Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan yang paling beradap sebab
dianugrahi harkat, martabat serta potensi kemanusiaan yang tinggi. Namun dalam
perkembangannya manusia bisa jatuh dalam perilaku kebiadapan karena tidak
mampu menyeimbangkan atau mengendalikan cipta, rasa, dan karsa yang
dimilikinya. Manusia tersebut telah melanggar hakikat kemanusiaannya sendiri.

Makhluk Tuhan di alam ini ada empat macam, yaitu alam, tumbuhan,
binatang, dan manusia. Sifat-sifat yang dimiliki makhluk tersebut sebagai berikut.

1. Alam memiliki sifat wujud.


2. Tumbuhan memiliki sifat wujud dan hidup.
3. Binatang memiliki sifat wujud, hidup, dan dibekali hawa nafsu.
4. Manusia memiliki sifat wujud, hidup, hawa nafsu, dan akal budi.

Dengan akal budi, manusia tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup,
tetapi juga mampu mempertahankan serta meningkatkan derajatnya sebagai
makhluk yang tinggi dengan makhluk yang lainnya.

Dengan kelebihan manusia dibanding makhluk lain terletak pada akal budi.
Manusia mampu menyiptakan kebudayaan, mengkreasikan, megkreasikan,
memperlakukan, memperbarui, memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan
suatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia, baik dengan alam maupun
dengan manusia lainnya. Untuk itu manusia dapat dikatakan sebagai pencipta
kebudayaan dan makhluk berbudaya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah yang
diangkat dalam makalah ini adalah :
1.2.1 Apa hakikat dari manusia ?
1.2.2 Apa hakikat dari manusia sebagai makhluk yang berbudaya ?
1.2.3 Bagaimana konsep manusia yang berbudaya ?

1
1.2.4 Bagaimana konsep etika dan estetika ?
1.2.5 Apa hakikat dari manusia sebagai makhluk sosial ?
1.2.6 Apa itu cipta, rasa, karsa dari masyarakat ?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1.3.1 Menjelaskan tentang hakikat manusia sebagai makhluk budaya.
1.3.2 Menguraikan tentang konsep manusia yang berbudaya.
1.3.3 Menjelaskan apa hakikat dari manusia sebagai makhluk sosial.
1.3.4 Menjabarkan apa itu cipta, rasa, dan karsa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat manusia


Manusia adalah makhluk yang luar biasa kompleks dan sempurna yang
diciptakan oleh tuhan yang maha esa. tuhan membekali manusia dengan akal dan
dipersiapkan untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan
kepandaian, sehingga manusia dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup
menguasai alam dan hewan (binatang) melalui proses interaksi. Pada tahap awal
interaksi sosial manusia, manusia bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya agar
manusia dapat mengalami pembelajaran mengenai ruang lingkup sekelilingnya,
sehingga menyebabkan manusia mempunyai rasa ingin tahu dan merekapun harus
memiliki ilmupengetahuan yang berlandaskan ketuhanan untuk memenuhi hasrat
keinginan itu, ilmu tersebut dapat digunakan dalam kehidupannya, yaitu untuk
memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik, dan mana yang merupakan hak
dan mana yang merupakan kewajiban sehingga berbentuklah norma-norma dalam
masyarakat. Selain itu manusia merupakan paduan antara material (jasa/raga) dan
makhluk spiritual (jiwa).
Dinamika manusia tidak tinggal diam karena manusia sebagai dinamika
selalu mengaktivisasikan dirinya serta selalu berupaya untuk berkembang sesuai
dengan kebutuhan hidupnya. Artinya manusia adalah makhluk yang dinamis (selalu
berkembang), bukan makhluk yang statis (tetap/tidak pernah berkembang. Jika
pembicaraan mengarah kehakikat, maka berbicara mengenai hakikat manusia
berarti membicarakan mengenai upaya manusia untuk mengenal dan mencari tahu
siapa dirinya sesungguhnya. Proses pencarian jati diri (hakikat) manusia ini dapat
digambarkan dalam contoh peristiwa-peristiwa sebagai berikut.

1. Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as dalam rangka mencari tuhan (proses
pencarian siapa yang menciptakan dirinya).
2. Plato yang selalu bertanya "siapakah diriku?" (proses pencarian siapa dirinya
sesungguhnya).
3. Manusia sering bertanya "siapa saya sebenarnya?" dan "manakah saya
sesungguhnya?" (proses pencarian jati diri).

3
Ketika contoh pristiwa diatas merupakan gambaran dimana manusia
berupaya mencari tahu hakikat dirinya. Manusia diciptakan dengan memiliki
keunikan tersendiri, manusia hanya bisa menjadi dirinya dan itulah hakikat dirinya
sebagai yang melekat dalam pribadinya sendiri. Ahli ilmu ekonomi mendefenisikan
manusia makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu
memperhitungkan setiap kegiatan (homo economicus).
Ahli ilmu sosiologi mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang tidak
dapat beridiri sendiri dan lain sebgainya. Terlepas dari pendefinisian tersebut,
manusia tetap merupakan makhluk yang sangat kompleks. Sebagai makhluk yang
kompleks manusia bisa dipandang secara segmental/parsial, misalnya sebgai
berikut.

1. Manusia sebabagai homo economicus, yaitu manusia makhluk ekonomi yang


cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu
berusha terus menerus dalam memenuhi kebutuhan (self interest).
2. Manusia sebagai homo socius, yaitu makhluk yang selalu ingin berinteraksi
dengan sesama/bergaul.
3. Manusia sebagai homo hominis lupus, yaitu manusia menjadi serigala bagi
manusia lainnya (maksudnya manusia merugikan/membuat
kelicikan/kejahatan terhadap manusia lainnya).
4. Manusia sebagai homo faber, yaitu manusia sebagai makhluk bekerja yang
mewujudkan dirinya dengan bekerja yakni beraktivitas untuk kemajuan
hidupnya.
5. Manusia sebgai zoon politicon yaitu manusia adalah makhluk sosial atau
makhluk yang selalu ingin bermasyarakat dan tidak bisa hidup sendiri
sehingga membutuhkan keberadaan dan kehadiran manusia lainnya.

Manusia memiliki daya indra (panca indra) dan daya rasa. panca indra
adalah alat penghubung manusia dengan lingkungan sekitar/dunia luar. Dilihat dari
sisi hakikatnya pula, manusia adalah makhluk alamiah yang terkait dengan
lingkungan, serta memiliki sifat alamiah yang tunduk pada hukum alam. Misalnya
manusia menciptakan mesin traktor untuk mempermudah pekerjaannya dalam

4
membajak sawah (dalam hal ini, mesin diciptakan untuk memanfaatkan
kondisi/keadaan lingkungan).

2.2 Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Budaya


Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan tuhan yang ada
dipermukaan bumi. Artinya, manusia bukan satu-satunya makhluk ciptaan tuhan.
Makluhk tuhan di dunia (bumi) terbagi menjadi empata macam dan memiliki sifat
yang berbeda yaitu.

1. Alam memiliki sifat wujud


2. Tumbuhan memiliki sifat wujud fan hidup
3. Binatang memiliki sifat wujud hidup, dan dbekali nafsu
4. Manusia memiliki sifat wujud, hidup, dibekali nafsu, serta akal budi.

Akal budi merupakan pemberian tuhan dan sekaligus potensi dalam diri
manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Kita bahas yang pertama yakni akal,
akal merupakan kemampuan berfikir manusia sebgai kodrat alamia yang diiliki
untuk memecahkan masalah-maslaha hidup yang dihadapi.
Berfikir akan membuat manusia menjadi aktif berbuat demi kepentingan
dan peningkatan kualitas martabat hidupnya. Berfikir juga digunakan oleh manusia
untuk untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang dihadapinya. Abram
maslow seorang ahli psikologi berpendapat bahwa kebutuhan manusia dalam hidup
dibagi menjadi lima tingkatan yaitu sebgai berikut.

1. Kebutuhan fisiologis
2. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan
3. Kebutuhan sosial
4. Kebutuhan akan penghargaan
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri.

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk memaksimalkan penggunaan


potensi, kemampuan, bakat, kreativitas, ekspresi diri, prestasi, dan sebgainya.

5
Hierarki kebutuhan manusia menurut maslow

Berdasarkan hierarki kebutuhan tersebut di atas, menuturut maslow


kebutuhan manusia pertama-tama diawali dari kebutuhan fisiologis atau kebutuhan
yang paling mendesak, kemudian secara bertahap beralih kekebutuhan tingkat
diatasnya sampai tingkatan yaitu kebutuhan aktualisasi diri.

2.3 Konsep Manusia Dalam Berbagai Sudut Pandang


Pencarian makna dan hakekat manusia dilakukan melalui berbagai
pendekatan. Para filosuf memahami manusia dari sudut pandang filsafatnya
masing-masing. Plato (427-347 s.M) dan Rene Descartes (1596-1950M) dan Van
Peursen, menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang terdiri dari dua dimensi
tubuh dan dimensi jiwa atau rohani dan jasmani.
Hakikat masyarakat dan makna manusia sebagai mahluk sosial yang meliputi:
 pengertian society dan sosialisasi
 faktor-faktor penyebab hidup bermasyarakat
 faktor-faktor penghambat hidup bermasyarakat
 makna manusia sebagai mahluk sosial.
Fungsi dan tugas manusia sebagai makhluk sosial meliputi:

6
 fungsi manusia dimasyarakat.
 Tugas manusia dalam kemasyarakatan.
 Masyarakat sebagai wadah pemanusiaan individu
 Tugas keluarga membina individu sebagai makhluk sosial.

Setiap manusia memiliki kebudayaannya masing-masing, dan masing-masing


manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan yang ada pada masyarakat, dan suatu
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, serta
benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1990 : 186 - 187).
Wujud dari kebudayaan yang diungkapkan tersebut terdapat juga di dalam
sistem religi (kepercayaan) yang ada pada setiap masyarakat, dan juga merupakan
kenyataan hidup dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan dan adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat merupakan alat
pengatur dan memberi arahan kepada setiap tindakan, prilaku dan karya manusia
yang menghasilkan benda-benda kebudayaan. Kebudayaan yang ada pada
masyarakat juga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikir
dari setiap masyarakat.
Manusia adalah makhluk berbudaya dan budaya manusia penuh dengan
simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia penuh diwarnai dengan
simbolisme yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan atau
mengikuti pola-polayang mendasarkan diri kepada simbol atau lambang. Simbol
merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang terkandung sebuah makna yang
dapat menjelaskan kebudayaan dari manusia.
Geertz ( 1992 ) berpendapat bahwa, hal-hal yang berhubungan dengan simbol
yang dikenal oleh masyarakat yang bersangkutan sehingga untuk mengetahui
kebudayaan dari masyarakat dapat dilihatdari simbol yang mereka gunakan, dan
makna harus dicari dalam fenomena budaya. Sehingga untuk memahami makna
yang terdapat di dalam simbol, harus mengetahui terlebih dahulu tentang
pengetahuan dan pemahaman dari masyarakat mengenai symbol-symbol
kebudayan yang mereka wujudkan di dalam tingkah lakudan perbuatannya.

7
Manusia pada dasarnya hidup sebagai makhluk budaya yang memiliki akal,
budi dan daya untuk dapat membuahkan suatu gagasan dan hasil karya yang berupa
seni, moral, hukum, kepercayaan yang terus dilakukan dan pada akhirnya
membentuk suatu kebiasaan atau adat istiadat yang kemudian diakumulasikan dan
ditransmisikan secara sosial atau kemasyarakatan.
Akal : kemampuan pikir manusia sebagai kodratalami yang dimiliki manusia.
Berpikir adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi
kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Fungsi akal adalah untuk berfikir,
kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali apa yang telah
di ketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahkan masalah dan akhirnya
membentuk tingkah laku
Budi : akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan
sebagai batin manusia, panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik
buruk segala sesuatu.

2.4 Konsep Etika dan Estetika


Etika (Yunani Kuno: "ethikos ", berarti "timbul darikebiasaan") adalah
sebuah sesuatu dimana danbagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian
filsafat praktis (practical philosophy ). Etika dimulai bila manusia merefleksikan
unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan
refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain (Bertens,2000). Untuk itulah
diperlukan etika, yaitu untuk mencaritahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi.
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari
etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain
yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.
Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

8
Burhanuddin Salam (1987:1), menyebutkan bahwa etika adalah sebuah cabang
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku
manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan
pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral
tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitannya dengan
nilai dan norma moral tersebut.
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup
manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Seorang akademisi dan
rohaniwan Magnis Suseno mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan
sebuah ajaran. Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup
adalah moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma
atau ajaran moral tersebut atau kita juga bisa mengatakan bahwa moralitas adalah
petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan
etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran
moral yang siap pakai. Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita
orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tetapi
bedanya moralitas langsung mengatakan kepada kita inilah caranya anda harus
melangkah. Sedangkan etika harus mempersoalkan; apakah saya harus melangkah
dengan cara itu dan mengapa harus dengan cara itu?(Salam, 1987: 2).
Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat
dipertanggung jawabkan, karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan
pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan
tindakannya itu, karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-
pertimbangan yang kuat mengapa ia betindak begitu.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalankan hidupnya
melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup. Etika pada
akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
patut dilakukan. Oleh karena itu etika merupakan bagian dari wujud pokok budaya
yang pertama yaitu gagasan atau sistem ide. Menyangkut masalah budaya atau
kebudayaan di sini, bukan berarti budaya dalam arti yang sempit, yang hanya

9
bergerak dalam tataran seni (art) seperti seni tari, seni rupa, seni pahat, seni
suara,seni suara atupun seni drama. Namun menyangkut tentang hal ikhwal terkait
dengan hajad hidup manusia sebagai makhluk sosial.

2.5 Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Sosial.


Dalam teori ilmu sosial individu dipahami sebagai makhluk ciptaan Tuhan
yang memiliki tiga aspek yang melekat pada dirinya, yaitu aspek Organik –
jasmani, aspek Psiko –Rohani, dan aspek sosial – kebersamaan. Ketiga aspek
tersebut berfungsi secara terintegrasi antara satu sama lainnya. Inilah ciri manusia
sebagai mahluk sosial.
Manusia tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup ditengah-
tengah manusia karena ada kebutuhan sosial untuk hidup berkelompok dengan
orang lain. Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial karena beberapa
alasan, yaitu:
1. Manusia tunduk pada norma sosial, aturan.
2. Perilaku manusia mengharapkan penilaian dari orang lain.
3. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
4. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

Menurut Aristoteles (384-322 SM), manusia adalah makhluk yang pada


dasarnya selalu ingin begaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya (zoon
politicon yang artinya makhluk yang selalu hidup bermasyarakat). Pada diri
manusia sejak di lahirkan sudah memiliki hasrat/ bakat/ naluri yang kuat untuk
berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya. Naluri manusia untuk
hidup bersama dengan manusia lainnya disebut Gregoriusness.
Manusia berperan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang dapat
dibedakan melalui hak dan kewajibannya. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan
karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Hubungan manusia sebagai
individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan bersama.
Masyarakat merupakan wadah bagi para individu untuk mengadakan
interaksi sosial dan interelasi sosial. Interaksi merupakan aktivitas timbal balik
antar individu dalam suatu pergaulan bersama. Interaksi dimaksud, berproses

10
sesuail dengan perkembangan jiwa dan fisik manusia masing-masing serta sesuai
dengan masanya. Pada masa bayu, mereka berinteraksi dengan keluarganya melalui
berbagi kasih sayang. Ketika sidah bisa berbicara dan berjalan, interaksi mereka
meningkat lebih luas lagi dengan teman-teman sebayanya melalui berbagai
permainan atau aktivitas lainnya. Proses interaksi mereka terus berlannjut sesuai
dengan lingkungan dan tingkat usianya, dari mulai interaksi non-formal seperti
berteman dan bermasyarakat sampai interaksi formal seperti berorganisasi, dan
lain-lain.

2.6 Cipta, Rasa, Karsa dari Masyarakat.


Burnett menjelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks.
Kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan dan kemampuan
atau hasil olah pikir dalam bentuk lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai
anggota masyarakat. Burnett menerimanya sebagai definisi kebudayaan. Pikiran
Burnett ini menjadi acuan bagi para sosiolog dan budayawan kita seperti Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi. Keduanya memberi definisi bahwa
kebudayaan adalah sarana karya cipta, rasa, dan karsa sebuah masyarakat.

2.6.1 Cipta
Cipta adalah suatu usaha untuk mewujudkan sesuatu yang belum ada
menjadi nyata. Cipta berasal dalam otak manusia, dan media pewujudnya
adalah sensor motorik yang meliputi: mata, telinga, hidung dan mulut. Ketika
kita berangan angan, itulah awal dari proses cipta itu sendiri. Kemudian
dilanjutkan oleh proses berpikir, dan pada akhirmya menjadi proses penciptaan
yang baik maupun buruk.
2.6.2 Rasa
Rasa, berbeda dengan cipta, rasa bersemayam di dalam dada. Sebagian
mengatakan asalnya di dalam hati manusia,. Rasa juga bersifat kasat mata dan
tidak bisa kita kendalikan. Rasa secara arti kata merupakan hasil atau tanggapan
dari sistem sensorik yang dapat merasakan sebuah kondisi-kondisi tertentu baik
secara fisik maupun non-fisik. Hasil tanggapan bisa dinyatakan secara visual,
ucapan, perbuatan dan lain sebagainya. Sebagai contoh, pada saat manusia

11
merasakan hawa dingin pegunungan disaat berkemah, karena tidak biasanya
sedingin ditempat tinggalnya, setelah merasakan akan menghasilkan sebuah
tata-nilai secara empirik baik secara visual, ucapan ataupun perbuatan.
Demikian pula bila merasakan sedapnya makanan, maka akan timbul
sebuah reaksi yang merupakan rasa dengan nilai empirik yang berbeda antara
manusia-manusia lainnya, walaupun merasakan resep makanan yang sama.
Muncullah keberagaman pendapat yang juga merupakan rasa sebagai reaksi atau
tanggapan dari masakan yang dirasakan, muncullah suka, biasa, amat suka,
favorit. Disinilah letak keberagaman manusia, sehingga muncullah yang
namanya rasa secara nisbi atau relatif dan rasa secara hakiki.
2.6.2 Karsa
Karsa adalah kehendak yang ada pada diri manusia dan merupakan
kekuatan yang diberikan Tuhan YME berikan sehingga membuat manusia
berbeda, dan istimewa dari mahluk lainnya. Karsa sangat lekat sekali dengan
kaitan proses untuk bergerak, beraktifitas atau bereaksi untuk berupaya
mewujudkannya. Contohnya bila perut kita “terasa” lapar, yang merupakan
hasil dari merasakan dari sensor-sensor motorik, maka akan bisa berlanjut
menjadi “Karsa” secara langsung tanpa didahului oleh “Cipta. Apabila kita
keidnginan tentu kita akan memakai jaket. Atau bisa diambil kesimpulan. Karsa
bermakna keinginan atau kemauan yang kuat.
Apabila dalam tahap cipta dan rasa, keinginan-keinginan itu masih tak
kasat mata, maka dalam tahap selanjutnya keinginan itu harus diupayakan
maujud sehingga dapat dilihat, disentuh dan dimanfaatkan sesuai kebutuhan.
Karsa berarti kekuatan untuk mewujudkan keinginan tersebut menjadi nyata.

Ahli filsafat pendidikan, Suparlan Suhartono (2008) berpendapat bahwa


dengan potensi cipta, rasa, dan karsa, manusia selalu terdorong untuk ingin tahu
dan bahkan mendapatkan nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan yang
terkandung di dalam segala sesuatu yang ada (realitas). Perkembangan dan
pertumbuhan cipta, rasa, dan karsa dimotori oleh pendidikan. Terhadap ketiga hal
itulah pendidikan juga menanamkan orientasi dasarnya.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudayadan beretika tidak lain
adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan
kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu
yang baik, benar, dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan
kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia
berbudaya. Manusia juga akan mulai berpikir tentang bagaimana caranya
menggunakan hewan atau binatang untuk lebih memudahkan kerja manusia dan
menambah hasil usahannya dalam kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari.
Manusia sangat mempunyai hasrat yang tinggi apabila dibandingkan
dengan makhluk hidup yang lain. Hasrat untuk selalu menambah hasil usahanya
guna mempermudah lagi perjuangan hidupnya menimbulkan perekonomian dalam
lingkungan kerja sama yang teratur. Hasrat disertai rasa keindahan menimbulkan
kesenian. Hasrat akan mengatur kedudukannya dalam alam sekitarnya, dalam
menghadapai tenaga-tenaga alam yang beraneka ragam bentuknya dan gaib,
menimbulkan kepercayaan dan keagamaan. Hasrat manusia yang selalu ingin tahu
tentang segala sesuatu disekitarnya menimbulkan ilmu pengetahuan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017 . Undang-Undang Nomor 05 Tahun 2017. Tentang Pemajuan


Kebudayaan.
M.Chairul Basrun Umanailo. 2014. Manusia Sebagai Mahkluk Berbudaya,
Beretika dan berestetika. Diakses dari
https://www.academia.edu/19515097/Manusia_Sebagai_Mahkluk_Berbud
aya_Beretika_dan_berestetika pada 25 Oktober 2019.
Yuniastuti. 2013. Hakikat Manusia Sebgai Makhluk Budaya. Diakses dari
https://www.pelajaran.co.id/2018/06/pengertian-jenis-dan-contoh-
sumber-daya-alam-yang-dapat-diperbaharui.html pada 25 Oktober 2019.
Ayu Meiriany. 2016. Hakikat Manusia sebagai Manusia Berbudaya dan Makhluk
Sosial. Diakses dari
https://ayumeiriany.wordpress.com/2016/03/09/hakikat-manusia-sebagai-
manusia-berbudaya-dan-makhluk-sosial/ pada 25 Oktober 2019.
Dian Dame Tinambunan. 2016. Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya. Diakses
dari
https://diandametinambunan.wordpress.com/2016/12/31/manusia-
sebagai-makhluk-berbudaya/ pada 25 Oktober 2019.
Hayyu Safira. 2012. Cipta Rasa Karsa - Hayyu. Diakses dari
https://id.scribd.com/document/114339414/Cipta-Rasa-Karsa-Hayyu pada
25 Oktober 2019.
Pendidik di TK Terpadu Putra Harapan. 2017. Mempertajam Cipta, Rasa, dan
Karsa. Diakses dari
https://satelitpost.com/redaksiana/opini/mempertajam-cipta-rasa-dan-
karsa2/ pada 25 Oktober 2019.

14

Anda mungkin juga menyukai