Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum Dosen
Pengampu : Uswatun Hasanah, S. Psi., M. Si
Kelompok II Oleh:
JURUSAN EKONOMI
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat, kasih dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik.Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah umum di STAI MUAFI yaitu PANDANGAN BEBERAPA FILSUF
TENTANG MANUSIA . Selain itu juga tujuan dari penyusunan makalah ini
untuk menambah wawasan tentang identitas pribadi kelompok dan guru bangsa
yang tentunya menjadi judul utama makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................
C. Tujuan Masalah .............................................................................................................
A. Pengertian Manusia.......................................................................................................
B. Pandangan Filsuf Tentang Manusia................................................................................
C. Ciri-Ciri Filsafat Manusia..............................................................................................
D. Hakikat Tujuan Hidup Manusia...................................................................................
E. Manfaat Mempelajari Filsafat Manusia.......................................................................
F. Kedudukan Dan Peran Manusia...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Sejak
dahulu,manusia selalu menjadi pembahasan yang menarik bagi para
pemikir, para filsufdan ilmuan karena melihat manusia sebagai sesuatu
yang unik. Seperti Plato, Ia memandang manusia terdiri dari jiwa dan
tubuh. Dua elemen manusia ini memiliki esensi dan karakteristik yang
berbeda. Jiwa
adalah zat sejati yang berasal dari dunia sejati, dunia idea. Jiwa tertanam d
alam tubuh manusia.sementara tubuh manusia adalah zat semu yang akan
hilang lenyap bersamaan dengan kematian manusia. sedangkan ide tetap
abadi. Sesuatu yang abadi terperangkap di dalam sesuatu yang fana, itulah
Nasib jiwa. Tubuh adalah penjara bagi jiwa.. Sifat utama manusia adalah
rasionalitas, keutamaan moral dan kabajikan selama hidup di dunia ini.
Sedangkan Aristoteles mengemukakan pendapat yang berbeda
dengan Plato,ia memandang manusia sebagai satu kesatuan. Tubuh dan
jiwa adalah satu substansi. Perbedaan keduanya bukan perbedaan esensial.
Bagi Aristoteles jiwa manusia tidak terpenjara dalam tubuh.
Ketidakbebasan manusia bukan dalam kondisi terpenjaranya jiwa oleh
badan melainkan ketidakmampuan mereka menggunakan keseluruhan
sistem psiko-fisik dalam memahami alam semesta dan ketidakmampuan
mengembangkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari,termasuk kehidupan
sosial. Tujuan
hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan, tetapi bukan kebahagiaan ya
ng hedonistik, bukan yang semata mementingkan kenikmatan fisik.
Kebahagiaan manusia adalah kebahagiaan yang dicapai dengan tindakan-
tindakan rasional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manusia?
2. Apa saja ciri-ciri filsafat manusia?
3. Apa saja hakikat dan tujuan hidup manusia?
4
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian manusia
2. Untuk mengetahui ciri-ciri filsafat manusia
3. Untuk mengetahui hakikat dan tujuan hidup manusia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Manusia
Dibawah ini adalah beberapa pengertian tentang manusia oleh para tokoh Filsuf :
a) PLATO
5
Menurut plato, martabat manusia sebagai pribadi tidak terbatas pada mulainya
jiwa bersatu dengan raga. Jiwa telah berada lebih dulu sebelum jatuh kedunia dan
disatukan dengan badan (Timaeus). maka bagi plato, yang disebut manusia atau
pribadi adalah diri sendiri. Sedangkan badan oleh plato dianggap sebagai alat
yang berguna alat yang berguna ketika masih hidup didunia ini, disamping
berguna, sekaligus juga memberati usaha jiwa untuk mencapai kesempurnaan,
yaitu kembali pada dunia ide.1
b) THOMAS AQUINAS
Thomas menolak pendapat dari plato tentang manusia diatas, bagi thomas,
yang disebut manusia sebagai pribadi adalah “ makhluk inidifidu yang dianugrahi
kodrat rasional” (summa theologi). yang disebut makhluk individual, yang hidup,
ialah makhluk yang merupakan kesatuan antara jiwa dan badan. Maka sejauh jiwa
dan badan sudah menyatu, itu sudah dikatakan hidup walaupun belum dapat
berdikari, haruslah disebut sebagai pribadi yang utuh.
Dari pendapat dua tokoh tadi. Yang paling digunakan oleh filosof adalah
pendapat dari thomas, namun pendapat thomas juga masih ada keganjalan,yaitu
bahwa jiwa manusia itu diciptakan lengsung oleh ALLAH tanpa berhubungan
dengan badan. Masih bisa dipertanyakan : seandainya manusia diciptakan secara
langsung tanpa hubungan aktifitas dari manusia dan pengaruh orang tua(GEN),
maka cocokkah dengan teori biologi yang dipercayai manusia pada zaman
sekarang.? Jadi bisa disimpulkan bahwa pendapat tomas masih ada
kekurangannya.
c) DAFID HUME
Dafid menyimpulkan bahwa pribadi adalah identitas diri. Yaitu kesaan jati
diri manusia dalam kaitannya dengan waktu. David berpegang teguh pengetahuan
ilmiyah hanya dapat diciptakan dengan titik tolak pengalaman inderawi, yaitu dari
penglihatan, penciuman, perabaan, pencicipan, dan pendengaran. Dari
penyidikannya, dia menyimpulkan bahwa ‘pribadi’ “hanyalah suatu untingan atau
6
kumpulan persepsi yang berbeda-beda, yang saling menggantikan secara
berturutan dengan kecepatan yang luar biasa, selalu mengalir dan bergerak”.2
d) IMANUEL KANT
f) JOHN DEWEY
Kata ‘pribadi’ bagi John Dewey berarti seseorang yang bertindak sebagai
wakil dari suatu grup atau masyarakat. Seorang individu hanya bisa disebut
pribadi kalau ia mengemban dan menampikan nilai-nilai sosial masyarakat
tertentu. Maka ada hubungan erat antara martabat seseorang sebagai pribadi dan
perannya di dalam masyarakat. Dewey menolak mentah-mentah ide Mill yang
mempertentangkan individu dengan masyarakat.
7
g) JOHN MACMURRAY
Kritis: karena tujuan filsafat manusia pada taraf akhir tidak lain adalah
untuk memahami diri sen diri maka hal apa saja yang secara langsung maupun
tidak langsung berhubungan dengan pemahaman diri manusia, tidak luput dari
kritik filsafat.
8
gambaran menyeluruh atau synopsis tentang realitas manusia. Berbeda dengan
ilmu-ilmu tentang manusia, filsafat mansuia tidak menyoroti aspek-aspek tertentu
dari gejala dan kejadin mansuia secara terbatas.
Kemudian ciri lain dari filsafat manusia adalah penjelasan yang intensif
(mendasar). filsafat adalah kegiatan intelektual yang hendak menggali inti hakikat
(esensi), akar, atau struktur dasar, yang melandasi segenap kenyataan. Dalam
hubungannya dengan filsafat manusia, dapatlah kita katakan, bahwa filsafat
manusia hendak mencari inti, hakikat (esensi), akar atau struktur dasar, yang
melandasi kenyataan manusia, baik yang tampak pada gejala kehidupan sehari-
hari (prailmiah), maupun yang terdapat di dalam data-data dan teori-teori ilmiah.
Orang bisa menggugat ciri intensif filsafat ini, misalnya dengan menyatakan
bahwa ilmu pun pada prinsifnya hendak mencari dasar atau akar (sebab) dibalik
gejala atau kejadian tertentu (akibat). Tetapi tentu saja, ada perbedaan dalam
derajat dan intensitasnya.
Dan ciri kritis dari filsafat manusia ialah peka terhadap apa yang
digelutinya atau terhadap objek yang dikajinya. Filsafat manusia hendak
memahami manusia secara intensif dan ekstensif, maka ia tidak puas terhadap
pengetahuan atau informasi yang bersifat sempit, dangkal dan simplistic tentang
manusia. Sambil menjalankan usahaya dalam memahami manusia secara ekstensif
dan intensif, filsafat manusia tidak henti-hentinya mengecam kekuatan-kekuatan
atau ideologi-ideologi yang ada itu.4
4 John Dewey, individualis Old and New, New York: Capricon Books, 1962
9
4. HAKIKAT TUJUAN HIDUP MANUSIA
Yang artinya ; “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku (ALLAH)”. (Adz Dzaariyat Ayat 56).
5 John Macmurry, Persons in Relations, Atlantic Highlands, N.J.: Humanities Press, 1984
10
Filsafat manusia juga dapat membantu memberikan makna pada apa yang
tengah kita alami, menentukan tujuan hidup, dan sebagainya. Secara teoritis,
filsafat manusia dapat membantu kita meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang
tersembunyi di dalam teori-teori tentang manusia yang terdapat di dalam ilmu
pengetahuan. Mufida. Manfaat lainnya dalalm mempelajari filsafat manusia yaitu
memberikan pemahaman esensial tentang manusia dan hakikat tujuan hidup
manusia agar lebih bermakna.
Menurut latif , dengan mengetahui dan mengenal siapa diri manusia, maka
manusia menjadi sadar tentang kehadiraya di dunia. Bukan itu saja, mengenal diri
manusia sangat penting, artinya mengenal manusia berarti membebaskan manusia
dari keterasingan, paling tidak terbebas dari keterasingan diri sendiri.Dengan kata
lain, mengenal siapa diri manusia berarti memahami makna hadirnya manusia di
dunia.
11
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui". (Al_Baqarah Ayat 30).
Dalam kondisi sosial tertentu, tidak sedikit manusia yang melupakan faktor
ketuhanan sehingga mereka menjadi ateis. Utamanya bagi penganut materialisme
yang mempercayai bahwa segala sesuatu berasal dari benda. Tidak ada unsur
spiritual yang membuat benda itu tercipta. Hal ini bertolak belakang dengan
ajaran agama-agama di dunia yang mengatakan sumber segala sumber ialah
Tuhan.
12
tidak berarti mengutamakan hubungan ketuhanan dan memandang remeh
hubungan-hubungan yang lain. Namun ketiga hubungan sebagai manusia perlu
dijalankan secara bersamaan. Hanya saja hubungan kepada Tuhan hendaknya
dijadikan patokan untuk berhubungan dengan dua yang lain. Dengan cara selalu
ingat bahwa manusia dan alam merupakan ciptaan Tuhan. Sebagai manusia perlu
adanya interaksi kepada semua makhluk agar kearifan kehidupan dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
Semua orang boleh mengklaim dirinya lebih baik dibanding yang lain.
Namun itu terbatas pada tataran keyakinan yang tidak harus diungkapkan dengan
gerakan-gerakan yang justru membuat hubungan antarmanusia menjadi terhalang.
Merasa lebih baik merupakan sifat manusiawi yang tidak dapat dihilangkan,
namun dapat dikendalikan dengan pemahaman-pemahaman asas ketuhanan.
13
Hubungan terpenting lainnya ialah hubungan kepada alam. Alam tidak
terjustifikasi sebagai bentuk dari pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan lain
sebagainya. Namun alam mencakup semua hal, baik alam yang terlihat maupun
yang tidak terlihat.
Dari ayat tersebut kita dapat memahami ternyata seluruh alam semesta
dengan semua bentuk keteraturannya dan hokum-hukum yang berlaku lalu
diserahkan dan ditundukkan kepada manusia untuk dikelola dan dimanfaatkan
oleh manusia itu sendiri, manusia yang telah diberi wewenang untuk
mengelolanya dan juga merawat dan memanfaatkan alam semesta ini dengan
sebaik mungkin.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia dan Filsafat mempunyai kaitan yang cukup erat dalam suatu
kehidupan. Manusia memiliki akal pikiran dan berbagai kebutuhan untuk suatu
hal yang diinginkan yang akan melahirkan suatu pemikiran filsafat. Filsafat
merupakan suatu sikap atau pandangan hidup manusia. Karena filsafat seseorang
ialah keseluruhan jumlah kepercayaan atau keyakinannya. Jadi setiap manusia
cenderung mempunyai suatu filsafat hidup atau pedoman hidup. Karena filsafat
akan memberikan alternatif mana yang paling baik untuk dijadikan pegangan
manusia.
14
Dalam sisi lain, dapat kita tarik dalam garis besarnya bahwa manusia
memiliki kodratnya sebagai makhluk alamiah dan di sisi lain manusia. Juga
sebagai makhluk sosial yang memiliki peranan penting dalam kehidupan
bermasyarakat termasuk dalam hal Pendidikan yang memiliki pedoman dan
pegangan sendiri. Manusia sebagai makhluk alamiah mengandung arti bahwa
manusia secara individualitas dapat belajar secara langsung maupun tidak
langsung belajar mempelajari kehidupannya sendiri dan tidak dapat lepas juga
dari alam yang ada disekelilingnya yang seringkali dimanfaatkan untuk
kehidupannya.
Manusia juga tidak lepas dari hubungannya dengan manusia yang lainnya.
Dimana manusia tidak hanya memiliki peran sebagai manusia alamiah yang
bergantung pada kehidupan pribadinya sendiri atau yang sering kita sebut sebagai
makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial harus mampu berinteraksi secara
hakekat dan keberadaannya, termasuk dalam bidang Pendidikan pula manusia
memiliki peranan yang berpedoman pada filsafat yang sangat begitu penting dan
erat kaitannya. Jadi, manusia pada hakekatnya berperan sebagai makhluk alamiah
dan sosial yang memiliki kaitan yang erat dengan filsafat Pendidikan sebagai
pegangan dan pedoman dalam kehidupannya.
Saran
Demikian makalah yang dapat saya susun,. Sebagai mahasiswa kita harus
mengembangkan ilmu yang kita peroleh dan mencari kebenaran ilmu itu, semoga
dapat bermanfaat bagi kita semua, akhir kata saya menyadari bahwa makalah ini
bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak
memerlukan perbaikan. Karena itu saya sangat mengharapkan tanggapan, saran
dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah saya yang selanjutnya,
atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Filsafat Manusia. Zaenal Abidin. Pt Remaja Rosdakarya.
Dr.P.Hardono Hadi. Jati Diri Manusia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.1996.
15
John Stuart Mill, On Liberty, Indianapolis: Hackett Publishing Company, Inc.,
1978
John Dewey, individualis Old and New, New York: Capricon Books, 1962
John Macmurry, Persons in Relations, Atlantic Highlands, N.J.: Humanities Press,
1984
A Treatise of Human Nature, hlm. 258. Ctritique of Pure Reason, A 361
16