Anda di halaman 1dari 15

HAKIKAT MANUSIA

(Sebagai Individu dan Anggota Masyarakat dalam Perspektif Islam)

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Maragustam, M. A

Disusun oleh:
FILZA AISYA
NIM. 22204011030

Kelas PAI 1B

PRODI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAMA NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA
2022
HAKIKAT MANUSIA
(Sebagai Individu dan Anggota Masyarakat dalam Perspektif Islam)

Filza Aisya
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Email: filzaaisya11@gmail.com

Abstrak
Makalah ini bertujuan untuk menguraikan makna hakikat manusia baik itu sebagai
individu dan sebagai anggota masyarakat berdasarkan perspektif Islam. Adapun
jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu berupa library research (kepustakaan)
yang mana sumber datanya berasal dari buku, artikel dan beberapa literatur
lainnya. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan analisis
konten supaya memudahkan untuk menemukan ide pokok dari berbagai sumber
yang telah dikumpulkan, kemudian dinarasikan ke dalam fokus kajian. Adapun
hasil dari kajian ini manusia dan masyarakat merupakan sama-sama makhluk
sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Mereka tidak bisa hidup sendiri
dan mereka saling ketergantungan. Al-Qur’an dalam menyebut manusia yakni al-
Insan (merujuk pada manusia yang memiliki keistimewaan dan potensi), al-
Basyar (merujuk pada manusia sebagai mahluk biologis), sedangkan al-Quran
dalam menyebut masyarakat yakni: an-Nas (merujuk pada manusia sebagai
mahluk sosial) dan Ummah (manusia yang dinamis).

Kata Kunci: Manusia, Masyarakat, Filsafat Islam


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada prinsipnya Allah Swt. menciptakan manusia untuk menunjukkan
keberadaan-Nya sebagai Sang Pencipta di muka bumi ini, yang ditugaskan
untuk beribadah kepada-Nya. Peribadahan manusia ini merupakan sebuah
ketentuan yang harus ditunaikan atas anugerah yang telah diberikan. Berupa
fasilitas dan kenikmatan yang perlu disyukuri dengan berbagai kegiatan yang
positif. Baik secara vertikal (hablum minallah) maupun secara horizontal
(hablum minannas).1
Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah Swt. yang
diberikan banyak kelebihan dari makhluk yang lainnya, Selain karena
keistimewaannya manusia juga makhluk unik dan utuh. Hal ini juga yang
membuat manusia tidak ada habisnya dibahas oleh para pemikir dari zaman
Yunani sampai zaman sekarang. Karena mendeskripsikan manusia bukanlah
perkara yang mudah.2
Hakikat manusia menurut Islam adalah wujud yang diciptakan. Dengan
diciptakannya manusia, hal ini menandakan bahwa Allah Swt. telah
mempersiapkan potensi bagi manusia untuk hidup, yang dalam hal ini
berhubungan dengan konsep fitrah manusia. Menurut Abdul Aziz bahwa fitrah
adalah potensi manusia yang dapat digunakan untuk hidup di dunia. Dengan
adanya potensi tersebut manusia akan mampu mengantisipasi semua
permasalahan hidup yang dihadapi.3 Namun kondisi fitrah yang diberikan oleh
Allah Swt. tidak akan bisa tumbuh dengan subur dan terarah dengan baik, jika
tidak dipelihara dan dikembangkan dengan optimal. Tentunya hal ini mengarah
kepada pendidikan yang sangat penting bagi manusia. Oleh karena itu, potensi
yang dikembangkan dan diiringi dengan pendidikan, akan melahirkan manusia

1
Islamiyah, “MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi Terminologi al-
Basyar, al-Insan, dan an-Nas)”, Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 1, 2020, h. 42.
2
Saihu, “Konsep Manusia dan Implementasinya Dalam Perumusan Tujuan Pendidikan
Islam Menurut Murtadha Muthahhari”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 2, 2019, h. 198.
3
Toni Pransiska, “Konsepsi Fitrah Manusia Dalam Perspektif Islam dan Implikasinya
Dalam Pendidikan Islam Kontemporer”, Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. 17, No. 1, 2016, h. 2.
yang bermutu, peduli dengan lingkungan sekitar serta mampu menjalankan
peran dan fungsi sebagaimana mestinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat manusia dalam perspektif Islam?
2. Bagaimana hakikat masyarakat dalam persepktif Islam?
3. Bagaimana aliran filsafat Islam tentang manusia?
C. Metodologi
Dalam hal ini, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
bekerja pada tataran analitik dan bersifat perspectif emic, yaitu mendapatkan
data bukan dari persepsi peneliti, tetapi berdasarkan fakta-fakta konseptual
maupun fakta teoritis.4 Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini
bersumber dari kepustakaan. Artinya, aktivitas dalam penelitian ini hanya
fokus kepada data-data dari kepustakaan saja.
Sementara itu, menurut M. Nazir, studi kepustakaan adalah teknik
pengumpulan data dengan melakukan studi penelaahan terhadap buku-buku,
literatur, catatan, laporan yang ada kaitannya dengan masalah yang
dipecahkan.5
Untuk mengkaji hakikat manusia, penulis dalam hal ini menggunakan
teknik telaah dokumentasi atau dikenal juga dengan studi dokumentasi sebagai
alat untuk mengumpulkan data. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis isi (content analysis)6 untuk mengungkapkan hakikat
manusia.

4
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research) Kajian Filosofis,
Aplikasi, Proses dan Hasil Penelitian, (Malang: Literasi Nusantara, 2020), h. 9.
5
Sasa sunarsa, Penelusuran Kualitas & Kuantitas Sanad Qiraat Sab (Kajian Takhrij
Sanad Qiraat Sab), (Jawa Tengah: CV Mangku Bumi Media, 2020), h. 23.
6
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, cet 4, edisi revisi, (Yogyakarta:
Media Pressindo, 2008), h. 160.
D. Pembahasan
1. Hakikat manusia
Bicara tentang pendidikan, tentunya tidak terlepas dari hakikat
manusia. Sebab manusia merupakan subjek sekaligus objek dalam
pendidikan.7 Manusia merupakan makhluk Allah Swt. yang terlihat paling
sempurna. Ia diberi seperangkat fasilitas di dalam dirinya guna menjalankan
kehidupan yang dimiliki. Manusia dibekali akal untuk berfikir, sehingga
dapat mengatur kehidupannya di dunia. Adapun tujuan Allah Swt.
memberikan akal kepada manusia ialah agar dapat membedakan mana yang
baik dan buruk.8
Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasad (materi)
dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi
sebagai potensi, seperti indera (pendengaran, penglihatan, penciuman dan
lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dengan pemberdayaan potensi-potensi
tersebut kejalan Tuhanlah, manusia dikatakan sebagai sebaik-baiknya
makhluk ciptaan-Nya dan manusia sempurna.9
a. Hakikat manusia dalam pandangan filosuf Barat
1) Plato
Menurut Plato yang disebut manusia atau pribadi adalah jiwa
sendiri. Sedangkan badan oleh Plato dianggap sebagai alat yang
berguna sewaktu masih hidup di dunia. Tetapi badan disamping
berguna, sekaligus juga memberati usaha jiwa untuk mencapai
kesempurnaan, yaitu kembali pada dunia ide10. Jiwa menurut Plato
sudah berada sebelum bersatu dengan badan. Persatuan jiwa dengan
badan merupakan hukuman karena kegagalan jiwa untuk memusatkan
perhatiannya kepada dunia ide. Plato adalah seorang filsuf yang lebih

7
Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Kaldun (Kritis, Humanis dan
Religius), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), h. 42.
8
Hambali Alman Nasution, dkk., FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM (Pemikiran Para
Tokoh dan Relevansinya Terhadap Dunia Modern), (Yogyakarta: K-Media, 2020), h. 1.
9
Ibid., h. 2.
10
Tafsir Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014),
h. 11.
menyukai hidup menyendiri dan jauh dari kehidupan duniawi, hal ini
sangat mempengaruhi pemikirannya dalam pandangan terhadap
masalah-masalah besar termasuk pendapatnya mengenai manusia.
2) Rene Descartes
Seorang filsuf Perancis yang sering disebut sebagai Bapak
Filsafat Modern. Menurut penganut dualisme tentang manusia ini,
hakikat manusia pada prinsipnnya sama dengan hakikat alam semesta,
yaitu substansi yang memiliki sifat dasar res extensa dan res cogitans,
atau substansi yang memiliki keluasan dan substansi yang berfikir 11.
Pada manusia res extensa teraktualisasi pada tubuh, sedangkan res
cogitans pada jiwa. Descartes emyakini bahwa dalam diri manusia itu
terdapat dua substansi yaitu tubuh dan jiwa yang saling berhubungan
dan berkaitan walaupun keduanya merupakan sesuatu yang sangat
berbeda.
3) John Locke
Seorang filosuf Inggris yang cukup terkenal dan memunculkan
teori tabula rasa yang mengatakan bahwa jiwa manusia itu saat
dilahirkan seperti kertas putih, yang kemudian diisi dengan
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam hidupnya. Maka
menurutnya pengalaman menjadi penentu keadaan seseorang12. Cara
memperbaiki keadaan seseorang menurutnya dengan pendidikan yang
memiliki pengaruh baik untuk meningkatkan kualitas manusia.
Hakikat manusia menurut filosuf barat memang bermacam-
macam perbedaan pendapat dan melahirkan beberapa aliran filsafat
tentang manusia. Namun dari beberapa pendapat di atas yang paling
menonjol adalah pemikiran plato, karena ia mempunyai pemikiran
yang cukup mendalam dan ide yang bagus dalam menangani beberapa
permasalahan, sehingga filosuf yang lain banyak yang mengikuti
pemikiran-pemikirannya.

11
Ibid., h. 12.
12
Ibid., h. 13.
b. Hakikat manusia dalam perspektif Islam
Islam juga memiliki pendapat sendiri mengenai hakikat manusia
ditinjau dari perspektif islam, sebagai berikut:
1) Manusia sebagai al-Insan
Kata insan dari kata uns yang berarti jinak, harmonis. Kata
insan digunakan al-Quran untuk menunjuk manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raga. Menurut Musa Asy’arie kata insan
digunakan sebagai berikut:
a) Manusia menerima pelajaran dari Tuhan apa yang tidak diketahui.
b) Manusia menerima pelajaran berupa al-Bayan (perkataan yang
fasih).
c) Manusia bertanggung jawab atas amanah.
d) Manusia memiliki musuh yang nyata, yakni setan.
e) Waktu digunakan sebaik mungkin agar tidak merugi.
f) Manusia akan mendapat bagian atas apa yang diusahakan.
g) Manusia ada keterkaitan dengan marah dan sopan santun.
Manusia disebut al-Insan di dalam al-Quran mengacu kepada
potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah
kemampuan berbicara, kemampuan menguasai ilmu pengetahuan
melalui proses tertentu dan lain-lain. Namun selain mempunyai
potensi positif ini, manusia sebagai al-Insan juga mempunyai
kebiasaan berperilaku negatif (lupa). Misalnya disebutkan dalam surah
Hud: “Dan jika kami rasakan kepada manusia suatu rahmat,
kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi
putus asa lagi tidak berterimakasih”.13
2) Manusia sebagai makhluk biologis (al-Basyar)
Penggunaan kata al-Basyar dalam al-Quran ditujukan pada hal-
hal yang berkaitan dengan aspek fisik yang tampak pada manusia
secara umum seperti (kulit, rambut dll). Istilah basyar juga digunakan

13
Siti Khasinah, “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat”, Jurnal Ilmiah
Didaktika, Vol. 13, No. 2, 2013, h. 304.
untuk menggambarkan aspek-aspek psikis seperti kebutuhan, batas
kemampuan mengindera (melihat hal ghaib), dengan kata lain basyar
lebih banyak menggambarkan persamaan yang ada pada semua
manusia. Baik aspek fisik maupun psikis.
Hasan Langgulung mengatakan bahwa sebagai makhluk
biologis manusia terdiri dari unsur materi, sehingga memiliki bentuk
fisik berupa tubuh kasar (ragawi). Dengan kata lain, manusia adalah
makhluk jasmaniah yang secara umum terikat kepada kaedah umum
makhluk biologis seperti berkembang biak, mengalami fase
pertumbuhan dan perkembangan, serta memerlukan makanan untuk
hidup, dan pada akhirnya mengalami kematian. Dalam al-Quran surah
al-Mu’minun dijelaskan: “Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari sari pati tanah. Lalu kami jadikan saripati
itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu menjadi
segumpal daging, dan segumpal daging itu kemudian Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk berbentuk lain, maka
Maha Sucilah Allah, pencipta yang paing baik.”14
2. Hakikat masyarakat
Masyarakat berasal dari kata musyarok yang berasal dari bahasa arab
dan memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, dalam bahasa inggris berarti
sosiety. Sehingga masyarakat diartikan sekumpulan manusia yang
berinteraksi dan terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi, dan hukum
tertentu yang sama karena terikat dalam suatu hubungan sosial.15 Dan
masyarakat juga merupakan perwujudan kehidupan bersama yang menyatu
dalam suatu wilayah dengan berbagai kesamaan budaya, dan identitas.
Dalam masyarakat juga berlangsung proses kehidupan sosial yang
menghasilkan interaksi, kerja sama, dan mempunyai hubungan yang sangat

14
Ibid., h. 305.
15
Yunus Kosmajadi, Filsafat Pendidikan Islam, (Universitas Majalengka, 2015). H. 53.
erat untuk memajukan wilayah tersebut dengan berbagai kegiatan positif. 16
Secara umum masyarakat dapat didefinisikan menjadi sekumpulan manusia
yang bertempat tinggal di suatu wilayah dan saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan bersama.
a. Hakikat masyarakat dalam pandangan filosuf Barat
Plato berpendapat, yang dikutip oleh Maragustam, tidak
membedakan pengertian negara dan masyarakat. Yang mana negara
tersusuan dari individu-individu dan tidak menyebutkan kesatuan-
kesatuan yang lebih besar, Negara sama dengan masyarakat. 17 Adapun
Aristoteles membuat perbedaan antara negara dan masyarakat yaitu
negara merupakan kumpulan dari unit-unit kemasyarakatan dan
kemasyarakatan itu sendiri terdiri dari keluarga-keluarga. Adapun
menurut Comte memperluas analisis masyarakat, yang menganut suatu
pandangan tentang masyarakat sebagai lebih dari suatu agriget
(gerombolan) individu-individu.18
Menurut Mac Iver dan Page yang dikutip oleh Ramayulis, bahwa
masyarakat adalah suatu sistem dan kebiasaan tata cara, wewenang dan
kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, pengawasan
tingkah laku dan kebebasan manusia. Sedangkan menurut Raip Linton
menguraikan bahwa masyarakat ialah setiap kelompok manusia yang
telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka bisa
mengatur diri mereka sendiri dan menganggap diri mereka sebagai suatu
kesatuan sosial.19
b. Hakikat masyarakat dalam perspektif Islam
Ummah (masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling
berinteraksi bersama yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama,
warisan budaya, lingkungan sosial, keluarga, politik, tanah air, perasaan,

16
Alimatus Sa’diyah, “Hakikat Manusia, Alam Semesta, dan Masyarakat dalam Konteks
Pendidikan Islam”, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 15, No. 2, 2019, h. 146.
17
Hambali Alman Nasution, dkk., Op.Cit., h. 15.
18
Ibid.,
19
Ibid.,
cita-cita dan lain-lain) dalam rangka mencapai tujuan. Dari pengertian
tersebut menunjukkan bahwa perlunya suatu ikatan atau aturan yang
dapat mengikat dan melakukan kontrol terhadap kehidupan manusia
dalam bermasyarakat. Ikatan yang berupa aturan ini dalam pandangan
Islam sangat perlu agar manusia yang menjadi bagian kecil dari
masyarakat bisa hidup saling menghormati kepentingan orang lain dan
saling toleransi dalam rangka mencapai tujuan bersama untuk mencapai
masyarakat yang adil dan beradab sesuai dengan ajaran dalam Al-Quran
dan Sunnah Rasulullah saw.20 Sehingga dalam pandangan Islam undang-
undang, hukum atau aturan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat
sangat diperlukan untuk mengatur dan mengendalikan perilaku manusia
agar sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan dalam pandangan Islam
yang tertuang dalam kitab suci umat Islam.
Ummah (masyarakat) dalam al-Quran memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Umah adalah komunitas agamawi secara menyeluruh. Tuhan
menciptakan manusia sebagai masyarakat yang satu yang berkaitan
satu sama lain.
2) Ummah membutuhkan pemimpin yang religius agar terciptanya
tatanan dunia yang etis dan adil melalui pendidikan dan pengalaman.
3) Ummah tidak hanya sebatas komunitas atau kelompok, suku manusia
dan jin, tetapi makhluk lain juga seperti binatang dan tumbuhan.
4) Istilah ummah tertuju kepada Rasul ummah muslimah yang
mengemban tugas suci yakni mengikuti perintah Allah Swt. di muka
bumi.21
Hukum adalah salah satu pilar utama masyarakat. Dimanapun
mereka berada selalu memerlukan hukum dan undang-undang untuk
mengatur hubungan diantara mereka. Hukum menyediakan sanksi
kepada orang-orang yang menyimpang dari aturan yang ada, baik aturan

20
Yunus Kosmajadi, Op.Cit., h. 61.
21
Hambali Alman Nasution, dkk., Op.Cit., h. 11-12.
itu berasal dari langit (wahyu) maupun buatan manusia. Karena hati
nurani dan motivasi saja tidak cukup untuk mengatur kehidupan makhluk
secara umum, memelihara keselamatan, menjaga eksistensinya (baik
yang bersifat materi maupun moral) dan menegakkan keadilan di tengah-
tengah masyarakat.
Dalam perspektif Islam, masyarakat muslim merupakan
masyarakat yang istimewa, berbeda dengan masyarkat-masyarakat
lainnya, hal ini karena masyarkat tersebut dibentuk oleh syari’at Islam
yang kekal, yang diturunkan oleh Allah secara sempurna. Kemudian,
untuk dikatakan sebagai masyarakat istimewa tentu tidak mudah, apalagi
di zaman sekarang dimana pertukaran budaya sulit dibendung karena
kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga akan sulit
untuk mempertahankan nilai-nilai Islami. Maka untuk mengetahui
apakah masyarakat muslim masih memiliki nilai keistimewaan atau
tidak, sekurang-kurangnya dapat dilihat dari beberapa indikator, antara
lain berdiri di atas fondasi syariat Islam, eksistensi syariat Islam, mampu
eksis dan berkembang serta komprehensif dan menjadi pelopor.22
Selain kata ummah, Islam juga menjelaskan tentang an-Nas yang
mana an-Nas disebutkan dalam al-Quran sebanyak 240 kali dalam
berbagai ayat dan surah. Berdasarkan hal ini, al-Raghib al-Ashfihani
menyimpulkan bahwa an-Nas menunjukkan eksistensi sebagai makhluk
sosial.23 Dari penjelasan singkat ini dapat disimpulkan bahwa term an-
Nas lebih umum dari yang lainnya. Oleh karena itu penyebutan term an-
Nas dalam al-Quran lebih banyak dari al-Basyar dan al-Insan.
Apabila ketiga kata ini dirunut secara berurutan, maka secara
hirarkis memang sangat logis bahkan filosofis yaitu:
1) Al-Basyar sebagai manusia yang layak menerima wahyu
2) Al-Insan sebagai manusia penerang dan penenang isi wahyu tersebut

22
Ibid., h. 62.
23
Islamiyah, Op.Cit., h. 50.
3) An-Nas sebagai masyarakat yang mesti diberi penjelasan dan
penerangan tentang hakikat dan substansi universal tentang wahyu
tersebut agar dilaksanakan dalam kehidupan nyata, sementara itu di
akhirat kelak sebagai kehidupan sejati.24
Sehingga sangat berbeda hakikat masyarakat dalam pandangan
filosuf barat dengan pandangan Islam. Masyarakat Islam sangat
seimbang dalam memperhatikan hak individu dari anggota
masyarakatnya dan tetap harus taat atau tunduk pada aturan yang sudah
ditetapkan dalam kitab suci sebagai petunjuk yang sudah ditetapkan oleh
Allah ataupun aturan dan hukum yang dibuat oleh manusia untuk
pengendalikan dan mengontrol kehidupan manusia dalam bermasyarakat.
Hal tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan bersama yaitu dalam
rangka menjaga harkat dan martabat manusia serta menuju masyarakat
yang makmur, adil dan beradab.
3. Aliran filsafat Islam tentang manusia
Ada empat aliran pemikiran yang berkaitan dengan manusia yang
dilihat dari sudut pandang unsur pembentukan manusia mengenai jasmani
dan rohani, yaitu aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan
aliran eksistensialisme.25
a. Aliran serba zat
Aliran serba zat biasa disebut dengan aliran materialisme dimana
aliran ini menjelaskan tentang zat atau materi. Aliran materialisme
menyebutkan bahwa alam ini merupakan zat atau materi dan manusia
merupakan unsur dari alam, maka dari itu manusia termasuk zat atau
materi. Perwujudan manusia berupa zat seperti anggota tubuh yang
terdiri dari tangan, kaki, dan organ yang lainnya.26 Jadi, bisa disimpulkan
bahwa aliran ini menjelaskan tentang esensi manusia yang berupa zat
atau materi. Seluruh organ tubuh manusia dapat digunakan sesuai dengan

24
Ibid., h. 51.
25
Alimatus Sa’diyah, Op.Cit., h. 149.
26
Zainal Abidin, Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2013), h. 15.
kebutuhan masing-masing. Maka dari itu, dalam pendidikan manusia
harus melalui proses atau praktek yang disebut psikomotor.
b. Aliran serba ruh
Aliran ini mengatakan bahwa segala hakikat yang ada di dunia ini
adalah ruh. Sedangkan zat adalah manifestasi dari ruh. Pemikiran ini
mengatakan bahwa ruh itu berharga, lebih tinggi nilainya dari materi.
Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, betapapun kita mencintai
seseorang, jika ruhnya pisah dari badannya, maka materi atau jasadnya
tidak berarti lagi. Oleh karena itu, aliran ini menganggap ruh adalah
hakikat dan ruh adalah penjelmaan atau bayangan.27
c. Aliran dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu hakikatnya terdiri dari
dua substansi, yakni jasmani dan ruhani. 28 Aliran ini menganggap bahwa
keduanya tidak dapat dipisahkan karena masing-masing memiliki peran
yang sangat berkaitan. Implikasi dalam pendidikan pun harus
memaksimalkan keduanya.
d. Aliran eksistensialisme
Aliran ini berpendapat bahwa hakikat manusia merupakan
eksistensi dari manusia. Hakikat manusia adalah apa yang mempengaruhi
manusia secara menyeluruh. Dalam hal ini manusia tidak dipandang dari
sudut serba zat, serba ruh ataupun dualism, melainkan dari segi eksistensi
manusia itu sendiri.29
E. Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang sempurna. Dengan
diberi anugerah berupa fasilitas di dalam dirinya supaya manusia bisa
menjalani hidupnya dengan sebaik mungkin. Manusia diberi akal untuk berfikir
supaya bisa memilih mana yang baik dan buruk. Manusia adalah makhluk
sosial, dalam artian manusia tidak bisa hidup sendiri, perlu adanya tolong

27
Hambali Alman Nasution, dkk., Op.Cit., h. 12.

28
Ibid., h. 13.
29
Ibid.,
menolong antar sesama. Manusia tidak akan pernah mampu untuk hidup
sendiri. Disamping itu manusia juga bergantung dengan orang lain, sama
halnya dengan masyarakat. Al-Quran membahas beberapa istilah mengenai
manusia yakni Insan (merujuk pada manusia yang memiliki keistimewaan dan
potensi) dan Basyar (merujuk pada manusia sebagai mahluk biologis), dan
istilah mengenai masyarakat adalah an-Nas (merujuk pada manusia sebagai
mahluk sosial) dan Ummah (manusia yang dinamis).
Aliran filsafat Islam tentang manusia menguraikan ada empat aliran
dalam hal ini, yaitu:
1. Aliran serba zat
2. Aliran serba ruh
3. Aliran dualisme
4. Aliran eksistensialisme
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat.


(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013).

Ahmad, Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 2014).

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. cet 4. edisi revisi.


(Yogyakarta: Media Pressindo, 2008).

Hamzah, Amir. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research)


Kajian Filosofis, Aplikasi, Proses dan Hasil Penelitian. (Malang: Literasi
Nusantara, 2020).

Islamiyah. “MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN (Studi


Terminologi al-Basyar, al-Insan, dan an-Nas)”. Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1,
No. 1, 2020.

Khasinah, Siti. “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat”,


Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. 13, No. 2, 2013.
Kosim, Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Kaldun (Kritis,
Humanis dan Religius). (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012).

Kosmajadi, Yunus. Filsafat Pendidikan Islam, (Universitas Majalengka,


2015).
Nasution, Hambali Alman. dkk., FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
(Pemikiran Para Tokoh dan Relevansinya Terhadap Dunia Modern),
(Yogyakarta: K-Media, 2020).

Pransiska, Toni. “Konsepsi Fitrah Manusia Dalam Perspektif Islam dan


Implikasinya Dalam Pendidikan Islam Kontemporer”, Jurnal Ilmiah Didaktika,
Vol. 17, No. 1, 2016.

Sa’diyah, Alimatus. “Hakikat Manusia, Alam Semesta, dan Masyarakat


dalam Konteks Pendidikan Islam”, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 15, No. 2,
2019.
Saihu. “Konsep Manusia dan Implementasinya Dalam Perumusan Tujuan
Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol.
1, No. 2, 2019.

Sunarsa, Sasa. Penelusuran Kualitas & Kuantitas Sanad Qiraat Sab


(Kajian Takhrij Sanad Qiraat Sab), (Jawa Tengah: CV Mangku Bumi Media,
2020).

Anda mungkin juga menyukai