Anda di halaman 1dari 14

MANUSIA DAN PENDIDIKAN

(MATA KULIAH LANDASAN DAN FILSAFAT PENDIDIKAN )


Dosen: Prof. Aceng Hasani, M.Pd.

Disusun oleh:

Ayuningrum, S.Pd. (NIM 7784230032)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kita dapat menyelesaikan makalah tentang
“MANUSIA DAN PENDIDIKAN” ini tepat pada waktunya. Dan juga kami berterima kasih
pada Prof. Aceng Aceng Hasani, M.Pd.selaku dosen mata kuliah Landasan dan Falsafah
Pendidikan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai hakikat manusia dan pengembangannya. Permohonan maaf dan kritikan
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan karena penulis menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan,
mengingat karena kesempurnaan sesungguhnya datangnya hanya dari Tuhan Yang Maha Esa.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Makalah yang telah disusun ini diharapkan dapat berguna bagi kami maupun bagi
orang yang membacanya.
Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Serang, 9 September 2023


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu unsur kunci yang membentuk peradaban manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan telah menjadi pilar utama dalam proses
transformasi manusia dari makhluk biologis menjadi makhluk sosial, intelektual, dan
moral. Namun, untuk memahami peran penting pendidikan dalam kehidupan manusia,
kita perlu merenungkan hakikat manusia, prinsip-prinsip antropologis, dan bagaimana
pendidikan dapat menjadi kunci untuk mengaktualisasikan potensi manusia dan
menjadikannya lebih humanis.
Makalah ini akan mengulas tiga aspek penting dalam konteks "Manusia dan
Pendidikan": hakikat manusia, prinsip-prinsip antropologis, dan pendidikan sebagai
humanisasi. Hakikat manusia merujuk pada esensi eksistensi manusia, yang melampaui
aspek biologis dan mencakup dimensi sosial, intelektual, dan moral. Prinsip-prinsip
antropologis merupakan kerangka kerja yang memahami manusia sebagai makhluk yang
memiliki keharusan dan kemungkinan tertentu dalam perkembangannya. Sementara itu,
pendidikan sebagai humanisasi mencerminkan gagasan bahwa pendidikan bukan hanya
tentang pengembangan keterampilan, tetapi juga tentang membentuk individu menjadi
manusia yang lebih bijaksana, empatik, dan bertanggung jawab.
Melalui penjelasan tentang hakikat manusia, prinsip-prinsip antropologis, dan
pendidikan sebagai humanisasi, makalah ini akan menggali betapa pentingnya pendidikan
dalam membentuk manusia menjadi individu yang sadar akan nilai-nilai kemanusiaan.
Kami akan menjelajahi bagaimana pendidikan memiliki peran krusial dalam
menginspirasi, mengembangkan potensi, dan mendorong manusia untuk menjadi agen
perubahan yang positif dalam masyarakat. Dengan memahami tiga aspek ini secara
holistik, kita dapat meresapi hakikat mendalam dari hubungan yang erat antara manusia
dan pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hakikat manusia?
2. Apa prinsip-prinsip Antropologis keharusan dan kemungkinan pendidikan?
3. Bagaimana pendidikan sebagai humanisasi?

C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
a. Mengetahui pengertian hakikat manusia.
b. Mengetahui prinsip-prinsip Antropologis keharusan dan kemungkinan
pendidikan.
c. Memahami pendidikan sebagai humanisasi.

BAB II
MANUSIA DAN PENDIDIKAN

A. Hakikat Manusia

Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala


sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya, manusia tidak hanya bertanya tentang
berbagai hal yang ada di luar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri. Dalam
rentang ruang dan waktu, manusia telah dan selalu berupaya mengetahui dirinya sendiri.
Dalam kehidupannya yang nyata, manusia menunjukkan keragaman dalam
berbagai hal, baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya, bahkan sebagaimana
dikemukakan di atas, pengetahuan tentang manusia pun bersifat ragam sesuai pendekatan
dan sudut pandang dalam melakukan studinya.
Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial setiap manusia ini disebut
pula sebagai hakikat manusia, sebab dengan karakteristik esensialnya itulah manusia
mempunyai martabat khusus sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya. Antara
lain berkenaan dengan: (1) asal-usul keberadaan manusia, yang mempertanyakan apakah
ber-ada-nya manusia di dunia ini hanya kebetulan saja sebagai hasil evolusi atau hasil
ciptaan Tuhan?; (2) struktur metafisika manusia, apakah yang esensial dari manusia itu
badannya atau jiwanya atau badan dan jiwa; (3) berbagai karakteristik dan makna
eksistensi manusia di dunia, antara lain berkenaan dengan individualitas, sosialitas.
(Sumantri,2015)
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pengertian hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan
makna eksistensi manusia di dunia. Pengertian hakikat manusia berkenaan dengan
"prinsip adanya" manusia.

B. Aspek- aspek Hakikat Manusia


1. Manusia sebagai Makhluk Tuhan
Manusia dianggap sebagai makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh
Tuhan YME. Kesempurnaan manusia berasal dari peran mereka sebagai khalifah di
bumi. Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran dan pemahaman diri. Mereka
mampu membedakan diri mereka dari alam sekitarnya, meskipun mereka adalah
bagian dari alam semesta.
Terdapat dua pandangan filosofis yang berbeda tentang asal-usul alam
semesta: evolusionisme dan kreasionisme. Evolusionisme menyatakan bahwa alam
semesta berkembang secara alami melalui evolusi, sedangkan kreasionisme meyakini
bahwa alam semesta adalah hasil ciptaan Tuhan YME. Argumen kosmologi
mendukung pandangan bahwa segala sesuatu harus memiliki sebab. Dalam hal ini,
adanya alam semesta dan manusia di dalamnya dianggap sebagai akibat dari
"Pribadi" atau "Khalik" yang lebih tinggi, seperti Tuhan.
Manusia, sebagai makhluk Tuhan, mengalami fenomena kemakhlukan.
Mereka merasa kecil dan rendah di hadapan Tuhan yang Maha Besar dan Maha
Tinggi. Manusia memiliki keterbatasan dan ketidakberdayaan, sementara Tuhan
memiliki pengetahuan dan kekuasaan yang tak terbatas.Kesadaran akan keterbatasan
manusia dan kasih sayang Tuhan menciptakan perasaan cemas dan takut, tetapi juga
rasa kagum, hormat, dan segan terhadap Tuhan. Manusia bersedia bersujud dan
berserah diri kepada penciptanya. Manusia juga memiliki harapan kepada Tuhan dan
berdoa sebagai ungkapan kepercayaan kepada-Nya. Hal ini membantu manusia
memiliki kejelasan tentang tujuan hidup, sikap positif terhadap masa depan, dan rasa
dekat dengan penciptanya.

2. Manusia sebagai Kesatuan Badan–Roh


Para filsuf berpendapat yang berkenaan dengan struktur metafisik manusia.
Terdapat empat pandangan utama tentang struktur metafisik manusia: Materialisme,
Idealisme, Dualisme, dan pandangan bahwa manusia adalah kesatuan badan-roh.
Materialisme: Pandangan ini menyatakan bahwa manusia adalah bagian dari
alam semesta yang terdiri dari materi. Manusia tunduk pada hukum alam dan
dianggap sebagai hasil puncak evolusi alam semesta. Yang esensial dari manusia
adalah badannya, dan aspek kejiwaan dipandang hanya sebagai hasil dari fungsi
tubuh.
Idealisme: Sebaliknya, pandangan Idealisme menganggap bahwa jiwa atau
roh manusia adalah inti atau esensi mereka. Jiwa berperan sebagai pemimpin badan
dan memiliki kedudukan lebih tinggi daripada tubuh. Pandangan ini dikenal sebagai
Spiritualisme.
Dualisme: Dualisme, seperti yang diusulkan oleh Rene Descartes,
menyatakan bahwa manusia terdiri dari dua substansi yang berbeda, yaitu badan dan
jiwa. Keduanya ada secara terpisah dan tidak mempengaruhi satu sama lain secara
langsung, tetapi peristiwa kejiwaan dan badaniah selalu berjalan paralel. Ini dikenal
sebagai Paralelisme.
Manusia adalah kesatuan badani-rohani yang hidup dalam ruang dan waktu,
sadar akan diri dan lingkungannya, memiliki kebutuhan, insting, nafsu, dan tujuan.
Mereka juga memiliki potensi untuk beriman, berbuat baik, berpikir, berperasaan,
berkehendak, dan berkarya. Selain itu, manusia memiliki aspek individualitas,
sosialitas, moralitas, keberbudayaan, dan keberagaman dalam eksistensinya. Hal ini
mengimplikasikan bahwa manusia berinteraksi, memiliki sejarah, dan dinamis dalam
perkembangannya.

3. Manusia sebagai Makhluk Individu


Manusia memiliki kesadaran akan keberadaan dirinya sendiri, yang
merupakan perwujudan dari individualitas manusia. Individualitas mengacu pada
kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai individu, manusia
adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi dan memiliki perbedaan dengan manusia
lainnya. Masing-masing individu bersifat unik dan memiliki otonomi sebagai subjek.
Individualitas manusia mencakup perbedaan dalam berbagai aspek, seperti
postur tubuh, kemampuan berpikir, minat, bakat, dunia pribadi, dan cita-cita. Bahkan
dalam kasus anak kembar siam, mereka tidak memiliki kesamaan dalam keseluruhan.
Setiap manusia memiliki dunianya sendiri dan tujuan hidupnya sendiri.
Mereka sadar akan eksistensinya dan memiliki kebebasan untuk menjadi diri mereka
sendiri atau memiliki cita-cita tertentu. Manusia mampu menempati posisi,
berhadapan dengan situasi, memasuki dunia yang berbeda, memikirkan berbagai hal,
serta mengambil sikap dan tindakan atas tanggung jawabnya sendiri. Oleh karena itu,
manusia adalah subjek dan tidak boleh dipandang sebagai objek. Individualitas
manusia dapat diungkapkan dengan istilah "pribadi" atau "khudi," yang
menunjukkan kesendirian dan keunikannya dalam kesadaran individu.
4. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Dalam hidup bersama dengan sesamanya dalam masyarakat, setiap individu
memiliki kedudukan (status) tertentu. Masing-masing individu juga memiliki dunia
dan tujuan hidupnya sendiri, namun mereka juga memiliki dunia bersama dan tujuan
hidup bersama dengan sesamanya.
Manusia tidak hanya memiliki kesadaran diri tetapi juga kesadaran sosial.
Kehidupan bersama sesama manusia memungkinkan individu untuk mengukuhkan
eksistensinya. Ini sejalan dengan pandangan Aristoteles yang menyebut manusia
sebagai makhluk sosial.
Terdapat pengaruh timbal balik antara individu dan masyarakatnya. Manusia
menemukan dirinya dan menyadari individualitasnya melalui interaksi sosial.
Sebaliknya, individu juga memiliki pengaruh terhadap masyarakat yang
membentuknya.
Keseimbangan antara individualitas dan sosialitas sangat penting dalam
hubungan antara individu dengan sesamanya. Idealnya, hubungan ini bukanlah
hubungan subjek dengan objek, melainkan hubungan subjek dengan subjek, yang
disebut oleh Martin Buber sebagai "hubungan I-Thou."

5. Manusia sebagai Makhluk Berbudaya


Manusia memiliki peran yang inisiatif dan kreatif dalam menciptakan,
menjalani, dan mempengaruhi kebudayaan. Kebudayaan meresap dalam kehidupan
manusia secara menyeluruh dan merupakan bagian integral dari eksistensi manusia.
Manusia menjadi manusia sejalan dengan kebudayaannya, dan kebudayaan
adalah salah satu hakikat manusia. Ini ditegaskan oleh Ernst Cassirer, yang
berpendapat bahwa manusia menjadi manusia karena kebudayaannya dan bukan
hanya karena faktor internal seperti naluri atau akal budi.
Meskipun kebudayaan memiliki dampak positif dalam eksistensi manusia,
ketidakbijaksanaan dalam pengembangannya dapat menghasilkan ancaman terhadap
eksistensi manusia. Contohnya, dalam perkembangan teknologi dan ekonomi,
manusia dapat terjebak dalam ketergantungan pada mesin atau produksi, yang
mengancam kebebasan dan kendali mereka atas kehidupan mereka sendiri.
Kebudayaan adalah dinamis dan selalu berubah. Kodrat dinamika manusia
mengakibatkan perubahan dan pembaharuan dalam kebudayaan. Pengaruh
kebudayaan dari masyarakat atau bangsa lain juga dapat memengaruhi kebudayaan
lokal.
Masyarakat seringkali menghadapi pergolakan antara melestarikan tradisi
lama dan menciptakan inovasi baru dalam kebudayaan. Konflik ini mencakup semua
aspek kehidupan budaya dan dapat menjadi tantangan yang berkelanjutan dalam
perkembangan kebudayaan manusia.

6. Manusia sebagai Makhluk Susila


Immanuel Kant mengemukakan bahwa manusia memiliki aspek kesusilaan
yang tercermin dalam adanya rasio praktis yang memberikan perintah mutlak, seperti
kewajiban untuk mengembalikan barang yang dipinjam. Manusia memiliki
kemampuan untuk membuat perbedaan moral dalam tindakannya.
Manusia memiliki kebebasan dalam memilih tindakan-tindakan mereka.
Mereka selalu dihadapkan pada alternatif tindakan yang harus dipilih, dan ini
membawa tanggung jawab moral atas pilihan yang mereka buat.

7. Manusia sebagai Makhluk Beragama


Keberagamaan adalah salah satu karakteristik esensial manusia yang
mencakup keyakinan akan kebenaran agama. Ini tercermin dalam sikap dan perilaku
manusia terhadap agama yang mereka anut. Agama mencakup tata keimanan, tata
peribadatan, dan tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang
dianggap mutlak dan dengan sesama manusia. Manusia memiliki potensi untuk
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, dan agama memberikan makna dalam
hidup mereka. Manusia memiliki sejumlah karakteristik unik, seperti kebebasan,
kesadaran, kesadaran diri, kreativitas, idealisme, moralitas, dan kemampuan untuk
memahami nilai. Ini menjadikan manusia makhluk yang istimewa dalam dunia alami
dan memberikan mereka tanggung jawab moral dan etis dalam tindakan dan pilihan
mereka.
Manusia adalah makhluk utama yang memiliki jiwa bebas dan hakikat yang
mulia. Mereka memiliki kemauan bebas yang menjadi sumber utama dalam
kausalitas dunia alam, sejarah, dan masyarakat. Manusia memiliki kesadaran yang
kuat, mampu memahami dunia eksternal dan mengamati serta menganalisis realitas
dan peristiwa. Manusia juga sadar akan keberadaan dirinya sendiri, memiliki
pengetahuan tentang diri sendiri, dan mampu untuk mempelajari dan menilai diri
sendiri. Kreativitas merupakan aspek penting manusia yang membedakannya dari
alam, memungkinkan mereka untuk menciptakan dan mengubah realitas.
Manusia adalah makhluk idealis yang selalu berjuang untuk mengubah dunia
sesuai dengan visinya. Idealisme adalah faktor utama dalam perkembangan manusia.
serta manusia adalah makhluk moral yang memiliki ikatan dengan nilai-nilai yang
lebih tinggi daripada motif keuntungan pribadi. Nilai-nilai ini dihormati dan
dijunjung tinggi dalam tindakan manusia. Terakhir manusia adalah makhluk utama
dalam dunia alami yang memiliki esensi unik dan tanggung jawab moral terhadap
alam dan sesama manusia. (Sumantri, 2015)

C. Prinsip-Prinsip Antropologis Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan


1. Prinsip-prinsip keharusan atau perlunya pendidikan bagi manusia
a. Manusia sebagai makhluk yang belum selesai
Manusia disebut “Homo Sapiens”, artinya makhluk yang
mempunyai kapasitas untuk mendapat informasi. Dari rasa ingin tahu,
lahirlah ilmu pengetahuan. Manusia tidak hanya mempunyai kemampuan,
tetapi juga keterbatasan, dan tidak hanya mempunyai sifat-sifat yang baik ,
tetapi sifat-sifat yang buruk.
Mari kita bandingkan manusia dan benda. Sama halnya dengan
manusia, benda-benda juga adalah ciptaan Tuhan. Namun, objek berbeda
dengan manusia, antara lain, dalam cara keberadaannya.
Kayu tentu tidak aktif mengadakan "diri"nya untuk menjadi kursi,
melainkan dibuat menjadi kursi oleh manusia; dan kita tidak dapat
mengatakan bahwa kursi bertanggung jawab atas fakta bahwa ia adalah
kursi. Oleh karena itu, dalam istilah Martin Heidegger, objek disebut "apa
adanya" dan objek ini adalah "vorhanden", yaitu, objek tersebut hanya
terletak di depan tanpa ada hubungannya dengan orang tersebut ; benda
baru mempunyai arti, misalnya kursi, jika benda itu ada hubungannya
dengan manusia yang membuat, memelihara atau mempergunakannya.
Dengan kata lain, kita dapat menegaskan bahwa manusia itu ruh, bahwa
manusia adalah makhluk yang belum selesai “mengorganisasi dirinya”.
b. Tugas dan Tujuan Manusia adalah Menjadi Manusia
Manusia secara alami adalah manusia, tetapi untuk benar-benar
menjadi manusia dalam segala aspek, individu harus berperan aktif.
Manusia memiliki otonomi untuk memilih dan membentuk masa
depannya. Namun, apakah setiap orang wajib mewujudkan aspek-aspek
hakikat manusia menjadi perdebatan. Jika seseorang memilih untuk tidak
berusaha menjadi manusia, maka ia mungkin menurunkan martabat
kemanusiaannya.
Setiap individu bebas dalam memilih, tetapi kebebasan tersebut
selalu terikat pada nilai-nilai tertentu yang mereka pilih, dan mereka harus
bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Oleh karena itu, menjadi manusia
adalah sebuah tugas dan tujuan, serta berusaha untuk mewujudkan
berbagai aspek hakikat manusia adalah penting. Karl Jaspers mengatakan
bahwa "to be a man is to become a man," yang berarti bahwa menjadi
manusia adalah proses aktif.
Seluruh aspek hakikat manusia pada dasarnya adalah potensi yang
harus diwujudkan oleh setiap individu, dan mereka merupakan gambaran
manusia ideal yang harus dicita-citakan atau dikejar. Sosok manusia ideal
ini belum terwujud dan harus diupayakan untuk diwujudkan oleh setiap
individu.

c. Perkembangan Manusia Bersifat Terbuka


Manusia dilahirkan ke dunia dengan tugas dan potensi untuk
menjadi manusia, namun perkembangan mereka bersifat terbuka dan bisa
beragam. Manusia lahir prematur tanpa spesialisasi, sehingga perjalanan
hidup mereka menuju kedewasaan penuh memerlukan pembelajaran dan
pendidikan. (Dwi Atmanti, H. 2005)
Manusia memiliki berbagai kemungkinan dalam
perkembangannya, termasuk kesehatan, individualitas, sosialitas,
keberbudayaan, kesusilaan, dan keberagamaan. Saat lahir, manusia tidak
memiliki spesialisasi tertentu seperti hewan, sehingga mereka harus
memperolehnya selama perkembangan mereka menuju kedewasaan.
Beberapa kasus mengilustrasikan bagaimana manusia yang dibesarkan
oleh binatang atau dalam kondisi liar tidak memiliki perilaku manusia
yang biasa, seperti berbicara, berjalan tegak, atau berpakaian. Namun,
melalui pendidikan dan bimbingan, mereka bisa kembali menjadi manusia.
Kesadaran akan tujuan hidup, kemampuan untuk hidup sesuai dengan
individualitas dan sosialitas, serta keberagaman lainnya tidak ada sejak
kelahiran, melainkan harus diperoleh melalui pendidikan.
Dengan demikian disimpulkan, manusia dilahirkan dengan potensi
menjadi manusia, tetapi mereka harus menjalani pendidikan dan
pembelajaran untuk benar-benar menjadi manusia. Pendidikan adalah
kunci untuk mengembangkan kodrat kemanusiaan mereka. Immanuel Kant
dan M.J. Langeveld menegaskan pentingnya pendidikan dalam proses ini.

2. Prinsip-prinsip kemungkinan atau perlunya pendidikan bagi manusia


Manusia perlu dididik, dan ini mengimplikasikan bahwa setiap individu
harus terlibat dalam proses pendidikan, termasuk mendidik dirinya sendiri.
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah manusia dapat dididik atau
apakah mereka dapat tumbuh dan berkembang sendiri tanpa pendidikan.
Pengetahuan dianggap penting, meskipun terkadang muncul pertanyaan
mengapa manusia memerlukannya. Namun, pengetahuan adalah bagian intrinsik
dari eksistensi manusia, dan manusia memiliki dorongan bawaan untuk
mengetahui. (Ningrum 2016).
Pemahaman tentang pengetahuan dalam arti sempit hanya dimiliki oleh
manusia, meskipun binatang memiliki insting. Manusia memiliki potensi untuk
memperoleh pengetahuan yang beragam dan dapat mengembangkannya.
Dalam perspektif pendidikan, manusia memiliki potensi dalam lima
aspek antropologis utama: potensialitas, dinamika, individualitas, sosialitas, dan
moralitas.
a. Potensialitas
Manusia memiliki berbagai potensi yang memungkinkan mereka untuk
menjadi manusia yang lebih baik melalui pendidikan, seperti dalam aspek
kesusilaan.
b. Dinamika
Manusia selalu aktif dalam mencari hal baru dan berkembang. Pendidikan
membantu manusia mencapai potensi tertinggi mereka.
c. Individualitas
Setiap individu adalah unik dan memiliki keinginan dan potensi untuk
menjadi diri mereka sendiri. Pendidikan harus mempertimbangkan
individualitas manusia.
d. Sosialitas
Manusia adalah makhluk sosial, dan interaksi dengan sesama manusia
memungkinkan proses pendidikan.
e. Moralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk
serta berperilaku baik. Pendidikan berdasarkan norma dan nilai moral
bertujuan untuk mengembangkan manusia yang sesuai dengan nilai-nilai
tersebut.
Oleh karena itu, berdasarkan aspek-aspek di atas, pendidikan adalah
suatu keharusan dan harus dilaksanakan, karena manusia memiliki potensi untuk
tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang lebih baik melalui pendidikan.
(Sumantri, 2015)
D. Pendidikan sebagai Humanisasi
Tugas dan tujuan utama manusia dalam hidup adalah menjadi manusia sejati,
yang dalam filsafat disebut realisasi diri atau realisasi diri. Realisasi diri ini erat kaitannya
dengan konsep hakikat manusia yang kita temukan dalam filsafat. Pendidikan merupakan
sarana utama untuk mencapai realisasi tersebut.
Dalam konteks ini, pendidikan dapat diartikan sebagai suatu upaya memanusiakan
manusia dengan cara membantu mereka hidup sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaannya. Pendidikan bertujuan membantu manusia mengembangkan berbagai
potensi yang dimilikinya, termasuk potensi spiritual, intelektual, emosional, dan fisik.
(Susilawati, N. 2021)
Aspek sifat manusia yang dipelajari dari kegiatan masa lalu, seperti sifat manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk yang mengalami ruang dan waktu,
mempunyai potensi yang beragam dan mempunyai aspek individualitas, sosialitas,
budaya, moralitas dan agama, semuanya berkontribusi pada pemahaman tentang makhluk
ideal, tujuan pendidikan.
Pendidikan tidak hanya terjadi dalam satu tahap perkembangan atau di satu
lingkungan saja, tetapi harus berlangsung sepanjang hayat dan di berbagai lingkungan
pendidikan. Materi dan metode pendidikan harus dipilih berdasarkan pemahaman akan
hakikat manusia dan tujuan pendidikan.
Pendidikan bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi juga proses memanusiakan
manusia, membantu mereka menyadari potensi yang mereka miliki, dan mengembangkan
kesadaran kritis untuk pembebasan dari berbagai dehumanisasi dalam masyarakat. (Dwi
Atmanti, 2005)
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya membantu manusia mencapai
kematangan rohani dan jasmani, agar menjadi manusia seutuhnya dalam segala aspek
kehidupan. Pendidikan melibatkan pengembangan potensi, individualisasi, sosialisasi,
peradaban, enkulturasi dan promosi nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan. (Sudrajat
& Sufiyana 2020)
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Hakikat manusia dan berbagai aspek yang membentuk karakteristik esensial
manusia. Manusia adalah makhluk bertanya yang memiliki hasrat untuk mengetahui
segala sesuatu, termasuk diri mereka sendiri. Ada kesamaan yang menjadi karakteristik
esensial setiap manusia, seperti asal-usul keberadaan, struktur metafisika, dan berbagai
karakteristik eksistensi manusia.
Manusia dilihat sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kesadaran akan kebesaran
Tuhan. Terdapat dua pandangan filosofis tentang asal-usul alam semesta, yaitu
evolusionisme dan kreasionisme, yang memengaruhi pandangan manusia tentang diri
mereka sebagai makhluk Tuhan. Kesadaran akan keterbatasan manusia dan kasih sayang
Tuhan menciptakan perasaan cemas, takut, kagum, dan hormat terhadap Tuhan.
Manusia juga dianggap sebagai kesatuan badan dan roh yang hidup dalam ruang
dan waktu. Mereka memiliki kesadaran diri dan lingkungan, kebutuhan, insting, nafsu,
dan tujuan hidup. Selain itu, manusia adalah makhluk individu yang unik dan memiliki
otonomi. Mereka juga merupakan makhluk sosial yang memiliki kesadaran sosial, dan
interaksi sosial memainkan peran penting dalam perkembangan individu.
Kebudayaan adalah bagian integral dari eksistensi manusia, dan manusia berperan
aktif dalam menciptakan, menjalani, dan memengaruhi kebudayaan. Namun, perlu
diingat bahwa perkembangan teknologi dan ekonomi juga bisa mengancam kebebasan
dan kendali manusia terhadap hidup mereka.
Manusia juga memiliki aspek kesusilaan yang mencakup tanggung jawab moral
atas tindakan mereka. Mereka memiliki kebebasan dalam memilih tindakan dan
bertanggung jawab atas pilihan tersebut.
Selanjutnya, manusia memiliki aspek keberagamaan yang mencakup keyakinan
akan kebenaran agama. Ini tercermin dalam sikap dan perilaku manusia terhadap agama
yang mereka anut. Agama memberikan makna dalam hidup manusia dan melibatkan
berbagai karakteristik unik, seperti kebebasan, kesadaran, kesadaran diri, kreativitas,
idealisme, moralitas, dan kemampuan untuk memahami nilai.

B. SARAN
Memahami hakikat manusia dan aspek-aspek yang membentuknya membantu kita
lebih memahami diri sendiri dan manusia lainnya. Hargai keberagaman pandangan
terdapat berbagai pandangan tentang hakikat manusia, termasuk dalam konteks agama
dan filsafat. Penting untuk menghargai keberagaman pandangan ini.
Tanggung jawab moral tercermin dalam kesadaran akan aspek kesusilaan dan
tanggung jawab moral kita sebagai manusia mempengaruhi tindakan kita dalam
kehidupan sehari-hari. Pentingnya pendidikan pendidikan adalah sarana utama untuk
mengembangkan potensi manusia dan membantu mereka mencapai realisasi diri. Hal ini
mengingatkan kita akan pentingnya investasi dalam pendidikan seumur hidup.
Perkembangan manusia bersifat terbuka yakni manusia dilahirkan dengan potensi
yang dapat berkembang melalui pendidikan dan pengalaman sepanjang hidup.
Pendekatan ini menggarisbawahi pentingnya pembelajaran sepanjang hayat.
Memanusiakan manusia dalam pendidikan harus bertujuan untuk memanusiakan
manusia, membantu mereka hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
mereka. Kesadaran akan nilai sangat penting untuk menyadari nilai-nilai dalam
pendidikan dan bagaimana nilai-nilai ini memengaruhi cara kita melihat dunia dan
berinteraksi dengan orang lain.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang hakikat manusia dan berbagai
aspeknya, kita dapat menjadi manusia yang lebih baik dan berkontribusi pada
pembangunan masyarakat yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. (2019). Konsep Manusia dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam. Jurnal
Kependidikan, 7(2), 264-273.

Akbar, T. S. (2015). Manusia Dan Pendidikan Menurut Pemikiran Ibn Khaldun Dan John
Dewey. Jurnal Ilmiah Didaktika: Media Ilmiah Pendidikan Dan Pengajaran, 15(2), 222-243.

Dwi Atmanti, H. (2005). Investasi sumber daya manusia melalui pendidikan. Jurnal Dinamika
Pembangunan (JDP), 2, 30-39.

Manik, H, Sihite, ACB, Manao, MM, & ... (2022). Teori Filsafat Humanistik dalam
Pembelajaran Matematika: Jurnal Pendidikan, scholar.archive.org,
<https://scholar.archive.org/work/abjrxnhxc5fppb5i2xzabkxyce/access/wayback/https://
ummaspul.e-journal.id/maspuljr/article/download/3037/930>

Ningrum, E. (2016). Pengembangan sumber daya manusia bidang pendidikan. Jurnal Geografi
Gea, 9(1).

Sudrajat, A, & Sufiyana, AZ (2020). Filsafat Pendidikan Islam Dalam Konsep Pembelajaran
Holistik Pendidikan Agama Islam. Andragogi: Jurnal Ilmiah Pendidikan …, jim.unisma.ac.id,
<http://jim.unisma.ac.id/index.php/ja/article/view/9086>

Sumantri, M. S., & MSM, P. (2015). Hakikat Manusia dan Pendidikan. Yogyakarta: Universitas
Terbuka.

Susilawati, N. (2021). Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Dalam Pandangan Filsafat
Pendidikan Humanisme. Jurnal Sikola: Jurnal Kajian Pendidikan Dan Pembelajaran, 2(3), 203-
219.

Anda mungkin juga menyukai