PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolic yang berlangsung
kronik dimana penderita diabetes tidak mampu untuk memproduksi insulin dalam
jumlah yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif
sehingga terjadilah kelebihan gula dalam darah atau hiperglikemia dan baru akan
dirasakan apabila telah terjadi komplikasi lanjut pada organ lain (PAPDI, 2013).
Terdapat dua macam komplikasi dari diabetes melitus yaitu komplikasi akut
dan kronik. Komplikasi akut termasuk hipoglikemi. Hipoglikemi adalah penurunan
kadar glukosa dalam darah yang dapat disebabkan karena kekurangan intake
makanan, atau over dosis dari obat hiperglikemia oral atau insulin.
Komplikasi akut
1. Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang dibawah nilai normal <
50mg/dL. Gejala umum hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan
keringat, berdebar debar, pusing, pandangan menjadi gelap, gelisah sampai
bisa koma. Apabila tidak segera ditolong maka akan terjadi kerusakan otak
dan akhirnya terjadi kematian. Kadar glukosa yang terlalu rendah
menyebabkan sel sel otak tidak mendapat pasokan energy sehingga tidak
berfungsi bahkan sampai mengalami kerusakan. Hipoglikemia lebih sering
terjadi pada penderita DM tipe 1.
2. Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba tiba.
Gejala hiperglikemia adalah poliuria, ppolidipsia, polifagia, kelelahan yang
parah dan pandangan kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat
berkembang menjadi keadaan yang berbahaya antara lain ketoasidosis
diabetic, koma
hiperosmolar
asidosis.
akan terpenuhi apabila sel lemak pecah dan akan membentuk senyawa keton,
kemudian keton akan terbawa ke dalam urin dan dapat dicium banunya saat
bernafas. Akibatnya darah akan menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tak
sadarkan diri dan mengalami koma. Sedangkan KHNK terjadi karena pasien
mengalami dehidrasi berat, hipertensi dan syok. Sedangkan kemolakto
asidosis diartikan sebagai suatu keadaan tubuh dimana asam laktat tidak
berubah menjadi karbohidrat. Akibatnya kadar asam laktat dalam darah
meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan koma.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
2. Etiologi
3.
Komplikasi kronis
1. Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita DM
adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami
penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif dan stroke.pencegahan
kompplikasi mikrovaskuler sangat penting dilakukan, maka penderita harus
memiliki kesadaran untuk mengatur gaya hidup termasuk menjaga berat
badan agar tetap ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok dan
mengurangi stress.
2. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi ini terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemi yang
persisten dan pembentukan protein yang terglikasi menyebabkan dinding
pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah kecil seperti nefropati, retinopati diabetic, neuropati dan amputasi.
Hipoglikemi terjadi akibat dari kelbihan insulin didalam darah yang menyebabkan
kadar glukosa darah menjadi rendah. Tingkat kadar glukosa yang dapat menyebabkan
hipoglikemia berbeda pada tiap individu. Hipoglikemia umumnya terjadi pada pasien
diabetes yang mendapatkan terapi dengan insulin, dikatakan hipoglikemia ringan
apabila kadar glukosa antara 60 70 mg/dL dengan gejala minimal atau tidak ada dan
dikatakan hipoglikebia berat apabila terdapat penurunan glukosa darah sampai
mencapai < 40mg/ dL disertai dengan gangguan neurologis (Tomky, 2005).
Manifestasi klinis
Gejala klinik hipoglikemia dapat dibagi menjadi adrenergic dan neuroglikopenic
(penurunan glukosa pada system saraf pusat). Yang termasuk dalam gejala adrenergic
antara lain cemas, mudah tersinggung, pusing, pucat, takikardi dan sakit kepala.
Ketika gejala terjadi, pengobatan pertama dapat dilakukan oleh pasien sendiri dengan
cara makan karbohidrat sederhana atau dapat dilakukan pemberian infuse dekstrose 5
% atau apabila tidak ada infuse bisa menggunakan glucagon intramuscular. Namun
apabila terjadi disfungsi simpatik misalnya neuropati otonom diabetic biasanya gejala
ini tidak terlihat (metchich, 2002).
Tanda tanda dari neuroglikopenik terjadi ketika otak mengalami ketergantungan
pada glukosa sedangkan cadangan glukosa terbatas, hal ini dapat menyebabkan
disfungsi system saraf pusat yang cepat. Jika tanda tanda diabaikan atau terjadi
penurunan glukosa secara terus menerus maka dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan fungsi mental yang ditandai dengan sakit kepala, malaise, gangguan
konsentrasi, kebingungan, disorientasi, cepat marah, bicara cadel, lesu dan irasional
atau terdapat perilaku yang tidak terkontrol. Tanda khas dari kerusakan SSP adalah
terjadi kejang fokal, hemiplegic, choreoathetosis paroksismal dan thrombosis arteri
basilar. Hipoglikemia pada fase medulla ditandai dengan koma, dilatasi pupil,
pernafasan dangkal, bradikardi dan hipotonisitas yakni apabila kadar glukosa <10mg/
dL (Goezt, 2003).
bahkan relatif kelebihan insulin terapi (tingkat insulin tidak cukup untuk
menyebabkan hipoglikemia pada sebagian besar kondisi, tetapi cukup tinggi untuk
menyebabkan dalam konteks penurunan pengiriman glukosa eksogen atau produksi
glukosa endogen, penggunaan glukosa meningkat, atau meningkat kepekaan terhadap
insulin1) pada pasien dengan pertahanan dikompromikan terhadap hipoglikemia.
Pasien tersebut - mereka dengan mendirikan diabetes tipe 1 atau diabetes tipe 2
lanjutan 1 - memiliki kegagalan sel-beta atau kekurangan insulin endogen absolut
(Gambar
2). Sebagai
turun,
pertahanan
fisiologis
Pencegahan
Menyeimbangkan kadar glukosa darah dengan mencegah hiperglikemia dan
hipoglikemia adalah kunci utama dalam memberikan perawatan yang optimal bagi
penderita diabetes.
1. Cari faktor pemicu
Terlambat makan atau dosis obat hipoglikemik dan insulin yang tidak tepat,
waktu pemberian obat, adanya faktor komorbitas seperti insufisiensi renal dan
hipofisis merupakan faktor pemicu yang dapat meningkatkan terjadinya
hipoglikemi.
2. Penjadwalan pemberian insulin secara teratur
3. Monitoring glukosa
4. Terapi nutrisi medis (Braithwaite, 2004)
Penilaian pasien hipoglikemik harus meliputi tingkat kesadaran, pernafasan dan status
peredaran darah, hasil tes glukosa darah kapiler, adanya akses IV, waktu dan jumlah
insulin, dan status makanan terahir serta jumlah asupan. Jika pasien memungkinkan
untuk diterapi dengan karbohidrat oral, maka gunakan obat glukosa cair atau yang
mudah larut. Jika pasien tidak responsive maka akses IV untuk pemberian dekstrose
secara cepat atau injeksi intramuskuler glucagon dapat dilakukan. Pemberian secara
IV dengan cepat dapat mengakibatkan pasien pada risiko kelebihan cairan karena 100
cc larutan dekstrose 5 % hanya mengandung 5gr karbohidrat.
Berikut ini merupakan protocol terapi untuk hipoglikemia :
(tomky, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2004. Hospital admission guidelines for diabetes
(Position Statement). Diabetes Care 27 (Suppl. 1):S103
Braithwaite
SS:
Hospital
hypoglycemia:
not
only
treatment
but
also