Perkembangan zaman yang pesat tidak bisa kita prediksi. Belum lama ini
kita dikejutkan oleh konsep industry 4.0, yang mana mengedepankan penggunaan
teknologi informasi untuk melakukan segala pekerjaan. Bahkan sekarang ini
muncul sebuah konsep baru lagi yang bertujuan menjawab gejolak yang di
timbulkan oleh industry 4.0, yaitu society 5.0. (Muhammad Nasikin, Khojir,
2021) Era masyarakat 5.0 atau super smart society (society 5.0) diperkenalkan
Pemerintah Jepang pada 2019, yang dibuat sebagai solusi dan tanggapan dari
revolusi industri 4.0 dan dianggap akan menimbulkan degradasi manusia. Setelah
memasuki era revolusi industri, Indonesia akan memasuki era society 5.0. Era
society 5.0 sebagai pembaharuan yang menempatkan manusia sebagai komponen
utama di dalamnya, bukan sekadar passive component seperti di revolusi industri
4.0. Adanya pembaharuan pada era tersebut dapat menghasilkan nilai baru dengan
elaborasi dan kerja sama pada sistem, informasi dan teknologi yang juga
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan atau Human
Capital.
Bisa kita cermati bahwa era industry 4.0 berorientasi pada aspek bisnis
sehingga berpengaruh pada proses pendidikan sebagai contoh sebelum tahun 2013
ujian masih menggunakan kertas, akan tetapi pada tahun 2013 hingga saat ini
ujian beralih pada penggunaan komputer yang memelukan banyak biaya dari
listrik hingga mengakses internet. Akan tetapi, era society 5.0 hadir bukan hanya
sebatas bisnis saja akan tetapi lebih menonjolkan akan interaksi sosial sebagai
mana di era industri 4.0 yang kurangnya terjadi interaksi sosial baik pada
masyarakan ataupun pada guru dan peserta didiknya. Untuk itu society 5.0
diharapkan dapat menghilangkan permasalahan minimya iteraksi tadi.(
Mohammad Rizkiyanto., et.al. 2022). Pada bidang pendidikan di era society 5.0
bisa jadi siswa atau mahasiswa dalam proses pembelajarannya langsung
berhadapan dengan robot yang khusus dirancang untuk menggantikan pendidik
atau dikendalikan oleh pendidik dari jarak jauh. Bukan tidak mungkin proses
belajar mengajar bisa terjadi dimana saja dan kapan saja baik itu dengan adanya
pengajar ataupun tidak. (Ahmad Pihar)
Melihat permasalahan yang di hadapi umat islam saat ini, setidaknya ada
tiga kompetensi yang harus di miliki umat islam. Pertama, kemampuan literasi
digital. Dikarenakan perkembangan teknologi yang pesat maka sudah seharusnya
umat islam sadar dan terbuka untuk ikut andil di dalamnya. Sebagaimana kita
ketahui pada masa ini di segala sektor mencoba untuk memanfaatkan teknologi
untuk kebutuhan kehidupan. Hasilnya manusia saat ini bias berinteraksi, belajar,
dan berjualan tanpa harus bertatap muka, ini dikarenakan mereka beralih ke dunia
digital yang lebih efisien tanpa batas ruang dan waktu.
Menurut Belshaw (dalam Santoso et al., 2020) ada 8 elemen yang meliputi
literasi digital:
Kebahasaan Indonesia sangat kurang, padahal pada masa lalu keberhasilan umat
islam salah satunya adalah dengan menerjemahkan buku buku asing ke dalam
Bahasa arab. Kedua kempuan digital, inonesia merupakan
Ahmad Pihar (2022), Modernisasi Pendidikan Agama Islam di Era Society 5.0.
Journey-Liaison Academia and Society. 1 (1), 1- 12.
Prosiding Kajian Islam dan Integrasi Ilmu di Era Society 5.0 (KIIIES 5.0)
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Datokarama Palu 2022, Volume 1
Faulinda, Kesiapan Pendidikan Indonesia Menghadapi era Societ 5.0, Jurnal kajian
teknologi pendidikan edcomtech. 2020