Anda di halaman 1dari 18

UPAYA GURU PAI DALAM MENGEMBANGKAN SIKAP SPRITUAL

DAN SIKAP SOSIAL PESERTA DIDIK DI AL-HILAAL 1 NAMLEA


KECAMATAN NAMLEA KABUPATEN BURU

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

Oleh:

LA AMU MANAHAJI
NIM. 200401048

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON
2021

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada
pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui
berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara,
pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya
masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan
sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang
disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif
atau pembelajaran psikomotor.1
Khusus pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) harus
memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek peserta didik, yaitu aspek
jasmani, akal dan rohani. Untuk pengembangan menyeluruh ini, kurikulum harus
berisi mata pelajaran yang banyak, sesuai dengan tujuan pembinaan setiap aspek.2
Itu artinya pelajaran PAI harus mampu diintegrasi dan inter-koneksikan dengan
disiplin ilmu lainnya. Namun, kendala yang dihadapi selama ini adalah aplikasi
pengajaran agama Islam di sekolah hanya dipraktekkan ketika pelajaran tersebut
diajarkan di lingkungan sekolah, selain itu guru belum mampu mengintegrasi-
interkoneksikan materi PAI dengan disiplin ilmu lainnya.
Guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan, ia memegang
peranan yang sangat penting. Peranan yang dimaksud adalah suatu pola tingkah
laku yang mempunyai ciri khas tertentu dari semua petugas dalam suatu
pekerjaaan atau jabatan tertentu. Dengan demikian seorang guru harus mampu
memancarkan nilai-nilai, baik dalam penampilan dirinya secara pribadi maupun
dalam pengelolaan kegiatan belajar-mengajar, maka dalam proses belajar
mengajar sangat diperlukan kompetensi guru. Selain itu seorang guru diharapkan
mampu menciptakan pembelajaran yang interaktif dan edukatif, sehingga terjadi
hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik demi mencapai tujuan
pembelajaran yang ditentukan. Untuk dapat menciptakan suasana di atas, seorang
guru harus mampu mendesain program pembelajaran dan kmudian
mengkomunikasikannya kepada peserta didik. Untuk itu, maka seorang guru
harus mengemban pendidikan yang menyangkut tentang keguruan dan
kependidikan serta kebijakan-kebijakan yang telah digariskan secara
kelembagaan.
Tugas guru bukanlah terbatas pada membuat anak pandai saja, melainkan
membekali mereka dengan nilai-nilai kehidupan yang mempersiapkan mereka
menjadi insan yang bertanggungjawab, kerja sama, jujur, hemat, teliti, terampil
berbicara di depan publik, dan sebagainya.3 Guru juga harus mampu mengarahkan

1
Antonius Trg, “Penilaian Ranah afektif”, Harian Global dalam www.yahoo.com, pada
tanggal 21 Juli 2020.
2
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004), hlm. 65.
3
Purwanto, “Menanamkan Ranah Afektif dalam Proses Belajar Mengajar”,
www.education.com. dalam www.google.com, pada tanggal 22 Juli 2020..

1
peserta didik kepada nilai-nilai moral yang luhur serta mendapatkan porsi yang
sewajarnya, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya.
Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan di SD Al-Hilaal 1
Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru, secara umum pembelajaran PAI
yang dilaksanakan masih berkaitan erat dengan aspek kognitif dan psikomotirik
sehingga aspek lain yang juga merupakan aspek penting dalam pembelajaran yaitu
aspek afektif atau yang lebih dikenal dengan sikap dimana peneliti melihat bahwa
masih ada sebagian peserta didik masih memiliki sikap yang kurang baik
diantaranya masih ada yang berkata kasar terhadap teman, kurang sopan ketika
lewat didepan guru, kurang sopan dengan cara berpakaian karena masih ada
peserta didik yang tidak memasukan baju ke dalam celanaya sesuai aturan sekolah
untuk laki-laki, masih ribut ketika jam pelajaran berlangsung, masih sering keluar
kelas dengan alasan yang kurang jelas, masih ada yang menggunakan HP ketika
sudah di dalam kelas, peserta didik masih kurang menghargai antara agama
karena kurang komunikasi dengan yang bukan seagama. Selain itu, kendala yang
dihadapi guru PAI dalam memaksimalkan pembelajaran PAI terutama kurangnya
alokasi waktu yang ada pembelajaran PAI di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan
Namalea Kabupaten Buru dalam seminggunya hanya mendapatkan alokasi waktu
4 jam pelajaran.
Melihat permasalahan di atas penulis mencoba mewancarai guru PAI di
sana tentang upaya apa yang dilakukan guru PAI untuk mengatasi masalah
tersebut. Dari hasil wawancara tersebut dihasilkan data bahwa upaya yang selama
ini dilakukan oleh guru PAI untuk memaksimalkan pembelajaran PAI pada ranah
afektif adalah sebagai berikut: mengaktifkan kelas, mengontrol langsung sikap
dan perilaku peserta didik, meningkatkan kualitas kompetensi pengajar,
penambahan media pembelajaran, mengadakan kegiatan sosial, menjadi teladan
yang baik.
Permasalahan tersebut membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Upaya Guru PAI Dalam Mengembangkan Sikap Spritual
dan Sikap Sosial Peserta Didik di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan Namalea
Kabupaten Buru”

B. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada upaya guru PAI dalam mengembangkan
sikap spritual dengan indikator; berdo’a, menjalankan ibadah, mengucapkan
salam, menyukuri nikmat, mengendalikan diri, berserah diri (tawakal), menjaga
lingkungan, memelihara hubungan baik dan menghormati orang lain, dan sikap
sosial dengan indikator; jujur, disiplin, tanggung jawab, toleransi, gotong royong,
proaktif dan responsif, cinta damai, santun dan sopan yang ada pada peserta didik
di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

2
1. Bagaimana upaya guru pendidikan agama Islam dalam mengembangkan sikap
spiritual dan sikap sosial peserta didik di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan
Namalea Kabupaten Buru?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat upaya guru pendidikan agama
Islam dalam mengembangkan sikap spiritual dan sikap sosial peserta didik di
SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru?

D. Tujuan Penelitian
Dari uraian permasalahan tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui upaya guru pendidikan agama Islam dalam
mengembangkan sikap Spiritual dan sikap sosial peserta didik di SD Al-Hilaal
1 Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat upaya guru pendidikan
agama Islam dalam mengembangkan sikap Spiritual dan sikap sosial peserta
didik di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat ataupun kegunaan penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
penambahan wawasan mengenai upaya guru dalam pengembangan ranah afektif
dalam pembelajaran PAI di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan Namalea
Kabupaten Buru.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan dapat
memberikan informasi tentang pentingnya memberikan bantuan kepada peserta
didik untuk mengembangkan ranah afektif sehingga peserta didik tersebut dapat
menjadi peserta didik yang berkualitas di dalam kehidupannya yang meliputi:
a. Bagi sekolah terutama untuk guru pendidikan agama Islam, tesis ini dapat
menjadi bahan evaluasi dalam mengembangkan ranah afektif peserta didik
pada pembelajaran PAI.
b. Bagi peneliti, menambahkan pengetahuan dan sebagai pengalaman yang
sangat berharga terutama dibidang Pendidikan Agama Islam.
c. Bagi para pembaca, sebagai informasi tambahan dalam bidang Pendidikan
Agama Islam

F. Penjelasan Istilah Judul


Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang maksud dari judul
“Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengembangkan Ranah Afektif
Peserta Didik di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru”,
maka terlebih dahulu peneliti memberikan penegasan mengenai istilah-istilah
dalam judul tesis sebagai berikut:

3
1. Upaya merupakan usaha kegiatan yang mengarahkan tenaga, pikiran untuk
mencapai suatu tujuan. Selain itu, upaya juga berarti usaha, akal ikhtiar untuk
mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan dan mencari jalan keluar.4
2. Guru PAI, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen Bab 1 Pasal 1 bahwa guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.5 Sementara
Pendidikan Islam yaitu pendidikan sebagai pengembangan potensi, pendidikan
sebagai pewarisan budaya dan interaksi antara potensi dan budaya. Sehingga
di dalam pendidikan, telah dirangkum ke dalam suatu pembelajaran PAI yang
memberikan pola pengembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang dilakukan oleh pendidik sebagai
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.6
3. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.7 Sikap
merupakan hubungan dari persepsi dan tingkah laku di dalam istilah suatu
bidang psikologi. Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude. Attitude
adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang atau situasi, namun
aspek yang paling esensial dalam sikap adalah adanya perasaan atau emosi,
kecenderungan terhadap perbuatan yang berhubungan dengan pengetahuan. 8
Dalam mengembangkan ranah afektif tersebut guru tentunya sangat
bergantung kepada mata pelajaran dan jenjang kelas, dan disetiap mata
pelajaran memiliki indikator afektif dalam kurikulum hasil belajar.9 Adapun
pengembangan sikap yang dimaksud adalah sikap spiritual dan sikap sosial.
Berdasarkan penejelasan istilah judul terkait dengan upaya guru PAI
dalam mengembangkan ranah afektif peserta didik di SD Al-Hilaal 1 Namlea
Kecamatan Namalea Kabupaten Buru yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan bahwa judul ini mengandung suatu susaha yang mengarahkan tenaga,
pikiran untuk mencapai suatu tujuan yang dilakukan guru PAI yang berkaitan
dengan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik dalam proses pembelajaran PAI yang memberikan
pola pengembangan seluruh potensi peserta didik yang berkaitan dengan sikap
spiritual dan sikap sosial peserta didik SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan
Namalea Kabupaten Buru.

4
M. Subarna dan Sunarti, Kamus Umum Bahasa Indonesia Lengkap, (Cet. II; Bandung:
CV. Pustaka Grafika, 2013), hlm. 66.
5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Jakarta: BP. Cipta Jaya, 2007.
6
Kaelany, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005),
hlm. 241-244
7
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 54
8
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2004), hlm. 53
9
Ismet Basuki dan Hariyanto, Asesmen Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h 189-195

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Guru Pendidikan Agama Islam


1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen,
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Dalam konteks ini, guru dikatakan profesional jika ia
mempunyai keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.10
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat
adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak
mesti dipendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushola, di rumah
dan sebagainya.11 Pandangan tradisional, guru adalah orang yang berdiri di depan
kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.12
Menurut Imam Al-Ghazali yang dikutip oleh Abdul Mujib bahwa pendidik
(guru) disebut sebagai orang-orang besar (great individualis) yang aktivitasnya
lebih baik daripada ibadah setahun, beliau juga menyatakan bahwa pendidik
(guru) merupakan pelita (siraj) segala zaman, orang yang hidup semasa
dengannya akan memperoleh pancaran cahaya (nur) keilmiahannya.13

2. Peran Guru Pendidikan Agama Islam


Peran guru tidak hanya mendidik dan mengajar saja. Peran guru sangat
banyak dan saling berkaitan. Sehingga kurang tepat jika ada orang yang
berpandangan bahwa peran guru hanya mengajar dan mendidik saja. Peran guru
dalam proses belajar mengajar yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, guru hendaknya senantiasa
menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa
mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu
yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai
peserta didik.
2. Guru sebagai pengelola kelas
Guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta
merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini
diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan.
10
UU RI No.14 tahun 2005, Undang-undang Guru dan Dosen, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), hlm. 18.
11
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hlm. 31.
12
Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 7
13
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006) hlm. 88.

5
3. Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Serta dapat
dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan wahana penyuluhan informasi
belajar atau penyaluran pesan berupa materi ajar oleh guru kepada peserta didik
sehingga peserta didik menjadi lebih tertarik dengan pembelajaran yang
dilakuka.14 Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber
belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar
mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.
4. Guru sebagai evaluator
Dengan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan peserta didik terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan
metode mengajar. Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar peserta didik,
guru hendakanya terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh
peserta didik dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini
merupakan umpan balik terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan
dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar
mengajar selanjutnya untuk memperoleh hasil yang optimal.15
Menurut Jamal Ma’mur Asmani dalam bukunya, mengemukakan ada
banyak peran yang harus dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Peran-peran
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Caregiver (pembimbing)
Predikat sebagai pembimbing bukanlah hal yang mudah. Predikat ini erat
sekali kaitannya dengan praktik keseharian. Seseorang tidak mungkin disebut
sebagai pembimbing jika dalam realisasinya tidak mampu menjalankan tugas-
tugasnya sebagai pembimbing. Untuk dapat disebut sebagai pembimbing, guru
harus mampu memperlakukan peserta didiknya dengan respek dan kasih sayang.

b. Model (Contoh)
Gerak gerik guru sebenarnya selalu diperhatikan oleh setiap peserta didik.
Tindak tanduk, perilaku, dan bahkan gaya guru mengajar pun akan sulit
dihilangkan dalam ingatan setiap peserta didik. Lebih besar lagi, karakter guru
juga selalu diteropong sekaligus dijadikan cermin oleh peserta didik-peserta
didiknya. Pada intinya, guru akan dicontoh peserta didiknya, baik kebiasaan buruk
maupun kebiasaan bagus.
c. Mentor (Penasihat)
Adanya hubungan batin atau emosional antara peserta didik dan gurunya,
menyebabkan guru harus berperan sebagai penasihat (mentor). Pada dasarnya,
guru tidak sekedar menyampaikan pelajaran di kelas, tanpa mempedulikan apakah
peserta didiknya paham atau tidak, seolah-olah tidak mempunyai tanggung jawab
untuk menjadikan peserta didik pandai dalam materi pelajaran (ilmu) dan dalam
menjaga nilai-nilai moralitas bangsa. Lebih dari itu, guru harus sanggup menjadi
14
Ruminiati, Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD, (Jakarta: Dirjendikti:
2007) hlm. 11.
15
Mohlm. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, hlm.9-12.

6
penasihat pribadi masing-masing peserta didik. Erat sekali kaitannya dengan
peran pembimbing, guru harus sanggup memberi nasihat ketika peserta didik
membutuhkan.16
d. Sifat Guru Pendidikan Agama Islam
Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, seorang guru disamping
harus menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada peserta didik, juga
harus memiliki sifat-sifat tertentu yang dengan sifat-sifat ini diharapkan apa yang
diberikan oleh guru kepada para peserta didiknya dapat didengar dan dipatuhi,
tingkah lakunya dapat ditiru dan diteladani dengan baik.17 Khoiron Rosyadi
mengutip dari Al-Abrasyi menyebutkan sifat-sifat pendidik Islam sebagai berikut:
1. Zuhud.
Tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan
Allah semata. Zuhud yang dimaksud adalah bukan tidak mau menerima imbalan
materi. Para guru menerima gaji mereka bahkan harus dengan kesejahteraan yang
mencukupi sehingga para guru akan profesional dalam mengajar dan tidak
mengejar keduniawian tapi mengharap ridha Allah semata.
2. Kebersihan
Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih
jiwa, terhindar dari dosa besar, sifat riya, dengki, permusuhan dan sebagainya.
3. Ikhlas dalam pekerjaan
Keikhlasan dan kejujuran seorang guru di dalam pekerjaannya merupakan
jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan sukses peserta didik-peserta
didiknya.
4. Pemaaf
Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap peserta didiknya, sanggup
menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, sabar, berkepribadian dan
mempunyai harga diri.
5. Harus mengetahui tabiat peserta didik
Guru harus mengetahui tabiat pembawaan, adat istiadat dan pemikiran
peserta didik agar tidak salah arah di dalam mendidik anak-anak.18
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menjadi guru (pendidik) tidak
sembarang orang melainkan harus mempunyai sifat-sifat yang sangat mulia baik
dalam pandangan manusia (masyarakat) terlebih dalam pandangan Allah swt.,
karena sifat guru akan dicontoh oleh peserta didiknya.

B. Sikap Spiritual dan Sikap Sosial


1. Sikap Spiritual
Nuruliah Kusumasari dalam jurnalnya19 mengambil pendapatnya
Notoatmodjo menyatakan bahwa sikap adalah reaksi atau respons yang masih
tertutup dan seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam jurnal yang
sama Bimo Walgito menyatakan bahwa sikap adalah organisasi pendapat,
16
Jamal Ma’mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Yogyakarta: DIVA Press, 2011)
hlm. 155.
17
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) hlm. 71.
18
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) hlm. 189.
19
Nuruliah Kusumasari, Lingkungan Sosial dalam Perkembangan Psikologi Anak, Jurnal
Ilmu Komunikasi (J-IKA). Vol II No, 1 April 2015, hal. 33.

7
keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai
adanya perasaaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk
membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu.
Ranah sikap spiritual memiliki jenjang kualitas pengalaman peserta didik
terhadap agamanya ada lima yaitu: menerima secara istilah dapat diartikan bahwa
peserta didik menyambut, membenarkan dan menyetujui agama yang dianutnya;
menjalankan artinya melakukan (tugas, kewajiban, dan pekerjaan), mematuhi, dan
mempraktikan; menghargai artinya memberi, menentukan, atau membubuhi
harga; mengahayai artinya mengalami dan merasakan sesuatu dalam batin;
mengamalkan artinya melaksanakan menerapkan, dan menunaikan kewajiban
agamanya.
1). Rincian sikap spiritual
Sikap spiritual terdiri dari beberapa butir nilai yaitu: beriman, bertakwa,
dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.20
a. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
Menurut bahasa, iman berarti membenarkan, sedangkan menurut syara‟
membenarkan dengan hati, dalam arti menerima dan tunduk kepada hal-hal yang
diketahui berasal dari Nabi Muhammad. Iman tidak cukup hanya disimpan dalam
hati, iman harus dilahirkan atau diaktualisasikan dalam bentuk perbuatan yang
nyata dan dalam bentuk amal shaleh atau perilaku yang baik. Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa iman tidak sekedar
membenarkan di dalam hati, tetapi diperlukan juga adanya sikap penerimaan dan
ketundukan. Dengan kata lain, setelah benar-benar membenarkan atau
mempercayai dalam hati, kemudian harus dilanjutkan dengan realitas pengucapan
lisan dan juga diamalkan melalui anggota badan.21
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Menurut istilah bertakwa kepada Allah adalah memelihara atau menjaga
diri dari murka Allah dan siksa-Nya. Hal ini bisa dicapai dengan cara menjalankan
segala perintah dan menjahui segala larangan-Nya. Hidup takwa adalah upaya
terwujudnya hidup yang salam (selamat), baik dunia maupun akhirat kelak. Hidup
yang salam adalah hudup yang sejahtera.
c. Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Syukur adalah menyadari bahwa tidak ada yang memberi kenikmatan
kecuali Allah, kemudian apabila engkau mengetahui perincian kenikmatan Allah
kepadamu dengan anggota tubuh, jasad dan ruhmu, serta seluruh yang engkau
perlukan dari urusan-urusan pengidupanmu, muncullah di dalam hatimu senang
kepada Allah dan kenikmatan-Nya serta anugrah-Nya dalam dirimu. Syukur itu
adalah dengan hati, lisan dan anggota-anggota tubuh lainnya.22
2). Indikator Sikap Spiritual
20
Martiyono, at.al., Mengelola dan Mendampingi Implementasi Kurikulum 2013
(Adaptasi Hasil Pelatihan Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran dan Pendamping), (Yogyakarta:
CV Aswaja Pressindo, 2014), hlm. 60.
21
Tafsir, Moralitas Al-Qur‟an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama Media
Offset, 2002), hlm. 30-31.
22
Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin : Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh Sang
Hujjatul Islam Diterjemahkan dari Mukhtasar Ihya Ulumuddin Kaya Al-Ghazali , (Bandung:
Mizan, 2008), hlm. 332.

8
Indikator merupakan setiap karakteristik, ciri, ataupun ukuran yang dapat
menunjukkan perubahan yang terjadi pada suatu bidang tertentu. Indikator sangat
diperlukan agar setiap pelaku sebuah kegiatan dapat mengetahui sejauh mana
kegiatan yang dilakukannya telah berkembang atau berubah. Indikator sikap
spiritual pada jenjang SMA atau MTs diantaranya sebagai beikut:23
1) Berdo‟a sebelum dan sesudah menjalankan sesuatu.
2) Menjalankan ibadah tepat waktu.
3) Memberikan salam pada saat awal dan akhir presentasi sesuai agama yang
dianut.
4) Bersyukur atas nikmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa.
5) Mensyukuri kemampuan manusia dalam mengendalikan diri.
6) Mengucapkan syukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu.
7) Berserah diri (tawakal) kepada Tuhan setelah berikhtiar atau melakukan
usaha.
8) Menjaga lingkungan hidup di sekitar rumah tempat tinggal, sekolah dan
masyarakat.
9) Memelihara hubungan baik dengan sesama umat ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Sikap Sosial
Tantangan yang dihadapi guru dalam pembentukan sikap sosial peserta
didik adalah adanya pengaruh dari luar, dimana banyak fenomena sosial yang
bertentangan dengan nilai-nilai sikap yang dikembangkan. Padahal dalam ajaran
Islam, keyakinan agama atau tauhid akidah perlu diaplikasikan dalam kesalehan
sosial atau tauhid sosial. Abdul Basit mengambil pendapatnya Amin Abdullah
bahwa isu-isu sosial kemanusiaan tidak dapat ditangani hanya lewat pemahaman
akidah atau keyakinan agama yang lebih menekankan pada kesalehan individual,
melainkan dengan upaya-upaya praktis yang mengarah pada keselamatan sosial.24
1). Pengertian Sikap Sosial
Vishal Jain dalam jurnalnya25 mengambil pendapatnya Allport menyatakan
bahwa sikap adalah keadaan kesiapan mental atau saraf, yang diatur melalui
pengalaman, mengerahkan suatu pengaruh direktif atau dinamis terhadap respons
individu terhadap semua benda dan situasi yang terkait dengannya. Ini adalah
kecenderungan untuk menanggapi beberapa objek atau situasi. Sedangkan sosial
adalah berkenaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan
umum.26
2). Rincian sikap sosial
Sikap sosial terdiri dari beberapa butir nilai yaitu: Jujur, disiplin, tanggung
jawab, toleransi, gotong royong, proaktif dan responsif, cinta damai, santun dan
sopan, dan percaya diri.27 Adapun uraian indikator sikap sosial peserta didik dapat
dilhiat pada uraian berikut:
23
Salim Wazdy dan Suyitman, Memahami Kurikulum 2013, Panduan Praktis untuk Guru
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (Kebumen: IAINU Kebumen, 2014), hlm. 145-146
24
Abdul Basit, Dakwah Remaja, (Purwokerto: STAIN Press, 2011), hlm. 202.
25
Vishal Jain, 3D Model of Attitude, International Journal of Advance Research in
Management and Social Sciences, Vol. 3 No 3 March 2014), hlm.2.
26
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus, hlm. 1085.
27
Salim Wazdy dan Suyitman, Memahami., hlm. 148.

9
a). Jujur
Jujur adalah perilaku dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan. Jujur juga dapat diartikan sebagai perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.28
Dalam terminologi agama Islam, jujur sama dengan bersikap benar (sidiq,
ash-shidiqu) sebagaimana sifat Nabi.29 Haedar mengambil pendapatnya Ash-
Shiddieqy bahwa berlaku jujur dalam segala urusan, dalam bermua‟amalah
(hubungan jual beli dan kemasyarakatan), jujur dalam setiap hubungan dengan
orang lain akan menyebabkan masyarakat menjadi sejahtera, sikap jujur tidak
hanya dalam ucapan tetapi perbuatan.30
b). Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan. Di antara kelemahan mentalitas orang indonesia
ialah tidak berdisiplin murni, yakni orang yang berdisiplin tetapi karena takut oleh
pengawasan dari atas, bukan berdisiplin karena lahir dari dirinya. Manakala
pengawasan dari luar itu kendor atau tidak ada, maka hilanglah hasrat murni
dalam jiwanya untuk secara ketat mentaati peraturan-peraturan. Jadi bisa dambil
benang merah bahwa disiplin merupakan sikap mental yang tecermin dalam
perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan
atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang
berlaku.
c). Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan yang Maha
Esa. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
d). Toleransi
Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk hidup dalam keragaman agama,
suku bangsa, etnik dan golongan memerlukan sifat toleran atau toleransi satu
sama lain. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai keberagaman
latar belakang, pandangan, dan keyakinan.
e). Gotong royong
Gotong royong adalah bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk
mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong secara
ikhlas.
f). Santun dan sopan

28
Nur Rosyid, Pendidikan Karakter: Wacana dan Kepengaturan, (Purwokerto: Obsesi
Press, 2013), hl. 158.
29
Haedar Nashir, Pendidikan Karakter Berbasis Agama Dan Budaya, (Yogyakarta: Multi
Presindo, 2013), hlm. 71.
30
Haedar Nasir, Pendidikan, hlm. 72.

10
Santun dan sopan adalah sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbahasa
maupun bertingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif artinya yang dianggap
baik/santun pada tempat dan waktu tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu
yang lain.
g). Kerjasama
Kerjasama yaitu kegiatan yang dikerjakan oleh beberapa orang untuk
mencapai tujuan bersama. Kemampuan kerjasama harus dimiliki oleh peserta
didik selama ditujukan untuk tujuan yang positif. Dalam masyarakat modern,
kemampuan kerjasama sangat dituntut. Orang yang tidak mampu bekerja sama
dengan orang lain tidak dapat diterima oleh komunitasnya.
h). Cinta damai
Cinta damai yaitu menyukai kondisi yang aman, tidak ada kerusuhan,
tenang, keadaan yang tidak bermusuhan, dan rukun. Sikap cinta damai dapat
dilihat dari perkataan dan tindakannya yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadirannya.
i). Responsif
Responsif artinya menanggapi, tergugah hati, bersifat memberi tanggapan
(tidak masa bodoh). Dalam arti istilah, responsif adalah kesadaran seseorang
untuk melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Responsif dapat dilihat dari
sikap antusias seseorang dalam menyikapi berbagai hal yang dihadapinya. Ia
merasa tidak enak jika melalaikan kewajibannya.
j). Proaktif
Proaktif artinya aktif menjemput bola. Sikap proaktif dapat ditunjukan dari
kemampuan seseorang untuk segera mengambil keputusan secara bijak dan
tanggung jawab dalam menyikapi suatu persoalan yang dihadapinya. Pemimpin
yang proaktif biasanya tidak reaktif, tidak ikut-ikutan, dan tidak menyalahkan
orang lain atas kondisi karena ia mempunyai prinsip yang sudah melekat pada
dirinya. Pemimpin yang proaktif akan menjadi pembaharu di organisasi yang
dipimpinnya.31 peserta didik

C. Faktor pendukung dan Penghambat Sikap Afektif Peserta Didik


Ranah afeksi adalah materi yang berdasarkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan emosi seperti penghargaan, nilai, perasaan, semangat, minat, dan
sikap terhadap sesuatu hal.32 Olehnya itu Ranah Afektif menentukan keberhasilan
belajar peserta didik, artinya ranah afektif sangat menentukan keberhasilan peserta
didik untuk mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui
ketuntasan maka diperlukan evaluasi. Dalam dunia pendidikan evaluasi
memegang peranan penting. Maka evaluasi pembelajaran dalam bentuk apapun
sangat bermanfaat bagi pendidik maupun peserta didik itu sendiri, termasuk
evaluasi afektif. Evaluasi tidak berdiri sendiri ada materi dan metode dan
ketiganya mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi.33

31
Ahmad Yani, Mindset Kurikulum 2013, (Bandung, Alfabeta, 2014), hlm. 87-88.
32
https://wawasanpengajaran.blogspot.com/2015/01/faktor-pendukung-dan-penghambat-
proses.html. Diakses tanggal 26 September 2019.
33
Dawam Ainurrafiq, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Jakarta: Listafariska
Putra, 2005), hlm. 99.

11
Adapun beberapa faktor pendukung sikap afektif peserta didik dalam
pembelajaran dapat dilihat sebagai berikut:34
1. Faktor pendukung
1) Pembawaan/hereditas
Pembawaan atau hereditas adalah sifat-sifat kecenderungan yang dimiliki
oleh setiap manusia sejak masih dalam kandungan sampai lahir. Pembawaan ini
hanya merupakan potensi-potensi. Berkembang atau tidaknya suatu potensi yang
ada pada seorang anak sangat tergantung kepada faktor-faktor lain.
2) Kepribadian
Perkembangan akhlak pada seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan
dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang
pertama. Kemampuan seseorang dalam memahami masalah-masalah agama atau
ajaran-ajaran agama, hal ini sangat dipengaruhi oleh intelejensi pada orang itu
sendiri dalam memahami ajaran-jaran Islam.
3) Keluarga
Keadaan keluarga atau rumah tangga ialah keadaan atau aktivitas sehari-
hari di dalam keluarga, seperti sikap orang tua kepada anak-anaknya, sikap ayah
kepada ibu, sikap ibu kepadaayah, serta sikap orang tua kepada tetangga. Sikap
orang tua  sangat mempengaruhi tingkah laku anak, karena perkembangan sikap
sosial anak dimulai di dalam keluarga. Orang tua yang penyayang, lemah lembut,
adil dan bijaksana, akan menumbuhkan sikap sosial yang menyenangkan pada
anak. Karena anak merasa diterima dan disayangi oleh orang tuanya, maka akan
tumbuh rasa percaya diri pada anak sehingga terbentuk pribadi yang
menyenangkan dan suka bergaul.
4) Guru/pendidik
Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang sangat penting, karena
pendidik merupakan orang yang akan bertanggung jawab dalam pembentukan
pribadi peserta didik selama berada di lingkungan sekolah. Guru harus mampu
menunjukkan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari, karena peran dan
pengaruh seorang pendidik terhadap peserta didik sangat kuat.
5) Lingkungan
Salah satu faktor yang turut memberikan pengaruh dalam terbentuknya
sikap seseorang adalah lingkungan di mana orang tersebut berada. Lingkugan
ialah suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, seperti tanah dan udara, sedangkan
lingkugan manusia ialah apa yang mengelilinginnya, seperti negeri, lautan, udara,
dan masyarakat. Lingkugan ada dua jenis, yaitu lingkungan alam dan lingkungan
pergaulan. Lingkungan pergaulan adalah faktor yang sangat penting dalam
pendidikan akhlak. Sebaik apapun pembawaan, kepribadian, keluarga, pendidikan
yang ditempuh, tanpa didukung oleh lingkungan yang kondusif, maka akhlak
yang baik tidak akan terbentuk.35
2. Faktor penghambat
1) Keterbatasan waktu di sekolah

34
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan Yang
Manusiawi (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 67.
35
Ibid, hlm. 69.

12
Waktu belajar anak di taman Kanak-kanak hanya sekitar 60 atau 75 menit,
¼ dari waktu tersebut digunakan untuk kegiatan pembukaan, 4/6 nya digunakan
untuk kegiatan privat, dan 1/6 lagi digunakan untuk kegiatan klasikal II dan
penutup. Sedangkan materi yang ada sangat padat, mencakup membaca, al-
Qur’an, praktek shalat, menulis, aqidah, akhlak, lagu-lagu Islami, dan lain
sebagainya. Dengan kata lain, dalam waktu yang relatif singkat tersebut ada tiga
hal yang harus dicapai dalam pendidikan di Taman Kanak-kanak yakni
pembinaan dan pengembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Karena
minimnya waktu, para pendidik lebih terfokus dalam hal aspek kognitif dan
psikomotor, sehingga seringkali meninggalkan pembinaan aspek afektif.
2) Kesibukan orang tua
Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola hidup
materialis dan pragmatis menyebabkan orang tua selalu disibukkan dengan karir
masing-masing. Sehingga mereka tidak sempat memberikan perhatian dan kasih
sayang kepada anak-anaknya serta tidak memperhatikan pendidikan agama
khususnya pendidikan akhlak anak-anaknya.
3) Sikap orang tua
Selain kurangnya perhatian yang diberikan orang tua kepada anak. Para
orang tua juga masih banyak yang berpandangan sempit mengenai pendidikan.
Masih banyak para orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan agama
khususnya pendidikan akhlak cukup diberikan di lembaga formal (sekolah)
atau guru ngaji yang ada di lingkungan sekitar.
4) Lingkungan
Interaksi anak dengan lingkungan tidak dapat dielakkan, karena anak
membutuhkan teman bermain dan kawan sebaya untuk bisa diajak bicara sebagai
bentuk sosialisasi. Sedikit banyak informasi yang diterima akan terekam dibenak
anak. Lingkungan rumah serta lingkungan pergaulan anak yang jauh dari nilai-
nilai Islam, lambat laun akan dapat melunturkan pendidikan agama khususnya
pendidikan akhlak yang telah ditanamkan baik dirumah maupun di sekolah.
5) Media massa
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah menciptakan
perubahan besar dalam kehidupan ini. Televisi atau media massa lain yang lahir
dari kemajuan IPTEK telah banyak memberikan dampak yang negatif kepada
perkembangan anak, terutama dalam pembentukan pribadi dan karakter anak.
Sekian banyak dari tayangan televisi, hanya sekitar 25% yang sifatnya mendidik
dan terbebas dari hal-hal yang kontradiktif. 75% lainnya justru memberi pengaruh
yang buruk bagi para penontonnya.36

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
36
Ibid, hlm. 73.

13
sistematis, faktual, akurat mengenai sifat-sifat serta hubungan antara fenomena
yang diselidiki.37 Dengan pendekatan ini diharapkan akan diperoleh sebuah
gambaran yang obyektif mengenai upaya guru pendidikan agama Islam dalam
mengembangkan ranah afektif peserta didik di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan
Namalea Kabupaten Buru tentunya.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian ini bertempat di SD Al-Hilaal 1 Namlea Kecamatan
Namalea Kabupaten Buru dengan waktu penelitian ini rencana akan dilaksanakan
selama satu bulan setelah proposal ini diseminarkan.

C. Sumber Data Penelitian


Sumber data merupakan hal yang berhubungan dengan SD Al-Hilaal 1
Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru. Sumber data penelitian dapat
berupa orang, benda, dokumen atau proses suatu kegiatan, dan lain-lain. 38 Adapun
yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
1. Sumber data primer yakni guru PAI dan peserta didik di SD Al-Hilaal 1
Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru. Data primer tersebut dipilih
karena bagian dari objek yang akan diteli untuk memperoleh data
wawancara dalam penelitian sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
2. Sumber data sekunder yakni dokumen dan buku-buku yang relevan
dengan penelitian. Sedangkan buku-buku yang relevan yaitu buku-buku
yang digunakan untuk membantu memperjelas data beserta analisisnya.

D. Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur yang digunakan untuk memperoleh data dilapangan dalam
penelitian yaitu:
1. Observasi atau pengamatan yaitu pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang
diselidiki.39 Yaitu peneliti akan mengobservasikan yang berkaitan dengan
aktivitas pembelajaran di sekolah yang berhubungan dengan aspek afektif
peserta didik dalam belajar dan di lingkungan sekolah SD Al-Hilaal 1
Namlea Kecamatan Namalea Kabupaten Buru.
2. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan, dimana, dengan bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Wawancara
dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling
yakni pengambilan informan dengan ciri-ciri atau tujuan tertentu sehingga
diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diteliti.40

37
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitati,f dan R & D
(Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 15.
38
Ibid., hlm. 45.
39
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015), hlm. 220.
40
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Ibid, hlm. 211.

14
3. Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun
dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar
maupun elektronik.

E. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian kualitatif analisis data tidak dinantikan sampai semua
data terkumpul, tetapi dilakukan secara berangsur selesai mendapatkan
sekumpulan data dari wawancara, observasi dan dokumen.41 Berdasarkan langkah-
langkah penelitian di atas, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap reduksi data (data reducation)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas
dan mempermudah peneliti untuk melakukan mengumpulkan data selanjutnya,
dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian data (data display)
Dengan mendisplaykan data maka, akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami. Selanjutnya disarankan, dalam melakukan display data, selain dengan
teks yang negatif, juga dapat berupa grafik, matrik, network (internet). Untuk itu
maka peneliti harus selalu menguji apa yang telah ditemukan pada saat memasuki
lapangan yang masih bersifat hipotetik itu berkembang atau tidak.
3. Kesimpulan data (verification)
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.

41
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitati,f dan R & D,
hlm. 243.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ainurrafiq, Dawam, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Jakarta:


Listafariska Putra, 2005.
Izutsu, Toshihiko, Konsep-konsep Etika Religius dalam Qur‟an, (Yogyakarta,
Tiara Wacana Yogya, 2003.
Jain, Vishal, 3D Model of Attitude, International Journal of Advance Research in
Management and Social Sciences, Vol. 3 No 3 March 2014.
Kadir, Abdul, Mencari Pijakan Awal Sistem Pendidikan Mengawal Otonomi
Daerah, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 036 Tahun ke-8,
mei 2002.
Kaelany, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2005.
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Gema Insani Press,
20015.
Kusumasari, Nuruliah, Lingkungan Sosial dalam Perkembangan Psikologi Anak,
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA). Vol II No, 1 April 2020.
Mardapi, Djemari, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Pembelajaran,
(Yogyakarta: Nuha Medika, 2012.
Martiyono, Mengelola dan Mendampingi Implementasi Kurikulum 2013
(Adaptasi Hasil Pelatihan Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran dan
Pendamping), Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, 2014.
Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006..
Nashir, Haedar, Pendidikan Karakter Berbasis Agama Dan Budaya, (Yogyakarta:
Multi Presindo, 2013.
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nurdin, Syafruddin dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Rasyid, Moh., Guru (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007.
Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Rosyid, Nur, Pendidikan Karakter: Wacana dan Kepengaturan, (Purwokerto:
Obsesi Press, 2013.
Ruminiati, Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD, (Jakarta:
Dirjendikti, 2007.
S. Effendi, Daftar Istilah Psikologi: Asing Indonesia-Indonesia Asing, (Jakarta
Pusat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2008.
Sriyati, Lilik, Psikologi Belajar, (Salatiga: STAIN Salatiga Press: Bandung, 2006.
Subarna, M. dan Sunarti, Kamus Umum Bahasa Indonesia Lengkap, (Cet. II;
Bandung: CV. Pustaka Grafika, 2013.
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005.

16
Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2004.
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitati,f dan R
& D (Bandung: Alfabeta, 2015.
Sukardjo, M. & Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan
Aplikasinya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

17

Anda mungkin juga menyukai