Anda di halaman 1dari 14

KONSEP DASAR HAKEKAT MANUSIA MENURUT AL QURAN

DAN PAKAR AHLI

MATA KULIAH : DASAR DASAR ILMU PENDIDIKAN

DOSEN : Dr. Fetri Yeni J, M.Pd

Rosmaria, M.Pd

KELOMPOK 1:

 Muhammad Rigan Ginola


 Taufik Guci
 Wilda Meriza
 Yesi Nurlaili Sahara

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul “KONSEP DASAR HAKEKAT MANUSIA MENURUT AL
QURAN DAN PAKAR AHLI”. Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari
makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya
pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i


DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar belakang ............................................................................................................1
B. Rumusan masalah.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................2
1. Dasar Hakikat Manusia .......................................................................................2
2. Hakekat Manusia dan Segi Antropologis ...........................................................4
3. Hakekat Manusia dan Segi Sosiologis ................................................................5
4. Hakekat Manusia dan Segi Psikologis Humanistik ............................................6
5. Hakekat Manusia dan Segi Dimensi Pendidikan ................................................7
BAB III PENUTUP ........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sasaran pendidikan adalah manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna
dimuka bumi ini mempunyai perbedaan dan kelebihan dengan makhluk-makhluk lain. Akal,
merupakan sesuatu hal yang dimiliki oleh manusia yang sangat berguna untuk mengatur
insting serta ego manusia itu sendiri agar tercapai tujuan kehidupannya. Dengan akal, manusia
bisa mempelajari makna serta hakikat kehidupan dimuka bumi ini, tanpa akal, manusia tidak
mempunyai perbedaan sedikitpun dengan makhluk yang lainnya. Akal juga membutuhkan
ilmu serta pengetahuan agar bisa berjalan dengan fungsinya, hakikat manusia sebagai
makhluk yang selalu membutuhkan ilmu pengetahuan. Hakikat manusia bisa menjadi
makhluk individual, makhluk sosial, makhluk peadegogis dan manusia sebagai mahkluk yang
beragama.

B. Rumusan Masalah

Makalah ini membahas pokok bahasan tentang :

1. Dasar Hakikat Manusia


2. Hakekat Manusia dan Segi Antropologis
3. Hakekat Manusia dan Segi Sosiologis
4. Hakekat Manusia dan Segi Psikologis Humanistik
5. Hakekat Manusia dan Segi Dimensi Pendidikan

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Dasar Hakikat Manusia

Pendapat tentang hakikat manusia sangat beragam, tergantung pada sudut pandang
masing-masing. Ada beberapa konsep tentang makna manusia, antara lain homo sapiens yaitu
makhl 3 makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, homo laquen yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan berbahasa, homo faber atau homor toolmaking animal yaitu makhluk
yang mampu membuat perangkat peralatan (Djamal dalam Jalaluddin 2011:77).

Pembahasan tentang manusia sangat beragam dan tidak henti-hentinya, hal ini
disebabkan oleh perbedaan sudut pandang yang digunakan oleh masingmasing orang.
Beberapa di antara telah memandang manusia sebagai makhluk yang mampu berpikir,
makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa, dan makhluk yang
mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan
kehidupannya.

Socrates (470-399 SM) mengungkapkan hakikat manusia ialah ia ingin tahu dan untuk
itu harus ada orang yang membantunya. Kewajiban setiap orang untuk mengetahui dirinya
sendiri lebih dahulu jika ingin mengetahui hal-hal di luar dirinya (Tafsir 2010:8-9). Manusia
menurut Socrates adalah makhluk yang selalu ingin tahu tentang segala sesuatu, baik tentang
manusia itu sendiri maupun tentang hal yang ada di luar dirinya. Ada persyaratan yang harus
dipenuhi untuk memenuhi keingintahuan manusia tersebut, yaitu harus ada bantuan dari orang
lain dan harus mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu. Menurut Plato (meninggal tahu 347
SM) bahwa hakikat manusia terdiri dari tiga unsur, yaitu roh, nafsu, dan rasio (Tafsir
2010:10-11).

Berbeda dengan Socrates, Plato memandang bahwa ada tiga unsur dalam diri manusia,
yaitu roh, nafsu, dan rasio. Manusia menjalani kehidupannya menggunakan roh dan nafsu.
Roh sebagai simbol kebaikan dan nafsu sebagai simbol keburukan, penggunaan keduanya
dikendalikan oleh rasio sebagai pengontrol. 4 Rene Descartes (1596-1650) mengungkapkan
tentang posisi sentral akal (rasio) sebagai esensi (hakikat) manusia (Tafsir 2010:12). Akal
memegang peran penting dalam hakikat manusia, sehingga dikatakannya bahwa akal
memiliki posisi sentral. Menurut Thomas Hobbes (1588-1629) bahwa salah satu hakikat
manusia adalah keberadaan kontrak sosial, yaitu setiap orang harus menghargai dan menjaga
hak orang lain (Tafsir 2010:12-13).

Hakikat manusia adalah manusia sebagai makhluk sosial yang ditandai dengan
keberadaan kontrak sosial di dalamnya. Manusia tidak dapat menjalani kehidupannya secara
sendiri-sendiri, oleh karena itu harus ada saling menghargai antar sesama dan saling menjaga
hak-hak orang lain. Dua hal ini diperlukan untuk menjaga keharmonisan hidup manusia. Jhon
Locke (1623-1704) mengatakan bahwa manusia dilahirkan laksana kertas bersih, kemudian
2
diisi dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam hidupnya (Tafsir 2010:13).
Manusia terlahir dalam keadaan yang tidak punya daya apapun yang diibaratkan sebagai
kertas bersih. Ketidakberdayaan tersebut membutuhkan bantuan orang lain untuk memberikan
pengalamanpengalaman dalam kehidupannya.

Menurut Immanuel Kant (1724-1804) bahwa manusia adalah makhluk rasional yang
bebas bertindak berdasarkan alasan moral, manusia bertindak bukan hanya untuk kepentingan
diri sendiri (Tafsir 2010:13-14). Hampir sama dengan Descartes, Kant mendefinisikan
manusia sebagai makhluk rasional yang mengandalkan rasio. Akan tetapi Kant menambahkan
peran moral dalam penggunaan rasio tersebut, sehingga manusia dituntut untuk berbuat bukan
hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan orang lain
di dalamnya. 5 Ramayulis (2011:57):

Kesatuan wujud manusia antara pisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi
yang ada membuktikan bahwa manusia sebagah ahsan at-taqwin dan menempatkan manusia
pada posisi yang strategis, yaitu: Hamba Allah („abd Allah) dan Khalifah Allah (khalifah fi al-
ardh). Manusia terdiri dari dua unsur yaitu pisik dan psikis. Kedua unsur tersebut mempunyai
potensi masing-masing yang saling melengkapi untuk mengokohkan hakikat manusia sebagai
hamba dan khalifah Allah di bumi. Manusia juga disebut sebagai homo socius ataupun zoon
politicon yaitu makhluk sosial yang mampu bekerja sama serta mengorganisasi diri untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Homo economics yaitu makhluk yang hidup atas dasar
prinsip-prinsip ekonomi. Homo religiosus yaitu makhluk yang beragama.

Manusia adalah makhluk yang serba unik (Muthahhari dalam Jalaluddin 2011:77-78).
Manusia adalah makhluk ini, banyak predikat yang melekat padanya, banyak pandangan dan
pendapat tentangnya, antara lain makhluk sosial, makhluk ekonomis, dan makhluk beragama.
Manusia mampu mengorganisasi diri, bekerja sama dengan yang lainnya, dan mampu
menerapkan prinsip-prinsip ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hid 6 pergi merupakan
pertanyaan yang harus dijawab apabila ingin membahas tentang hakikat manusia. Jalaluddin
(2011:79): Hakikat manusia tak mungkin dijelaskan secara tuntas oleh pemikiran filsafat yang
hanya mengandalkan kemampuan optimal rasio. Satusatunya jalan yang paling meyakinkan
adalah dengan merujuk ke sumber dari Sang Pencipta manusia itu sendiri, yakni Allah. Dalam
Al-Qur‟an dijelaskan mengenai konsep manusia dengan menggunakan sebutan: Abd Allah,
Bani Adam, Bani Basyr, al-Insan, al-Ins, al-Nas dan Khalifah Allah. Pembahasan hakikat
manusia tidak akan pernah selesai apabila hanya berdasarkan pada pandangan-pandangan
manusia sendiri yang mengandalkan kemampuan akal semata. Oleh karena itu diperlukan
penjelasan dari sumber yang meyakinkan, yaitu sumber yang diperoleh langsung dari Tuhan
sebagai Penciptanya. Menurut sumber dari al-Qur‟an diperoleh konsep tentang konsep
manusia sebagai Abd Allah, Bani Adam, Bani Basyr, al-Insan, al-Ins, al-Nas dan Khalifah
Allah. Konsep Abd Allah menunjukkan bahwa manusia adalah hamba yang segala bentuk
aktivitas kehidupannya untuk menghambakan diri kepada Allah. Konsep Bani Adam berarti
manusia berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Adam dan Hawa yang terdiri dari
berbagai ras. Konsep Bani Hasyr menggambarkan manusia sebagai makhluk biologis terdiri
dari unsur materi yang membutuhkan makan dan minum, bukan keturunan makhluk bukan
manusia. Konsep al-Insan berarti manusia diciptakan sebagai makhluk eksploratif yang
mempunyai keseimbangan antara pertumbuhan dan perkembangan. Konsep al-Ins
3
menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi untuk menjadi makhluk berperadaban yang
mempunyai kemampuan kreasi dan inovasi. Konsep al-Nas berarti manusia sebagai makhluk
sosial yang hidup bermasyarakat. Konsep Khalifah Allah menunjukkan manusia mengemban
tugas 7 untuk mewujudkan serta membina sebuah tatanan kehidupan yang harmonis di bumi
(Jalaluddin 2011:79-95). Tafsir (2010:19): ”Hakikat manusia menurut al-Qur‟an ialah bahwa
manusia itu terdiri atas unsur jasmani, akal, dan ruhani”. Hakikat manusia adalah sebagai
hamba dan khalifah Allah di bumi yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: unsur jasmani, unsur
akal, dan unsur ruhani.

Jadi, Hakikat manusia adalah sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi yang terdiri
dari tiga unsur, yaitu: jasmani (pisik, nafsu), akal (rasio), dan rohani (psikis, roh). Sebagai
konsekuensi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi, maka manusia merupakan:
makhluk ciptaan Tuhan, makhluk yang terlahir dalam kondisi tidak berdaya (kertas bersih),
membutuhkan bantuan dari orang lain, makhluk yang memiliki kemampuan berpikir,
makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang selalu ingin tahu tentang segala sesuatu,
makhluk yang mempunyai kemampuan berbahasa, makhluk yang mampu membuat perangkat
peralatan, makhluk sosial yang mampu bekerja sama, makhluk yang mampu mengorganisasi
diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, makhluk yang hidup atas dasar prinsip-prinsip
ekonomi, makhluk yang beragama, makhluk rasional yang bebas bertindak berdasarkan
alasan moral, makhluk dengan kontrak sosial untuk menghargai dan menjaga hak orang lain.

2. Hakekat Manusia dan Segi Antropologis

Mula-mula orang percaya bahwa manusia dalam wujudnya yang sekarang ini adalah
merupakan suatu produk dari suatu proses evolusi lewat berjuta tahun. Ia berasal dari suatu sel
yang teramat sederhana yang kemudian lewat proses yang teramat lama berkembang semakin
sempurna dan jadilah makhluk yang paling sempurna yang namanya manusia. Konsep ini
pertama di introduksi oleh C. Darwin dalam bukunya “The Origin of Species”. Pandangan ini
juga mengatakan bahwa kebudayaan manusia berkembang dari tingkat yang paling sederhana
(primitif) menuju yang paling komplek (modern), dan yang paling komplek (modern) itu
tidak lain adalah kebudayaan manusia Eropa Barat. Dan faham itulah kemudiaan muncul
“Manusia Frimitif” dan “Manusia Modern”. Oleh karena faham itu datangnya dan Eropa
Barat mereka mencoba menetapkan patokan-patokan bahwa manusia primitive adalah
manusia yang budaya nya belum maju, masih sederhana, biadab, dsb, tidak seperti manusia
dari Eropa Barat. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kalau dikatakan misalnya orang
primitive adalah orang yang biadab karena suka berperang tetapi berperang manusia ala
primitif paling-paling korban nya sedikit, sementara orang modern dengan senjata
mutakhirnya mampu menghabisi beribu-ribu manusia hanya sekali pencet tombol.

Apakah manusia modern dengan demikian lebih primitif dari manusia primitif?. Kemudian
kita dapat bertanya lebih lanjut mampukah orang modern memecahkan misteri pembuatan
Candi Borobudur yang nota bene adalah karya manusia yang lebih dari 1000 tahun yang lalu?.
Oleh karena itu bukti menunjukkan bahwa ukuran primitif atau tidak primitive itu relatif.
Manusia yang di sebut primitive tentu tidak pernah merasa primitif dalam benak mereka.
Mereka mempunyai kekayaan budaya yang mungkin hanya mereka yang mengerti. Mereka
mempunyai keunikan dalam menyiptakan budaya mereka sendiri, yang pada giliran nya
4
budaya yang mereka ciptakan akan memberikan dampak bagi kehidupan nya dan konsep
tentang manusia. Inilah yang menyebab kan bahwa konsep manusia tidak bisa di
generalisasikan sepanjang berkaitan dengan budaya yang di sandangnya. Oleh karena itu
manusia baru di katakan bermakna apabila ia dapat menampilkan kemampuan nya
mewariskan nilai-nilai budayanya pada generasi penerus sekaligus mampu merekam apa yang
pernah di perolehnya dari generasi sebelumnya. Negara kita Indonesia terdiri dari berbagai-
bagai pulau, suku dan budaya. Kita kenal Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu,
artinya meskipun kita memberikan kesempatan pada tiap warga negara untuk
mengembangkan budaya dan tata nilai sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat namun
semuanya itu masih dalam koridor kesatuan dan persatuan bangsa.

3. Hakekat Manusia dari Segi Sosiologi

Konsep manusia dalam Sosiologi belum sepenuhnya melihat manusia sebagai suatu
makhluk yang utuh dan mandiri.

Menurut Bapak ahli Sosiologi modern, Agus Comte. Pandangan beliau banyak
dipengaruhi oleh Louis de Bonald, Seorang filsuf Perancis yang lahir pada tahun 1875. Comte
berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan individu. Baginya Manusia itu ada untuk
masyarakat dan masyarakatlah yang menentukan segala-galanya. Comte melihat bahwa
manusia adalah non rational. Oleh karena itu menurutnya “Individual Liberty” justru akan
menimbulkan bahaya bagi keutuhan masyarakat itu sendiri. Demikian juga dalam masyarakat,
tak seorangpun dapat berpendapat lain dari pada apa yang telah diputuskan oleh golongan
tertinggi masyarakat itu, yaitu “The Intellectual Scientific Religious Group.” Ini berarti
bahwa manusia adalah hanya suatu bagian dari masyarakat. Ia hidup dalam masyarakat tetapi
ia tidak dapat mengarahkan masyarakat sesuai dengan keinginannya.

Dalam pendidikan manusia diibaratkan suatu benda kosong dan adalah tugas
masyarakat untuk mengisinya dengan norma-norma atau nilai-nilai yang dapat membuat
masyarakat ini berbuat secara lebih terarah dalam artian tidak menggangu sistem. Oleh karena
itu Sosialisasi dalam kehidupan manusia dipandang sangat penting.

Bagaimana hakekat manusia dari segi sosiologi di Indonesia ?

Bagi Indonesia, konsep manusia yang diberikan oleh Comte sulit untuk diterima, karena
konsep tersebut terlalu memberikan porsi yang besar pada masyarakat, sedangkan individu
tidak diberi kesempatan untuk aktif melakukan kegiatan kemasyarakatan. Pemerintah
Indonesia bertujuan membentuk manusia seutuhnya, artinya melihat manusia tidak hanya
sekedar menerima nilai-nilai masyarakat saja, tetapi ia juga dapat menciptakan nilai-nilai baru
dan menyampaikannya pada masyarakat. Oleh karena itu partsipasi seluruh rakyat dalam
proses pembangunan adalah sangat penting dan diperlukan.

Ketetapan apa yang dibuat pemerintah Indonesia tentang segi sosiologi?

5
Dalam TAP MPR No.IV / 1992 ditegaskan bahwa manusia adalah makhluk pribadi
sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi ia tidak dapat hidup wajar kecuali dengan
hidup bersama-sama dengan sesamanya untuk menjadi pribadi yang utuh manusia harus
menjadi dirinya sendiri yang mantap dan serasi dalam hubungannya dengan pribadi, alam
semesta dan dengan Tuhan.

4. Hakekat Manusia dan Segi Psikologis Humanistik

Awal Tumbuhnya Psikologi Humanistik

Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang
terlihat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-
ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler, bukan merupakan hasil penelitian
dalam bidang proses belajar. Gerakan ini berkembang dan kemudian dikenal sebagai
psikologi humanistik, eksestensial, perseptual, atau fenomenalogikal. Psikologi ini berusaha
untuk memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat
(observer).
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960-1970-an dan
mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi juga akan menuju pada arah ini. (John
Jarolimak & Clifford D Foster, 1976, halaman 330).

Seperti apakah teori humanistik itu?

Psikologi humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia


melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada perspektif optimistik
tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir
secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih
potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab
terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk
mengubah sikap dan perilaku mereka.
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Dipandang dari segi Psikologis Humanistik, Carl Rogers berpendapat bahwa :
manusia itu pada dasarnya memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang
positif. Manusia itu rasional, oleh karena itu dalam berbagai hal ia dapat menentukan
nasibnya sendiri. Ini berarti bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan,
mengatur, dan mengontrol dirinya sendiri apabila diberikan kesempatan untuk berkembang.
Dunia manusia adalah dunia kemungkinan (a process of becoming), dan ini berjalan terus
menerus tidak pernah selesai. Jadi manusia itu sendirilah menggerakkan dirinya kearah mana
yang diinginkan.
Proses pembentukan kepribadian adalah suatu proses yang melihat manusia secara
keseluruhan dalam rentangan kesejarahannya baik kesejarahan masa kini maupun masa
depan. Manuisa bukan objek yang dibentuk secara pasif oleh pengalamannya tetapi manusia
6
adalah subjek yang mengolah pengalamannya dan juga memilih untuk mendapatkan
pengalaman tertentu.
Kaum behavioristik menganggap bahwa manuisa sepenuhnya adalah makhluk reaktif
yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Jadi tingkah laku
manusia ditentukan oleh pengaruh lingkungan, sedangkan manusia itu sendiri adalah pasif.
Pandangan behavioristik sering dikritik sebagai pandangan yang merendahkan derajat
manusia karena pandangan ini mengingkari adanya ciri-ciri yang amat penting yang ada pada
manusia dan tidak ada pada binatang seperti kemampuan memilih, menetapkan tujuan,
mencipta, dsb, yang kesemuanya itu merupakan aktifitas manusia dalam mencapai aktualisasi
diri.
Pendekatan humanistik menyatakan bahwa diri terdiri dari konsep-konsep unik untuk
diri kita sendiri komponen. Konsep- konsep tersebut antara lain :

a. Cukup layak (atau harga diri) yaitu apa yang kita pikirkan tentang diri kita. Rogers
percaya perasaan harga diri yang dikembangkan pada anak usia dini dan terbentuk dari
interaksi anak dengan ibu dan ayah.
b. Citra diri yaitu bagaimana kita melihat diri kita, yang penting untuk kesehatan
psikologis yang baik. Citra diri termasuk pengaruh gambar tubuh kita pada
kepribadian batin. Pada tingkat sederhana, kita mungkin menganggap diri sebagai
orang baik atau buruk, indah atau jelek. Citra diri memiliki mempengaruhi bagaimana
seseorang berpikir merasa dan berperilaku di dunia.
c. Ideal diri yaitu ingin menjadi seperti apa diri kita. Ini terdiri dari tujuan kita, ambisi
dalam hidup, dan dinamis - yaitu selamanya berubah. Yang ideal diri pada anak
bukanlah diri ideal di usia remaja kita atau akhir usia dua puluhan dll

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi teori humanistic lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode- metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa, yang memberikan
motivasi dan kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama ( student center ) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada
hasil belajar.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistic ini cocok diterapkan untuk materi- materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial. Indicator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri.

5. Hakekat Manusia dan Segi Dimensi Pendidikan

Dalam pendidikan manusia harus dapat di kembangkan kearah 4 segi pengembangan


kepribadian manusia yaitu:

7
a. Sebagai makhluk individu
b. Sebagai makhluk sosial
c. Sebagai makhluk susila
d. Sebagai mahkluk beragama

a. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu

Setiap individu anak yang di lahirkan telah di karuniai potensi yang berbeda dengan
individu lain. Dikatakan oleh Langeveld, bahwa setiap individu itu unik, artinya setiap
individu memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, semangat dan daya tahan yang berbeda.
Langeveld juga mengatakan bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk
mandiri, meskipun disisi lain pada diri anak terdapat rasa tidak berdaya sehingga ia
mendapatkan bimbingan dari orang lain. Untuk dapat menolong dirinya sendiri,
anak(individu) perlu mendapatkan pengalaman didalam pengembangan konsep, prinsip,
inisiatif, kreativitas, tanggung jawab dan keterampilan nya. Dengan kata lain perwujudan
manusia sebagai makhluk individu memerlukan berbagai macam pengalaman melalui
pendidikan, agar segala potensi yang ada untuk tumbuh kembang menjadi kenyataan. Pola
pendidikan demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangnya
potensi individu tersebut.

b. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Manusia sejak lahir di karuniai potensi sosialitas, artinya setiap individu mempunyai
kemungkinan untuk dapat bergaul, yang didalam nya ada kesediaan untuk memberi dan
menerima. Manusia tidak dapat mencapai apa yang di inginkan nya secara seorang diri.
Kehadiran manusia lain di hadapan nya bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya,
tetapi juga merupakan sarana untuk pertumbuhan perkembangan kepribadiannya. Melalui
individual dan aspek sosial manusia, artinya individualitas manusia mengidentifikasikan sifat-
sifat yang di kagumi dan orang lain untuk di milikinya serta menolak sifat-sifat yang tidak di
cocokinya.

c. Pengembangan Manusia Sebagai Mahkluk Susila

Dalam kenyataan nya hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dan nilai-
nilai dalam kehidupan. Manusia dapat menetapkan tingkah laku mana yang baik dan bersifat
susila seta tingkah laku mana yang tidak baik dan tidak bersifat susila.
Setiap masyarakat mempunyai norma dan nilai. Melalui pendidika diusahakan agar individu
menjadi manusia pendukung norma kaidah dan nilai-nilai susila yang di junjung tinggi oleh
masyarakat dan menjadi milik pribadi yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari.
Penghayatan dan perwujudan norma, nilai, dan kaidah-kaidah sosial sangat penting dalam
rangka menciptakan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Penghayatan atas norma
dan nilai tersebut hanya mungkin dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan
kehadirannya bersama orang lain.

8
d. Pengambangan Manusia Sebagai Makhluk Beragama

Pada hakekat nya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan
manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga manusia memerlukan tempat
bertopang. Manusia memerlukan agama demi untuk keselamatan hidupnya. Untuk itu ia di
tuntut untuk dapat menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan
sebaik-baiknya melalui pendidikan. Dalam hal ini orang tua lah yang sangat cocok sebagai
pendidik karena pendidikan agama adalah persoalan efektif dan kata hati. Oleh karena itu
harus dimulai sendiri mungkin. Pemerintah dengan berlandaskan pada GBHN memasukkan
pendidikan agama kedalam kurikulum disekolah dimulai dari Sekolah Dasar sampai dengan
Perguruan Tinggi. Perlu ditekankan bahwa pendidikan agama di sekolah-sekolah merupakan
pengkajian agama yang lebih di tingkatkan pada pengembangannya. Namun tekanan nya tetap
pada segi afektifnya. Disamping itu mengembangkan kerukunan hidup diantara sesama umat
beragama dan di anatara sesama penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu
mendapat perhatian yang seksama. Kiranya tidak cukup jika pendidikan agama hanya di
tempuh melalui pendidik formal saja. Kegiatan dalam pendidikan non formal dan informal
banyak yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan tersebut.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada hakekatnya manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, diciptakan
dalam bentuk paling sempurna. Manusia adalah makhluk spiritual yang akan menjalani fase-
fase peristiwa kehidupan baik sebelum lahir, sekarang maupun setelah mati. Spiritual
merupakan aspek non fisik yang mampu memberikan kekuatan manusia untuk lebih dari
sekedar hidup.

Jadi manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan sebagaimana juga makhluk-makhluk yang
lain di muka bumi ini dan setiap makhluk yang dijadikan itu memiliki ciri-ciri tertentu yang
membedakan ia dengan makhluk lainnya.

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk utama dalam dunia alami, makhluk yang
berkemauan bebas, makhluk yang sadar dan sadar diri, kreatif, idealis, serta makhluk moral.
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil ( jadi
bukan hanya gradual ) membedakan manusia dari hewan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Buku Landasan Ilmu Pendidikan UNJ, Oleh: Tim Dosen MKDK

Munib, Achmad. 2010.Pengantar Ilmu Pendikan. Semarang: Unnes Press.

Tirtarahardja, Umar. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Depddikbud.

http://pohanrangga.blogspot.co.id/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html

http://amellooows.blogspot.co.id/2012/12/hakekat-manusia-dari-segi-psikologi.html

11

Anda mungkin juga menyukai