 2 kategori yaitu :
1. Gejala adrenergik  sebagai akibat dari stimulasi sistem saraf outonom
dengan gejala palpitasi, iritabile, kelemahan umum, dilatasi pupil, pucart,
keringat dingin.
2. Gejala neuroglycopenia  sebagai akibat dari tidak adekwatnya suplay
gula darah ke jaringan saraf, yaitu sakit kepala, gelisah, tidak mampu
konsentrasi, bicara tidak jelas, gangguan penglihatan, kejang, coma. Hal
ini sering tampak pada kadar glukosa darah dibawah 45 – 50 mg/dl.

D. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Glukosa 40% IV, atau glukosa 10% IV setelah 6 jam
2. Glukagon 1-3 mg IM/SC namun jarang dilakukan
3. TKTP
4. Bila tidak ada gangguan sistem syaraf pusat, diberi minuman cairan yang
mengandung karbohidrat
5. Monitor gula darah tiap jam jika perlu

E. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat keperawatan
1) Persepsi – managemen kesehatan
 Riwayat DM
 Riwayat pemakaian insulin, oral hipoglikemic
 Riwayat diet dan olah raga.
 Riwayat periksa.
2) Nutrisi – metabolik
 Merasa lapar
 Mengeluh mual
3) Eliminasi
 Mengeluh banyak mengeluarkan keringat.
4) Aktivitas – exercise
 lelah, lemas.
 Pingsan
5) Kognitif
 Tidak ada konsentrasi.
 Penglihatan kabur.
b. Pemeriksaan fisik
1) Cardiovaskular
 Tachycardia, palpitasi, sinkope.
2) Integumen
 Pucat, diaphoresis.
3) Neurologi
 Iritable, perilaku tidak terkontrol, kejang, coma.
4) Muskuloskeletal
 Kelemahan
c. Pemeriksaan diagnostik
 Glukosa serum kurang dari 50 mg/ dl.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Gangguan fungsi cerebral bd hypoglikemia.
Intervensi :
 Berikan cairan glukosa 50 % sebanyak 50 ml IV(sesuai program )
 Berikan injeksi glukagon 1 mg SC atau IM( sesuai program ).
 Berikan dan pertahankan infus Dextrose 10 %( sesuai program ),
sampai kadar gula darah 200 mg/ dl pasien sadar.
 Monitor fungsi neurologi: tingkat kesadaran, gangguan penglihatan,
paralisis, kejang, dll.
 Monitor fungsi adrenergik: tanda vital( HR, TD, Nadi, RR, suhu ).
 Monitor kadar gula darah.

b. Resiko injury : kejang bd perubahan metabolisme neural karena


hipoglikemia.
Intervensi :
 Berikan pengaman tempat tidur.
 Aturlah tempat tidur yang rendah.
 Siapkan alat emergency: suction, oropharingeal/nashoparingeal
tube, oksigen.
 Observasi secara kontinyu kemungkinan timbulnya kejang.

c. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, terapi, aktivitas.


Intervensi :
 Berikan penkes terhadap keluarga tentang: Penyakit, program terapi
dan bentuk diet serta aktivitas.

3. Evaluasi Keperawatan
a. Klien memiliki fungsi cerebral yang optimal
Krteria :
 Dapat berorientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
 Tekanan darah dalam batas normal.
 HR lebih 60 dan kurang dari 100 x/menit, irama teratur.
 RR < 25 x/menit.
 Glukosa serum stabil 70 – 110 mg/100 ml.
b. Klien tidak mengalami injury
Kriteria :
 Tidak jatuh.
 Tidak kejang.
 Tidak aspirasi
 Tidak cidera lidah.
c. Keluarga dan klien mengetahui penyakit, program terapi, aktivitas.
Kriteria :
 Mampu menjelaskan penyakit, program terapi dan aktivitas dengan
bahasa sederhana.
 Kooperatif dalam program tindakan.
Pathway

Puasa/ intake
kurang

Glikogenolisis

Defisit glikogen pada


hepar

Gula darah
menurun < 60
mg/dl
Penurunan nutrisi
jaringan otak

Respon SSP

Respon Otak Respon


Vegetatif
Kekaburan yang Takikardia,
Kortek
dirasa serebri
dikepala Pelepasan
pucat,
Sulit konsentrasi / norepinefrin
gemetar, &
kurang suplai
berfikir adrenalin
berkeringat
energi( < 50mg/dl)
Gemetar
Kepala terasa 
melayang

Gangguan proses Tidak sadar


berfikir Stupor,
kejang, koma
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik


Klinis Ed 9. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed. 3. Jakarta:
EGC.
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Endokrin. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai