Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN

Tentang

“Pandangan Agama dan Filsafat tentang Manusia”

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Yalvema Miaz, M.A., PH,D

Kelompok 6:

1. Fitria Wilda (22129152)


2. Mila Hanifa (22129176)
3. Putri Azizah Istigfari (22129206)
4. Rahadatul Farhani (22129211)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera bagi kita semua,


tak lupa Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kesehatan, keberkahan, serta rahmat-Nya kepada kita semua. Dengan kesehatan yang telah
diberikan sehingga kami mampu menyusun makalah ini dengan judul yakni “Pandangan
Agama dan Filsafat tentang Manusia” pada mata kuliah Filsafat Pendidikan dengan
dosen pengampu Bapak Prof. Dr. Yalvema Miaz, M.A., PH,D.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu kepada kelompok
kami, dan Makalah ini disusun dengan tujuan agar kita semua bisa mendalami tentang
Pandangan Agama dan Filsafat tentang Manusia.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan di


dalamnya, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Jadi, kami dengan
tangan terbuka menerima semua kritik serta saran dari para pembaca untuk memperbaiki
laporan ini.

Padang, 01 April 2024

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4

A. Latar Belakang .................................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 5

A. Hakikat Manusia ................................................................................................. 5


B. Pandangan Agama tentang Manusia .................................................................. 6
C. Pandangan Filsafat tentang Manusia ................................................................. 12

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 19

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 19
B. Saran .................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjalanan sejarah manusia, pertanyaan tentang hakikat dan makna keberadaan
manusia telah menjadi salah satu isu yang paling mendalam dan menantang. Pandangan
tentang manusia tidak hanya menjadi domain agama, tetapi juga telah menjadi fokus
utama dalam filsafat. Agama dan filsafat, meskipun memiliki pendekatan yang berbeda,
seringkali bersinggungan dalam usaha untuk memahami esensi manusia.

Berbagai agama memiliki pandangan unik tentang manusia yang didasarkan pada
keyakinan teologis mereka. Misalnya dalam Islam, manusia dianggap sebagai khalifah
(wakil Tuhan di bumi) yang bertanggung jawab atas amanah yang diberikan Allah. Di sisi
lain, filsafat juga menyediakan kerangka pemikiran yang mendalam tentang hakikat
manusia. Tokoh-tokoh seperti Plato, Aristotle, Kant, Nietzsche, dan banyak lainnya telah
menyumbangkan gagasan-gagasan penting tentang manusia dan eksistensinya. Misalnya,
Plato dalam karyanya "Republik" menggambarkan manusia sebagai entitas yang terdiri
dari tiga elemen: roh, akal, dan nafsu, yang berperan dalam pembentukan karakter dan
perilaku manusia. Sementara itu, Nietzsche menekankan pentingnya "kehendak
berkuasa" dalam membentuk identitas manusia, sementara eksistensialis seperti Jean-Paul
Sartre menyoroti kebebasan dan tanggung jawab individual sebagai inti dari eksistensi
manusia.

Oleh karena itu, kajian tentang pandangan agama dan filsafat tentang manusia tidak
hanya memberikan wawasan mendalam tentang eksistensi manusia, tetapi juga menyoroti
kompleksitas dan keragaman pemikiran manusia dalam usaha untuk memahami dirinya
sendiri dan tempatnya dalam alam semesta.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat manusia?
2. Bagaimana pandangan agama tentang manusia?
3. Bagaimana pandangan filsafat tentang manusia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat manusia
2. Untuk mengetahui pandangan agama tentang manusia\
3. Untuk mengetahui pandangan filsafat tentang manusia

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT MANUSIA
Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala
sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya, manusia tidak hanya bertanya tentang
berbagai hal yang ada di luar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri. Dalam
rentang ruang dan waktu, manusia telah dan selalu berupaya mengetahui dirinya sendiri.
Hakikat manusia dipelajari melalui berbagai pendekatan (common sense, ilmiah,
filosofis, religi) dan melalui berbagai sudut pandang (biologi, sosiologi, antropobiologi,
psikologi, politik).
Dalam kehidupannya yang riil manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal,
baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya, bahkan sebagaimana dikemukakan
di atas, pengetahuan tentang manusia pun bersifat ragam sesuai pendekatan dan sudut
pandang dalam melakukan studinya. Alasannya bukankah karena mereka semua adalah
manusia maka harus diakui kesamaannya sebagai manusia? (M.I. Soelaiman, 1988).
Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial setiap manusia ini disebut pula
sebagai hakikat manusia, sebab dengan karakteristik esensialnya itulah manusia
mempunyai martabat khusus sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya. Contoh:
manusia adalah animal rasional, animal symbolicum, homo feber, homo sapiens, homo
sicius, dan sebagainya.
Mencari pengertian hakikat manusia merupakan tugas metafisika, lebih spesifik lagi
adalah tugas antropologi (filsafat antropologi). Filsafat antropologi berupaya
mengungkapkan konsep atau gagasan-gagasan yang sifatnya mendasar tentang manusia,
berupaya menemukan karakteristik yang sifatnya mendasar tentang manusia, berupaya
menemukan karakteristik yang secara prinsipil (bukan gradual) membedakan manusia
dari makhluk lainnya. Antara lain berkenaan dengan: (1) asal-usul keberadaan manusia,
yang mempertanyakan apakah ber-ada-nya manusia di dunia ini hanya kebetulan saja
sebagai hasil evolusi atau hasil ciptaan Tuhan?; (2) struktur metafisika manusia, apakah
yang esensial dari manusia itu badannya atau jiwanya atau badan dan jiwa; (3) berbagai
karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia, antara lain berkenaan dengan
individualitas, sosialitas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pengertian hakikat

5
manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan
makna eksistensi manusia di dunia. Pengertian hakikat manusia berkenaan dengan
“prinsip adanya” (principe de’etre) manusia. Dengan kata lain, pengertian hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki
karakteristik khas yang memiliki sesuatu martabat khusus” (Louis Leahy, 1985). Aspek-
aspek hakikat manusia, antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia
sebagai makhluk Tuhan), struktur metafisikanya (contoh: manusia sebagai kesatuan
badan-ruh), serta karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia
sebagai makhluk individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai
makhluk susila, dan sebagai makhluk beragama).
B. PANDANGAN AGAMA ISLAM TENTANG MANUSIA
Manusia diciptakan oleh Allah dengan segala kesempurnaannya. Dalam ilmu mantiq
(logika) manusia disebut sebagai Al-Insanu Hayawanunnathiq (manusia adalah binatang
yang berpikir). Nathiq sama dengan berkata-kata mengeluarkan pendapatnya berdasarkan
pikirannya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “manusia”
diartikan sebagai “makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan;
orang”.Menurut pengertian ini manusia adalah makhluk Tuhan yang diberi potensi akal
dan budi, nalar dan moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya demi kemakmuran
dan kemaslahatannya.Sedangkan dalam bahasa Arab, kata “manusia” ini bersepadan
dengan:
1) Basyar
Kata Basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik satu maupun banyak.
Kata Basyardalam Al-quran disebut 36 kali, memberikan referensi pada manusia
sebagai makhluk Biologis. Sebagai makhluk biologis, manusia memiliki raga atau
fisik yang dapat melakukan aktivitas fisik, tumbuh, memerlukan makanan,
berkembang biak dan lain sebagainya. Sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup pada
umumnya, sama seperti makhluk lainnya di bumi seperti hewan dan tumbuhan,
hakikat manusia sebagai makhluk biologis dapat berakhir dan mengalami kematian,
bedanya manusia memiliki akal dan pikiran serta perbuatannya harus dapat
dipertanggung jawabkan kelak di akhirat.
2) Al-Insan
Kata Insan yang berasal dari kata al-Uns dinyatakan dalam al- Quran sebanyak 65
kali. Insan dapat diartikan secara etimologis adalah harmonis, lemah lembut, tampak
atau pelupa. Tidak hanya disebut sebagai al-nas, dalam al-Quran manusia dengan

6
seluruh totalitasnya, jiwa dan ragaya juga disebut sebagai al-Insan merujuk kepada
kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan serta kemampuannya untuk
berbicara dan melakukan hal lainnya.
3) Bani Adam
Bani Adam di sebutkan dalam al-Quran sebanyak 9 kali. Adam di dalam al-Quran
mempunyai pengertian manusia dengan keturunannya yang mengandung pengertian
basyar, insan dan an-Nas. Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam
agar tidak terjadi kesalah pahaman bahwa manusia merupakan hasil evolusi kera
sebagaimana yang disebutkan oleh Charles Darwin. Islam memandang manusia
sebagai bani Adam untuk menghormati nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya
dalam masyarakat. Manusia dalam pandangan al-Quran bukan makhluk
anthropomorfisme, yaitu makhluk penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi
manusia
4) Khalifah
Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada hakikatnya,
manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifah atau pemimpin di muka
bumi.Bentuk pengabdian manusia kepada Allah salah satunya adalah menjalankan
misi hidupnya sebagaimana yang telah Allah berikan untuk menjadi khalifah fil
Ard.Khalifah artinya adalah pemimpin.Tugas seorang pemimpin adalah mengelola
dan memperbaiki agar hal yang diatur dan dipimpinnya menjadi baik.Khalifah di
muka bumi dilakukan oleh semua orang dan di semua lingkup keluarga, pekerjaan,
masyarakat dan negara.
5) Al-Nas
Dalam al-Quran mansuia juga disebut dengan al-Nas sebanyak 241 kali. Kata al-
Nas dalam al-Quran cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya
dengan manusia lain atau dalam masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam
ilmu pengetahuan adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan
manusia lainnya.
6) Hamba Allah
Hamba dimaksudkan adalah al-muta’abbad yaitu yang ditundukkan maka
mencakup seluruh makhluk yang mencintai dan yang tunduk maka khusus bagi rang-
orang yang beriman karena mereka adalah hamba Allah yang mulia. Hakikat manusia
yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT. Sebagai seorang hamba maka
manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara menjalani segala

7
perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai seorang hamba, seorang
manusia juga wajib menjalankan ibadah dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh
keikhlasan dan segenap hati.

Dalam pandangan Islam terhadap manusia menjadi dasar filsafat pendidikan Islam karena
berhubungan dengan wujud insan dan ciri-cirinya menurut Islam. Al-Syaibany (1979:101)
mengemukakan:

“Bagi falsafah pendidikan khasnya, menentukan sikap dan tanggapan tentang insan
merupakan hal yang amat penting dan fital. Sebab insan unsur terpenting dalam tiap
usaha mendidik. Tanpa tanggapan dan sikap yang jelas tentang insan pendidikan
akan meraba-raba. Malah pendidikan itu sendiri dalam artinya yang paling asas
tidak lain dan dari usaha yang dicurahkan untuk menolong insan menyingkap dan
menemui rahasia alam, memupuk bakat dan persediaan semula jadinya mengarahkan
kecendrungannya serta memimpinnya demi kebaikan diri dan masyarakat. Usaha itu
berakhir dengan berlakunya perubahan yang dikehendaki dari segi sosial dan
psikologis serta sikap untuk menempuh hidup yang lebih berbahagia dan berarti”.

1. Manusia Yang Termulia Dalam Jagat Raya


Keyakinan bahwa manusia adalah mahluk termulia dari segenap mahluk dan
wujud lain yang ada di alam jagat ini. Allah SWT mengkaruniakan keutamaan yang
membedakannya dari mahluk lain. Dalam hal Islam memberikan perhatian yang berat
terhadap insan. Al-Syaibany (1979:104) Islam menerangkan dengan jelas segala aspek
yang berhubungan dengan insan di dunia dan akhirat. Islam menerangkan tentang
sumber dan rahasia wujudnya. Tentang ma’na hidup, tabiat hidup, ciri dan susunan-
susunan kepribadiannya baik fisik maupun mental dan mengarahkan segala
persediaan semula jadi itu ke arah yang berfaedah dan selaras dengan jalinan
hubungannya dengan seluruh isi alam baik jin, malaikat, binatang dan tumbuh-
tumbuhan.

Perkataan insan telah disebutkan tiga kali dalam ayat yang mula-mula sekali
turun dalam Al-Qur’an surah Al’Alaq yang menerangkan pertama, menerangkan
bahwa insan itu dijadikan dari ‘alaq (segumpal darah), kedua, menerangkan ciri atau
dayanya untuk berilmu dan ketiga, mengingatkan bahwa insan itu boleh menjadi
diktator apabila ia bersifat congkak dan merasa tidak perlu lagi dengan penciptaannya

8
atau menurut ajaran penciptaannya. Semuanya itu ada dalam firman Allah Qs. Al-
Alaq (96) ayat 1-8, yang artinya:

“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; (2) Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; (3) Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah; (4) Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam; (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya; (6) Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui
batas; (7) Karena dia melihat dirinya serba cukup; (8) Sesungguhnya Hanya
kepada Tuhanmulah kembali(mu).”

2. Kepercayaan Akan Kemuliaan Manusia


Keutamaan lebih yang dimiliki oleh manusia dari mahluk lain. Manusia dilantik
menjadi khalifah di bumi untuk memakmurkannya. Qs. Al-Baqarah (2):30, yang
artinya:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya


Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."

Untuk itu Al-Syaibany (1979:146) dibebankan kepada manusia amanah


Attaktif. Diberikan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta memelihara
nilai-nilai keutamaan. Keutamaan yang diberikan bukanlah karena bangsanya, bukan
juga karena warna, kecantikan, perawakan, harta, derajat, jenis profesi dan kasta
sosial atau ekonominya, tetapi semata-mata karena iman, takwa, akhlak, ketinggian
akal dan amalnya. Selain itu karena kesediaan insan menimba ilmu pengetahuan yang
berbagai jenis. Karena keahlian mencipta serta kemampuan melaksanakan kerja-kerja
akal dalam berbagai bidang.

Insan adalah sebagian dari binaan dan ciptaan Allah SWT. Menghapuskan
sebagian binaan itu seolah-oleh merongrong binaan itu keseluruhannya. Kerusakan
dan kerusuhan yang dilakukan di bumi juga menggugat binaan itu. Dalam Islam
menghormati dan memuliakan seorang insan bukanlah karena bangsa, warna,

9
perwatakan, harta, pangkat atau keturunannya. Tetapi hal itu karena ciri-ciri diri
insan-insan sebagai mana yang dijelaskan. Penghormatan juga didasarkan kepada
kadar takwa dan ketinggian akhlaknya.

3. Manusia adalah hewan yang berpikir


Dari pengerian tentang prinsip ini maka dikatakan bahwa manusia adalah
mahluk yang berkata-kata, perumpamaan itu oleh Al-Syaibany (1979:104)
didefinisikan sebagai ciri manusia yang yang asasi berdasarkan tanggapan Islam,
maka kita akan dapati manusia yang mempunyai ciri-ciri berikut:

Pertama, daya untuk bertutur. Daya ini menyatakan kemampuan insan untuk
berinteraksi dengan simbol, kata-kata atau bahasa yang punya arti. Ia menunjukan
kemampuan manusia untuk berfikir sendiri secara sadar, kemampuan mempersoalkan
status dan nasib diri sendiri. Kemampuan belajar terus menerus. Manusia juga
menunjukkan ciri-ciri akliah lainnya yang merupakan ciri kelainan insan dari
binatang. Suatu ciri yang berkaitan paling erat dengan kemampuan berbahasa ialah
kemampuan menjelaskan atau menerangkan akan maksud yang tersemat dalam hati
atau fikiran.

Kedua, kecendrungan insan beragama, sebagaimana yang lumrah diketahui


bahwa di samping manusia mempunyai kemampuan bertutur dengan lambang lafal
dan berfikir, maka insan juga mempunyai kecendrungan beragama. Di sini jelas kalau
diperhatikan perasaan keagamaannya yang tertanam dalam lubuk hatinya. Kelihatan
dengan kecendrungannya beriman kepada kekuasaan tertinggi dan paling unggul yang
menguasai alam jagat. Perasaan keagamaan ini adalah naluri yang dibawa bersama
ketika manusia lahir. Dalam waktu yang sama hal ini juga membayangkan kebutuhan
insan yang pokok untuk mencapai ketentraman dan kebahagiaan.

Islam menekankan soal penghambaan manusia kepada Allah. Dalam waktu


yang sama Islam membebaskan manusia dari segala jenis penghambaan kepada
mahluk yang lain. Baik manusia memperhamba atau rela menjadi hamba sesama
manusia atau manusia menjadi hamba nafsu kelezatan atau benda semuanya sangat
tercela menurut Islam. Islam bertujuan merealisasikan penghambaan sang hamba
kepada Tuhannya saja. Memberantas penghambaan sesama hamba Tuhan. Manusia
dibawa menyembah kehadirat Allah penciptanya dengan tulus ikhlas tersisih dari
syirik atau sembahan penyekutuan.

10
Ketiga, kecendrungan moral. Kecendrungan ini mempunyai kaitan dengan ciri
tentang beragama. Pada hakikatnya manusia disamping mempunyai kecendrungan
beragama, juga mempunyai kecendrungan berakhlak. Ia mampu untuk
membedakanyang baik dan yang buruk. Fikirannya dapat menjangkau cara dan jalan
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Fikiran dapat menjangkau cara dan jalan mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Ia boleh menguasai dorongan dalam dirinya, baik dengan
meningkatkan karakternya atau mengarahkan dorongan tersebut kebidang- bidang
lain.

Keempat, kecendrungan bermasyarakat. Dalam kecendrungan ini yang


mendorong para ahli sosiologi menyifatkan manusia sebagai mahluk sosial yang
berperadaban. Sebab itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu menerjunkan
dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia selalu menjalin hubungan baru
dengan setiap pribadi kelompok. Kekayaan sebenarnya ialah hasil suatu interaksi
yang rasional antara insan dan alam sekitar. Produksi pertanian adalah hasil interaksi
antara insan dengan mesin pembajak, melalui pembajakan tanah. Telaga minyak atau
tambang batu arang tidak akan merupakan kekayaan kecuali setelah ditemui oleh
manusia, diusahakan dan diperas titik peluh serta ilmu pengetahuan untuk
memprosesnya. Insan adalah unsur produksi yang terpenting. Daya produksinya
terletak kepada kuantitas dan kualitas pengetahuan sains dan tehnologi.

4. Manusia mempunyai tiga dimensi


Kepercayaan bahwa manusia memiliki tiga dimensi yaitu badan, akal dan ruh.
Ini adalah dimensi pokok dalam kepribadian insan. Kemajuan, kebahagiaan dan
kesempurnaan kepribadian manusia banyak tergantung pada keselarasan dan
keharmonisan antara ketiga dimensi pokok tersebut. Apa jua kepincangan dan ketidak
serasian yang berlaku yang merugikan pribadi dan masyarakat sekaligus.

Islam tidak dapat membenarkan akal merajalela. Atau ilmu-ilmu melulu


menguasai kehidupan tanpa kecuali, atau berkembangnya faham kebendaan yang
sempit. Islam berpendapat bahwa manusia hanya akan maju dengan adanya iringan
akal dan ruh atau ilmu dan iman sesuai firman Allah Qs. Al-A’raf (7):31-32, yang
artinya:

“(31)Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)


mesjid [534], makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan [535].

11
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
(32)Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan)
bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat [536]." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat
itu bagi orang-orang yang Mengetahui”

5. Dalam Pertumbuhan Manusia Dipengaruhi Oleh Faktor-Faktor Warisan Dan Alam


Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan ialah ruang lingkup luar yang berinteraksi
dengan insan yang menjadi medan aneka bentuk kegiaatannya. Keadaan sekitar itu
benda-benda seperti air, udara, bumi, langit, matahari dan sebagainya maupun
masyarakat yang merangkumi insan pribadi dan kelompok, institusi, sistem, undang-
undang, adat kebiasaan dan sebagainya. Dan yang dimaksud dengan keturunan adalah
ciri dan sifat yang diwarisi dari bapak, kakek, menurut kadar yang
berlainan.umumnya setengahnya diwarisi dari ciri-ciri atau sifat bapak, seperempat
dari datuk tingkat pertamaa, seperdelapan dari datuk tingkat kedua dan seperenam
belas dari datuk tingkat ketiga dan seterusnya.

6. Manusia Mempunyai Motifasi Dan Kebutuhan


Menurut Al-Syaibany (1979:146) menginsafi manusia mempunyai motifasi,
kecendrungan dan kebutuhan permulaan baik yang diwarisi atau yang diperoleh
dalam proses sosialisasi. Yaitu yang diperoleh ketika berinteraksi dengan elemen
lingkungan yang bersifat benda, manusia atau kebudayaan. Prinsip ini ada berkaitan
erat dengan prinsip dahulu yang menandaskan soal pengaruh lingkungan dalam
tingkah laku manusia. Prinsip ini juga merupakan hasil yang logik dari prinsip
sebelumnya. Apabila kita akui tentang pengaruh faktor lingkungan, maka artinya kita
juga harus mengakui adanya dua sifat pertama yang bersifat warisan dan yang kedua
yang dipelajari atau diperoleh.

C. PANDANGAN FILSAFAT TENTANG MANUSIA


Jalaluddin (2009:130) mengatakan Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia
disebut antropologi filsafat. Dalam hal ini, ada empat aliran yang akan dibahas.

12
1. Pertama, aliran serba-zat. Aliran ini mengatakan yang sungguh- sungguh ada itu
hanyalah zat atau materi. Alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur
dari alam. Maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
2. Kedua aliran serba-ruh, aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada
di muka bumi ini ialah ruh. Sementara zat adalah manifestasi dari ruh. Segala sesuatu
yang ada (selain ruh) dan hidup itu hanyalah perumpamaan, perubahan atau
penjelmaan dari ruh. Dasar pemikiran aliran iniialah bahwa ruh itu lebih berharga,
lebih tinggi nilainya daripada materi. Dalam kehidupan sehari-hari, betapapun kita
mencintai seseorang, jika ruhnya pisah dari badannya, maka materi atau jasadnya
tidak ada artinya lagi. Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakikat,
sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.
3. Ketiga, aliran dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya
terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-
masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi,
badan tidak berasal dari ruh dan ruh tidak berasal dari badan. Perwujudan manusia
tidak serba dua, jasad dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat keduanya
saling mempengaruhi.
4. Keempat, aliran eksistensialisme. Aliran ini berpandangan bahwa hakikat manusia
merupakan eksistensi dari manusia. Hakikat manusia adalah apa yang menguasai
manusia secara menyeluruh. Di sini manusia dipandang tidak dari sudut serba-zat
atau serba-ruh atau dualisme, tetapi dari segi eksistensi manusia di dunia ini.

Manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat manusia
sudah dilakukan sejak dulu. Namun, hingga saat ini belum mendapat pernyataan yang
benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang sangat unik, antara
manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik
sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaan. Mulai dari fisik, ideology, pemahaman,
kepentingan dan lain-lain. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas
untuk di Yakini oleh sebagian orang. Hakikat manusia selalu berkaitan dengan unsur
pokok yang membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme yang mencari unsur
pokok yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme atau unsur
rohani dalam padangan spiritual atau dualism yang memiliki pandangan yang
menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang kedua nya tidak saling menafikan
yaitu materi dan rohani. Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya, akan

13
tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah kelahirannya
dan eksistensinya dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan dan semua
kenyataan itu, akan memberikan andil atas jawaban mengenai pertanyaan hakikat,
kedudukan, dan peranannya dalam kehidupan yang dihadapi.

Dalam memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan


manusia maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Dalam bahasan
sebelumnya, filsafat mengandung pengertian sebagai suatu ikhtiar untuk berpikir secara
radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala sampai mencapai kebenaran yang
dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan pemikiran. Oleh karena
itu seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan bertanggung
jawab dengan pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri. Dari uraian
tadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia adalah:

1. Memberikan pengertian dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan


tetntang kenyataan yang diberikan oleh filsafat.
2. Berdasarkan hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup kepada
manusia. Pedoman itu mengenai sesuatu yang terdapat di sekitar manusia sendiri,
seperti kedudukan dalam hubungannya dengan yang lainya. Kita juga mengetahui
bahwa alat-alat kewajiban manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Dengan akal,
filsafat memberikan pedoman hidup untuk berpikir guna memperoleh pengetahuan,
dengan rasa dan kehendak maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan
mengenai baik dan buruk.

Berikut merupakan Pandangan Beberapa Filsuf Tentang Manusia.

A. Socrates

Socrates (470-399 SM) orang Athena mengungkapkan pemikiran tentang


manusia dihadapan murid-muridnya. Salah satu muridnya Sarlito mencatat sebagian
pendapat Socrates tentang manusia Ahmad Tafsir (2008:8). Dikatakan antara lain
bahwa pada diri manusia terpendam jawaban mengenai persoalan dunia. Menurut
Socrates, manusia itu bertanya tentang dunia dan masing-masing punya jawaban
tentang dunia. Tetapi, demikian Socrates menyatakan sering kali manusia itu tidak
menyadari bahwa dalam dirinya terpendam jawaban-jawaban bagi persoalan yang
dipertanyakan. Karena itu perlu ada orang lain yang membantu orang itu

14
mengemukakan jawaban-jawaban yang masih terpendam tersebut. Perlu ada
seseorang membantu orang itu melahirkan ide yang ada dalam manusia tersebut.

Berdasarkan pendapatnya itu, Socrates sering berjalan-jalan di tengah kota, di


pasar, untuk berbicara dengan setiap orang yang dijumpainya untuk menggali
jawaban-jawaban yang ada dalam diri oerang itu dengan menggunakan metode tanya
jawab yang kemudian disebut metode Socrates (Socratic Method). Socrates
menyatakan adalah kewajiban setiap orang untuk mengetahui dirinya lebih dulu jika
ia ingin mengetahui hal-hal di luar dirinya. Menurut Socrates, salah satu hakikat
manusia adalah ia ingin tahu dan untuk itu harus ada orang yang membantunya yang
bertindak sebagai bidan yang membantu bayi keluar dari rahimnya.

Socrates pada akhirnya dihukum mati pada tahun 399 SM oleh pengadilan
Athena dengan tuduhan memengaruhi anak-anak muda dengan pikiran yang buruk.
Socrates dikatakan merusak jiwa anak muda, ia mengajak anak muda memikirkan
apa-apa di atas langit dan di bawah bumi. Sementara itu kata orang, Socrates itu tidak
tahu bahwa di depan rumahnya ada lobang yang ia sering terperosok ke dalam lobang
itu.

B. Plato

Plato adalah seorang murit Socrates. Ia dilahirkan dari keluarga terpandang di


ibu kota Yunani, Athena. Ia meninggal tahun 347 SM. Di masa hidupnya ia menikmati
kemakmuran ekonomi, kemajuan perdagangan, dan sistem pemerintahan demokratis.
Menurut Plato, jiwa manusia adalah entitas non materi yang dapat terpisah dari tubuh.
Menurutnya, jiwa itu ada sejak sebelum kelahiran, jiwa itu tidak dapat hancur alias
abadi. Lebih jauh Plato mengatakan bahwa hakikat manusia itu ada dua yaitu rasio
dan kesenangan (nafsu). Dua unsur yang hakikat ini dijelaskan Plato dengan
permisalan seseorang yang makan kue dan meminum sesuatu, ia makan dan minum.
Ini kesenangan sementara rasio tahu bahwa makanan dan minuman itu berbahaya
baginya. Karena menikmati kelezatan itu, maka rasio sekalipun juga hakikat, tidak
sanggup melawannya.

Menurut Plato, bila ada konflik batin pada seseorang, pasti terdapat
pertentangan dua elemen kepribadian pada orang itu, dua elemen yang saling
bertentangan tujuannya. Dalam kasus orang haus, pasti ada elemen yang
menyebabkan ia ingin minum dan ada elemen lain yang menolak melakukannya.

15
Elemen pertama disebut Plato nafsu, bagian kedua disebut rasio. Jadi dalam
pandangan Plato, rasio itu sering berlawanan dengan nafsu. Pada bagian lain Plato
berteori bahwa jika manusia memiliki tiga elemen, yaitu roh, nafsu dan rasio. Dalam
operasinya, Plato mengandaikan roh itu sebagai kuda putih yang menarik kereta
bersama kuda hitam (nafsu), yang dikendalikan oleh kusir (rasio) yang berusaha
mengontrol laju kereta.

C. Rene Descartes

Rene Descartes (1596-1650) adalah filofof Prancis. Ia amat menekankan rasio


pada manusia. Jadi sama dengan Plato, Descartes berpendapat bahwa ada dua macam
tingkah laku, yaitu tingkah laku mekanis yang ada pada binatang dan tingkah laku
rasional yang ada pada manusia. Ciri rasional pada tingkah laku manusia ialah ia
bebas memilih, pada hewan kebebasan itu tidak ada. Karena bebas memilih itulah
maka manusia ada tingkah laku yang mandiri.

Dalam konteks pemilihan itu rasio memegang peranan penting. Bahkan lebih
dari itu Descartes berpendapat bahwa berpikir itu sangat sentral dalam manusia,
manusia menyadari keberadaannya karena ia berpikir (cogito ergo sum). Sebagai
penganut rasionalisme yang sangat fanatik Descartes hanya menyakini bahwa yang
ada itu hanyalah dirinya sendiri karena satu-satunya yang ia ketahui adalah dirinya
sendiri, ia memang melihat benda atau orang lain, tetapi ia tidak yakin benda atau
orang lain itu benar-benar ada seperti adanya dirinya. Ia meragukan segala sesuatu di
luar dirinya.

D. Thomas Hobbes

Thomas Hobbes (1588-1629) adalah tokoh aliran empirisme yang terkenal


dengan teori mekanis dalam psikologi. Dalam teori mekanisnya ia menyatakan dalam
tingkah laku ada dasar dan ada tujuan. Dua motifasi dasar adalah keinginan untuk
mendekati dan kecendrungan untuk meninggalkan. Ia mengatakan bahwa tujuan
tingkah laku adalah untuk kepentingan diri sendiri. Ia menyatakan pula bahwa pada
hakikatnya semua orang bersifat mementingkan dirinya sendiri, dalam memenuhi
kepentingan dirinya sendiri itu justru manusia terpaksa mengakui hak-hak orang lain.
Dengan demikian manusia menyusun dan menyetujui semacam kontrak sosial yang
menyatakan bahwa setiap orang harus menghargai dan menjaga hak orang lain.
Akhirnya kontrak sosial inilah yang menjadi salah satu hakikat manusia.

16
E. John Locke

John Locke (1623-1704) adalah filosof Inggris yang cukup terkenal.


Pandangan Locke yang terkenal adalah teori tabulasi rasa yang menyatakan bahwa
jiwa manusia itu laksana kertas bersih, kemudian diisi dengan pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dalam hidupnya. Pengalamanlah yang menentukan
keadaan seseorang.

F. Immanuel Kant

Immanuel Kant (1724-1804) menurut Kant manusia tidak akan mampu


mengenali dirinya sendiri. Manusia mengenali dirinya berdasarkan apa yang tampak
baik secara empiris maupun secara batin. Pendapatnya yang lain adalah manusia
mahluk rasional, manusia itu bebas bertindak merdasarkan alasan moral, manusia
bertindak bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Jadi ketika manusia akan
bertindak ia mesti memiliki alasan melakukan tindakan itu.

G. John Stuart Mill

John Stuart Mill, pendapat Mill yang disebut pribadi adalah manusia
individual yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada masyarakat.
Hardono Hadi (1996:36) Bagi Mill, individu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
dari pada masyarakat. Apapun alasannya individu harus diprioritaskan dalam
masyarakat. Menjadi jelas bahwa baginya kepentingan individu tidak pernah boleh
dikorbankan demi kepentingan masyarakat.

Dalam pandangan Mill ini mengenai hubungan individu dengan


masyarakatnya ini sangat berat sebelah. Tekanan yang begitu berat sebelah
meyebabkan kaburnya hubungan positif yang mungkin terjalin antara individu dan
masyarakat. Bagaimana individu dan masyarakat saling mendukung bagi
perkembangan masing-masing tidak mendapatkan pembahasan yang memadai. Yang
jelas-jelas di tekankan oleh Mill ialah bahwa masyarakat harus melindungi kebebasan
masing-masing anggotanya. Sebab menurut Mill, kebebasan merupakan hal yang
mutlak bagi perkembangan manusia. Tetapi milik yang begitu penting ini sekaligus
sangat rawan terhadap kekuatan orang lain ataupun kalangan tertentu. Maka bagi
Mill, masyarakat mempunyai kewajiban untuk melindungi dan memperkembangkan
kebebasan masing-masing anggotanya, bukan menindasnya. Sayangnya bagi Mill

17
individu hanya mempunyai kewajiban untuk tidak mengganggu ketertiban kehidupan
masyarakat dan tidak sampai pada partisipasi dalam pengembangannya.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia diciptakan oleh Allah dengan segala kesempurnaannya. Dalam ilmu
mantiq (logika) manusia disebut sebagai Al-Insanu Hayawanunnathiq (manusia
adalah binatang yang berpikir). Manusia merupakan makhluk yang sangat unik.
Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dulu. Namun, hingga saat
ini belum mendapat pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia
itu sendiri yang sangat unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda.
Bahkan orang kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaan. Mulai dari
fisik, ideology, pemahaman, kepentingan dan lain-lain. Semua itu menyebabkan suatu
pernyataan belum tentu pas untuk di Yakini oleh sebagian orang.
Hakikat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya,
seperti dalam pandangan monoteisme yang mencari unsur pokok yang bersifat
tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme atau unsur rohani dalam
padangan spiritual atau dualism yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya
dua unsur pokok sekaligus yang kedua nya tidak saling menafikan yaitu materi dan
rohani.

B. Saran

Demikian makalah ini kami sajikan. Selaku penulis, kami menyadari dalam
penyusunan makalaj ini terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar kedepannya
kami dapat menyajikan makalah dengan lebih baik lagi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. (2021). Manusia Dalam Pandangan Islam. Volume 1, Nomor 2, Desember 2021. Al
Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam. Universitas Muhammadiyah Makassar.

Katimin, Dkk. (2020). Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam. Vol. 2 No. 1 Desember-Mei
2020. Halaman 14-26. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Setiawan, D., Af, M. A., Aziz, F. M., Fajar, A., & Yurna, Y. (2023). Pandangan Filsafat
Pendidikan Islam Terhadap Manusia Dan Masyarakat. Pendekar: Jurnal Pendidikan
Berkarakter, 1(4), 52-63.

Sumatri, S, Muhammad. Hakikat Manusia dan Pendidikan. MKDK4001/MODUL 01.


Universitas terbuka.

Syahputra, H. (2020). Manusia dalam pandangan filsafat. Al-Hikmah: Jurnal Theosofi dan
Peradaban Islam, 2(1).

20

Anda mungkin juga menyukai