Anda di halaman 1dari 16

“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.

0” 2019

Pembelajaran Kompetensi Abad 21 Menghadapi Era Society


5.0
Sumarno
SMK Negeri 5 Kota Malang
sumarno@smkn5malang.sch.id

ABSTRAK
Makalah ini merupakan hasil kajian pustaka berhubungan dengan pembelajaran
kompetnsi kecakapan abad 21 dalam kerangka menghadapi tantangan hidup era
society 5.0. Tujuan makalah ini adalah sebagai sarana berbagi informasi kepada
para pendidik untuk melakukan kegiatan pengembangan keprofesian secara
berkelanjutan agar kompetensi keprofesian yang dimiliki tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, sehingga pendidik
dapat menciptakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif serta mengembangkan
model pembelajaran yang bermutu relevan dengan kebutuhan zaman. Makalah
ini berisi tiga pokok bahasan, yaitu peradaban society 5.0, kompetensi kecakapan
abad 21, dan model pembelajaran kompetensi kecakapan abad 21. Trilling dan
Fadel (2009) berpendapat bahwa kecakapan abad 21 terdiri tiga jenis kecakapan
utama, yaitu: (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, dan (3)
information media and technology skills. Kecakapan abad 21 yang
disosialisasikan oleh Dirjen Dikdasmen Kemendikbud (2017) terdiri empat jenis
kecakapan, yaitu: (1) keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical
Thinking and Problem Solving Skill) (2) kecakapan berkomunikasi
(Communication Skills), (3) kreativitas dan inovasi (Creativity and Innovation), (4)
kolaborasi (Collaboration). Kompetensi kecakapan abad 21 tersebut perlu
dibelajarkan kepada peserta didik di sekolah dalam rangka menghadapi
tantangan dan tuntutan kehidupan era society 5.0. Pembelajaran kompetensi
kecakapan abad 21 dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran
berparadigma konstruktif, berpusat pada peserta didik dan berbasis eksperimen,
yaitu: inquiry training, inquiry jurisprudensi, group investigation dan project based
learning.

Kata Kunci: pembelajaran, kompetensi abad 21 dan era society 5.0

PENDAHULUAN
Konsep Society 5.0 adalah konsep masyarakat masa depan yang
dicita-citakan oleh pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang mengemukakan
bahwa era Industry 4.0 lebih berfokus pada proses produksi, sedangkan
Society 5.0 lebih menekankan pada upaya menempatkan manusia sebagai
pusat inovasi (human centered) adapun kemajuan teknologi dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas hidup, tanggung jawab sosial dan berkembang
keberlanjutan. Untuk menghadapi kompleksitas kondisi kehidupan
masyarakat era Society 5.0, peserta didik tidak cukup dibekali dengan
kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau lebih dikenal dengan
sebutan “Tree R” (reading, writing, arithmetic), tetapi juga perlu dibekali
kompetensi masyarakat global atau juga disebut kecakapan ababd 21, yakni
kemampuan berkomunikasi, kreatif, berpikir kritis, dan berkolaborasi atau
dikenal dengan sebutan “Four Cs”, yaitu communicators, creators, critical
thingkers, and collaborators (National Education Association, 2012).

272
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Kompetensi kreatif, kritis, fleksibel, terbuka, inovatif, tangkas, kompetitif,


peka terhadap masalah, menguasai informasi, mampu bekerja dalam “team
work” lintas bidang, dan mampu beradaptasi terhadap perubahan dapat
dijadikan modal untuk menghadapi kondisi kemasyasrakatan atau Society
5.0
Era society 5.0 ditandai peningkatan program digitalisasi yang
didukung oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan
komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan
kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia
dengan mesin; dan 4) instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika
dan 3D printing. Kondisi kehidupan masyarakat era society 5.0 sangat
berpengaruh terhadap segala bidang kehidupan manusia termasuk pada
bidang pendidikan. Implikasi konsep society 5.0 terhadap pendidikan
diantaranya adalah tuntuan pembaharuan kompetensi yang dibelajarkan
kepada peserta didik untuk disesuaikan dengan kebutuhan hidup masyarakat
era society 5.0 dan termasuk juga model pembelajaranya di sekolah. Model
pembelajaran yang didasarkan pada paradigma bahwa peserta didik adalah
individu yang belum dewasa, individu yang pasif sebagai objek dalam
proses interaksi belajar mengajar, dan menempatkan guru sebagai pusat
kegiatan belajar mengajar (Zamroni, 2000), tidak lagi memadai untuk
menyiapkan sumber daya manusia menghadapi era society 5.0. Model
pembelajaran yang menekankan pada proses deduksi, proses transfer
pengetahuan oleh guru kepada peserta didik tidak mampu menjangkau
percepatan perubahan yang terjadi. Pertanyaanya adalah dalam rangka
penguatan pendidikan, kompetensi apakah yang perlu dibelajarkan pada
peserta didik dan bagaimana kompetensi tersebut dibelajarkan di sekolah
dalam konteks menghadapi kehidupan era society 5.0? Dalam makalah ini
disajikan gagasan-gagasan awal sebagai jawaban pertanyaan tersebut.
Makalah ini ditulis berdasarkan hasil kajian pustaka berkaitan dengan
pembelajaran kompetensi kecakapan abad 21 dan kehidupan era society
5.0. Makalah ini terdiri tiga pokok pembahasan yaitu: peradaban era society
5.0, kompetensi kecakapan abad 21, dan model pembelajaran kompetensi
kecakapan abad 21. Makalah ini disusun bertujuan sebagai wahana berbagi
informasi untuk para pendidik dalam melakukan kegiatan pengembangan
keprofesian secara berkelanjutan agar kompetensi keprofesian yang dimiliki
tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
budaya dan/atau olahraga, sehingga guru dapat menciptakan pembelajaran
yang kreatif dan inovatif serta mengembangkan model pembelajaran yang
bermutu relevan dengan kebutuhan zaman.

PEMBAHASAN
Konsep Peradaban Society 5.0
Dalam pertemuan tahunan forum Ekonomi Dunia 2019 di Davos,
Swiss tanggal 23 Januari 2019, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe
menjelaskan visi baru Jepang tentang Society 5.0 atau disebut juga Super
Smart Society. Society 5.0 didefinisikan sebagai masyarakat yang berpusat
pada manusia yang menyeimbangkan antara kemajuan ekonomi dengan

273
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

penyelesaian masalah sosial melalui sistem dengan mengintegrasikan


ruang maya dan ruang fisik (Tempo, 2019).
Society 5.0 menggambarkan bentuk ke-5 dari perkembangan
kemasyarakatan dalam sejarah manusia, secara kronologis dimulai
masyarakat perburuan (Society 1.0), masyarakat pertanian (Society 2.0),
masyarakat industri (Society 3.0), dan masyarakat informasi (Society 4.0).
Revolusi industri keempat menciptakan layanan nilai-nilai baru yang
mengantarkan manusia pada hidup yang lebih baik. Society 5.0 menggapai
derajat yang lebih tinggi dalam konvergensi cyberspace (ruang virtual) dan
physical space (ruang nyata). Di masyarakat informasi (Society 4.0), orang-
orang mengakses sebuah cloud service dalam ruang virtual melalui internet
dan kemudian mencari, memperoleh, dan menganalisa informasi atau data.
Dalam Society 5.0, sejumlah besar informasi dari sensor-sensor dalam ruang
nyata diakumulasi dalam ruang virtual. Dalam ruang virtual, data yang besar
ini dianalisa oleh Artificial Intelligence (AI), dan hasil analisis akan diberikan
kembali kepada manusia di ruang nyata dalam berbagai bentuk. Dalam
masyarakat informasi, praktek umumnya adalah dengan mengumpulkan
informasi melalui jaringan dan informasi tersebut dianalisa oleh manusia.
Namun, dalam Society 5.0, masyarakat, benda-benda, dan sistem-sistem
semuanya dihubungkan dalam ruang virtual dam hasil-hasil yang optimal
diperoleh oleh AI, yang mampu melampaui kemampuan manusia, dan akan
diberikan kembali ke ruang nyata. Akibatnya, proses ini akan memberikan
nilai baru kepada industri dan masyarakat dalam berbagai cara yang
sebelumnya mustahil untuk dilakukan.
Peradaban di era society 5.0 akan ditandai dengan fenomena-
fenomena baru yaitu Drone Delivery, alat-alat rumah tangga berbasis
Artificial Intelligence (AI), Medical Care, dan Smart Work. Drone Delivery,
pada masa yang akan datang drone akan digunakan untuk mengantar dan
mengirimkan barang-barang properti dan mendukung kegiatan pertolongan
bencana di sekitar dunia kita. Alat-alat rumah tangga berbasis Artificial
Intelligence. Peralatan rumah tangga yang menggunakan teknologi
intelijensia buatan sedang dikembangkan dan dijual di seluruh dunia.
Kenyamanan akan dilancarkan ketika peralatan-peralatan rumah tangga kita
terhubung satu sama lain. Contoh peralatan tersebut adalah kulkas dengan
AI dan pengeras suara dengan AI. Medical Care, para pembantu yang tak
kenal lelah akan segera membantu layanan pengasuhan dan penerima
perawatan. Masyarakat kita yang mengalami penuaan membutuhkan
kemampuan kita untuk menyediakan layanan pengobatan dan perawatan.
Robot-robot dan bentuk-bentuk lain dari teknologi canggih memberi kita
petunjuk dalam hal solusi. Teknologi-teknologi yang telah dikembangakan
tersebut seperti, Telemedicine, robot perawat, dan layanan pemantauan.
Smart Work, peran robot-robot yang meningkat akan menghilangkan kerja
keras. Mereka yang bekerja keras dalam lingkungan-lingkungan yang
menantang akan segera memperoleh rekan kerja yang keren dan terpercaya
di sisi mereka, sebuah rekan yang dapat bekerja dalam kondisi apapun.
Contoh rekan-rekan tersebut adalah traktor yang bekerja secara otonom dam
robot-robot pembersih.

274
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Konsep Society 5.0 bagi Indonesia merupakan suatu era yang mau
tidak mau harus dihadapi pada masa yang akan datang. Indonesia langsung
berhadapan dengan dua era canggih, yaitu era Industry 4.0 dan Society 5.0.
Kedua momentum ini harus diantisipasi dengan penguatan pendidikan dan
kebudayaan bersifat nasional sehingga nantinya akan terjadi transformasi
yang matang dengan mitigasi faktor resiko yang dapat ditimbulkan.
Permasalahan yang dihadapi oleh Jepang dan Indonesia memang berbeda,
khususnya terkait demografi penduduk, namun masalah kesehatan dan
infrastruktur yang dihadapi kurang lebih sama. Di bidang kesehatan, Society
5.0 menawarkan gagasan atau konsep bagaimana menyelesaikan masalah
jumlah harapan hidup masyarakat. Society 5.0 memberikan solusi seluruh
data kesehatan masyarakat di simpan dalam satu pusat data besar untuk
dianalisis oleh kecerdasan buatan atau Artificial Intelegence (AI), kemudian
ditindaklanjuti melalui program preventif kesehatan. Di bidang infrastruktur,
masalah tingginya dan cepatnya kerusakan infrastruktur publik yang dapat
berpotensi memperlambat kegiatan ekonomi masyarakat. Society 5.0
memberikan solusi yaitu memanfaatkan sensor dan robot untuk
menginspeksi sarana infrastruktur dan sanitasi yang rusak. Dengan
menggunakan kecerdasan buatan dapat mengidentifikasi, mana infrastruktur
dasar yang prioritas diperbaiki dengan merujuk pada aktivitas ekonomi
masyarakat pengguna sarana prasarana. Sedangkan untuk dibidang
distribusi barang yang lambat akibat sistem transportasi yang padat dan
belum disertai dengan infrastruktur jalan yang ideal, solusi yang ditawarkan
Society 5.0 adalah dengan menerapkan sistem transportasi barang dengan
memanfaatkan teknologi Drone sebagai alternatif sarana distribusi barang.
Indonesia harus siap menghadapi berbagai tantangan sekaligus
peluang era Society 5.0 yang penuh dengan perkembangan teknologi
canggih agar tetap dapat menggapai cita-cita dan tujuan bangsa, yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk menggapai tujuan tersebut,
terdapat dua faktor penting yang dapat menentukan arah kemana suatu
bangsa akan berjalan, yakni Pendidikan dan Kebudayaan (Sriyadi, 2019).
Pendidikan dan kebudayaan dapat diibaratkan sebagai suatu roda yang
saling terhubung satu sama lainnya. Pendidikan sebagai sarana untuk
mempersiapkan aspek intelektual anak bangsa, sedangkan kebudayaan
sebagai sarana memperkuat aspek “soft skill” sehingga terbentuk manusia-
manusia unggul yang siap menghadapi kehidupan masyarakat era Society
5.0. Penguatan pendidikan dalam rangka pembentukan intelektual bangsa
merupakan kewajiban dan tugas mulian lembaga-lembaga pendidikan formal
maupun pendidikan non formal.
Lembaga pendidikan sebagai pencetak sumber daya manusia, untuk
menghadapi era society 5.0 ke depan perlu memiliki rancangan kurikulum
yang bermuatan kompetensi berupa kecakapan yang dibutuhkan masyarakat
Society 5.0 dan era Industry 4.0. Era Industry 4.0 lebih dominan ke aspek
teknologinya, bukan pada manusia sebagai pusatnya, Artificial Intelegence
(AI) dan Internet of Things (IoT) dimanfaatkan sebagai perangkat bantuan
untuk manusia agar hidup lebih berkualitas. Jangan sampai terbalik, manusia
menjadi korban kecanggihan teknologi, diantaranya muncul gejala tidak lagi
mampu berpikir kritis dan percaya sepenuhnya pada kemampaun teknologi.

275
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Lembaga pendidikan berkewajiban menyiapkan sumber daya manusia yang


memiliki kecakapan hidup berkarier, selalu belajar dan berinovasi,
menguasai teknologi media informasi, berpikir kritis dalam memecahkan
persoalan, terampil berkomunikasi, berjiwa kreatif dan inovatif serta dapat
berkerjasama dalam suatu kelompok. Model pembelajaran yang berorientasi
penguatan kompetensi atau kecakapan hidup berkarier, selalu belajar dan
berinovasi, menguasai teknologi media informasi, berpikir kritis dalam
memecahkan persoalan, terampil berkomunikasi, berjiwa kreatif dan inovatif
serta dapat berkerjasama dalam suatu kelompok, sangat diperlukan dan
dikembangkan secara kreatif oleh para pendidik.

Kompetensi Dan Kecakapan Abad 21


Kompetensi adalah seperangkat kemampuan yang menyangkut sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah
menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran. Kecakapan (Skills) menurut Tim
Broad-Based Education Depdiknas, diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki
seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema kehidupan secara
wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari
serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya
(Depdiknas, 2002). Kompetensi kecakapan abad 21 dalam makalah ini akan
disajikan dua pandangan yang saling melengkapi, yaitu pandangan dari ahli
dan Dirjen Dikdasmen Kemendikbud. Bernie Trilling dan Charles Fadel
(2009) berpendapat bahwa kecakapan abad 21 mencakup tiga macam,
yaitu (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, dan (3)
Information media and technology skills. Ketiga kecakapan tersebut
diilustrasikan dalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi
kompetensi-pengetahuan abad 21(21stcentury knowledge-skills rainbow).
Gambar berikut ini menunjukkan skema pelangi kompetensi-pengetahuan
abad 21.

Gambar 1.1. Core Subject 21stst Century Skills


Gambar 5. Core Subject 21 Century Skills
(Trilling dan Fadel, 2009)
(Trilling dan Fadel, 2009)

276
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Deskripsi penjelasan core subject 21st century skills pada gambar


tersebut adalah seperti uraian berikut ini.

Life and Career Skills


Deskripsi kompetensi berkaitan dengan kecakapan hidup dan berkarir
(Life and Career Skills) dapat dibaca pada tabel nomor satu berikut ini.

Tabel 1.1 Kecakapan Hidup dan Karier


Kecakapan
Kompetensi Deskripsi
Abad 21
1. Fleksibilitas dan Peserta didik mampu beradaptasi terhadap
adaptabilitas (Flexibility and perubahan dan fleksibel dalam belajar dan
Adaptability) berkegiatan dalam kelompok
2. Memiliki inisiatif dan
Peserta didik mampu mengelola tujuan dan waktu,
dapat mengatur diri sendiri
bekerja secara independen dan menjadi peserta
(Initiative and Self-Direction)
Kecakapan didik yang dapat mengatur diri sendiri.
Hidup dan
3. Interaksi sosial dan
Berkarir Peserta didik mampu berinteraksi dan bekerja
antar-budaya (Social and
(Life and secara efektif dengan kelompok yang beragam
Cross- Cultural Interaction)
Career
Skills) 4. Produktivitas dan
Peserta didik mampu menglola projek dan
akuntabilitas (Productivity
menghasilkan produk.
and Accountability)
5. Kepemimpinan dan
tanggungjawab (Leadership Peserta didik mampu memimpin teman-temannya
and Responsibility) dan bertanggungjawab kepada masyarakat luas.

Adaptasi dari: Trilling dan Fadel (2009:73)

Learning and Innovation Skills


Deskripsi kompetensi berkaitan kecakapan dalam Belajar dan
Berinovasi (Learning and Innovation Skills) dapat dibaca pada tabel
nomer dua berikut ini.
Tabel 1.2 Kecakapan Belajar dan Inovasi
Kecakapan
Kompetensi Deskripsi
Abad 21

1. Berpikir kritis dan Peserta didik mampu mengunakan berbagai alasan


mengatasi masalah (Critical (reason) secara induktif atau deduktif untuk
Thinking and Problem berbagai situasi; menggunaan cara berpikir sistem;
Kecakapan Solving) membuat keputusan dan mengatasi masalah.
Belajar dan
Berinovasi
(Learning 2. Komunikasi dan Peserta didik mampu berkomunikasi dengan jelas
and kolaborasi (Communication dan melakukan kolaborasi dengan anggota
Innovation and Collaboration) kelompok lainnya.
Skills)
3. Kreativitas dan inovasi Peserta didik mampu berpikir kreatif, bekerja secara
(Creativity and Innovation) kreatif dan menciptakan inovasi baru.

Adaptasi dari: Trilling dan Fadel (2009:45)

277
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Information Media and Technology Skills


Deskripsi kompetensi berkaitan dengan kecakapan teknologi dan
media informasi (Information Media and Technology Skills) dapat dibaca
pada tabel nomor tiga berikut ini.
Tabel 1.3 Kecakapan Teknologi dan Media Informasi
Kecakapan
Kompetensi Deskripsi
Abad 21
Peserta didik mampu mengakses informasi secara
1. Literasi informasi efektif dan efisien; mengevaluasi informasi yang
(information akan digunakan secara kritis dan kompeten;
literacy) mengunakan dan mengelola informasi secara akurat
Kecakapan dan efektf untuk mengatasi masalah.
teknologi dan
media informasi 2. Literasi media Peserta didik mampu memilih dan mengembangkan
(Information (media literacy) media yang digunakan untuk berkomunikasi.
Media and
Technology 3. Literasi ICT
Skills) (Information and
Peserta didik mampu menganalisis media informasi;
Communication
dan menciptakan media yang sesuai untuk
Technology
melakukan komunikasi.
literacy)

Adaptasi dari: Trilling dan Fadel (2009:61)

Kecakapan abad 21 yang disosialisasikan Kemendikbud sebagaimana


tercantum dalam buku panduan implementasi pembelajaran kecakapan abad
21 adalah seperti berikut ini.

Critical Thinking and Problemsolving Skill (Kecakapan Berpikir


Kritis dan Pemecahan Masalah)
Berpikir kritis bersifat mandiri, berdisiplin diri, dimonitor diri,
memperbaiki proses berpikir sendiri. Hal itu dipandang sebagai aset
penting terstandar dari cara kerja dan cara berpikir dalam praktek. Hal itu
memerlukan komunikasi efektif dan pemecahan masalah dan juga
komitmen untuk mengatasi sikap egosentris dan sosiosentris bawaan (Paul
and Elder, 2006: xviii). Berpikir kritis menurut Beyer (1985) adalah: 1)
menentukan kredibilitas suatu sumber, 2) membedakan antara yang
relevan dari yang tidak relevan, 3) membedakan fakta dan penilaian
subyektif, 4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi, 5) mengidentifikasi
bias yang ada, 6) mengidentifikasi sudut pandang, dan 7) mengevaluasi
bukti untuk mendukung pengakuan.

Communication Skills (Kecakapan Berkomunikasi)


Komunikasi merupakan proses transmisi informasi, gagasan, emosi,
serta keterampilan dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar,
grafis, dan angka. Raymond Ross (1996) mengatakan bahwa komunikasi
adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman simbol- simbol sedemikian
rupa agar membantu pendengar membangkitkan respons/ makna dari
pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.
Kecakapan komunikasi dalam proses pembelajaran antara lain
sebagai berikut, memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang

278
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia
(ICT Literacy). Kompetensi kecakapan berkomunikasi diantaranya seperti
berikut ini.
a) Menggunakan kemampuan untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu
pada saat berdiskusi, di dalam dan di luar kelas, maupun tertuang
pada tulisan.
b) Menggunakan bahasa lisan yang sesuai konten dan konteks
pembicaraan dengan lawan bicara atau yang diajak berkomunikasi.
c) Selain itu dalam komunikasi lisan diperlukan juga sikap untuk dapat
mendengarkan, dan menghargai pendapat orang lain, selain
pengetahuan terkait konten dan konteks pembicaraan.
d) Menggunakan alur pikir yang logis, terstruktur sesuai dengan kaidah
yang berlaku.
e) Dalam abad 21 komunikasi tidak terbatas hanya pada satu bahasa,
tetapi kemungkinan multi-bahasa.

Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi)


Guilford (1976) mengemukakan bahwa kreatifitas adalah cara-cara
berpikir yang divergen, berpikir yang produktif, berdaya cipta berpikir
heuristik dan berpikir lateral. Beberapa kompetensi terkait kreatifitas yang
dapat dikembangkan dalam pembelajaran sebagai berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan, melaksanakan, dan
menyampaikan gagasan-gagasan baru secara lisan atau tulisan.
b) Bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
c) Mampu mengemukakan ide-ide kreatif secara konseptual dan
praktikal.
d) Menggunakan konsep-konsep atau pengetahuannya dalam situasi
baru dan berbeda, baik dalam mata pelajaran terkait, antar mata
pelajaran, maupun dalam persoalan kontekstual
e) Menggunakan kegagalan sebagai wahana pembelajaran.
f) Memiliki kemampuan dalam menciptakan kebaharuan berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki.
g) Mampu beradaptasi dalam situasi baru dan memberikan kontribusi
positif terhadap lingkungan.

Collaboration (Kolaborasi)
Kecakapan kolaborasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu
bentuk kerjasama dengan satu sama lain saling membantu dan melengkapi
untuk melakukan tugas-tugas tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah
ditentukan. Kompetensi terkait dengan kecakapan kolaborasi dalam
pembelajaran antara lain sebagai berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam kerjasama berkelompok.
b) Beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja
secara produktif dengan yang lain.
c) Memiliki empati dan menghormati perspektif berbeda.
d) Mampu berkompromi dengan anggota yang lain dalam kelompok demi
tercapainya tujuan yangbtelah ditetapkan.

279
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Perpaduan pendapat kecakapan abad 21 menurut pandangan ahli


dan kemendikbud apabila dipadukan terdapat tujuh kecakapan yang
diperlukan untuk peserta didik, yaitu: (1) life and career skills, (2) learning
and innovation skills, dan (3) information media and technology skills, (4)
critical thinking and problemsolving skill, (5) Communication Skills, (6)
Creativity and Innovation, dan (7) Collaboration. Kompetensi kecakapan
abad 21 dapat diungkapkan dengan rumusan sederhana, yaitu hidup
berkarier, selalu belajar dan berinovasi, menguasai teknologi media
informasi, berpikir kritis dalam memecahkan persoalan, terampil
berkomunikasi, berjiwa kreatif dan inovatif serta dapat berkerjasama dalam
suatu kelompok.

Pembelajaran Kompetensi Abad 21


Kehidupan masyarakat 5.0 yang penuh nuansa mega kompetisi
disertai gelombang perubahan yang sedemikian cepat, secara langsung atau
tidak langsung mendorong kebutuhan model pembelajaran yang mampu
menjamin peserta didik memiliki kompetensi belajar dan berinovasi,
menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja dan
bertahan dengan menguasai sejumlah kecakapan untuk hidup. Model
pembelajaran untuk mempersiapkan peserta didik sebagai sumber daya
manusia masa depan hendaknya tetap mengacu pada konsep belajar yang
dicanangkan oleh Komisi UNESCO dalam wujud “the four pillars of
education” yaitu belajar untuk mengetahui (“learning to know”), belajar
melakukan sesuatu (“learning to do”), belajar hidup bersama sebagai dasar
untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam keseluruhan
aktivitas kehidupan manusia (“learning to life together”), dan belajar menjadi
dirinya (“learning to be”). Hasil pembelajaran yang terpenting adalah peserta
didik memiliki kekuatan dan kemampuan belajar mengembangkan diri lebih
lanjut, bukan hanya memperoleh sejumlah pengetahuan, kompetensi, dan
sikap, tetapi juga lebih penting adalah mengembangan kemampuan
metakognisi, yaitu bagaimana pengetahuan, kompetensi, dan sikap itu
diperoleh dan digunakan (Schunk, 2012).
Model pembelajaran eksperimen yang berpusat pada peserta didik
merupakan alternatif pilihan model untuk mempersiapkan peserta didik
menjadi sumber daya manusia unggul siap menghadapi masyarakat 5.0
yang penuh dengan tantangan sekaligus peluang. Berikut ini alternatif
konsep model pembelajaran berparadigma konstruktif, berpusat pada
peserta didik dan berbasis eksperimen untuk membelajarkan kompetensi
kecakapan abad 21 dalam upaya menyiapkan peserta didik menghadapi
tantangan era society 5.0, yaitu model: inquiry training, inkuiry jurisprudensi,
group investigation dan Project Based Learning (PjBL). Deskripsi singkat
prinsip, prosedur dan efek pembelajaran dari model-model pembelajaran
tersbut adalah seperti uraian berikut ini.
1. Inquiry Training
Untuk model ini, terdapat tiga prinsip utama, yaitu bahwa
pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat alamiah ingin tahu, dan
manusia mampu mengembangkan dirinya secara mandiri. Prinsip pertama
menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua

280
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

mengindikasikan pentingkan peserta didik melakukan eksplorasi, dan yang


ketiga kemandirian, akan bermuara pada integritas dan sikap ilmiah.
Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce &
Weil, 1980) seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 1.4 Pembelajaran Inquiry Training
Tahapan Kegiatan
Pembelajaran Pembelajaran
1. Menghadapkan Penjelasan prosedur penelitian,
permasalahan menyajikan situasi yang saling bertentangan
Memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi,
2. Menemukan masalah
menganalisis timbulnya masalah
3. Mengumpulkan data Memilih variabel-variabel yang sesuai,
eksperimen merumuskan hipotesis
4. Mengorganisasikan
Merumuskan dan menjelaskan hasil temuan
temuan
5. Refleksi proses Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur
eksperimen yang lebih efektif
Adaptasi dari: Joyce & Weil, (1980).

Sistem sosial yang dikembangkan dalam kelas adalah kerjasama,


kebebasan intelektual, dan kesamaan derajat. Dalam proses kerjasama,
interaksi peserta didik harus didorong dan digalakkan. Lingkungan intelektual
ditandai oleh sifat terbuka terhadap berbagai ide yang relevan. Partisipasi
guru dan peserta didik dalam pembelajaran dilandasi oleh paradigma
persamaan derajat dalam mengakomodasikan segala ide yang berkembang.
Prinsip-prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah: pengajuan
pertanyaan yang jelas dan lugas, menyediakan kesempatan kepada peserta
didik untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan butir-butir yang kurang
sahih, menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan, menyediakan
suasana kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan atas
interaksi, hasil eksplorasi, formulasi, dan generalisasi peserta didik.
Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi
konfrontatif yang mampu membangkitkan proses intelektual peserta didik
dan masalah-masalah yang menantang peserta didik untuk melakukan
penelitian.
Dampak pembelajaran model ini adalah menguasai model penelitian
dan semangat kreatif. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat
memahami tentatif krilmuan, memliki keterampilan proses keilmuan, memiliki
sikap otonomi, dan toleransi terhadap ketidakpastian.
2. Inquiri Jurisprudensi.
Model inquiri jurisprudensi dikembangkan Donald Oliver dan James
Shaver P. (1966/1974), startegi ini dikembangkan untuk membantu peserta
didik belajar berpikir sistematis tentang berbagai isu-isu kontemporer.
Kemampuan berpikir sistematis dibutuhkan siswa untuk menyikapi isu-isu
terkini berkaitan dengan kebijakan kepentingan publik serta menganalisis
posisi-posisi alternatif yang tepat sebagai warga negara. Model Inkuiri
Jurisprudensi didasarkan pada konsepsi masyarakat dimana setiap orang
memiliki pandangan dan prioritas yang berbeda-beda dan nilai-nilai sosial

281
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

seringkali berbenturan satu dengan lainnya. Untuk mengatasi isu-isu


kompleks dan kontroversial dalam konteks masyarakat yang produktif
mengharuskan setiap warga negara memiliki kemampuan untuk saling
berdiskusi dan menegosiasikan perbedaan mereka
Efek lansung pembelajaran inquiri jurisprudensi adalah penguasaan
kemampuan menganalisa masalah, kemampuan untuk melakukan dialog
intensif dengan orang lain, memotivasi untuk terlibat kegiatan sosial dan
membangkitkan keinginan melakukan aksi-aksi sosial. Sikap memelihara
nilai-nilai pluralisme dan penghormatan terhadap sudut pandang orang lain
dan juga mendukung penggunaan emosi dalam merespon kebijakan sosial.
Penguasaan keterampilan dalam mengidentifikasi permasalahan kebijakan;
penerapan nilai-nilai sosial; penggunaan analogi untuk mengeksplorasi isu-
isu; dan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
faktual dan nilai. Hal ini dapat meningkatkan respon emosi pebelajar dalam
hal kebijakan sosial, meskipun model ini membawa ke dalam bermacam-
macam tanggapan emosional siswa.
Sintak atau prosedur pembelajaran inkuiri jurisprudensi dapat
diilustrasikan seperti tabel berikut ini.

Tabel 1.5 Pembelajaran Inquiry Jurisprudensi


Tahap Pebelajaran Kegiatan pembelajaran
 Guru memperkenalkan bahan ajar berbagai fakta kasus kebijakan
Tahap Satu:
yang kontroversi
Orientation to the Case
 Guru menyampaikan ulasan fakta secara garis besar
Tahap Dua:  Siswa mensintesa fakta masalah kebijakan publik.
Identifying the Issues  Siswa memilih salah satu isu kebijakanuntuk materi diskusi.
 Siswa mengidentifikasi nilai-nilai dan nilai- nilai yang konflik.
 Siswa menyusun pertanyaan-pertanyaan faktual dan definisi
Tahap Tiga:  Siswa mengartikulasikan atau mengambil posisi terhadap isu
Taking Positions yang didiskusikan.
 Siswa menentukan posisiawal terhadap isu-isu sosial
ataukonsekuensi dari keputusan tersebut.
Tahap Empat:  Menetapkan titik letak pelanggaran nilai (faktual).
Exploring the Stance(s),  Membuktikan posisi nilai yang diinginkan atau tidak diinginkan.
Patterns of  Memperjelas konflik nilai dengan analogi
Argumentation  Menegaskan prioritas satunilai di atas yang lain dan menunjukkan
dukungannya.
Tahap Lima:  Siswa menyatakan posisi dan alasan untuk posisi dalam sejumlah
Refining and Qualifying situasi yang sama.
the Positions  Siswa memenuhi persyaratan posisi yang diambil.
Tahap Enam:  Mengidentifikasi asumsi faktual
Testing Factual  menentukan apakah mereka relevan.
Assumptions  Menentukan konsekuensi dan memeriksa validitas faktual yang
Behind Qualified akan benar-benar terjadi?
Positions
Adaptasi dari: Bruce. Weil, M. (2003)

Efek lansung model pembelajaran model inkuiri jurisprudensi yaitu


peserta didik menguasai kemampuan menganalisa masalah, kemampuan
untuk melakukan dialog intensif dengan orang lain, memotivasi untuk terlibat
kegiatan sosial dan membangkitkan keinginan melakukan aksi sosial.

282
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Memelihara nilai-nilai pluralisme dan penghormatan terhadap sudut pandang


orang lain dan juga mendukung penggunaan emosi dalam merespon
kebijakan sosial. Peserta didik menguasai keterampilan mengidentifikasi
permasalahan kebijakan, penerapan nilai-nilai sosial, penggunaan analogi
untuk mengeksplorasi isu-isu, dan kemampuan untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah faktual dan nilai. Hal ini dapat meningkatkan
respon emosi pebelajar dalam hal kebijakan sosial, meskipun model ini
membawa ke dalam bermacam-macam tanggapan emosional siswa.
3. Group Investigation
Model pembelajaran group investigation bermula dari perpsektif
filosofis terhadap konsep belajar John Dewey. Pada tahun 1916, John
Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends, 1998).
Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan
cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang
kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan
(Jacob.1996), adalah: (1) peserta didik hendaknya aktif, learning by doing;
(2) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) pengetahuan adalah
berkembang, tidak bersifat tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai
dengan kebutuhan dan minat peserta didik; (5) pendidikan harus mencakup
kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati
satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting; (6) kegiatan
belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Gagasan-gagasan
Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation yang kemudian
dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas
hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji
masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998).
Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran
(Slavin, 1995), yaitu seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 1.6 Pembelajaran Group Investigation


Tahap Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
 Menetapkan jumlah anggota kelompok,
 Menentukan sumber belajar,
Grouping  Memilih topik,
 Merumuskan permasalahan
 Menetapkan apa yang akan dipelajari,
Planning  Bagaimana mempelajari,
 Siapa melakukan apa dan apa tujuannya
 Saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan
Investigation informasi, menganalisis data, membuat inferensi
 Anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
Organizing
laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis
 Salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,
Presenting mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau
tanggapan
 Masing-masing peserta didik melakukan koreksi terhadap laporan
Evaluating masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, peserta didik dan
guru berkolaborasi

283
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Sistem sosial yang dikembangkan adalah meminimalisir arahan guru,


demokratis, guru dan peserta didik memiliki status yang sama yaitu
menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan.
Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai
konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut
ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan
pemaknaan perseorangan. Dampak pembelajaran yang timbul adalah
memiliki pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelitian yang
berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam.
Sebagai dampak pengiring pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan
komitmen dalam bernegara, kebebasan sebagai peserta didik, penumbuhan
aspek sosial, interpersonal, dan intrapersonal.

4. Project Based Learning (PjBL)


Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang
memperhatikan pemahaman peserta didik dalam melakukan eksplorasi,
penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi melalui cara yang bermakna
(Bell, 2005). Pembelajaran berbasis proyek juga merupakan suatu model
pembelajaran yang menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah yang
bermakna, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, proses pencarian
berbagai sumber, pemberian kesempatan kepada anggota untuk bekerja
secara kolaborasi, dan menutup dengan presentasi produk nyata.
Pembelajaran berbasis proyek ini tidak hanya mengkaji hubungan antara
informasi teoritis dan praktek, tetapi juga memotivasi peserta didik untuk
merefleksi apa yang mereka pelajari dalam pembelajaran dalam sebuah
proyek nyata serta dapat meningkatkan kinerja ilmiah mereka Grant (2008).
Sintak model pembelajaran berbasis proyek terdiri lima langkah utama
(Trisna Sastradi, 2013) seperti deskripsi pada tabel berikut ini.

Tabel 1.7 Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)


Tahap Kegiatan
Pembelajaran Pembelajaran

Tema proyek hendaknya memenuhi indikator-indikator berikut:


Menetapkan tema (a) memuat gagasan yang penting dan menarik,
proyek (b) mendeskripsikan masalah kompleks,
(c) mengutamakan pemecahan masalah.

Konteks belajar hendaknya memenuhi indikator-indikator berikut:


(a) mengutamakan otonomi peserta didik,
Menetapkan konteks (b) melakukan inquiry
belajar (c) peserta didik mampu mengelola waktu secara efektif dan efesien,
(d) peserta didik belajar penuh dengan kontrol diri dan bertanggung
jawab
Merencanakan Merencanakan proyek dan mencari sumber yang berkait dengan tema
aktivitas proyek.
(a) membuat sketsa,
Memeroses aktivitas
(b) melukiskan analisa rancangan proyek.

284
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

Langkah-langkah yang dilakukan, adalah:


(a) mengerjakan proyek berdasarkan sketsa,
Penerapan aktivitas
(b) membuat laporan terkait dengan proyek, dan
(c) mempresentasikan proyek

Menilai semua proses Menilai semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh tiap pelajar
pengerjaan proyek berdasar pada partisipasi dan produktivitasnya dalam pengerjaan proyek.
Adaptasi dari: Trisna Sastradi. (2013:3-7)

Sistem sosial yang dikembangkan oleh peserta didik dalam tim adalah
merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsensus
tentang tugas yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan apa, dan bagaimana
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam berinvestigasi.
Keterampilan yang akan dikembangkan peserta didik merupakan
keterampilan yang esensial sebagai landasan untuk keberhasilan proyek
mereka. Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan melalui kolaborasi
dalam tim menyebabkan pembelajaran menjadi aktif, di mana setiap individu
memiliki keterampilan yang bervariasi sehingga setiap individu mencoba
menunjukkan keterampilan yang mereka miliki dalam kerja tim mereka.
Prinsip reaksi yang dikembangkan guru adalah pembelajaran secara
aktif dapat memimpin peserta didik ke arah peningkatan keterampilan dan
kinerja ilmiah. Kinerja ilmiah tersebut mencakup prestasi akademis, mutu
interaksi hubungan antar pribadi, rasa harga diri, persepsi dukungan sosial
lebih besar, dan keselarasan antar para peserta didik.
Dampak model pembelajaran berbasis proyek adalah memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar,
melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan
produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain. Peserta didik
terdorong lebih aktif dalam belajar sehingga dapat meningkatkan kinerja
ilmiah peserta didik, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan
mengevaluasi proses dan produk hasil kinerja peserta didik meliputi outcome
yang mampu ditampilkan dari hasil proyek yang dikerjakan.

KESIMPULAN
Era society 5.0 secara langsung atau tidak langsung akan
berpengaruh pada segala bidang kehidupan, di bidang pendidikan harus
diperkuat dengan melakukan perubahan kompetensi yang dibelajarkan
kepada peserta didik dan menerapkan model-model pembelajaran inovatif di
sekolah. Kompetensi kecakapan abad 21 yaitu meliputi kreatif, kritis,
fleksibel, terbuka, inovatif, tangkas, kompetitif, peka terhadap masalah,
menguasai informasi, mampu bekerja dalam “team work” lintas bidang, dan
beradaptasi terhadap perubahan merupakan kompetensi penting untuk
dibelajarkan kepada peserta didik untuk menghadapi tantangan dan tuntutan
hidup di era society 5.0 yang akan datang. Model pembelajaran yang
menekankan pada proses deduksi, proses transfer pengetahuan oleh guru
kepada peserta didik tidak mampu lagi menjangkau percepatan perubahan
yang terjadi. Model pembelajaran berparadigma konstruktif, berpusat pada
peserta didik dan berbasis eksperimen merupakan pilihan model strategis
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga unggul hidup dalam

285
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

masyarakat society 5.0 yang penuh dengan tantangan sekaligus peluang.


Model pembelajaran yang dapat memfasilitasi pembelajaran kompetensi
kecakapan abad 21 di sekolah adalah model pembelajaran berbasis
eksperimen yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik. Model
pembelajaran berbasis eksperimen sebagai alternatif membelajarkan
kompetensi kecakapan abad 21menghadapi era society 5.0, yaitu (1) inquiry
training, (2) inkuiri jurisprudensi, (3) group investigation dan (4) project based
learning.
Pembelajaran kompetensi kecakapan abad 21 dengan model-model
pembelajaran berbasis penemuan tersebut perlu diujicobakan untuk
mengetahui tingkat efefktifitasnya. Oleh karena itu, saran tindak lanjut dari
seminar makalah ini adalah para pendidik melakukan kegiatan penelitian
eksperimen menguji efektivitas model-model pembelajaran tersebut di kelas
sesuai tujuan pembelajaran, karakter peserta didik dan mata pelajaran.

DAFTAR RUJUKAN
Arends, R. I. 1998. Learning to teach. Singapore: Mc Graw-Hill book
Company.
Bell, B.F. 2005. “Children’s Science, Contructivism and Learning in
Science”. Tersedia pada: http://www.gsn.org/web/ontructivism
/whatis.htm.
Burden, P. R., & Byrd, D. M. 1996. Method for effective teaching, second
edition. Boston: Allyn and Bacon.
Doppelt, Y. 2005. “Assessment of Project-Based Learning”. International
Journal of Technology Education, Volume16, Nomor 2. Tersedia pada:
http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/v16n2/pdf/doppelt.pdf. diakses 18
September 2019
Eng. Ansarullah Lawi. 2019. Society 5.0 Solusi Masa Depan Dunia
http://hotnewsbatam.com/2019/02/19/society-5-0-solusi-masa-depan-dunia/,
diakses 15 September 2019
Fatur Rahman. 29 Januari 2019. Society 5.0: Konsep Peradaban Masa
Depan
https://medium.com/hmif-itb/society-5-0-konsep-peradaban-masa-depan-
d1b29ebbac9e, diakses 26 September 2019
Gunter, M. A., Estes, T. H., & Schwab, J. H. 1990. Instruction: A models
approach. Boston: Allyn and Bacon.
Irianto, D. 2017. Industry 4.0; The Challenges of Tomorrow. Seminar
Nasional Teknik Industri, Batu-Malang.
Joyce, B., & Weil, M. 2013. Models of teaching. New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.
Kemendikbud. 2017. Implementasi kecakapan abad 21 Kurikulum 2013 di
Sekolah Menengah.
Krulik, S., & Rudnick, J. A. 1996. The new sourcebook for teacing reasoning
and problem solving in Junior and Senior High School. Boston: Allyn
and Bacon.
Lee, J., Lapira, E., Bagheri, B., Kao, H., (2013). Recent Advances and
Trends in Predictive Manufacturing Systems in Big Data Environment.
Manuf. Lett. 1 (1), 38–41.

286
“Penguatan Pendidikan & Kebudayaan untuk Menyongsong Society 5.0” 2019

LPPM Unika Soegijapranata. 9 Agustus 2019 . Budaya Menjadi Penentu


Arah Society 5.0 di Indonesia
http://news.unika.ac.id/2019/08/budaya-menjadi-penentu-arah-society-5-0-di-
indonesia, diakses 24 September 2019
Mayer, R. E. 1999. Designing instruction for constructivist learning. Dalam
Reigeluth, C.M.(Ed.): Instructional-design theories and models: A new
paradigm of instructional theory, volume II. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates, Publisher.
Muhamad Yahya. 2018. Pidato ilmiah Era Industri 4.0: Tantangan dan
peluang Pendidikan kejuruan Indonesia. Makasar: Universitas Negeri
Makasar
Prisecaru, P. 2016. Chalenges of the Fourth Industrial Revolution.
Knowledge Horizon Economic. 8(1), 57-62.
Saskatchewan. 1991. Intructional Approach. Satkatchewan Education
Sung, T.K. 2017. Industri 4.0: a Korea perspective. Technological
Forecasting and Social Change Journal, 1-6.
Schwab, Kaluse. 2016. The Fourth Industrial Revolution. World
Economic Forum®
Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and
Bacon.
Sriyadi . 2019. Peran Pendidikan dan Kebudayaan di Era Society 5.0,
Sebagai Penentu Kemajuan Bangsa
http://kalimayanews.com/peran-pendidikan-dan-kebudayaan-di-era-society-
5-0-sebagai-penentu-kemajuan-bangsa/, diakses 5 September 2019
Tempo. 29 Januari 2019. Mengenal Visi Jepang Society 5.0: Integrasi Ruang
Maya dan Fisik
https://dunia.tempo.co/read/1245855/topan-faxai-putus-pasokan-listrik-
hampir-1-juta-rumah-di-jepang, diakses 12 September 2019
Trilling, B & Fadel, C. 2009. 21st-century skills: learning for life in our times.
US: Jossey-Bass A Wiley Imprint.
Trisna Sastradi. 2013. Model Pembelajaran Berbasis Proyek Tersedia pada:
http://mediafunia.blogspot.com/2013/02/model-pembelajaran-berbasis-
proyek.html 13 September 2019

287

Anda mungkin juga menyukai