Anda di halaman 1dari 6

ANTISIPASI MENGHADAPI PERADAPAN 5.

Perguruan Tinggi (PT) harus mengambil peran dalam menyiapkan lulusannya agar kompeten
dan mampu memasuki lapangan kerja yang dibutuhkan dunia saat ini. Bidang pendidikan
harus direvolusi dan berorientasi pada pembelajaran yang lebih modern. Demikian
disampaikan oleh Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec, Rektor Universitas Widya Mataram
(UWM) Yogyakarta sebagai narasumber dalam Webinar Nasional Kampus Merdeka-
Merdeka Belajar yang digelar Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Lamongan
melalui Zoom Video Conference pada Rabu (25/11/2020) dan diikuti peserta tak kurang dari
430 orang.

Webinar nasional yang bertema Menakar Kesiapan SDM Indonesia dalam Menghadapi
Society 5.0 itu juga menghadirkan narasumber lain diantaranya Prof. Dr. Aris Junaidi
(Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswa Dirjen Kemendikbud), Budiman Sudjatmiko
M.Sc., M.Phil. (Founder Inovator 4.0 Indonesia dan Penulis Buku Anak-anak Revolusi), dan
Diah Puspitasari, S.Sos (Pegiat Kesetaraan Gender dan Penggagas Kampus Ramah
Perempuan).

Rektor UWM tersebut mengatakan, berdasarkan riset World Economic Forum (WEF) 2020,
terdapat 10 kemampuan utama yang paling dibutuhkan untuk menghadapi era Revolusi
Industri 4.0, yaitu bisa memecahkan masalah yang komplek, berpikir kritis, kreatif,
kemampuan memanajemen manusia, bisa berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan
emosional, kemampuan menilai dan mengambil keputusan, berorientasi mengedepankan
pelayanan, kemampuan negosiasi, serta fleksibilitas kognitif. 10 Kemampuan ini juga relevan
dalam menghadapi Society 5.0.

“Society 5.0 dibuat sebagai solusi dari Revolusi 4.0 yang ditakutkan akan mendegradasi umat
manusia dan karakter manusia. Di era Society 5.0 ini nilai karakter harus dikembangkan,
empati dan toleransi harus dipupuk seiring dengan perkembangan kompetensi yang berfikir
kritis, inovatif, dan kreatif. Society 5.0 bertujuan untuk mengintegrasikan ruang maya dan
ruang fisik menjadi satu sehingga semua hal menjadi mudah dengan dilengkapi artificial
intelegent,” terang Prof. Edy Wakil Ketua Majelis Diklitbang PP Muhammadiyah itu.

Menurut Anggota Parampara Praja Pemda DIY itu, pada Era Society 5.0 pekerjaan dan
aktivitas manusia akan difokuskan pada Human-Centered yang berbasis pada teknologi.
Namun, jika manusia tidak mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan maka
Society 5.0 masih sama saja dengan era disrupsi yang seperti pisau bermata dua. Pada satu
sisi dapat menghilangkan lapangan kerja yang telah ada, namun juga mampu menciptakan
lapangan kerja baru.

Langkah yang seharusnya dilakukan dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia selain memperkuat kualitas pendidikan dan kompetensi bagi mahasiswa, campur
tangan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Dalam menyiapkan SDM unggul dan bersaing
di era Society 5.0 akan sulit jika hanya mengandalkan lembaga pendidikan saja. Elemen
masyarakat dan pemangku kepentingan harus terlibat didalamnya mulai dari pemerintah
pusat dan daerah, organisasi nirlaba, dan masyarakat.

“SDM Indonesia harus meningkatkan kualitasnya dan selalu untuk melakukan inovasi-
inovasi sehingga melahirkan berbagai kreasi yang memberikan kontribusi bagi kemajuan
lingkungan dan masyarakat umumnya. Saat ini inovasi adalah suatu keniscayaan, sehingga
sering dikumandangkan adagium innovate or die,” tegas Ketua Forum Rektor Indonesia
(FRI) periode 2008-2009 itu.

Sementara itu, Prof. Aris menyampaikan, Society 5.0 merupakan A New Humanism yang
menawarkan model baru untuk pemecahan persoalan sosial untuk mencapai Sustainable
Development Goals (SDGs). Era Society 5.0 dan pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan
bagi dunia pendidikan untuk bisa bertahan, sehingga dari pemerintah sendiri memunculkan
berbagai strategi dan metode sebagai respon atas kondisi itu.

“Mahasiswa abad 21 harus dibekali dengan keahlian-keahlian tertentu yang terpilah menjadi
3 bagian yakni literasi dasar, kompetensi, dan karakter yang seluruhnya terdiri dari 16
keahlian,” sebut Prof. Aris. Menurutnya, program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka salah
satunya memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk menambah keterampilan melalui 8
aktivitas.

Menghadapi society 5.0 dan pandemi Covid-19, lanjut Prof Aris, Dikti juga memberikan
berbagai dukungan kepada dunia pendidikan dengan menyediakan platform untuk
pembelajaran daring, bekerjasama dengan provider telekomunikasi untuk mengupayakan
biaya internet terjangkau, memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan program
pengakuan kredit antara universitas melalui pembelajaran daring. Dikti juga terus
memberikan pelatihan kepada dosen agar mampu menciptakan materi pembelajaran daring
secara berkelanjutan. Di samping itu dukungan dikti juga dengan memanfaatkan Massive
Open Online Course/MOOC’s internasional.

Melalui Society 5.0, kecerdasan buatan yang memperhatikan sisi kemanusiaan akan
mentransformasi jutaan data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang
kehidupan.  Generasi muda Indonesia, dalam hal ini, berperan sebagai masyarakat yang
mengaplikasikan roadmap tersebut. Generasi muda harus siap menghadapi Era Society 5.0 di
Indonesia dengan memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada karena SDM dalam
negeri tak kalah berkualitas dengan SDM luar negeri, juga diharapkan dengan adanya Society
5.0 ini dapat mengembangkan SDM di negara Indonesia, melihat masih adanya
kesenggangan SDM di berbagai bidang. Society 5.0 sebagai komplemen Revolusi Industri
4.0, perlu diarahkan pada peran generasi muda untuk kemajuan bangsa Indonesia di masa
mendatang. Generasi muda memiliki perilaku kreatif dan inspiratif, cenderung membangun
pola kerja mereka dengan keterampilan interpersonal yang kuat,. Generasi muda yang kreatif,
inovatif dan produktif, sejak dini perlu diperkaya dengan keterampilan soft skill yang
tertuang dalam Society 5.0. Tentu kemampuan paripurna tersebut diharapkan berhasil
memenangkan persaingan di Era disruptif dan dunia tak berbatas. Untuk itu, Badan Eksekutif
Mahasiswa UPN Veteran Jakarta (BEM UPNVJ) menggelar Webinar Nasional yang bertajuk
“Peran Generasi Muda Sebagai Agent of Change Dalam Mencapai Era Society 5.0” (1/12/20).
Webinar ini merupakan rangkaian dari kegiatan Pekan Intelektual Mahasiswa Veteran Jakarta
2020 (PIMVJ 2020).

Kegiatan ini sebagai puncak acara sekaligus penutupan rangkaian acara PIMVJ 2020. Dengan
menghadirkan pembicara dan pemerhati revolusi industri atau Era Society 5.0, diharapkan
mahasiswa/i yang terlibat dalam kegiatan ini tidak berhenti untuk berkontribusi pada bangsa
dan negaranya, tetapi terus termotivasi dan memiliki semangat untuk mencapai Era Society
5.0. Kegiatan ini dilaksanakan secara online menggunakan media video conference yang
dihadiri oleh tiga narasumber yang ahli di bidangnya masing-masing, diantaranya; Dr.
Miguna Astuti - Dosen UPNVJ membahas mengenai Peluang Inovasi Digital Kreatif Dalam
Masa Saat Ini, Yuliandre Darwis, M.Mass.Comm, Ph.D – Komisioner Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat membahas mengenai Menumbuhkembangkan Inovasi Dalam Dunia
Ekonomi Kreatif , Rizky Emirdhani Utama - Government Relations Specialist at PT Jakarta
Propertindo (Perseroda) membahas mengenai Implementasi Peran Anak Muda Dalam
Menghadapi Perubahan Menuju Era Society 5.0 serta dipimpin oleh moderator Disa
Prihantini selaku Humas UPNVJ, kegiatan ini diikuti oleh kurang lebih 200 peserta yang
terdiri dari mahasiswa UPNVJ dan mahasiswa dari beberapa kampus lain.

Target yang ingin dicapai diantaranya yaitu untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa/i
tentang pengertian dan pentingnya inovasi digital di masa sekarang, Menumbuhkembangkan
potensi dan inovasi mahasiswa/i dalam dunia ekonomi kreatif, dan tentunya untuk
Meningkatkan pemahaman mahasiswa/i dalam menghadapi perubahan menuju Era Society
5.0.

Pemikiran dan Kesadaran Menyongsong


Era Society 5.0
Perkembangan teknologi telah membawa kita masuk ke dalam sebuah peradaban baru yang
berkonsepkan kemajuan intelektualitas. Bukan hanya masyarakat yang dituntut beradaptasi,
melainkan juga pemerintah.

Oleh AMRIN PANDIANGAN


21 November 2021 12:00 WIB · 5 menit baca
Kompas

Supriyanto

Perkembangan tekhnologi dalam berbagai aspek kehidupan manusia saat ini telah membawa
kita masuk ke dalam sebuah peradaban baru yang berkonsepkan kemajuan intelektualitas. Hal
ini mengarahkan kehidupan manusia saat ini masuk ke era digitalisasi sampai kepada
artificial intelligence atau kecerdasan buatan.

Apabila kita menilik evolusi pemikiran manusia dari masa ke masa dalam kajian secara
historis materialis, terdapat suatu karakter ataupun ciri sendiri. Tekhnologi yang berkembang
secara dinamis turut serta mendorong pola perubahan sosial di kehidupan masyarakat, di
mana masyarakat harus mampu secara adaptif mengikuti arus kemajuan agar tidak
ketinggalan.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Talcott Parson di mana dalam proses evolusi setiap
anggota masyarakat harus bisa beradaptasi ataupun menyesuaikan diri terhadap tantangan
yang akan datang. Pada masa sekarang ini peradaban baru saat ini dalam konteks modernisasi
pemikiran serta kesadaran telah membawa kehidupan manusia masuk ke arah Society 5.0.

Baca Juga: Society 5.0 untuk Indonesia

Perbandingan
Pola kehidupan Society 5.0 saat ini mendorong setiap manusia dalam kehidupan
bermasyarakat harus mampu mengaplikasikan teknologi canggih yang ada untuk
mempermudah kehidupannya sehari-hari. Beberapa negara Asia sudah menyesuaikan konsep
Society 5.0 dalam mendukung kehidupan berekonomi, sosial, politik. Sebagai contoh di
Jepang yang telah menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang
berbasiskan internet untuk mempermudah kehidupan pemerintahan maupun warganya.

Pada 2016, Jepang membentuk sebuah skema baru mengenai masyarakat super cerdas, di
mana akses internet yang merupakan dasar dari akses digitalisasi yang ada. Industri robotik,
drone sebagai alat pengantar barang, perawatan daring secara virtual, dan beberapa teknologi
modern lainnya yang menjadi sarana untuk mempermudah kehidupan masyarakat.

Pada 2016, Jepang membentuk sebuah skema baru mengenai masyarakat super cerdas, di
mana akses internet yang merupakan dasar dari akses digitalisasi yang ada.

Di China, perkembangan kemajuan tekhnologi yang pesat dan disertai pertumbuhan jumlah
penduduk yang besar membuat pemerintahan China menekan tindak sosial ataupun perilaku
masyarakatnya. Negara yang dijuluki ”Tirai Bambu” ini memanfaatkan AI sebagai jalan
untuk mengarahkan masyarakatnya agar sesuai dengan apa yang diharapkan pemerintah.

Kebijkan social credit menjadi salah satu contoh nyata dari kehidupan Society 5.0 yang
berlangsung di China. Pemerintah China membangun sebuah basis data yang begitu besar
dalam akses digitalisasi yang diatur oleh pemerintahnya sendiri, dengan membangun ratusan
juta CCTV yang telah dilengkapi dengan AI. Secara tidak langsung kehidupan sosial
masyarakatnya dipantau oleh pemerintah sebab sistem AI dalam CCTV tersebut dapat
mengenal setiap warga yang ada.

Tantangan peradaban

Aspek digitalisasi yang berdasarkan internet conection bukan hal baru bagi masyarakat
Indonesia. Penerapan berbagai kebijakan ataupun konsep-konsep baru seperti smart city,
literasi digital, desa pintar dan hal-hal lainnya memerlukan good internet conection. Di
tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat di Indonesia, belum selaras dengan
pemerataan pembangunan infrastruktur yang layak dalam mendukung akses kehidupan
sehari-hari.

Selain itu, sosialisasi ataupun pemahaman digitalisasi kepada setiap masyarakat juga masih
sangat kurang, terlebih dalam penggunaan akses teknologi yang berbasiskan internet
conection. Tidak semua masyarakat memiliki perangkat ataupun alat eloktronik yang
berbasiskan internet conection. Terjadi sedikit perbedaan di mana masyarakat perkotaan lebih
fleksibel dibandingkan dengan masyarakat perdesaan yang masih terlihat kaku dalam
menerima kemajuan teknologi. Hal ini karena keterbatasan informasi atau akses yang
disampaikan.

Baca Juga: Memandang Revolusi Peradaban Masyarakat 5.0 dari Perspektif Indonesia

Di sisi lain dalam kondisi sosial masyarakat saat ini, banyak masyarakat baik di daerah-
daerah terpencil belum merasakan efek langsung dari kemajuan teknologi digital saat ini.
Kondisi ini dapat menimbulkan ketimpangan sosial seperti yang dikatakan William Ogburn
di mana ada perubahan sosial yang melibatkan unsur-unsur dalam masyarakat yang saling
berhubungan antara satu dan yang lainnya.

Ketimpangan sosial itu dapat terlihat jelas di Indonesia dari sektor kualitas sumber daya
manusia dari setiap daerah, program pembangunan yang belum merata di mana aspek
kehidupan masih berfokus kepada masyarakat industri di perkotaan. Hal ini tentu menjadi
masalah dan pekerjaan rumah yang harus segera diatasi oleh pemerintah dalam menghadapi
era Society 5.0.

Efek dari ketidaksiapan dalam menghadapi Society 5.0 dapat menimbulkan degredasi
(turunnya) moral dalam masyarakat. Kemerosotan moral ini merupakan fenomena sosial
yang dapat dilihat dari banyaknya peristiwa di social media (Facebook, Twitter, Instagram),
media daring. Di mana dalam satu peristiwa yang begitu cepat dapat diakses masyarakat
menjadi buah bibir karena adanya multi interpretasi, adanya hujatan, ujaran kebencian dan
beberapa hal lainnya menjadi bukti masyarakat belum mampu secara positif dan adaptif
menyambut kemajuan digitalisasi serta Society 5.0

Indonesia di arah Society 5.0

Dalam arus pemikiran Emile Durkheim, ada struktural yang saling menghubungkan setiap
warga masyarakat dalam menjalanan peranan sosialnya masing-masing. Begitu pula dalam
era Society 5.0 ini, setiap struktur sosial dalam masyarakat saling terkait. Sebab, penggunaan
teknologi di mana manusia yang menjadi komponen utamanya (human based) mampu
menciptakan suatu nilai yang berguna melalui perkembangan teknologi.

Pada era perkembangan zaman mutakhir yang serba akses digitalisasi dan munculya AI
tersendiri tidak membuat Indonesia menjadi negara yang hanya diam di tempat dan melihat
perkembangan Society 5.0 ke depan. Saat ini Pemerintah Indonesia juga turut serta dalam
penyesuaian dan penggunaan teknologi yang serba modern di sektor pendidikan, ekonomi,
sosial, dan lainnya.

Di bidang pendidikan, misalnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim tengah gencar


menyosialisasikan ide kampus merdeka menyongsong Society 5.0. Tujuannya, menciptakan
generasi muda yang bisa bertransformasi dengan kreativitasnya memanfaatkan teknologi.
Kita sadar bahwa dalam arah Society 5.0 diperlukan sebuah inovasi baru dari generasi
milenial yang berwawasan global, adaptif, kreatif, dan memiliki kemampuan dalam
memecahkan masalah yang kompleks di era Society 5.0.

Baca Juga: Pendidikan Era Baru

Dalam aspek ekonomi pun, seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa e-commerce merupakan salah satu sektor utama
yang mendukung ekonomi digital di Indonesia. Teknologi digital digunakan dalam berbagai
sektor ekonomi dan bisnis, layanan kesehatan, transportasi dalam jaringan (daring), ataupun
Internet of Things yang menjadi kunci kesuksesan dalam menghadapi peradaban baru Society
5.0.

Menghadapi era baru yang berbasiskan teknologi saat ini dalam konsep Society 5.0,
pemerintah pada dasarnya harus bersinergi dengan semua elemen masyarakat, baik itu
akademisi, pengusaha, politisi, media, aparatur negara, ulama, dan lainnya. Titik capaian
keberhasilan dalam menguasai era Society 5.0 dapat terlihat dari bagaimana seluruh lapisan
masyarakat dapat menggunakan kemajuan akses teknologi secara positif agar tidak terjadi
ketimpangan sosial yang mengarah pada kemerosotan yang semakin berlanjut serta tingkat
kriminalitas yang tinggi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai