Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOGLIKEMIA

Disusun Oleh :
Ajeng Kalpiko Hefita Muntamah
120007

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2023

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Definisi
Menurut (Rudi,2013) Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kondisi
seseorang mengalami penurunan pada kadar gula dalam darah dibawah normal.
Dapat dikatakan jumlah gula dalam darah mengalami penurunan saat
dilakukannya cek GDS dimana didapatkan jumlah dibawah 60 mg/dl atau
dibawah 80 mg/dl dengan gejala klinis. Saat tubuh mengalami penurunan gula
darah, tubuh akan merespon yang dimana ditandai dengan gejala klinis
diantaranya klien akan merasakan pusing, tubuh lemas dan gemetaran, pandangan
menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan
terkadang klien bisa sampai hilang kesadaran. Keadaan seperti ini akan dapat
terjadi apabila dalam pemberian obat dan insulin diberikan dalam jumlah yang
tidak tepat atau tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh, mengkonsumsi makanan
yang terlalu sedikit ataupun karena sering melalukan aktivitas yang berat. Pada
keadaan hipoglikemi berat dimana jumlah kadar gula dalam darah berada dibawah
10 mg/dl, akibat yang akan dialami oleh tubuh dapat mengalami kejang hingga
dapat terjadinya koma.
2. Etiologi
1. Usia
Penderita diabetes usia lanjut memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
hipoglikemia daripadaa penderita diabetes usia lanjut yang sehat dan memiliki
fungsi yang baik. 2. Kelebihan (ekses) Insulin
Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi. Konsumsi glukosa
yang berkurang, produksi glukosa endogen berkurang misalnya setelah konsumsi
alkohol, peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh misalnya setelah
berolahraga, peningkatan sensitivitas terhadap insulin, penurunan ekskresi insulin
misalnya pada gagal ginjal.
3. Ekses Insulin Disertai Mekanisme Kontra Regulasi Glukosa yang Terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin Dan
terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses Insulin saja
belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
4. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemi akan mertoleransi kadar gula darah
yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih
rendah daripada orang normal
5. Obat Hipoglikemi Oral yang Berisiko Menyebabkan Hipoglikemia Penggunaan
obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja meningkatkan sekresi insulin
pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Obat- obat tersebut
antara lain dipeptydil peptidase-4inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan
glinide. Golongan sulfonylurea glibenclamide, glimepiride.
6. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin yang
distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion) pada orang normal dan
pasien diabetes 7. Terapi Insulin Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia
karena apabila kadar gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi
fisiologi penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks
simpato adrenal.
8. Aktivitas Fisik Olahraga
Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan penanganan
diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan,meningkatkan
sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer,meningkatkan pemakaian
glukosa, dan kesehatan sistem kardiovaskuler.
9. Keterlambatan Asupan Glukosa
Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien hiperglikemia karena
terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak mengurangi dosis obat-obatan
antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia karena berkurangnya asupan glukosa dari
saluran cerna.
10. Gangguan Ginjal Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan
oleh penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya
asupan kalori. (Lefebvre PJ & Scheen AJ, 2003, Soeatmadji, 2008; Younk LM,
Mikeladze M, Tate D. & Davis SN, 2011)
3. Klasifikasi
Selain itu Hipoglikemia juga dapat diklasifikasikan sebagai: 1. Hipoglikemi
Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL) Terjadi jika kadar glukosa darah menurun,
sistem saraf simpatik akan terangsang Pelimpahan adrenalin ke dalam darah
menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi,palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
2. Hipoglikemi Sedang (glukosa darah 50 mg/dL) Penurunan kadar glukosa dapat
menyebabkan sel-sel otak tidak memperolehbahan bakar untuk bekerja dengan
baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
keetidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya
ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan perasaan
ingin pingsan.
3. Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg/dL) Terjadi gangguan pada sistem
saraf pusat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
hipoglikeminya. Gejalanya mencakup disorientasi serangan kejang, sulit
dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran (Setyohadi, 2012)
4. Patofisiologi
Ketergantungan otak menit demi menit pada suplai glukosa melalui sirkulasi
diakibatkan oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak bebas rantai
panjang, kekurangan kadar cadangan glukosa sebagai glikogen di dalam otak
orang dewasa, dan ketidaktersediaan keton. Otak mengenali defisiensi energi
tersebut ketika kadar glukosa serum turun secara tiba-tiba sampai kadar sekitar
45mg/dl.
Gejala ditimbulkan dari respon sistem saraf simpatik terhadap hipoglikemia atau
dari respon neurogliopenik. Hipotalamus bereaksi terhadap kadar glukosa yang
rendah untuk meningkatkan respons adrenergik, yang mencakup takikardia,
palpitasi, tremor, dan kecemasan. Tujuannya adalah mengaktifkan hormon
pengatur keseimbangan (glukagon, katekolamin. kortisol, hormon pertumbuhan)
untuk meningkatkan kadar glukosa darah dan melindungi organ-organ vital dari
hipoglikemia. Hal ini dicapai dengan glikogenolisis dan glukoneogenesis.
(Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)

5. Pathway

Sumber : (PPNI,2018)

6. Manifestasi Klinis
Menurut (Price dan Wilson, 2012) pasien dengan diabetes tipe 2 sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya di buat berdasarkan
pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Gejala
dan tanda-tanda DM dapat di golongkan menjadi yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin tidak
menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang di
tunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu: a. Banyak makan (poliphagi).
b. Banyak minum (polidipsi). dan banyak kencing (poliuri)
MAL Keadaan tersebut, jika tidak segera di obati maka akan timbul gejala banyak
minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun
dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak
lekas diobati, akan timbul rasa mual, H
2) Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering di alami oleh penderita DM adalah:

A. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum ALANG
C. . banyak kencing
d. Kram
e. Mudah mengantuk
f.. Mata kabur
g. Biasanya sering ganti kacamata
h. Gatal di sekitar kemaluan terutama pada wanita
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j. Kemampuan seksual menurun
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami
gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda fisik
eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis, atau tanda
neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien
yang tidak sadar menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang
disebabkan oleh robekan arteri meningea media (Ginsberg, 2007).
2. CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau
jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda
neurologis fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat digunakan untuk melihat letak
lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan
hematom subdural (Pierce & Neil, 2014).

7. Komplikasi
Menurut teori (Jevon,2010) Hipoglikemia merupakan gangguan tingkat kesadaran
yang dapat berubah kapan saja yang dimana dapat menyebabkan gangguan
pernafasan, selain itu Hipoglikemia juga dapat mengakibatkan kerusakan otak
akut. Hipoglikemia yang berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan
gangguan neuropsikologis, sampai dengan terjadinya gangguan neuropsikologis
berat karena efek Hipoglikemi berkaitan dengan system saraf pusat yang biasanya
di tandai oleh perilaku dan pola bicara yang abnormal dan menurut Hipoglikemi
yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen,
Hipoglikemi juga dapat menyebabkan koma sampai kematian.
8. Penatalaksanaan
Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada keparahan dari
hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan asupan karbohidrat
seperti minuman yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau mengkonsumsi
makanan rigan. Dalam Setyohadi (2011). Pada minuman yang mengandung
glukosa, dapat diberikan larutan glukosa mumi 20-30 gram (1½ 2 sendok makan).
Pada hipoglikemia berat membutuhkan bantuan eksternal, antara lain (Kedia,
2011):
1. Dekstrosa Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karena
pingsan, kejang, atau perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat
pemberian dekstrosa dalam air pada konsentrasi 50% adalah dosis biasanya
diberikan kepada orang dewasa, sedangkankonsentrasi 25% biasanya
diberikankepada anak-anak.
2.Glukagon Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin, glucagon
adalah pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia berat. Tidak
seperti dekstrosa, yang harus diberikan secara intravena dengan perawatan
kesehatan yang berkualitas profesional, glucagon dapat diberikan oleh subkutan
(SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh orang tua atau pengasuh terlatih. Hal ini
dapat mencegah keterlambatan dalam memulai pengobatan yang dapat dilakukan
secara darurat.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan

Data fokus yang perlu di kaji:


1. Biodata Pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal MRS, no.
RM.diagnosa medis, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal pengkajian
2. Biodata penanggungjawab, meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, hubungan dengan pasien
3. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan terjadinya penyakit,
penyebab , riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat
kesehatan keluarga.

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

5. Pemeriksaan persistem
a. System persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indra, penglihatan,
pendengaran. penciuman, pengecap, dan perasa)
b. System persarafan (tingkat kesadaran nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat)
c. Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan
nafas)
d. Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi, irama, kualitas dan frekuensi)
e. Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu
makan/minum,peristaltik, eliminasi)
f. Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi
g. Sistem reproduksi
h. Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
i. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan.
2) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
3) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4) Pola eliminasi
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Persepsi diri dan konsep diri
8) Pola toleransi dan koping stres
9) Pola seksual dan reproduksi
10) Pola hubungan dan peran
11) Pola nilai dan keyakinan
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik


2. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

INTERVENSI
Diagnosa
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan

Nyeri Akut Setelah dilakukan Intervensi utama :


berhubungan dengan intervensi keperawatan
Manajemen Nyeri
Agen cedera fisik selama 3 x 24 jam, maka
tingkat nyeri menurun Observasi
dengan kriteria hasil : Identifikasi lokasi, karakteristik,

Keluhan nyeri durasi, frekuensi, kualitas, dan

diturunkan dari sedang intensitas nyeri

(3) ke meningkat (5) Identifikasi skala nyeri

Gelisah diturunkan dari Identifikasi factor yang


sedang (3) ke menurun memperberat dan memperingan
(5) nyeri

Frekuensi nadi Monitor efek samping


diturunkan dari sedang penggunaan analgetic
(3) ke membaik (5)
Terapeutik
Tekanan darah
Berikan teknik non-farmakologi
diturunkan dari sedang
untuk mengurangi rasa nyeri
(3) ke membaik (5)
Fasilitasi istirahat dan tidur

Pertimbangkan jenis dan sumber


nyeri dalam strategi meredakan
nyeri
Edukasi

Jelaskan penyebab, periode dan


pemicu nyeri

Jelaskan strategi meredakan nyeri

Ajarkan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri

Kalaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik

Intervensi pendukung :

Terapi Relaksasi

Resiko cedera PENCEGAHAN CEDERA


berhubungan
dengan perubahan
fungsi kognitif Observasi

Identifikasi area lingkungan yang


berpotensi menyebabkan cedera

Identifikasi obat yang berpotensi


menyebabkan cedera

Identifikasi kesesuaian alas kaki atau


stoking elastis pada ekstremitas
bawah

Terapeutik

Sediakan pencahayaan yang


memadai

Gunakan lampu tidur selama jam


tidur

Sosialisasikan pasien dan keluarga


dengan lingkungan ruang rawat (mis:
penggunaan telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan, dan lokasi
kamar mandi)

Gunakan alas kaki jika berisiko


mengalami cedera serius

Sediakan alas kaki antislip

Sediakan pispot dan urinal untuk


eliminasi di tempat tidur, jika perlu

Pastikan bel panggilan atau telepon


mudah terjangkau

Pastikan barang-barang pribadi


mudah dijangkau

Pertahankan posisi tempat tidur di


posisi terendah saat digunakan

Pastikan roda tempat tidur atau kursi


roda dalam kondisi terkunci

Gunakan pengaman tempat tidur


sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan Kesehatan

Pertimbangkan penggunaan alarm


elektronik pribadi atau alarm sensor
pada tempat tidur atau kursi

Diskusikan mengenai latihan dan


terapi fisik yang diperlukan

Diskusikan mengenai alat bantu


mobilitas yang sesuai (mis: tongkat
atau alat bantu jalan)

Diskusikan Bersama anggota


keluarga yang dapat mendampingi
pasien

Tingkatkan frekuensi observasi dan


pengawasan pasien, sesuai kebutuhan

Edukasi

Jelaskan alasan intervensi


pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga

Anjurkan berganti posisi secara


perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri

Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan tindakan REDUKSI ANSIETAS


situasional keperawatan selama 3X24
Observasi
jam diharapkan kecemasan
menurun dengan KH : Identifikasi saat tingkat ansietas
berubah
Verbalisasi khawatir
Monitor tanda tanda ansietas
menurun
Terapeutik
Verbalisasi kebingungan
menurun Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan rasa kepercayaan
Perilaku tegang menurun
Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan

Memotivasi, mengidentifikasi apa


yang menyebabkan kecemasan

Edukasi

Latih teknik relaksasi


Kalaborasi

Kalaborasi pemberian obat


antiansietas , jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Zuhroidah, I., Toha, M., Sujarwadi, M., & Huda, N. (2021). Hubungan Skor Awal GCS
dengan Outcome pada Pasien Cedera Kepala. JI-KES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 5(1), 51–56.
https://doi.org/10.33006/ji-kes.v5i1.247

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnose Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Indicator Diagnostik Edisi 1 Cetakan III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Tindakan Diagnostik Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Ppni
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai