Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ANTROPOLOGI KESEHATAN

“MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL BERBUDAYA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Kesehatan

Dosen Pengampu : Siti Handayani , SST, MKes.

Disusun Oleh:
Kelompok 2

1. Aulia Rahma ( P27220021058 )


2. Awalin Yesika Agustin ( P27220021059 )
3. Azhatul Naziha ( P27220021060 )
4. Berlian Eka Putri ( P27220021061 )
5. Devi Novitasari ( P27220021062 )
6. Dhania Nurazizah ( P27220021063 )
7. Dian Kurnia Maharani ( P27220021064 )
8. Ericka Endah Dwi Yuni Hapsari ( P27220021065 )

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Makalah Manusia sebagai
makhluk sosial berbudaya” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Antropologi kesehatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang pengetahuan konsep dasar manusia sebagai makhluk sosial berbudaya bagi
para pembaca dan juga penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Handayani , SST, MKes. selaku dosen
mata kuliah antropologi kesehatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni yaitu
bidang studi ilmu keperawatan Diploma III.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Penyusun

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 3
A. Konsep Dasar Individu dan Masyarakat ...................................................................... 3
B. Manusia dan Kebudayaan ............................................................................................ 8
C. Unsur-Unsur Kebudayaan ............................................................................................ 8
D. Hubungan Manusia dan Sosial ................................................................................... 11
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................... 12
A. Mableuen di Kecamatan Sawang ............................................................................... 12
B. Mableuen dan Persalinan ........................................................................................... 13
C. Eksistensi Mableuen di Era Persalinan Modern......................................................... 15
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 16
B. Saran........................................................................................................................... 16
BAB V DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sebagai makhluk individu manusia memiliki keunikan tersendiri, sehingga setiap
individu dapat dibedakan dari satu dengan yang lainnya. Salah satu keunikan dari
mausia yaitu setiap manusia mempunyai budaya tertentu sesuai dengan latar belakang
, kapasitas dan fikirannya. Manusia juga disebut sebagai makhluk sosial yang
memiliki arti jika manusia tidak bisa hidu sendiri sehingga membutuhkan orang lain.
Gillin dan Gillin (1954) menyatakan jika interaksi sosial merupakan hubungan –
hubungan antara orang – orang secara individual, antar kelompok orang, dan orang
peroangan dengan kelompok. Hal ini menunjukkan jika manusia mempunyai
kecenderungan untuk berkelompok sesuai dengan satu atau beberapa kesamaan yang
dimiliki oleh anggota kelompok tersebut.
Selain itu manusia juga tidak akan bisa lepas dari kebudayaan, hal ini
dikarenakan manusia meruoakan pencipta dan pengguna kebudayaan tersebu.
Kebudayaan sendiri berasal dari kata budaya, budaya merupakan kata jamak dari kata
budidaya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. “kebudayaan adalah semua hasil karya,
dan cipta masyarakat” Selo soemardjan soemardi.

B. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada makalah yaitu :
1. Bagaimana konsep dasar individu dan masyarakat ?
2. Bagaimana kaitannya manusia dan kebudayaan ?
3. Bagaimana unsur- unsur kebudayaan itu ?
4. Bagaimana hubungan manusia dan sosial ?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui :
1. Konsep dasar individu dan masyarakat
2. Kaitannya manusia dan kebudayaan
3. Unsur- unsur kebudayaan itu
4. Hubungan manusia dan sosial

1
D. Manfaat
Manfaaat dari dibuatnya makalah ini yaitu dapat mengetahui :
1. Konsep dasar individu dan masyarakat
2. Kaitannya manusia dan kebudayaan
3. Unsur- unsur kebudayaan itu
4. Hubungan manusia dan sosial

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar individu dan masyarakat


A. Pengertian Individu
Menurut Abdul Syani (2002: 25), individu berasal dari Bahasa Yunani,
individum, yang berarti satuan kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Sementara
menurut Soediman Kartohadiprodjo, sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto
(2003), individu adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang di dalam dirinya
dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, ras, dan rukun. Individu
merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat. Dapat pula dimaknai sebagai
bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi
bagian yang lebih kecil. Sebagai contoh, suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan
anak. Ayah merupakan individu dalam kelompok sosial tersebut, yang sudah
tidak dapat dibagi lagi ke dalam satuan yang lebih kecil. Pada dasarnya, setiap
individu memiliki ciri-ciri yang berbeda. Individu yang saling bergabung akan
membentuk kelompok atau masyarakat. Individu tersebut akan memiliki
karakteristik yang sama dengan kelompok dimana dirinya bergabung.
Raga atau jasmani merupakan bnetuk jasad manusia yang has yang dapat
membedakan antara individu satu dengan yang lainnya sekalipun dengan cirri
hakekat yang sama sebagai manusia. Raga ini dapat membedakan antara laki-laki
dan perempuan, dan seterusnya. Rasa atau perasaan individu dapat menangkap
objek gerakan dari benda-benda isi alam semesta, seperti merasakan panas, dingin
dan lain sebagainya. Perasaan dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga
mampu memberikan rangsang perasaan keindahan yang antara lain dapat
mendorong semangat atau dapat juga menghibur kesedihan. Rasio atau akal
pikiran, merupakan kelengkapan manusia untuk dapat mengembangkan diri
mengatasi segala sesuatu yang diperlukan dalam diri setiap individu.
Menciptakan aspek teknik yang dapat memperingan kehidupan manusia melalui
penciptaan karya teknologi yang semakin maju. Setiap individu memiliki rukun
berupa hidup harmonis, damai dan saling melengkapi sehingga dapat
mempengaruhinya dalam membentuk kelompok sosial (masyarakat).
Secara konsep sosiologi, individu dapat dirumuskan secara terbatas sebagai
jumlah keseluruhan pengalaman, pandangan/pikiran dan segenap tindakan-

3
tindakan seseorang yang kemudian membentuk dan mewarnai cirri-ciri
pribadinya. Untuk memahami kepribadian seseorang dapat dilihat kenyataan
secara fisik atau penampilannya; jika lingkungan sosialnya berkomentar bahwa ia
mempunyai kepribadian yang menarik, maka seseorang tersebut merupakan
individu yang mempunyai penampilan yang menyenangkan. Biasanya factor-
faktor yang berpengaruh terhadap penilaian yang perkembangan kepribadian
seseorang adalah antara lain factor hereditas (biologis), lingkungan sosial dan
budaya dan pengalaman-pengalaman ysng istimewa. Dilihat dari sudut
psikologis, semua faktor ini berpengaruh terhadap kepribadian yang nampak pada
temperamen dan sifat-sifat seseorang dalam kehidupan pergaulan sehari-hari.
Konsep tentang diri seseorang dalam kaitannya dengan sikap pribadi dalam
kehidupan masyarakat, adalah merupakan interpretasi orang lain (anggota
masyarakat) terhadap diri sendiri. Hal ini berarti bahwa individu merupakan
konsep yang dipikirkan oleh seseorang tentang orang lain sebagaimana dirinya
sendiri. Seorang pribadi biasanya ditandai oleh adanya penilaian subyektif
terhadap apa yang ia pikirkan tentang orang lain. Biasanya seseorang dalam
mengembangkan konsep individu mencoba untuk berpendapat atau berhipotesis
tentang dirinya dari posisi orang lain dalam masyarakat. Apabila dalam perilaku
dan pemikiran subyektifnya itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dalam
kehidupan masyarakat, maka konsekuensinya pola perilaku yang
dikembangkannya menjadi keliru; inilah suatu kesulitan dalam mencapai
subyektivitas.
Sementara itu, menurut Soerjono Soekanto (2003) , dalam masyarakat yang
sudah kompleks, individu biasanya menjadi anggota dari kelompok-kelompok
sosial tertentu sekaligus, misalnya atas dasar seks, ras, agama dan lain
sebagainya. Akan tetapi dalam hal lain, seperti di bidang pekerjaan, rekreasi dan
sebagainya, keanggotaannya bersifat sukarela. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa terdapat derajat dan arti tertentu bagi individu-individu tadi, sehubungan
dengan keanggotaan kelompok sosial yang tertentu, sehingga bagi individu
terdapat dorongan-dorongan tertentu pula sebagai anggota suatu kelompok sosial.
Indikator lainnya bagi individu adalah ia merasa lebih tertarik pada kelompok-
kelompok sosial yang dekat dengan kehidupan, seperti keluarga, kelompok
kekerabatan dan rukun tetangga. Apabila kelompok sosial dianggap sebagai
kenyataan dalam kehidupan manusia/individ, maka yang juga harus diingat

4
adalah konsep-konsep dan sikap individu terhadap kelompok sosial sebagai
kenyataan subyektif yang penting untuk memahami gejala kolektivitas. Oleh
karena kelompok dimaknai sebagai kumpulan individu yang saling berhubungan
antara satu dengan yang lainnya, maka individu dapat pula disebut anggota
kelompok.

B. Pengertian Masyarakat
Menurut Abdul Syani (1987), secara etimologi, masyarakat berasal dari kosa
kata Arab, Syāraka-Yusyāriku-Musyārakah, yang berarti bersama-sama,
kemudian berubah menjadi ‘masyarakat’ yang berarti berkumpul bersama, hidup
bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya
mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia). Menurut Auguste
Comte, masyarakat adalah kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-
realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan
berkembang menurut pola perkembangannya sendiri. Sementara menurut Hassan
Shadily (1983), masyarakat dapat didefenisikan sebagai golongan besar atau kecil
dari beberapa manusia yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan
mempunyai pengaruh kebatinan satu dengan yang lainnya. Begitu juga menurut
Ralph Linton, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah
cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan
dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Masyarakat
menurut J.L. Gillin & J.P. Gillin, adalah kelompok manusia yang terbesar dan
membunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama serta
meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil. Menurut
Koentjaningrat (1980), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan
yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sedangkan menurut Selo
Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang
menghasilkan kebudayaan.
Dalam bahasa Inggris, kata ‘masyarakat’ mempunyai 2 padanan kata, yaitu
society dan community. Menurut Arthur Hilman, masyarakat yang disepadankan
sengan community (komunitas) adalah harus mempertimbangkan 2 variasi dari
suatu yang berhubungan dengan kehidupan bersama (antar manusia) dan
lingkungan alam. Dengan demikian, ciri masyarakat adalah penekanan pada

5
kehidupan bersama dengan bersandar pada lokalitas dan derajat hubungan sosial
atau sentimen. Komunitas semacam pengertian di atas disebut oleh Hassan
Shadily sebagai ‘paguyuban’, karena memperlihatkan rasa sentimen yang sama
ssperti yang terdapat dalam Gemeinschaft (komunitas dalam bahasa Jerman).
Anggota kelompoknya mencari kepuasan bersadarkan adat kebiasaan dan
sentimen (faktor primer), kemudian diikuti atau diperkuat oleh lokalitas (faktor
sekunder).
Berdasarkan ciri-ciri dan syarat masyarakat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa masyarakat bukan hanya sekedar sekumpulan manusia belaka, tetapi harus
juga ditandai dengan adanya hubungan atau pertalian satu dengan yang lainnya.
Paling tidak, setiap individu sebagai anggota masyarakat mempunyai kesadaran
akan keberadaan individu lainnya. Hal ini berarti bahwa setiap individu
mempunyai perhatian terhadap yang lainnya dalam setiap kegiatannya. Jika
kebiasaan itu kemudian menjadi adat, tradisi atau melembaga, maka sistem
pergaulan hidup di dalamnya dapat dikatakan sebagai pertalian primer yang
saling berpengaruh.
Menurut Mac Iver, sebagaimana dikutip Harsodjo (1972), dalam masyarakat
terdapat suatu sistem cara kerja prosedur dari otoritas dan saling membantu yang
meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dai pengawasan
tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks dan selalu berubah
(dinamis), atau jaringan-jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamakan
masyarakat.
Hidup bersama bermasyarakat bagi manusia menjadi sangat penting karena
manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri secara berkelanjutan dan manusia
baru dapat disebut sebagai manusia yang sempurna jika ia ternyata dapat hidup
bersama dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Dengan kata lain dapat
dipaparkan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial. Dalam konteks ini, Adham
Nasution (1983) menjelaskan bahwa hidup bermasyarakat adalah mutlak bagi
manusia supaya ia dapat menjadi manusia dalam arti yang sesungguhnya, yatu
sebagai human being, orang atau oknum. Bukan sekedar dalam pengertian
biologis, tetapi benar-benar dapat berfungsi sebagai manusia yang mampu
bermasyarakat dan berkebudayaan.

6
C. Hubungan Individu dan Masyarakat
Sejak dahulu, hubungan anatar individu dan masyarakat sudah menjadi
perdebatan di kalangan pakar ilmu sosial. Pertentangan pendapat itu bermula dari
prioritas hubungan antara individu dan masyarakat, yaitu apakah individu itu
merupakan realitas inti bagi terbentuknya suatu masyarakat dan apakah
keberadaan individu itu tergantung pada masyarakat.
Pertanyaan itu menemukan jawabannya mengenai adanya fakta bahwa
pertalian antara individu dan masyarakat itu merupakan dwi tunggal sebagai
pengakuan dari kesatuan fungsional. Pandangan terhadap pertanyaan itu biasanya
ditemukan dengan melihat rentetan kausalitas terjadinya hubungan antara individu
dan masyarakat yang pada hakekatnya merupakan hubungan fungsional, yaitu
hubungan antar individu dalam suatu kolektivitas berupa kesatuan yang terbuka
dan ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Alasan pokok terjadinya
kondisi ini karena individu dalam hidupnya senantiasa menghubungkan
kepentingan dan kepuasannya pada orang lain.
Hubungan individu dengan masyarakat bermula dari pengaruh keluarga yang
kemudian membawa kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan lingkungan
sosialnya. Dengan perbedaan-perbedaan ini berart individu semakin menyadari
akan kekuarangan masing-masing, yang apabila tidak dipertukarkan, maka
individu-individu tersebut tidak dapat mencapai harapan hidupnya dengan
sempurna. Proses ini dinamakan Charles H. Cooley sebagai The Looking Glass
Self, yaitu perkembangan kesadaran diri sendiri sebagai pencerminan dari
pandangan orang lain. Atas dasar ini, para pakar ilmu sosial berkesimpulan bahwa
manusia tidak dapat hidup seorang diri tanpa berhubungan dan bekerjasama
dengan orang lain.
Terdapat 3 kesimpulan terhadap bagaimana hubungan antara individu dengan
masyarakat, yaitu:
1. Individu memiliki status yang relatif dominan terhadap masyarakat;
2. Masyarakat memiliki status yang relatif dominan terhadap individu;
3. Individu dan masyarakat saling tergantung.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu dan masyarakat
merupakan perangkat yang senantiasa ada dalam setiap pergaulan hidup;
individu tidak mungkin dapat hidup dengan sempurna tanpa masyarakat.

7
B. Manusia dan kebudayaan
Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin),
yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau
sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang
individu. Manusia merupakan makhluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan
potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran,
pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi
dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik positif maupun
negatif. Manusia adalah makhluk yang terbukti berteknologi tinggi. Ini karena
manusia memiliki perbandingan massa otak dengan massa tubuh terbesar diantara
semua makhluk yang ada di bumi. Walaupun ini bukanlah pengukuran yang mutlak,
namun perbandingan massa otak dengan tubuh manusia memang memberi kan
petunjuk dari segi intelektua lrelatif.
Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.Budaya adalah suatu pola
hidup menyeluruh.budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya
turut menentukan perilaku komunikatif.Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan
meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Kebudayaan dapatlah dilihat sebagai
dialektika masa lampau dan masa depan yang bersintesis pada masa sekarang.

C. Unsur-unsur kebudayaan
Kebudayaan masyarakat, itu bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil
karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang
mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan di
dalamnya.
Kebudayaan tidak diwariskan secara biologis, melainkan hanya mungkin
diperoleh dengan cara belajar dan kebudayaan tersebut diperoleh manusia sebagai

8
anggota masyarakat. Hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Luasnya
bidang kebudayaan menimbulkan adanya telahan mengenai apa sebenarnya isi dari
kebudayaan itu. Pandangan para ahli tentang kebudayaan berbeda-beda, namun
sama-sama memahami bahwa kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang
terintegrasi. Unsur-unsur kebudayaan terdapat pada setiap kebudayaan dari semua
manusia dimanapun berada. Selanjutnya Koentjaraningrat menyusun tujuh unsur-
unsur kebudayaan yang bersifat universal berdasarkan pendapat para ahli antropologi.
Tujuh unsur kebudayaan yang dimaksud adalah :
(a) sistem universal religi dan upacara keagamaan
Sistem religi diartikan sebagai sistem antara keyakinan dan praktek
keagamaan yang berhubungan dengan hal-hal suci dan tidak terjangkau oleh akal.
Hal ini dapat dilihat dari manusia yang percaya adanya suatu kekuatan gaib atau
supranatural yang di anggap lebih tinggi. Sebagai contoh dalam islam, seorang
muslim meyakini Al-Qur’an merupakan kitab Allah SWT, dan merupakan pedoman
bagi umat manusia. Maka, dalam prakteknya manusia membaca dan mengamalkan
nilai-nilai dalam Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
(b) organisasi kemasyarakatan,
Manusia merupakan makhluk ciptaaan tuhan yang paling sempurna, namun
tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing antar individu sehingga
manusia disebut juga sebagai makhluk sosial, yang artinya manusia memerlukan
bantuan dari orang lain. Karena hal tersebut maka timbul rasa berorganisasi dan
bersatu. Setiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan
aturan-aturan yang sesuai dengan lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari
ke hari. Karena setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing, maka tiap daerah
tersebut memiliki kebudayaan yang berbeda pula, sehingga aturan-aturan serta nilai-
nilai yang diterapkan di suatu lingkungan tergantung kebudayaan daerah tersebut.
(c) Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem
peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan
berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena
mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam
kehidupannya. Sebagai contoh banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup
apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis
ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila

9
tidak mengetahui dengan teliti ciriciri bahan mentah yang mereka pakai untuk
membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan
pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang
ada di sekitarnya.
(d) Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya
untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Bahasa dapat dikatakan
sebagai ikon dari suatu daerah. Dimana dengan bahasa tersebut, suatu daerah dapat
dikenali.
(e) Kesenian
Sama seperti bahasa, kesenian juga merupakan pengenal dari suatu daerah.
Namun, kesenian memiliki efek yang lebih besar, dibandingkan dengan bahasa. Hal
ini dikarenakan, saat seorang membicarakan tentang kebudayaan suatu daerah, maka
yang terlintas dalam pikiran orang-orang ialah kesenian daerah tersebut. Sedangkan,
kebudayaan itu tidak hanya mencakup keseniannya saja, tetapi semua unsur-unsur
yang terdapat di dalam suatu daerah yang telah menjadi ciri khas daerah tersebut
merupakan kebudayaan.
(f) mata pengcaharian hidup
Sistem mata pencaharian bersesuaian dengan keadaan lingkungan di suatu
daerah. Masyarakat di daerah perkampungan didomiasi dengan mata pencaharian
sebagai petani. Masyarakat pesisir pantai didominasi dengan para nelayan. Begitu
pula dengan masyarakat perkotaan yang bekerja di perkantoran. Sistem mata
pencaharian tersebut sesuai dengan sumber daya serta keterampilan anggota
masyarakatnya.
(g) teknologi dan peralatan
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka
akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para
antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang
dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup
dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan
tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi
merupakan bahasan kebudayaan fisik.
Tata urut dari unsur–unsur universal yang tercantum di atas menggambarkan
kontinum dari unsur–unsur yang paling sukar berubah ke unsur–unsur yang paling

10
mudah berubah.

D. Hubungan manusia dan sosial


Menurut Weber adalah konsep tindakan sosial. Hal yang perlu kita pahami adalah
tindakan sosial yang terjadi antara paling sedikit dua orang, akan memungkinkan akan
memberikan penjelasan kausal, atau sebeb akibat. Weber memberikan penjelasan tentang
tindakan manusia atau menghubungkan alasan manusia berindak demikian, dan maksud
tindakan tersebut.
Menurut Aguste Comte, sosialogi tentang masyarakat nertujuan untuk mengetahui
masyarakat, dan dengan pengetahuan itu seorang dapat menjelaskan meramal, dan
mengontrol masyarakat.
Masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya.
Keseluruhan kompleks dalam defenisi tersebut berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas
bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan. Misalnya dalam tubuh manusia terdapat
bagian-bagian yang membentuk suatu organic biologis, serti jantung, hati, otak, dan paru-
paru. Kesatuan dari bagian-bagian tersebut membentuk sistem yang namanya manusia.
Demikian juga denga masyarakat, didalamnya terdiri atas bangsa-bangsa yang
membentuk hubungan sosial. Misalnya hibungan orang tua dengan anak, hubungan guru
dan siswa, hubungan atasan dan bawahan, yang keseluruhan hubungan yang luas itu
disebut masyarakat. Hubungan-hubungan yang terjadi pun tidak sembarangan, tetapi
memiliki keteraturan. Dalam adat istiadat Indonesia biasanya anak menghormati orang
tua, bawahan menghormati atasan. Singkatnya semua berjalan menurut suatu sistem. Oleh
kerena itu, Berger mendefenisikan masyarakat sebagai sistem masyarakat, atau tindakan
yang terjadi minimal dua orang yan saling mempengaruhi perilakunya. Dari contoh
tersebut, dapat kita pahami bahwa setiap ada sistem interaksi, disanalah konsep
masyarakat diterapkan. dalam interaksi juga dapat dilihat bentuk peraturan, kebiasaan,
dan adat istiadat yang yang diciptakan oleh manusia dan juga mengatur manusia. Artinya
bahwa antara individu dan masyarakat memiliki hubungan timbal balik.

11
BAB III
PEMBAHASAN

Dukun bayi (mableuen) adalah seorang perempuan yang diakui oleh masyarakat
dalam mendampingi ibu hamil, pertolongan persalinan serta perawatan bayi baru lahir
secara spiritual. Umumnya masih banyak masyarakat yang mempercayakan dukun untuk
membantu proses persalinannya. Ia selalu membantu pada masa awal kehamilan sampai
mengurus ibu dan bayinya selesai persalinan hingga masa nifas. Menurut ketua mitra
peduli kependudukan (2006: 112) dukun bayi (mableuen) biasanya seorang wanita yang
sudah berumur lebih kurang 40 tahun ke atas. Tenaga dukun bayi (mableuen) sejak
dahulu kala sampai sekarang merupakan pemegang peranan penting dalam pelayanan
kebidanan.
Eksistensi “Mableuen” di era persalinan modern : studi antropologi kesehatan di
Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Utara.

A. Mableuen di Kecamatan Sawang


Mableuen sampai saat ini masih diakui oleh masyarakat karena metode persalinan
yang membuat si Ibu bayi tidak perlu melakukan operasi. Eksistensi Mableuen masih
sangat diharapkan oleh masyarakat dengan alasan bahwa Mableuen mampu melestarikan
adat istiadat, budaya dan tradisi masyarakat mengenai proses persalinan. Adaptasi
mableuen di era persalinan modern berjalan dengan cukup baik, antara Mableuen dan
bidan desa melakukan kerjasama yang mampu memberikan kekompakan antara satu
dengan lain, saat ini Mableuen sudah difasilitasi dengan pelatihan kusus masalah
persalinan.

Eksistensi Mableuen di Masyarakat Balang Cut


Eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Jadi
eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami
perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam
mengaktualisasikan potensi-potensinya.
Beberapa peran yang dilakukan Mableuen pada periode kehamilan dalam perspektif
masyarakat meliputi:
1) Mableuen dilibatkan dalam upacara empat bulanan atau tujuh bulanan,
2) membetulkan posisi janin,
3) memijit ibu hamil, dan

12
4) memotivasi cek kehamilan Di Pusat Pelayanan Kesehatan

B. Mableuen dan Persalinan


a) Peralatan yang digunakan Mableuen saat persalinan
Alat yang digunakan dalam pemotongan placenta adalah welat yaitu sebuah pisau
yang terbuat dari bambu, kemudian berganti menjadi gunting, dan terakhir adalah
gunting khusus.
Cara pemotongan placenta dilakukan dengan memegang erat ujung yang menjadi
batas ari-ari menurut perhitungan mableuen, kemudian mulai melakukan pemotongan
dengan pisau yang terbuat dari bambu, kemudian bekas luka dibalut dengan garam,
kunyit,dan njet. Jika ibu bayi dalam keadaan sudah terdesak, Mableuen biasanya
menggunakan ilmu Sulushoh (ilmu khusus turun temurun untuk melakukan proses
persalinan tanpa operasi), ilmu tersebut digunakan apabila memang sudah terdesak
yang mengakibatkan banyak pendarahan dan jika bayi betu-betul tidak mau keluar.
b) Cara Pertolongan Persalinan
Tahapan-tahapan persalinan yang dimaksud yaitu:
1) Tahap pertama, persiapan tempat bersalin
Dukun bayi menyiapakan tempat bersalin dengan menggelar alas serta
memposisikan calon ibu dengan duduk senden.
2) Tahap kedua, pemijatan
Dukun bayi melakukan pemijatan terhadap calon ibu pada bagian kaki, paha,
serta perut sambil membacakan mantera untuk memberikan perlindungan kepada
ibu dan bayi. Sementara itu sang suami berada tepat dibelakang istri untuk
menopang sambil mengunyah sebuah ramuan dari dukun bayi yang kemudian
disemburkan ke ubun-ubun sang istri.
3) Tahap ketiga, pemotongan tali pusat setelah turunnya plasenta.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan pisau bambu yang telah diberi
mantera khusus. Setelah itu dilakukan proses pengolesan kunyit pada tunggal tali
pusat untuk mempercepat proses pengeringan luka.
4) Tahap keempat, penguburan ari-ari.
Proses penguburan ari-ari ini dilakukan dengan membacakan mantera agar bayi
terhindar dari bahaya, ari-ari dikuburkan di sekitar halaman rumah.
5) Tahap terakhir yaitu pencucian bekas alas melahirkan istri (kopohan).

13
Pada tahap ini khusus dikerjakan oleh suami. Proses ini disertai dengan ritual
Bakar kemenyan, merang, bunga, dan wangi-wangian serta pembacaan mantera
yang diajarkan oleh dukun bayi.

c). Ramuan Yang digunakan Mableuen Pada Ibu Bayi


Selain berupa ramuan, perawatan pasca melahirkan berupa mandi khusus yaitu
sang ibu bayi mandi dengan mengguyur badannya mulai dari kepala dan seluruh
tubuh, dengan mata tetap terbuka dan tiap kali bersamaan dengan guyuran air, ibu
bayi harus membuka mulutnya untuk menghembuskan udara. Mandi dengan cara
seperti ini ditujukan untuk menjaga ibu bayi dari gangguan makhluk halus.
Pasca melahirkan Mableuen menggunakan Param (sejenis obat-obatan dari kunyit)
pada tubuh ibu bayi. Kegunaan param tersebut yaitu untuk memulihkan tenaga ibu
bayi pasca melahirkan. Param biasanya terbuat dari kunyit, dan akat-akar
ilalang.Mableuen kecamatan Sawang tidak berjumlah sebanyak dulu, untuk saat ini
Mableuen di tempat tersebut hanya berjumlah 3-5 orang saja.

Peran Mableun dalam Perawatan Pasca Persalinan


Pada sembilan hari kelahiran bayi, mableuen melakukan pijit pada bayi.Secara
umum dukun bayi akan terus mendampingi bayi sampai 45 hari kelahiranya. Pada
usia 45 hari kelahirannya diadakan selapanan yaitu pencukuran seluruh rambut bayi,
hal ini juga dilakukan oleh dukun bayi yang membantu kelahirannya, pencukuran
seluruh rambut bayi tersebut memiliki maksud dan tujuan agar kelak rambut bayi
tumbuh dengan bagus dan secara magis bayi tidak mudah rewel dan lemah terhadap
penyakit.
Adaptasi mableuen dengan persalinan modern semakin ditingkatkan dengan
menjalin hubungan yang sangat baik antara bidan dengan mableuen. Mableuen yang
menekuni profesi sebagai penolong persalinan secara tradisional, mendapatkan
apresiasi baik dari warga masyarakat khususnya bidan. Mableuen dan praktiknya

14
berarti telah melestarikan budaya yang secara turun-temurun dijalankan pada
peristiwa diseputar kelahiran seorang bayi. Hal ini sejalan dengan teori solidaritas
mekanik Emile Durkheim yang mengatakan bahwa, “Dalam masyarakat yang
menganut solidaritas mekanis, yang diutamakan ialah persamaan peilaku dan sikap.
Perbedaan tidak dibenarkan”.

C. Eksistensi Mableuen di Era Persalinan Modern


Mableuen adalah seorang perempuan yang diakui oleh masyarakat dalam
mendampingi ibu hamil, pertolongan persalinan serta perawatan bayi baru lahir secara
spiritual. Umumnya masih banyak masyarakat yang mempercayakan dukun untuk
membantu proses persalinannya.
Peran Mableuen mencerminkan budaya. Hingga kini sebagian masyarakat terutama
para ibu masih memilih menggunakan jasa Mableuen untuk membantu proses persalinan.
Layanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan nonmedis atau Mableuen:
a) Mableuen biasanya adalah orang yang di kenal masyarakat setempat.
b) Biaya pertolongan persalinanMableuenjauh lebih murah daripada tenaga kesehatan,
mableuen mematok harga murah, kadang bisa disertai atau diganti dengan sesuatu
barang misalnya beras, kelapa, dan bahan dapur lainnya.
c) Pelayanan Mableuen di lakukan sampai ibu selesai masa nifas.
d) Masyarakat masih terbiasa dengan cara-cara tradisional
e) Mableuen menemani anggota keluarga agar bisa beristirahat dan memulihkan diri,
sebaliknya bidan seringkali tidak bersedia saat dibutuhkan atau bahkan tidak mau
datang saat dipanggil. Masyarakat di pedesaan, masih lebih percaya kepada Mableuen
dari pada kepada bidan. Disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingkat
pendidikan yang rendah, status dalam masyarakat terhadap penyuluhan dan pertugas
kesehatan rendah dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyuluhan dan
pertugas kesehatan masih rendah.

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Eksistensi mableuen masih diharapkan oleh warga dengan alasan faktor ekonomi,
adat-istadat, tradisi, sugesti masyarakat serta kemantapan masyarakat serta faktor
kepercayaan. Adapun selama menjalankan profesinya, mableuen telah memiliki
ijin praktek dari pemerintahan daerah setempat dan telah mengikuti berbagai
pelatihan-pelatihan medis dibidangnya sehingga pertolongan persalinan dapat
dilakukan secara bersih dan sehat dan masyarakat tidak perlu meragukan keahlian
sebagai tenaga tradisional.
2. Adaptasi mableuen baik lingkungan maupun budaya sangat baik. Apalagi sampai
saat ini mableuen diberikan wewenang untuk menangani proses persalinan dengan
mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak puskesmas setiap bulannnya.

B. Saran
Setelah melakukan penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca
kepada generasi muda agar dapat mengetahui sejarah antropologi sosial dan
kesehatan. Selain itu, untuk menghindari ethnosentrisme yang sempit karena dengan
mempelajari anthropologi kita mampu memahami berbagai perbedaan ras dam ethnic
yang berbeda sehingga menghindari kesalahpahaman antar budaya yang berbeda.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mableuen, B. D., & Elfida, L. Eksistensi “Mableuen” di Era Persalinan Modern: Studi
Antropologi Kesehatan di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Utara

Mahdayeni. Roihan, M. Syukri, A. (2019). Manusia dan Sejarah Kebudayaan: Manusia dan
Sejarah Kebudayaan, Manusia dalam Keanekaragaman Budaya dan Peradaban,
Manusia dan Sumber Penghidupan. Jurnal Pendidikan. 7(2):154-165

17

Anda mungkin juga menyukai