Anda di halaman 1dari 6

Tantangan umat islam di era society 5.

Perkembangan zaman yang pesat tidak bisa kita prediksi. Belum lama ini
kita dikejutkan oleh konsep industry 4.0, yang mana mengedepankan penggunaan
teknologi informasi untuk melakukan segala pekerjaan. Bahkan sekarang ini
muncul sebuah konsep baru lagi yang bertujuan menjawab gejolak yang di
timbulkan oleh industry 4.0, yaitu society 5.0. (Muhammad Nasikin, Khojir,
2021) Era masyarakat 5.0 atau super smart society (society 5.0) diperkenalkan
Pemerintah Jepang pada 2019, yang dibuat sebagai solusi dan tanggapan dari
revolusi industri 4.0 dan dianggap akan menimbulkan degradasi manusia. Setelah
memasuki era revolusi industri, Indonesia akan memasuki era society 5.0. Era
society 5.0 sebagai pembaharuan yang menempatkan manusia sebagai komponen
utama di dalamnya, bukan sekadar passive component seperti di revolusi industri
4.0. Adanya pembaharuan pada era tersebut dapat menghasilkan nilai baru dengan
elaborasi dan kerja sama pada sistem, informasi dan teknologi yang juga
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan atau Human
Capital.

Society 5.0 dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang


berpusat pada manusia dan berbasis teknologi (Ahmad Pihar, 2022). Berbeda
dengan industry 4.0, konsep society 5.0 tidak hanya terbatas untuk faktor
manufaktur tetapi juga memecahkan masalah sosial dengan proses integrasi antara
ruang fisik dan virtual. Society 5.0 memiliki konsep teknologi big data yang
dikumpulkan oleh Internet of things (IoT) diubah oleh Artifical Inteligence (AI)
menjadi sesuatu yang dapat membantu masyarakat sehingga kehidupan menjadi
lebih baik (Faulinda Ely, 2020).

Dalam era society 5.0 masyarakat dihadapkan pada teknologi yang


memunkinkan dapat mengakses dalam ruang maya yang terasa seperti ruang fisik.
Dalam teknologi society 5.0 AI berbasis big data dan robot untuk melakukan atau
mendukung pekerjaan manusia. Berbeda dengan revolusi industry 4.0 yang lebih
menekankan pada bisnis saja, namun dengan teknologi era society 5.0 tercipta
sebuah nilai baru yang akan menghilangkan kesenjangan sosial, usia, jenis
kelamin, bahasa dan menyediakan produk serta layanan yang dirancang khusus
untuk beragam kebutuhan individu dan kebutuhan banyak orang (Ahmad Pihar,
2022).

Bisa kita cermati bahwa era industry 4.0 berorientasi pada aspek bisnis
sehingga berpengaruh pada proses pendidikan sebagai contoh sebelum tahun 2013
ujian masih menggunakan kertas, akan tetapi pada tahun 2013 hingga saat ini
ujian beralih pada penggunaan komputer yang memelukan banyak biaya dari
listrik hingga mengakses internet. Akan tetapi, era society 5.0 hadir bukan hanya
sebatas bisnis saja akan tetapi lebih menonjolkan akan interaksi sosial sebagai
mana di era industri 4.0 yang kurangnya terjadi interaksi sosial baik pada
masyarakan ataupun pada guru dan peserta didiknya. Untuk itu society 5.0
diharapkan dapat menghilangkan permasalahan minimya iteraksi tadi.(
Mohammad Rizkiyanto., et.al. 2022). Pada bidang pendidikan di era society 5.0
bisa jadi siswa atau mahasiswa dalam proses pembelajarannya langsung
berhadapan dengan robot yang khusus dirancang untuk menggantikan pendidik
atau dikendalikan oleh pendidik dari jarak jauh. Bukan tidak mungkin proses
belajar mengajar bisa terjadi dimana saja dan kapan saja baik itu dengan adanya
pengajar ataupun tidak. (Ahmad Pihar)

Untuk menjawab segala tantangan tersebut diperlukan umat atau masyarakat


islam yang tidak menutup diri dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Lembaga Pendidikan merupakan tempat yang paling mungkin untuk
mengembangkan kemampuan umat islam itu sendiri. Menurut ((Muhammad
Nasikin, Khojir, 2021) Ada beberapa masalah yang ada dalam pendidikan agama
Islam. Pertama, sumber daya manusia kurang memadai. Kedua, banyak guru yang
sudah usia lanjut. Ketiga, sarana-prasarana tidak lengkap. Keempat, metodologi
pengajaran agama Islam berjalan secara konvensional-tradisional. Selain empat
masalah yang telah diuraikan di atas, ada tiga faktor yang menyebabkan
pendidikan agama Islam kerap mendapatkan kritik tajam. Pertama, perkembangan
IPTEK tidak diiringi perkembangan pendidikan agama Islam. Bisa dikatakan
lambatnya respon pendidikan agama Islam terhadap IPTEK. Kedua, adanya
pengelompokan ilmu, antara ilmu agama dan ilmu umum. Ketiga, adanya
perbedaan pandangan antar pemangku kebijakan pendidikan.

Melihat permasalahan yang di hadapi umat islam saat ini, setidaknya ada
tiga kompetensi yang harus di miliki umat islam. Pertama, kemampuan literasi
digital. Dikarenakan perkembangan teknologi yang pesat maka sudah seharusnya
umat islam sadar dan terbuka untuk ikut andil di dalamnya. Sebagaimana kita
ketahui pada masa ini di segala sektor mencoba untuk memanfaatkan teknologi
untuk kebutuhan kehidupan. Hasilnya manusia saat ini bias berinteraksi, belajar,
dan berjualan tanpa harus bertatap muka, ini dikarenakan mereka beralih ke dunia
digital yang lebih efisien tanpa batas ruang dan waktu.

Pemanfaatan teknologi dalam upaya mendukung kegiatan literasi digital ini


bias membantu kita untuk mendapatkan informasi dengan mudah. Bukan hanya
sekedar mendapaktan informasi saja tetapi memahami isi dari informasi yang
diperoleh tersebut. (Ahmad Nurcholis, Syaikhu Ihsan Hidayatullah, Muhamad
Asngad Rudisunhaji) Literasi digital bermakna kemampuan untuk berhubungan
dengan informasi hipertekstual dalam arti bacaan tak berurut yang dibantu
komputer. Kemudian Gilster memperluas konsep literasi digital sebagai
kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital,
dengan kata lain kemampuan untuk membaca, menulis dan berhubungan dengan
informasi dengan menggunakan teknologi dan format yang ada pada masanya.

Menurut Belshaw (dalam Santoso et al., 2020) ada 8 elemen yang meliputi
literasi digital:

a. elemen cultural dapat dimaknai dengan kemampuan memahami berbagai


macam konteks digital seperti dikenal dengan melek internet. Hal ini dapat
dimaknai dengan literasi digital diharapkan seseorang tidak gagap dihadapan
internet dengan berbagai varian dan perkembangannya yang cepat.
b. elemen cognitive diartikan sebagai sikap memperluas cakrawala berpikir atau
juga menjadi elemen dasar dari literasi. Jika direfleksikan dalam konteks
digital, seorang pengguna internet mereka akan lebih terlindungi ketika
memanfaatkan internet dengan berbekal pengetahuan yang luas dan
mengenaui bahwa internet sebagai wadah penyimpanan yang kompleks
seperti radikalisme, hoaks, ujaran kebencian, pornografi, cybercrime, dan lain
sebagainya.
c. Contructive diartikan membuat sebuah hal positif atau juga dimaknai
melakukan hal-hal yang bermanfaat dengan berbantuan internet. Oleh karena
itu, memalui penguasaan literasi digital mendorong pengguna untuk
menciptakan hal positif atau kontruktif, bukan untuk hal yang negatif.
d. Adapun elemen lainnya seperti communicative, confident, dan creative
memiliki maksud setiap orang yang terliterasi secara digital maka orang
tersebut akan mampu berkomunikasi secara baik, memiliki rasa tanggung
jawab, dan mampu menghadirkan berbagai inovasi dalam kehidupan.
e. Sedangkan, elemen critical memberikan isyarat kepada pengguna agar tidak
hanya menjadi generasi klik tetapi juga menggunakan nalar kritis atas setiap
informasi yang didapatkan.
f. Elemen civic yang berarti internet mampu menjadi suatu tools guna
menciptakan masyarakat madani atau memiliki tatanan sosial yang lebih baik.
Elemen-elemen yang dikemukakan oleh Belshaw merupakan sebuah pijakan
yang bisa digunakan oleh umat muslim dalam memahami cara kerja literasi
digital. Dengan begitu umat muslim mampu menjadikan literasi digital sebgai
tameng dari berbagai macam informasi yang berbahaya, seperti radikalisme, cyber
bullying, terhindar dari hoaks dan masih banyak lagi.
Kedua, Literasi numerasi. Kemampuan literasi numerasi merupakan salah
satu faktor yang mendorong terlaksananya pembelajaran berpusat pada siswa
dengan kemampuan pengetahuan, kecakapan dan keteampilannya dalam
menganalisis, memecahkan masalah, menginterpretasikan hasil analisis dan
mengambil keputusan. Kemampuan literasi numerasi mencakup kemampuan
dalam menganalisa, memberikan alasan, menyampaikan ide secara efektif,
merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah dalam
berbagai bentuk dan situasi.
Kompetensi ini sangat dibutuhkan oleh umat islam. Kemampuan ini dari segi
manfaatnya mampu melahirkan seseorang yang berpikir kritis dalam memanadng
pemasalahan yang hadir dalam kehidupan. Terlebih lagi dalam memahami isi
yang ada di dalam Al-Qur’an. Sebagai salah satu pemandu jalan dalam kehidupan
umat islam, isi Al-Qur’an tidak terbatas hanya pada masalah praktik ibadah saja.
Banyak dari ayat-ayat al qur’an yang mengandung petunjuk-petunjuk untuk di
pecahkan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu maka
sudah seharusnya umat islam mempunyai literasi numerasi yang baik supaya bisa
memnafaatkan kemampuan berfikir kritis dan sistematis dalam menghadapi
permasalahan yang akan hadir di kemudian hari.
Ketiga, kemampuan berbahasa asing. Perkembangan zaman yang pesat
mengharuskan umat islam untuk cepat beradaptasi, salah satunya dengan
menguasai berbagai Bahasa di dunia diantaranya Bahasa inggris dan Bahasa Arab
yang sudah menjadi Bahasa kedua di beberapa negara. Hal ini bukan tanpa alas
an, penyebabnya adalah banyak dari negara luar yang ioteknya berkembang
menggunakan Bahasa asing ketika menerbitkan buku. Untuk memahami itu tentu
harus memahami bahasanya supaya bisa mengambil apa yang dimaksudkan di
dalam buku. Dengan kemampuan Bahasa Arab umat muslim mampu
menerjemahkan kitab-kitab yang ditulis dengan Bahasa arab.
Oleh sebab itu sudah semestinya umat muslim, khususnya di Indonesia sadar
akan kondisinya saat ini. Dengan menguasai ketiga kemampuan tersebut akan
semakin memudahkan kita untuk memahami ayat-ayat yang Allah turunkan. Allah
tidak pernah membatasi seseorang dalam menuntut ilmu, sebaliknya Allah
memrintahkan manusia untuk memaksimalkan potensi akal yang sudah diberikan
dengan maksimal. Tujuan akhirnya adalah tidak lain, semakin bertambah ilmu nya
semakin bertambah keimanan di dalam dada.

Kebahasaan Indonesia sangat kurang, padahal pada masa lalu keberhasilan umat
islam salah satunya adalah dengan menerjemahkan buku buku asing ke dalam
Bahasa arab. Kedua kempuan digital, inonesia merupakan
Ahmad Pihar (2022), Modernisasi Pendidikan Agama Islam di Era Society 5.0.
Journey-Liaison Academia and Society. 1 (1), 1- 12.

Prosiding Kajian Islam dan Integrasi Ilmu di Era Society 5.0 (KIIIES 5.0)
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Datokarama Palu 2022, Volume 1

Faulinda, Kesiapan Pendidikan Indonesia Menghadapi era Societ 5.0, Jurnal kajian
teknologi pendidikan edcomtech. 2020

Muhamad nasikin dan khojir. REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM DI ERA SOCIETY


5.0

KARAKTERISTIK DAN FUNGSI QIRA’AH DALAM ERA LITERASI


DIGITAL Ahmad Nurcholis, Syaikhu Ihsan Hidayatullah, Muhamad Asngad
Rudisunhaji

Anda mungkin juga menyukai