LANDASAN PENDAHULUAN
A. Konsep Hipoglikemia
1. Definisi
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam
darah dibawah normal yaitu <70mg/dl ( American diabetes Association,
2016). Hipoglikemia merupakan penyebab kematian pada sekitar 3% dari
penderita diabetes melitus (self et al, 2013).
Hipoglikemia adalah salah satu komplikasi yang dihadapi oleh
penderita diabetes melitus. Hipoglikemia dapat terjadi secara akurat dan tiba-
tiba dan dapat mengancam nyawa. Hal tersebut disebabkan karena glukosa
adalah satu-satunya sumber energi otak dan hanya dapat diperoleh dari
sirkulasi darah karena jaringan otak tidak memiliki cadangan glukosa. Kadar
gula darah yang rendah pada kondisi hipoglikemia dapat menyebabkan
kerusakan sel-sel otak. Kondisi inilah yang menyebabkan hipoglikemia
memiliki efek yang fatal bagi penyandang diabetes melitus, dimana 2% -4%
kematian penderita diabetes melitus disebabkan oleh hipoglikemia.
Hipoglikemia berdampak serius pada morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup.
Hipoglikemia merupakan penyakit kegawatdaruratan yang
membutuhkan pertolongan Segera, Karena hipoglikemia yang berlangsung
lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga
dapat menyebabkan, sampai dengan kematian.
Hipoglikemia kadar glukosa darah rendah secara abnormal ketika
glukosa darah turun di bawah normal,, hal ini terjadi karena banyaknya insulin
atau agen hipoglikemik oral, terlalu sedikit mengkonsumsi makanan, atau
berlebihan aktivitas fisik, hipoglikemia dapat terjadi setiap waktu,
hipoglikemia sering terjadi sebelum makan terutama makan terlambat
(Smeltzer, 2013)
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal yang dapat terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-
obatan yang digunakan.
2. Etiologi
Etiologi hipoglikemia pada diabetes mellitus (DM)
a. Hipoglikemia pada stadium dini
b. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
1) Penggunaan insulin
2) Penggunaan sulfonylurea
3) Bayi yang lahir dari ibu pasien dm
c. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
1) Hiperinsulinesme alimenter pasca gastrektomi
2) Insulinoma
3) Penyakit hati berat
4) Tumor ekstra pankreatik, fibrosarkoma, karsinoma ginjal
5) Hipopituitarism, (mansjoer a, 1999: 602).
3. Faktor Penyebab
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya hipoglikemia pada pasien yang
mendapat pengobatan insulin atau sulfonylurea:
a. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien
1) Pengurangan/keterlambatan makan
2) Kesalalahan dosis obat
3) Latihan jasmani yang berlebihan
4) Penurunan kebutuhan insulin
Penyembuhan dari penyakit
Nefropati diabetic
Hipotiroidisme
Penyakit addison
Hipopituitarisme
5) Hari-hari pertama persalinan
6) Penyakit hati berat
7) Gastro paresis diabetic
b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan dokter
1) Pengendalian glukosa darah yang ketat
2) Pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hiperglikemik
3) Penggantian jenis insulin, (mansjoer a, 1999: 602)
4. Patofisiologi
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan
pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, ada tiga gambaran klinis yang
penting pada diabetes ketoasidosis.
a. Dehidrasi
b. Kehilangan elektrolit
c. Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula, di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali, kedua factor ini akan menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium
dan kalium). Diuresis osmotic yang di tandai oleh urinaria berlebihan
(poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. penderita
ketoasidosis diabetic yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter air dan
sampai 400 hingga mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu
24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (liposis)
menjadi asamasam lemak bebas dan gliseral.asam lemak bebas akan di ubah
menjadi badan keton oleh hati, pada keton asidosis diabetic terjadi produksi
badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut, badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolic.
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, sistem
saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah
menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi,
kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja
dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
ketidak mampuan berkonsentrasi, sakit kepala,vertigo, konfusi, penurunan
daya ingat, mati rasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan
ganda dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi dari gejala ini (di samping
gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang
lain untuk mengatasi hipoglikemia yang di deritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit di
bangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran. ( Smeltzer. 2001 ).
PATHWAY
5. Klasifikasi
Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
a. Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang
besar ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem produksi
pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
b. Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika
bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan
lemak dan glikogen.
c. Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga
terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan
glikogen.
d. Berulang (Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau
metabolisme
Menurut Setyohadi(2012) dan thompson (2011) Hipoglikemia dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL)
Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala
seperti tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
b. Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL)
Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak
memperoleh bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup keetidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan perasaan
ingin pingsan.
c. Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan
pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya
mencakup disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan
kehilangan kesadaran.
6. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase yaitu
a. Fase I : gejala-gejala aktivas pusat autonom dan hipotalamus sehingga
hormon epinefrin di lepaskan, gejala awal ini merupakan peringatan
karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di ambil tindakan
yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjut.
b. Fase II: gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi
otak,karena itu di namakan gejala neurologist.
Penelitian pada orang yang bukan diabetes menunjukan adanya
gangguan fungsi otak yang lebih awal dari fase I dan di namakan ganguan
fungsi otak subliminal, di samping gejala yang tidak khas.
Kadang-kadang gejala fase adrenergic tidak muncul dan pasien
langsung jauh pada fase gangguan fungsi otak, terdapat dua jenis hilangnya
kewaspadaan, yaitu akut dan kronik.
Yang akut misalnya : pada pasien DMT I dengan glukosa darah
terkontrol sangat ketat mendekati normal, adanya neuropati autonom pada
pasien yang sudah lama menderita DM, dan menggunakan beta bloker yang
non selektif,kehilangan kewaspadaan yang kronik biasanya irreversible dan di
anggap merupakan komplikasi DM yang serius.
Sebagai dasar diagnosis dapat di gunakan trias whipple, yaitu
hipoglikemia dengan gejala-gejala saraf pusat, kadar glukosa kurang dari 50
mg% dan gejala akan menghilang dengan pemberian glukosa.
Factor-faktor yang dapat menimbulkan hipoglikemia berat dan
berkepanjangan adalah kegagalan sekresi hormone glukagen dan adrenalin
pasien telah lama menderita DM) adanya antibody terhadap insulin, blockade
farmakologik (beta bloker non selektif), dan pemberian obat sulfonylurea
(obat anti DM yang berkasiat lama). (Mansjoer A, 1997 : 603).
Pertama, hipoglikemia dalam diabetic adalah lebih umum ketimbang
ketoasidosis, meskipun sebagian besar penyebaran terdapat pada kelompok
ketergantungan insulin.
Kedua awitan dari hipoglikemia adalah lebih cepat dan manifestasinya
adalah lebih bervariasi, sering terjadi dengan cara yang tidak jelas sehingga
dapat mengelakan perhatian seseorang sampai orang tersebut tidak menyadari
apa yang sesungguhnya yang sedang terjadi dan tidak mampu untuk
mencarari pengobatan yang tidak sesuai, sehingga reaksi hipoglikemia akibat
insulin dapat terjadi di tengah-tengah kehidupan sehari-hari pasien.Yang
setidaknya dapat memalukan dan yang lebih buruk sangat membahayakan.
Ketiga meskipun pemulihan yang berarti dan hipoglikemia dapat cepat
dan sempurna dalam beberapa menit setelah pengobatan yang sesuai, banyak
pasien secara emosional (kemungkinan secara psikologis) tetap terguncang
selama beberapa jam atau bahkan selama beberapa hari setelah reaksi insulin.
Akhirnya dalam kondisi hipoglikemia ekstrim, masih mempunyai
kemungkinan untuk menyebabkan kerusakan otak permanen dan bahkan fatal.
(Ester,2000:464).
Di kutip dari Karen Bruke 2005 :1478 ada beberapa tanda gejala
ataupun manifestasi klinis yang meliputi:
Lapar
Mual-muntah
Pucat,kulit dingin
Sakit kepala
Nadi cepat
Hipotensi
Irritabilitas
Manifestasi sebab perubahan fungsi serebral
Sakit kepala
Koma
Kesulitan dalam berfikir
Ketidakmampuan dalam berkonsentrasi
7. Penatalaksanaan
a. Glukosa Oral
Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan
glukosa darah kapiler, 10- 20 gram glukosa oral harus segera diberikan.
Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150- 200 ml minuman yang
mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya
coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi
glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1- 2 jam perlu diberikan
tambahan 10- 20 gram karbohidrat kompleks.Bila pasien mengalami kesulitan
menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian gawat, pemberian madu
atau gel glukosa lewat mukosa rongga hidung dapat dicoba.
b. Glukosa Intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan
tampak dalam 10 menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel
pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari
cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan
dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Kecepatan
kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena.
Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan
pemberian glukosa oral 20 gram (4 sendok makan) dan dilanjutkan dengan
pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung seperti crakers dan
biscuit untuk mempertahankan pemulihan, mengingat kerja 1 mg glucagon
yang singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung
selama 12 hingga 27 menit). Reaksi insulin dapt pulih dalam waktu5 sampai
15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemi yang diinduksi
alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif. Efektifitas glucagon
tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi
c. Glukosa Intravena
Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian
glukosa dengan konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit
sampai pasien sadar disertai infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan hipoglikemia
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah
penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa)
maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering
mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu
membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan
sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan,
sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung
karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit).
Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin
untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa
intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang
memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu
membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau
pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari
cadangan karbohidrat di dalam hati.
Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya
mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor penghasil insulin
harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan, diberikan obat
untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan
penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari
serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil.
8. Komplikasi
Komplikasi dari pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah selalu
dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga dapat
mengakibatkan kerusakan otak akut, hipoglikemia berkepanjangan parah
bahkan dapat menyebabkan gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan
gangguan neuropsikologis berat karena efek hipoglikemia berkaitan dengan
system saraf pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara
abnormal (jevon, 2010) dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang
berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen,
hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma sampai kematian.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh pusing, lemah dan penurunan konsentrasi.
c. Riwayat kesehatan
1). Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya hipoglikemia, apa yang
dirasakan klien dan apa saja yang sudah dilakukan untuk
mengatasi sakitnya.
2). Nutrisi-metabolik
3). Eliminasi
5). Istirahat-tidur
6). Kognitif-perceptual
8). Peran-hubungan
f. Pemeriksaan Fisik
1). Kepala
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hipoglikemia (disfungsi ginjal kronis)
Penyebab :
Hiperglikemia
1. Disfungsi pankreas
2. Resistensi urine
3. Gangguan toleransi glukosa darah
4. Gangguan glukosa darah puasa
Hipoglikemia
Subjektif : Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
Subjektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
1. Palpitasi 1. Gemetar
2. Mengeluh lapar 2. Kesadaran menurun
3. Perilaku aneh
4. Sulit berbicara
5. Berkeringat
Hiperglikemia
Hiperglikemia
1. Jumlah urin meningkat
1. Mulut kering
2. Haus meningkat
Kondisi Klinis Terkait :
1. Diabetes melitus
2. Ketoasidosis diabetik
3. Hipoglikemia
4. Hiperglikemia
5. Diabetes gistasional
6. Penggunaan kortikosteroid
7. Nutrisi parenteral total (TPN)
Intervensi
SLKI
Kestabilan kadar glukosa darah L. 05022
Definisi
Ekspektasi Meningkat
Kriteria hasil
Koordinasi 1 2 3 4 5
Kesadaran 1 2 3 4 5
Mengantuk 1 2 3 4 5
Pusing 1 2 3 4 5
Lelah/lesu 1 2 3 4 5
Gemetar 1 2 3 4 5
Berkeringat 1 2 3 4 5
Mulut kering 1 2 3 4 5
Rasa haus 1 2 3 4 5
Perilaku aneh 1 2 3 4 5
Kesulitan bicara 1 2 3 4 5
Palpitasi
1 2 3 4 5
Perilaku
1 2 3 4 5
Jumlah urine
1 2 3 4 5
Definisi
Ekspektasi Meningkat
Kriteria hasil
Kemampuan mencari 1 2 3 4 5
informasi tentang
faktor risiko
Kemampuan
1 2 3 4 5
mengidentifikasi
faktor resiko
Kemampuan
melakukan strategi 1 2 3 4 5
kontrol resiko
Kemampuan
mengubah perilaku
1 2 3 4 5
Komitmen terhadap
strategi
Kemampuan 1 2 3 4 5
memodifikasi gaya
hidup
Kemampuan
menghindari faktor 1 2 3 4 5
resiko
Kemampuan
menggenali perubahan
1 2 3 4 5
status kesehatan
Kemampuan
berbartisipasi dalam
akrining resiko 1 2 3 4 5
Penggunaan fasilitas
kesehatan
Penggunaan sistem
1 2 3 4 5
pendukung
Pemantauan
perubahan status
kesehatan 1 2 3 4 5
imunisasi
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Intervensi
SLKI
Defisit Nutrisi
Status Nutrisi L.03030
Definisi : Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Ekspektasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningkat
Menurun g Meningkat
Porsi makanan 1 2 3 4 5
yang dihabiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
pengunyah
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan
Serum albumin 1 2 3 4 5
Verbalisasi 1 2 3 4 5
keinginan untuk
meningkatkan
nutrisi
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
makanan yang
sehat
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
minuman yang
sehat
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang standar
asupan nutrisi
yang tepat
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
makanan yang
aman
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
minuman yang
aman
Sikap terhadap 1 2 3 4 5
makanan/minuma
n sesuai dengan
tujuan kesehatan
Meningkat Cukup Sedan Cukup Menurun
Meningkat g Menurun
Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedan Cukup Membaik
Memburuk g Membaik
Berat badan 1 2 3 4 5
Indeks Massa 1 2 3 4 5
Tubuh (IMT)
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Bising usus 1 2 3 4 5
Tebal lipatan kulit 1 2 3 4 5
trisep
Membrane 1 2 3 4 5
mukosa
Nafsu Makan L.03024
Definisi : Keinginan untuk makan.
Ekspektasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningkat
Menurun g Meningkat
Keinginan makan 1 2 3 4 5
Asupan makanan 1 2 3 4 5
Asupan cairan 1 2 3 4 5
Energi untuk 1 2 3 4 5
makan
Kemampuan 1 2 3 4 5
merasakan
makanan
Kemampuan 1 2 3 4 5
menikmati
makanan
Asupan nutrisi 1 2 3 4 5
Stimulus untuk 1 2 3 4 5
makan
Kelaparan 1 2 3 4 5
SIKI
Defisit Nutrisi
Manajemen Nutrisi I.03119
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
- Monitor asupan makanan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric jika asupan oral dapat
ditoleran
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri, antiemetic),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
Edukasi
- Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperwatan)
yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai
hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-
hak pasien tingkat perkembangan pasien. (Nursalam, 2017:25)
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Price & Wilson.
2009). Menurut Price & Wilson (2009), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
a. Evaluasi proses (formatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai
tindakan. Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
b. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir
tindakan keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada masalah
keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan.
Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka
waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Afriana, Della Vira.2019.Laporan Pendahuluan Hipoglikemia.Coursehero.Online
(https://www.coursehero.com/file/46420047/LAPORAN-PENDAHULUAN-
HIPOGLIKEMIA-Nama-DEdocx/ diakses 4 Desember 2020 19.00)
Bintang, Izzal. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipoglikemia. Academia
Edication.online.(https://www.academia.edu/28612569/ASUHAN_KEPERAWATA
N_PADA_PASIEN_HIPOGLIKEMIA, diakses 4 Desember 2020. 16.30)
Tias, Fitri Ekaharining.2019. Askep Gadar hipoglikemi. STIKES KHARISMA
KARAWANG. Scribd. Online .(https://id.scribd.com/document/414332997/ASKEP-
GADAR-HIPOGLIKEMI-docx diakses 4 Desember 2020 20.00)