Anda di halaman 1dari 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/353287460

Profesionalisme Dai di Era Society 5.0: Mengulas Profil dan


Strategi Pengembangan Dakwah

Article in Wardah · July 2021


DOI: 10.19109/wardah.v22i1.9003

CITATION
READS
1
1,102

1 author:

Ari Wibowo
IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung
11 PUBLICATIONS 55 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Literasi dan Harmonisasi Sosial View project

All content following this page was uploaded by Ari Wibowo on 16 July 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Profesionalisme Dai di Era Society 5.0: Mengulas Profil dan Strategi
Pengembangan Dakwah

Ari Wibowo
(Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik
Bangka Belitung)
Email: ari@iainsasbabel.ac.id

Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk memaparkan dan menjelaskan tentang


pentingnya upaya peningkatan profesionalisme dai dalam menghadapi era society
5.0. Ada dua tantangan besar yang dihadapi masyarakat Indonesia, yakni era
revolusi industri 4.0 dan era society 5.0. Hadirnya dua peradaban baru tersebut
memunculkan trend baru dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi,
sehingga masyarakat Indonesia mudah mendapatkan informasi. Masyarakat juga
dapat mengakses internet dengan bebas dan saling terkoneksi dengan cepat.
Dampaknya, terjadi infiltrasi budaya asing dan tersebarnya paham keagaaman
yang bertolakbelakang dengan kepribadian bangsa. Kondisi tersebut menuntut
para dai untuk dapat mengembangkan dakwah yang lebih transformatif, responsif,
dan adaptif. Artikel ini diperkuat dengan penelitian kualitatif yang bersifat studi
pustaka dengan pendekatan deskriptif. Beberapa sumber data dari berbagai
literatur mempertajam analisa mengenai profesionalisme dai di era society 5.0.
Setidaknya ada sembilan kompetensi yang dapat meningkatkan profesionalisme
dai di era ini, diantaranya; creative, critical thinking, leadership, digital literacy,
emotional intelligence, entrepreneurship, global citizenship, problem solving, dan
team working. Profil daisebagai komunikator dan konten kreator mutlak
diperlukan, karena tingginya aksesbilitas masyarakat terhadap konten media
sosial.
Kata Kunci: Profesionalisme, Dai, Era Society 5.0, Dakwah
Abstrack:This article aims to describe and explain the importance of efforts to
increase the professionalism of dai in facing the era of society 5.0. There are two
big challenges faced by the Indonesian people, namely the era of the industrial
revolution 4.0 and the era of society 5.0. The presence of these two new
civilizations gave rise to new trends in the field of information and communication
technology, so that Indonesian people could easily get information. People can
also access the internet freely and connect to each other quickly. As a result, there
is an infiltration of foreign cultures and the spread of religious beliefs that are
contrary to the national personality. These conditions require the preachers to be
able to develop a more transformative, responsive, and adaptive da'wa. This
article is strengthened by qualitative research which is a literature study with a
descriptive approach. Several data sources from various literatures sharpen the

1
analysis of the professionalism of dai in the era of society 5.0. There are at least
nine competencies that can improve the professionalism of preachers in this era,
including; creative, critical thinking, leadership, digital literacy, emotional
intelligence, entrepreneurship, global citizenship, problem solving, and team
working. A dai's profile as a communicator and content creator is absolutely
necessary, because of the high accessibility of the community to social media
content.
Keywords: Professionalism, Dai (Communicator), Era Society 5.0, Da’wa

Pendahuluan
Dakwah dalam konteks kekinian dihadapkan pada dua tantangan besar
yakni era revolusi industri 4.0 dan era society 5.0. Diawali dengan hadirnya era
revolusi industri 4.0 pada dekade terakhir hingga saat ini, telah berpengaruh
padameningkatnya aksesbilitas masyarakat terhadap teknologi informasi dan
komunikasi. Terpaan era revolusi industri 4.0 ini juga menyasar pada empat
faktor; 1) meningkatnya aksesbilitas data, tingginya komputasi dan konektifitas
antar masyarakat; 2) berkembangnya kompetensi, pola analisis, dan kecerdasan
bisnis; 3) tingginya interaksi baru antara manusia dengan mesin dan berbagai
media teknologi informasil; 4) perbaikan infrastruktur digital yang terhubung ke
dunia nyata (robotika dan 3D printing).1
Lebih lanjut Wolter melihat tantangan era revolusi industri 4.0 pada
beberapa aspek diantaranya, masalah keamanan teknologi informasi, keandalan
dan stabilitas, rendahnya kompetensi yang memadai, dan kemampuan pemangku
kepentingan untuk melakukan transformasi.2Secara spesifik Hecklau melihat ada
tantangan sosial yang juga muncul, pokok utamanya ialah adanya perubahan
demografi dan nilai sosial (penguasaan dalam mentransfer pengetahuan dan
keterampilan memimpin).3

1
Jay Lee et al., “Recent Advances and Trends in Predictive Manufacturing Systems in Big
Data Environment,” Manufacturing Letters 1, no. 1 (2013): 38–41.
2
Tae Kyung Sung, “Industry 4.0: A Korea Perspective,” Technological Forecasting and
Social Change 132 (2018): 40–45.
3
Fabian Hecklau et al., “Holistic Approach for Human Resource Management in Industry
4.0,” Procedia CIRP 54 (2016): 1–6, http://dx.doi.org/10.1016/j.procir.2016.05.102.

2
Hampir serupa dengan era 4.0, tantangan yang juga akan muncul di era
society 5.0 sangat kompleks. Di era 5.0 masyarakat tidak hanya dihadapkan pada
infrastruktur digital seperti era 4.0, tapi juga akan bersentuhan langsung dengan
sistem integrasi ruang maya yang dibentuk dan dibuat seperti halnya pada ruang
fisik. Artinya, kemampuan artificial intelligent dengan jaringan big data akan
dikombinasikan dengan robot untuk melakukan dan mendukung pekerjaan
manusia.4 Itu artinya ada alat yang dicipta, direkayasa dan
dibentuk untuk
membantu peran manusia dalam bekerja di berbagai bidang. Dalam konsep yang
lain, era 5.0 akanmemutakhirkan teknologi informasi yang tidak hanya berdampak
pada aspek bisnis semata, melainkan juga pada konektifitas kehidupan antar umat
manusia. Persoalannya, transformasi teknologi dan informasi yang semakin
canggih di era 5.0 akan memicu beragam efek sosial. Dimungkinkan era 5,0 akan
menghilangkan dinding pembatas antara dunia maya dan dunia nyata yang dapat
berdampak negatif pada pudarnya karakter bangsa dan masuknya baragam paham
yang bertolak belakang dengan misi dakwah yang Rahmatan lil’alamin.
Begitupun objek dakwah merasa tidak perlu lagi belajar agama dengan
guru dan ustad, cukup dengan alat atau bahkan robot yang direkayasa dan
dibentuk layaknya seorang pendakwah atau ulama yang mampu menjawab
pertanyaan seputar agama. Oleh sebab itu, hadirnya era society 5.0 memaksa para
dai (pendakwah) untuk lebih transformatif, responsif, adaptif dan mampu
menjawab persoalan dakwah yang semakin kompleks.
Persoalan tersebut sangat jelas nampak pada perubahan gaya hidup dan
masuknya budaya serta tata nilai asing yang banyak bertentangan dengan
kepribadian bangsa.5Apalagi objek dakwah (mad’u) dapat bebas mengakses
konten dakwah di berbagai platform media sosialPentingnya pendampingan para
dai yang professional mutlak diperlukan, agar objek dakwah tidak bias dalam
mendapatkan informasi dan pesan dakwah yang ada di beragam media sosial.

4
Faulinda Ely Nastiti and Aghni Rizqi Ni’mal ‘Abdu, “Kesiapan Pendidikan Indonesia
Menghadapi Era Society 5.0,” Edcomtech: Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan 5, no. 1 (2020): 61–
66.
5
Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, 4th ed.
(Bandung: Pustaka Setia, 2002).

3
Seperti halnya yang terjadi pada saat ini, banyak orang belajar agama dari
youtube, facebook, browsing internet, whatsapp group, dan lain sebagainya.
Akibatnya, polarisasi masyarakat Indonesia (kelompok milenial) dalam
mengakses internet
memunculkan efek negatif yang bermuara pada tumbuhnya
paham keagamaan
yang ekstrimis dan intoleran. Seperti diulas oleh Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam Laporan Infografis yang
menegaskan bahwa
85 % generasi milenial Indonesia rentan terhadap paparan
radikalisme.6
Tingginya aksesbilitas generasi milenial terhadap internet perlu
diwaspadai, apalagi keterbukaan akses layanan data dan informasi di era 5.0 akan
jauh lebih besar dibandingkan dengan era 4.0. Disinilah peran para dai sebagai
pelopor dakwah harus mampu menjawab tantangan dakwah kekinian. Artinya,
profesionalisme dai harus diformat sesuai dengan peradaban baru yang
berkembang. Oleh karena itu, artikel ini berupaya mengulas dan mendiskripsikan
tentang pentingnya profesionalisme dai di era society 5.0 dengan tujuan agar para
dai dapat memposisikan diri dan mempersiapkan strategi pengembangan dakwah
yang komprehensif dan kontekstual.

Pembahasan
A. Konsep Era Society 5.0
Laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berhasil
memicu dan memacu terjadinya transformasi digital yang tidak hanya
berimplikasi pada berubahnya tatanan industri, tetapi juga pada berbagai sendi
kehidupan masyarakat.7Arus besar gelombang transformasi tersebut akhirnya
menciptakan kerangka berpikiri serta kebijakan baru seperti di era revolusi
industri 4.0. Atas pijakan kerangka berpikir tersebut, akhirnya Jepang juga

6
Reza Yunanto, “Infografis 85 Persen Milenial Rentan Terpapar Radikalisme,” INews.Id
Multimedia (Jakarta, 2020), https://www.inews.id/multimedia/infografis/infografis-85-persen-
milenial-rentan-terpapar-radikalisme.
7
By Mayumi Fukuyama, “Society 5 . 0 : Aiming for a New Human-Centered Society,” no.
August (2018): 47–50, https://www.jef.or.jp/journal/pdf/220th_Special_Article_02.pdf.

4
merancang konsep inti dari 5thScience and Technology Basic Plan yang dikenal
dengan Society 5.0.
Era society 5.0 merupakan konsep yang mengimplementasikan teknologi
yang muncul akibat dari era 4.0 dengan pertimbangan aspek humaniora sehingga
dapat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan sosial dan menciptakan
keberlanjutan.8 Berbeda dengan era 4.0 yang menitikberatkan teknologi sebagai
mesin untuk mengakses dan mengolah informasi, era society 5.0 justru
menjadikan teknologi dan fungsinya sebagai bagian yang menyatu dengan
manusia, sehingga
teknologi tersebut dapat mempermudah dan membantu
manusia menyelesaikan pekerjaannya.
Kecanggihan meda informasi dan komunikasi di era 5.0 ini juga akan
tetap mempengaruhi jaringan konektifitas masyarakat di media sosial.
Dikarenakan daya sebar informasi yang kuat di media sosial dapat mempengaruhi
sistem penerimaan informasi masyarakat dengan layanan yang cepat dan mudah.
Dalam konsep era 5.0 setiap orang akan dipacu untuk lebih kreatif dan inovatif
terutama pada bidang industri media informasi dan komunikasi.
Setidaknya ada sembilan layanan masa depan yang dapat digunakan oleh
masyarakat, diantaranya; 1) pemukiman dan perkotaan, layanan ini akan
mendorong produktifitas antar masyarakat; 2) energi, layanan ini akan
menghadirkan decentralized micro grids yang dapat membangkitkan energi listrik
diberbagai daerah, termasuk daerah terpencil; 3) pencegahan dan mitigasi
bencana, layanan ini akan memudahkan manusia dalam mengakses potensi
bencana dan dapat membantu proses pendistribusian bantuan bagi korban bencana
alam 4) kesehatan, pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan cepat dan mudah
dengan sistem integrasi telemedicine; 5)agrikultur dan pangan, layanan ini akan
berimplikasi pada peningkatan teknologi pertanian dengan sistem robot dan FVC
(Food Value Chain).6) manufaktur; layanan ini menghadirkan robotika
manufaktur yang dapat memberikan kepuasan bagi customer dalam layanan jasa;
7) Finance (kuangan), layanan ini sudah mulai dirasakan oleh masyarakat

8
Umar AL Faruqi, “Survey Paper : Future Service in Industry 5 . 0” 02, no. 01 (2019): 67–
79.

5
terhadap kemudahan layanan transaksi yang bermula dari konsep cashless

transaction menuju gagasan financial technology; 8) layanan publik, layanan ini


menawarkan akses yang mudah bagi masyarakat dalam mengakses berbagai
kebutuhan sehari-hari baik yang bersifat administratif maupun operasional; dan
9) logistik, layanan yang memudahkan manusia mendistribusikan barang sesuai
dengan jalur yang ditetapkan secara data driven.9

B. Profil Dai sebagai Komunikator dan Konten Kreator


Dai ditinjau secara terminologi adalah individu, kelompok, atau lembaga
organisasi yang melaksanakan dakwah secara lisan, tulisan, dan perbuatan baik
untuk menyebarluaskan ajaran Islam.10 Abdullah Nasih Ulwan
mengkonstruksikan dai sebagai pembangun dan pengembang masyarakat Islam
bertugas dan berperan sebagai tutor, educator, orator, mentor,
pembuka dialog,
budayawan, dan penulis. Dalam konteks yang lebih luas,
11
dai tidak hanya
berperan sebagai penyampai misi dakwah, tetapi juga sebagai figur atau teladan
dalam bersikap dan berperilaku.
Dai sebagai komunikator harus mampu menjadi sumber kepercayaan
(source credibility) dan sumber daya tarik (source attractiveness). Dalam
perannya sebagai komunikator dai harus menjadi pusat yang mudah dipercaya
komunikan. Kepercayaan atau kredibilitas yang tumbuh dari komunikan kepada
komunikator akan memberi efek positif bagi suksesnya dakwah tersebut.
Begitupun sebaliknya, bila dai tidak dapat menumbuhkan kepercayaan komunikan
(mad’u), maka dakwah tidak akan efektif.12Dai yang kredibel
bersumber dari
kompetensi, sikap, tujuan, kepribadian dan dinamika.13
Dai juga harus memahami bahwa objek dakwah memiliki harapan-
harapan atau haknya yang harus diperhatikan. Seperti apa yang diulas dalam teori

9
Ibid.
10
Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), p.76.
11
A. Ilyas Ismail and Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama Dan
Peradaban Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), p.75.
12
Endin Nasrudin, Psikologi Komunikasi (Bandung: Pustaka Setia, 2015), p. 140.
13
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2014),
p. 106.

6
harapan Expectancy Violation Theory (EVT) yang menyebutkan bahwa ada tiga
faktor penting yang mempengaruhi harapan seseorang, diantaranya; karakteristik
komunikator, hubungan, dan konteks dimana interaksi itu terjadi.14 Oleh sebab itu,
para dai dituntut untuk memiliki delapa krieteria berikut; 1) kemampuan
berkomunikasi; 2) kemampuan penguasaan diri; 3)pengetahuan psikologi;
4)pengetahuan kependidikan; 5)pengetahuan agama; 6) pengetahuan al-Qur’an; 7)
pengetahuan hadis;
dan 8) pengetahuan umum.15 Sedangkan kriteria dai dalam
konteks era society 5.0 ialah kemampuan penguasaan media dan teknologi.
Jelaslah bahwa, posisi dai sebagai komunikator memegang peran yang
sangat penting dalam komunikasi dakwah, kredibilitas dan kemampuan dai dalam
memahami objek dakwah (mad’u/komunikan dakwah) menjadi kunci misi
dakwah dapat berhasil. Apalagi dalam menghadapi era society 5.0 tentu para dai
dihadapkan oleh beragam kebutuhan dakwah termasuk terpenuhinya kebutuhan
mad’u milenial terhadap pesan-pesan dakwah yang lebih kontekstual dan
kekinian.
Kemunculan dai populer di berbagai media sosial seperti Facebook dan
Youtube, menunjukkan bahwa para dai telah mentrasformasikan pesan-pesan
dakwah yang bersifat tradisional dan konvensional menjadi digital (digitalisasi
kontena dakwah). Upaya digitalisasi ini sebagai bentuk respon terhadap
berkembangnya era digital, dimana setiap pengguna dengan cepat dapat
mengakses berbagai konten yang ada di media sosial. Bahkan media sosial dapat
dijadikan media dakwah yang efektif dalam menyampaikan dakwahnya secara up
to date.16 Ketika para dai memanfaatkan media sosial sebagai media dakwahnya,
maka secara personal dai telahberperan sebagai konten konten kreator.
Lalu muncul pertanyaan, seperti apa peran dan profil dai sebagai konten
kreator? Konten kreator saat ini telah menjadi sebuah profesi yang banyak
diminati oleh kalangan milenial. Konten kreator adalah orang atau individu yang

14
Richard West and Lynn H Tunner, Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi, ed. Brian
Marswendy, 3rd ed. (Jakarta: Salemba Humanika, 2014). p. 154.
15
Samsul Munir Amin’, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2013). p.79.
16
A Wibowo, “Penggunaan Media Sosial Sebagai Trend Media Dakwah Pendidikan Islam
Di Era Digital,” JurnalIslam Nusantara 03, no. 02
(2019):339356,http://www.jurnalnu.com/index.php/as/article/view/141.

7
merancang dan membuat program konten berupa gambar, tulisan, video atau
kombinasi dari produk audio-visual untuk tujuan tertentu. Konten kreator juga
sering disebut sebagai pekerja kreatif yang kerap memanfaatkan media sosial
sebagai media utama untuk menyampaikan pesan dan informasinya.
Banyaknya kemunculan konten kreator pada saat ini merupakan imbas
dari pesatnya teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet di era 4.0. Hal
tersebut nampak dari semakin tingginya tingkat penggunaan media sosial seperti
Youtube untuk memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan masyarakat. We Are
Social pada Januari 2021 mencatat bahwa 94% persen penduduk Indonesia
mengakses Youtube dalam sebulan terakhir (Akhir Januari 2021). Ia menyebutkan
bahwa pengakses Youtube tersebut berada pada rentang usia 16-64 tahun.17
Youtube sebagai salah satu media sosial telah menjadi media dakwah
yang relevan dalam konteks kekinian, terlebih saat memasuk era society 5.0. Ada
banyak media serupa yang akan muncul menghiasi ruang virtual masyarakat.
Disinilah peran penting para dai sebagai konten kreator. Mereka harus mampu
memanfaatkan berbagai media sosial yang populer untuk dikemas menjadi media
dakwah. Terlepas dari paradigma lama yang menyebut bahwa, dakwah hanya
dilakukan dari mimbar ke mimbar, atau hanya dilakukan dari satu masjid ke
masjid lainnya.
Era society 5.0 pasti akan mengemas produk-produk tradisional menjadi
digital atau produk-produk tersebut di-digitalisasi, sehingga setiap orang dengan
mudah mengakses dakwah dari berbagai smartphone/perangkat yang mereka
miliki. Tentu hal ini menjadi peluang bagi banyak orang untuk ikut berpartisipasi
menjadi bagian dari perekayasa media dan konten kreator. Selain dapat
mencurahkan daya imajinasi dan kreatifitasnya, konten kreator juga dapat
keuntungan atau profit dari produk konten yang dibuatnya di Youtube. Hal
tersebut juga menyebabkan banyaknya para dai menggunakan Youtube sebagai
salah satu media dakwah. Seperti; ustad Adi Hidayat, Abdullah Gymnastiar,

17
Andrea Lidwina, “94% Orang Indonesia Akses YouTube Dalam Satu Bulan Terakhir,”
Databooks (Jakarta, 2021), https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/17/94-orang-
indonesia-akses-youtube-dalam-satu-bulan-terakhir.

8
Abdul Shomad, Buya Yahya, Yusuf Mansur, Sholeh Mahmud, dan beberapa ustad
lainnya.
Konten kreator dianggap menjadi salah satu penguat profesionalisme dai
pada saat ini. Kenapa demikian? Saat ini para dai dihadapkan pada perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang saling terhubung dengan cepat dan
mudah. Masyarakat tradisional telah bertransformasi menjadi masyarakat
informasi yang selalu membutuhkan layanan informasi. Bahkan menjadikan
informasi sebagai komoditas yang bernilai ekonomis.
Kompetensi dan bidang keahlian para dai di era society 5.0 dituntut lebih
kompetitif terutama
meliputi, creativity, critical thinking, communication, dan
collaboration, atau
yang biasa dikenal dengan 4C. Selain itu para dai juga
diharapkan menguasi beberapa kompetensi yang diantaranya; leadership, digital
literacy, emotional intelligence, entrepreneurship, global citizenship, problem
solving, dan team working.18 Beberapa kompetensi ini harus dikuasai para dai
sehingga dapat meningkatkan profesionalisme dai yang
responsif dan
transformatif.
Dalam perspektif era 5.0, konten menjadi salah satu elemen dasar yang
memegang peranan penting dalam transformasi teknologi media. Ada banyak
platform media sosial yang selalu membutuhkan konten setiap harinya. Konten
tersebut dapat dikemas dan dielaborasi dengan berbagai pendekatan, sehingga
memberi manfaat bagi objek dakwah.

C. Strategi Pengembangan Dakwah dalam Menghadapi Era Society 5.0


Henry Mintberg menjelaskan bahwa strategi adalah usaha yang terencana
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.19 Setidaknya ada tiga
elemen penting
dalam strategi yakni, terencana, terukur, dan sistematis. Secara aplikatif strategi
dapat dijadikan salah satu perangkat yang mendukung terlaksananya dakwah yang

18
Risdianto, E. (2019). Akademia. Retrieved 07 2019, 19, From
Https://Www.Academia.Edu/38353914/Analisis_ Pendidikan_Indonesia_Di_Era_
Revolusi_Industri_4.0.Pdf
19
Achmad Baidowi and Moh. Salehudin, “Strategi Dakwah Di Era New Normal,”
Muttaqien; Indonesian Journal of Multidiciplinary Islamic Studies 2, no. 01 (2021): 58–74.

9
efektif bagi masyarakat (mad’u/objek dakwah). Ada tiga bentuk strategi dakwah;
1) strategi sentimental (Manhaj al-A’thifi) yakni, strategi dakwah yang
memfokuskan pada
aspek hati dan menggerakkan perasaan dan batin objek
dakwah; 2) strategi
rasional (Manhaj al-Aql) yaitu, strategi dakwah yang
memfokuskan pada
aspek akal dan pikiran; 3) strategi indrawi (Manhaj al-
Hissi).20
Strategi pengembangan dakwah memegang peranan yang penting dalam
menentukan metode, siasat, dan taktik yang digunakan dalam aktifitas dakwah.
Keterbukaan akses internet dan teknologi informasi mengisyaratkan bahwa
strategi pengembangan dakwah harus mampu menjangkau sistem jaringan
komunikasi yang digunakan oleh masyarakat. Para dai seyogyanya tidak merasa
mapan dengan memiliki kemampuan retorika saja, melainkan didukung juga oleh
kemampuan dalam bidang teknologi komunikasi. Para dai di era ini dituntut untuk
mampu menguasai keterampilan teknis seperti manajemen media dan desain
komunikasi visual.
Berkaca dari tantangan dakwah di era 4.0 dan 5.0 maka para dai dituntut
untuk mampu menyusun strategi pengembangan dakwah yang tepat. Diawali
dengan membangun komitmen dan kesungguhan untuk mampu bersikap dan
melakukan tindakan yang jelas dan terukur, diantaranya; pertama, para dai harus
membangun dan mengembangkan sistem informasi yang menghubungkan para
dai yang satu dengan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan misi dan
membangun sub sistem yang terintegrasi dengan teknologi komunikasi yang
mutakhir. Sistem informasi ini juga yang menjadi arah bagi para dai dalam
menentukan konten dakwah apa yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan objek
dakwah.
Kedua, para dai harus mampu mengembangkan kompetensi literasi
digital bagi objek dakwah. Hal ini dimaksudkan agar objek dakwah mampu
memfilter informasi dan mencegah tersebarnya berita bohong (hoaks) dan ujaran
kebencian atas nama agama. Dalam konteks ini para dai juga berperan sebagai

20
T. Sukayat, Ilmu Dakwah Perspektif Filsafat Mabadi Asyarah (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2015).

1
agen literasi digital dan ikut berkontribusi terhadap meningkatnya kompetensi
lierasi di masyarakat. Ketiga, para dai dituntut untuk peka terhadap persoalan
yang muncul dan tidak bersifat pasif. Dai sebagai pelopor tersebarnya misi
dakwah harus ikut andil menjawab tantangan zaman yang semakin kuat.
Keempat, para dai harus mampu melakukan Gerakan dakwah yang
terapeutis (bersifat menyembuhkan). Mengingat problem psikis masyarakat di era
4.0 yang semakin kompleks.21Kelima, para dai dituntut untuk menjadi agen
moderasi beragama,
yang intens menyampaikan pesan-pesan perdamaian dan
berupaya mengedukasi masyarakat tentang bahaya pemahaman agama yang
ekstrimis, radikal, dan intoleran.
Selain beberapa hal tersebut para dai juga dapat mengembangkan dakwah
dengan menggunakan berbagai platform media sosial, seperti Youtube dan
Facebook. Akan tetapi perlu diperhatikan beberapa hal penting yang harus
dilakukan para dai dalam mengemas dakwah di beberapa platform media sosial
tersebut, diantaranya sebagai berikut; pertama, para dai harus mampu menguasi
karakteristik dan target penonton (Youtube). Target penonton (objek
dakwah/komunikan) terdiri dari usia, jenis kelamin, dan Social Ecomonic Status
(SES). Kedua, narasi atau bahasa naskah harus disesuaikan dengan target
penontonnya. Ini bertujuan untuk menarik peminat penonton. Ketiga, penentuan
format acara. Para dai dapat menentukan format acara yang menarik, misal format
podcast, film pendek, video shalawat, dan lain sebagainya. Keempat, menguasai
proses produksi audio-visual. Pada proses ini para dai harus membentuk team
work yang memiliki kemampuan dalam membuat konten dakwah digital.

Simpulan
Para dai sebagai komunikator utama dalam dakwah memiliki peran dan
tanggung jawab yang semakin berat. Terpaan arus teknologi informasi dan
komunikasi yang akan berkembang di era 5.0 harus disikapi dengan memperkuat
profesionalisme dai dan strategi pengembangan dakwah yang tepat, terukur, dan

21
Enjang Muhaemin, “Dakwah Digital Akademisi Dakwah,” Ilmu Jour

1
nal for Homiletic Studies 11, no. 2 (2017): 341–356.
Dakwah: Academic

1
sistematis. Dakwah di era 5.0 tidak lagi terpusat di satu titik dan mengandalkan
satu segmen media dakwah saja, melainkan harus lebih transformatif, responsif,
dan adaptif.
Profil dai juga harus lebih kompetitif dengan mengembangkan berbagai
bidang keahlian yang relevan dengan era 5,0 seperti; meningkatnya kreatifitas,
berpikir kritis, jaringan komunikasi yang luas, dan mampu berkolaborasi dengan
team work. Selain itu diperlukan juga beberapa penguatan kompetensi lainnya
seperti dalam bidang kepemimpinan, enterpreneruship, literasi digital, pemecah
masalah sosial, meningkatnya kecerdasan emosional dai, dan
keterlibatan dai
dalam komunitas global.
Strategi konten kreator juga menjadi salah satu solusi yang penting dalam
strategi pengembangan dakwah. Profil dai sebagai konten kreator dapat
mengoptimalisasi peran dai dalam berdakwah di berbagai platform media sosial.
Mengingat tingginya kebutuhan masyarakat milenial Indonesia terhadap layanan
informasi. Semoga para dai dapat mengaktualisasikan dirinya dan berkontribusi
bagi suksesnya misi dakwah yang rahmatan lil’alamin.

Daftar Pustaka
Amin’, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2013.
Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safei. Metode Pengembangan Dakwah. 4th
ed. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Baidowi, Achmad, and Moh. Salehudin. “Strategi Dakwah Di Era New Normal.”
Muttaqien; Indonesian Journal of Multidiciplinary Islamic Studies 2, no. 01
(2021): 58–74.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Raja Grafindo Persada,
2014.
Faruqi, Umar AL. “Survey Paper : Future Service in Industry 5 . 0” 02, no. 01
(2019): 67–79.
Fukuyama, By Mayumi. “Society 5 . 0 : Aiming for a New Human-Centered
Society,” no. August (2018): 47–50. https://www.jef.or.jp
/journal/pdf/220th_Special_Article_02.pdf.

1
Hecklau, Fabian, Mila Galeitzke, Sebastian Flachs, and Holger Kohl. “Holistic
Approach for
Human Resource Management in Industry 4.0.” Procedia
CIRP 54 (2016): 1–6. http://dx.doi.org/10.1016/j.procir.2016.05.102.
Ilahi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Ismail, A. Ilyas, and Prio Hotman. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun
Agama Dan Peradaban Islam. Jakarta: Prenada Media Group, 2013.
Lee, Jay, Edzel Lapira, Behrad Bagheri, and Hung an Kao. “Recent Advances and
Trends in Predictive Manufacturing Systems in Big Data Environment.”
Manufacturing Letters 1, no. 1 (2013): 38–41.
Lidwina, Andrea. “94% Orang Indonesia Akses YouTube Dalam Satu Bulan
Terakhir.” Databooks. Jakarta, 2021. https://databoks.katadata
.co.id/datapublish/2021/02/17/94-orang-indonesia-akses-youtube-dalam-
satu-bulan-terakhir.
Muhaemin, Enjang. “Dakwah Digital Akademisi Dakwah.” Ilmu Dakwah:
Academic Journal for Homiletic Studies 11, no. 2 (2017): 341–356.
Nasrudin, Endin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Nastiti, Faulinda Ely, and Aghni Rizqi Ni’mal ‘Abdu. “Kesiapan Pendidikan
Indonesia Menghadapi Era Society 5.0.” Edcomtech:
Jurnal Kajian
Teknologi Pendidikan 5, no. 1 (2020): 61–66.
Sukayat, T. Ilmu Dakwah Perspektif Filsafat Mabadi Asyarah. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2015.
Sung, Tae Kyung.
“Industry 4.0: A Korea Perspective.” Technological
Forecasting and Social Change 132 (2018): 40–45.
West, Richard, and Lynn H Tunner. Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi.
Edited by Brian Marswendy. 3rd ed. Jakarta: Salemba Humanika, 2014.
Wibowo, A. “Penggunaan Media Sosial Sebagai Trend Media Dakwah
Pendidikan Islam Di Era Digital.” Jurnal Islam Nusantara 03, no. 02 (2019):
339–356. http://www.jurnalnu.com/index.php/as/article/view/141.
Yunanto, Reza. “Infografis 85 Persen Milenial Rentan Terpapar Radikalisme.”
INews.Id Multimedia. Jakarta, 2020. https://www.inews.id/multimedia
/infografis/infografis-85-persen-milenial-rentan-terpapar-radikalisme.

1
14
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai