Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGATAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah penelitian
dengan judul HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN penyusunan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pembelajaran Pengantar Pendidikan
di jurusan pendidikan matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Satya Wiyata Mandala (USWIM).
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu dapat
teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Ucapan terimakasih ini
kami tunjukan kepada bapak, Aleks Pigai S.Pd, M.Pd selaku dosen Pengantar
Pendidikan yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Nabire, 23 September 2019

Penyusun

1
BAB 1
  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang pendidikan, berarti berbicara tentang manusia. Hal ini
disebabkan karena manusia adalah objek dari pendidikan dan pendidikan yang
dilakukan adalah untuk manusia. Sacrotes dalam (Fathoni, 2012: 2) mengatakan
bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang manusia.
Manusia menjadi sosok sentral di alam dunia, karena manusia mengurus
dirinya sendiri dan juga mengurus alam. Manusia membuat peraturan sendiri
untuk mengatur dirinya sendiri dan  manusia juga membuat peraturan sendiri
untuk mengatur alam. Dalam realitas kehidupannya sehari-hari seluruh kegiatan
di alam yang dilaksanakan oleh manusia diatur oleh manusia itu sendiri. Oleh
karena itu kerusakan dan kelestraian alam tergantung pada manusia sebagai
sosok sentralnya. Jadi, sudah seharusnya manusia mengenali hakikat manusia
yang sebenarnya.
Kelestarian manusia dan alam harus tetap terjaga dengan sebaik-baiknya.
Untuk itu manusia harus dibekali dengan ilmu pengetahuan, sehingga manusia
dapat menjadi manusia yang sesungguhnya dan mengetahui eksistensinya di
alam dunia sebagai sosok sentral yang harus menjaga kelestariannya sendiri dan
kelestarian alam dunia. Tujuan ini hanya bisa diwujudkan melalui bimbingan
dan pengajaran dari orang lain dalam proses pendidikan.

1.2 Tujuan penulisan


Tujuan pembuatan makalah ini, yaitu :
1. Untuk memenuhi tugas penulisan makalah yang diberikan kepada penulis
2. Untuk memahami konsep hakikat manusia dan pendidikan
1.3 Metode Penulisan
Dalam penyelesaian makalah ini penulis mengugnaka dua metode
penulisan yaitu :
1. Metode Internet , yaitu cara mencari sumber informasi dari media
internet, kemudian mengumpulkan data-data berdasarkan atas informasi
dari media internet.
2. Metode pustaka, yaitu dengan mengumpulkan semua data-data,
perbendaharaan pengetahuan, mencari beberapa masalah yang
berhubungan dengan hakikat manusia dan pendidkan, sehingga
terkumpulah suatu sumber informasi yang dapat membantu
poenyelesaian makalah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia


2.1.1    Pengertian Hakikat Manusia
Ada berbagai pendapat tentang manusia, tergantung pada sudut pandang
masing-masing orang. Beberapa diantaranya telah memandang manusia sebagai
makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk
yang mampu berbahasa, dan makhluk yang mampu membuat perangkat
peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensinya dalam
kehidupan.
Manusia adalah makhluk bertanya yang selalu ingin tahu tentang
berbagai hal.Tidak hanya ingin mengetahui tentang segala sesuatu yang ada di
luar dirinya, manusia juga berusaha mencari tahu tentang siapa dirinya sendiri.
Wujud hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan) menurut paham
eksistensialisme adalah sebagai berikut.
1)        Kemampuan menyadari diri;
2)        Kemampuan bereksistensi;
3)        Pemilikan kata hati;
4)        Moral;
5)        Kemampuan bertanggung jawab;
6)        Rasa kebebasan (kemerdekaan);
7)        Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak; dan
8)        Kemampuan menghayati kebahagiaan.
Hakikat manusia merupakan inti dari kemanusiaan manusia yang di
dalamnya terkandung harkat dan martabat manusia dari awal penciptaannya  di
muka bumi sampai perjalanannya kembali ke hadapan Sang Maha Pencipta
(Prayitno, 2009: 14)
Manusia adalah makhluk yang senantiasa cenderung untuk mengetahui
siapa Tuhannya, di samping juga terdapat kecenderungan untuk
beragama (Ahnan dan Syafa, 1994: 204).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat
manusia adalah makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal
budi, mampu berbahasa, dan mampu membuat perangkat peralatan untuk
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan.

2.1.2     Aspek-Aspek dan Dimensi Hakikat Manusia


Menurut Wahyudin (2008: 1.6) ada beberapa aspek hakikat manusia
antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk
Tuhan), struktur metafisiknya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh),
serta karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia
sebagai makhluk individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk
berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai makhluk beragama).
1)        Manusia sebagai makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek kesadaran dan penyadaran diri. Oleh karena itu
manusia adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan
dirinya dengan segala sesuatu yang ada diluar dirinya (objek).
2)        Manusia sebagai kesatuan badan-roh
Berkenaan dengan struktur metafisiknya  manusia adalah kesatuan
badani-rohani yang tak dapat dibagi, serta memiliki perbedaan dan
subjektivitas, karena itu manusia disebut makhluk  individual.
Menurut paham materialisme yang esensial dari manusia
adalah badannya, bukan jiwa atau rohnya. Sedangkan
paham idealisme mengungkapkan bahwa yang esensial dari manusia adalah
rohnya atau jiwanya, bukan badannya. Sementara itu
paham dualisme mengemukakan bahwa manusia  terdiri dari dua substansi yaitu
badan dan jiwa, namun tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi antara
keduanya.Paham keempat menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan dari hal
yang bersifat badani dan rohani yang pada hakikatnyaberbeda dengan
tumbuhan, hewan maupun material.Dari penegasan ini, jelaslah bahwa manusia
itu adalah kesatuan badani-rohani.
3)        Manusia sebagai makhluk individu
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan
individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi
merupakan kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai
individu, setiap manusia menpunyai perbedaan yang unik  dan khas karena tidak
ada manusia yang sama persis. Walaupun ada yang mirip, belum tentu sifatnya
sama.
4)        Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat untuk
kelangsungan hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran,
perasaan dan tindakannya serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat
kemanusiaan dalam lingkungan manusia.
5)        Manusia sebagai makhluk berbudaya
Manusia memiliki  inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan,
hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan hakikatnya meliputi perbuatan
manusia itu sendiri.
6)        Manusia sebagai makhluk susila
Manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang
memperingatkan perbuatan buruk dan usaha mencegah dari perbuatan itu.
Manusia pada umumnya mengetahui ada baik dan ada buruk. Pengetahuan
bahwa ada baik dan ada buruk itu disebabkan kesadaran kesusilaan.
7)        Manusia sebagai makhluk beragama
Aspek keagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi
manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan
kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Menurut Tirtahardja dan La Sulo (2010: 17) ada empat macam dimensi
dalam hakikat manusia, yaitu:
1)        Dimensi keindividualan
Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak,
perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-
beda. Setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang
lain.
2)        Dimensi kesosialan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dan
berkomunikasi dengan sesamanya. Manusia hanya menjadi menusia jika berada
diantara manusia.
3)        Dimensi kesusialaan
Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Maka dari
itu manusi dikatakan sebagai makhluk susila.
4)        Dimensi keagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius yang mempercayai
adanya kekuatan yang menguasai alam semesta ini. Dengan adanya agama yang
diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esamanusia pun menganut agama tersebut.

2.2     Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan


2.2.1      Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu
suatu upaya dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar mampu
hidup sesuai martabat kemanusiaannya.
Pendidikan dalam arti luas adalah hidup. Pendidikan adalah segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
individu. Sedangkan dalam arti sempit pendidikan adalah sekolah. Pendidikan
adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap
anak dan remajayang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang
sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas
sosial mereka. Dan dalam arti luas terbatas pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di
luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang
akan datang (Mudyahardjo, 2012: 3).
Sementara itu Tirtahardja dan La Sulo (2010: 33) mengemukakan bahwa
pendidikan mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena
sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup
memadai untuk mejelaskan arti pendidikan secara lengkap. Adapun batasan-
batasan tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, yaitu sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya. Ada tiga
bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya
nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain, yang kurang cocok
diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan yang tidak cocok diganti
misalnya pendidikan seks yang dahulu dianggap tabu diganti dengan pendidikan
seks melalui pendidikan formal.
2)      Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, yaitu sebagai suatu kegiatan
yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbukanya kepribadian peserta
didik. Sistematis disebabkan karena proses pendidikan berlangsung melalui
tahap-tahap bersinambungan (prosedural) dan sistemik disebabkan karena
berlangsung dalam semua situasi, di semua lingkungan yang saling mengisi
baik lingkungan rumah, sekolah maupun masyarakat.
3)      Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, yaitu sebagai suatu
kegiatan yang terencana untuk menyiapkan peserta didik agar menjadi warga
negara yang baik sesuai dengan tuntutan bangsa masing-masing. Bagi bangsa
kita hal ini bertujuan agar peserta didik tahu hak dan kewajiban sebagai warga
negara, hal ini sesuai denganUUD 1945 Pasal 27 yang menyatakan
bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak
ada kecualinya.
4)      Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, yaitu sebagai suatu kegiatan
membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar berupa pembentukan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk siap bekerja. Hal ini sejalan dengan
UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
5)      GBHNmemberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut:
pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonsia dan
berdasarkan Pancasila serta UUD 1945 diarahkan untuk meningkatkan
kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta
masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan
masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

2.2.2      Tujuan Pendidikan
Pendidikan formal (pada sistem persekolahan) pada umumnya memiliki
empat jenjang tujuan, yaitu:
1)      Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia ialah manusia Pancasila.
2)      Tujuan institusional, yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga
pendidikan tertentu.
3)      Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran.
4)      Tujuan instruksional, yaitu tujuan pokokbahasan dan subpokok bahasan
dalam mata pelajaran.
(Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 39)

2.2.3       Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen
pendidikan oleh pendidik yang terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.
Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, mesu dan mikro.
Pengelolaan proses dalam ruang lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan
pemerintah yang lazimnya dituangkan dalam bentuk UU Pendidikan, Peraturan
Pendidikan, SK Mentri, SK Dirjen,serta dokomem-dokomen pemerintah tentang
pendidikan tingkat nasional yang lain. Pengelolaan dalam ruang lingkup mesu
merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional kedalam kebijakan
operasional dalam ruang lingkup budaya dibawah tanggung jawab Kakanwil
dan Depdikbud. Penggelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi
kebijakan-kebijakan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah
maupun kelas, sanggar-sanggar belajar dan satuan-satuan pendidikan lainnya
dalam masyarakat (Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 40).

2.2.4     Unsur-Unsur Pendidikan
Ada beberapa unsur-unsur pendidikan, yaitu sebagai berikut.
1)      Subjek yang dibimbing (peserta didik)
2)      Orang yang membimbing (pendidik)
3)      Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4)      Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5)      Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6)      Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7)      Tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
(Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 51)

2.2.5       Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)


Sepanjang hidupnya manusia selalu dituntut untuk mampu menyesuaikan
diri secara aktif, dinamis, kreatif, dan inovatif terhadap diri sendiri dan
kemajuan zaman. Prinsip pendidikan mengandung makna bahwa pendidikan itu
lekat dengan diri manusia, karena dengan itu manusia dapat terus menerus
meningkatkan kemandiriannya sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat,
meningkatkan self fulfillment (rasa kepenuhmaknaan) dan terarah kepada
aktualisasi diri.
Konsep pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide
formal untuk pengorganisasian dan perstrukturan pengalaman pendidikan.
Pengorganisasiannya dan perstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh
rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua (Tirtahardja dan
La Sulo, 2010: 43).
Pendidikan sepanjang hayat adalah suatu konsep,idea, dan gagasan pokok
yang dalam konsepnya belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga
pendidikan formal. Seseorang masih bisa mendapatkan pendidikan atas
kemauanya setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan
formal. Bedasarkan idea tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula
dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning) atau belajar
berkelanjutan. Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan
zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang
sudah berusia lanjut (Yulita, 2012).

2.3      Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan


Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih
dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau
“aktualisasi”. Dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat
rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam
memberikan jasanya. Seseorang yang dilahirkan dengan bakat seni misalnya,
memerlukan pendidikan untuk diproses menjadi seniman terkenal (Tirtahardja
dan La Sulo, 2010: 24).
2.3.1      Perlunya Pendidikan Bagi Manusia
Sejak kelahirnannya manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak
secara otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi berbagai aspek
hakikat kemanusiaan. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa manusia hidup
di dunia dalam keadaan belum tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa
nantinya, karena itu hakikat manusia pada dasarnya merupakan potensi
sekaligus adalah sebagai tugas yang harus diwujudkan oleh setiap manusia.
Adapun untuk menjadi manusia yang sesungguhnya diperlukan pendidikan atau
harus dididik. “Man can become man through education only”, demikian
pernyataan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Wahyudin, 2008: 1.21).
2.3.2    Asas-Asas Kemungkinan Pendidikan
Manusia perlu dididik, implikasinya manusia harus melaksanakan
pendidikan dan mendidik diri. M.J. Langeveld (1980) menyatakan bahwa
manusia adalah animal educantum, dan ia memang adalah animal educabile.
Ada lima asas antropologis yang mendasari kesimpulan bahwa manusia dapat
dididik, yaitu sebagai berikut.
1)      Asas potensialitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia
memiliki potensi untuk dapat menjadi manusia.
2)      Asas dinamika, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki
dinamika untuk menjadi manusia yang ideal.
3)      Asas individualitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia
memiliki kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda dari yang lainnya dan
memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri.
4)      Asas sosialitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia hidup
bersama dengan sesamanya, ia bergaul dengan orang lain, dan ada pengaruh
timbal balik dari pergaulan tersebut.
5)      Asas moralitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena manusia
memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, dan pada
dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas dasar kebebasan dan
tanggung jawabnya (aspek moralitas).
(Wahyudin, 2008: 1.23).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia sebagai sosok sentral di alam dunia yang memiliki berbagai
potensi seperti potensi intelektual, rasa, karsa, karya, dan religi sangat
membutuhkan pendidikan agar potensi-potensi tersebut dapat terealisasikan
hingga manusia dapat tumbuh dan berkembang secara fisik maupun non fisik.
Pendidikan pada intinya bertujuan untuk membentuk manusia yang
sesungguhnya atau memanusiakan manusia. Dalam hal ini pendidikan berperan
penting dalam proses pendewasaan manusia, hingga manusia menjadi pribadi-
pribadi yang unggul secara individu yang secara akumulatif akan membentuk
formasi hubungan sosial yang unggul pula dan berbasis pada tata susila sesuai
dengan norma yang ada.
Jadi, antara manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Manusia adalah objek dari pendidikan, dan pendidikan yang
dilakukan adalah untuk manusia. Belajar tentang hakikat manusia akan
menyempurnakan pendidikan dan belajar tentang hakikat pendidikan akan
menyempurnakan manusia.

3.2 Saran
Materi Hakikat Manusia dan Pendidikan perlu dikaji lebih mendalam. Hal
ini agar materi tersebut dapat dikuasai dengan sempurna oleh mahasiswa
sehingga mahasiswa dapat dengan mudah mengaplikasikanya dalam kehidupan
n sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Fatkhoni, Mukhamad. 2012. Hakikat Manusia dan Pengetahuan. Sumatera Selatan.

Mudyahardjo, Redja. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis. Jakarta: Kompas Gramedia.

Syara, Zacky dan Maftuh Ahnan. 1994. Filsafat Manusia. Lamongan: Terbit Terang.

Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Wahyudin, Dinn. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFATAR ISI
BAB I
Pendahuluan…………………………………………………………………………………………………

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………………


1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………………..
1.3 Metode Penulisan………………………………………………………………………………

BAB II
Pembahasan………………………………………………………………………………………………………

2.1 Pengertian dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia…………………………………..


2.1.1 Pengertian Hakikat Manusia……………………………………………………..
2.1.2 Aspek-Aspek dan Dimensi Hakikat Manusia………………………………

2.2 Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan……………………………………………


2.2.1 Pengertian Pendidikan………………………………………………………………
2.2.2 Tujuan Pendidkan……………………………………………………………………..
2.2.3 Peroses Pendidkan……………………………………………………………………
2.2.4 Unsur-Unsur Pendidikan…………………………………………………………..
2.2.5 Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)……………………………….

2.3 Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan………………………………..


2.3.1 Perlunya Pendidikan Bagi Manusia…………………………………………..
2.3.2 Asas-Asas Kemungkinan Pendidikan…………………………………………

BAB III Penutup


3.1 kesimpulan………………………………………………………………………………………..
3.2 Saran…………………………………………………………………………………………………
MAKALAH
DASAR-DASAR PENDIDIKAN

OLEH

1. AYU MAWAR SARI


2. JEMMY PADANDI
3. CHARLES BRYAN K. RAYA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI
MATEMATIKA DAN BAHASA INGGRIS

Anda mungkin juga menyukai