Pada tahap ini, manusia ingin menjelaskan gejala-gejala alam dan apa saja yang terjadi
dalam kehidupan manusia kehidupan manusia dengan dongeng-dongeng atau mitos. Pada
waktu itu, akal budi dan pemikiran manusia belum bisa menjangkau yang lainnya, kecuali
dengan dongeng atau mitos. Terjadinya alam semesta, lahirnya manusia, dan peristiwa-
peristiwa lainnya dijelaskan dengan dongeng-dongeng. Kisah Penciptaan adalah salah satu
bentuk mitos yang ada di pelbagai tempat. Misalnya: Babad Tanah Jawa, kisah Ajisaka, dll.
(Carilah dongeng atau mitos-mitos yang ada di sekitar kehidupan Anda!)
Tahap mitologis secara dominan menguasai pemikiran zaman kuno (Sebelum
Masehi/SM – 3Masehi/M). Salah satu contoh terkenal adalah mitologi Gua dari Plato
(Mohon dibaca misalnya di Wikipedia). Di balik mitologi ini tersirat bahwa kebenaran
(tentang matahari) justru dianggap salah, sedangkan apa yang bukan kebenaran malahan
diterima karena dialami oleh banyak orang. Mitologi tidak bisa disebut sebagai “benar”
namun juga tidak bisa disebut “salah”. Kalau kita menemui dongeng atau mitos yang ada
dalam masyarakat, kita harus bijaksana dalam memahaminya.
Agama menjelaskan alam dan kejadian-kejadian dalam hidup manusia bertolak dari
kepercayaan bahwa ada Yang Ilahi atau Tuhan yang menciptakannya. Manusia mengalami
adanya Yang Ilahi atau Tuhan itu di dalam pengalaman hidup mereka sehingga mereka
menjelaskan segala permasalahan dan kejadian di alam dan kehidupan mereka bertolak dari
pengalaman mereka.
Praktek, ritual, cerita, aturan-aturan, ajaran dan segala fasilitas semua agama bertolak
dari pengalaman hidup para pengikutnya yang telah direfleksikan berdasarkan kepercayaan
mereka kepada Yang Ilahi atau Tuhan. Sebagaimana telah dibicarakan pada bagian terdahulu,
tujuh dimensi agama selalu terkait dengan pengalaman religius, pengalaman akan Tuhan.
Maka cara berpikir orang-orang beragama adalah teosentris, berpusat pada Tuhan.
Abad pertengahan (4M – 12M) merupakan masa yang sangat dikuasai oleh cara
berpikir teosentris. Institusi agama sangat berkuasa, bahkan institusi agama dalam banyak hal
“bertindak sebagai Tuhan itu sendiri” yang menentukan kebenaran, hukuman dll. Muncullah
feudalisme (feud berarti tuan): tuan-tuan tanah, bangsawan, dan pemimpin-pemimpin agama
menjadi “penguasa” dan mendapat penghormatan berlebihan. Itulah sebabnya terjadi pelbagai
penyelewengan atas nama agama. Abad pertengahan dikenal sebagai abad gelap, hingga
muncul masa pencerahan (enlightenment) ketika akal budi manusia mulai berpikir jernih.
Martin Luther mempertanyakan ajaran dan praktik Gereja yang dianggap berlebihan dan
tidak masuk akal sehat.
(3) Tahap Ilmu Pengetahuan
Pada zaman modern, mulai abad 14sampai abad 20 Masehi, terjadi perubahan radikal atau
revolusi industri, oleh karena kemajuan akal budi manusia. Revolusi industri memiliki ciri
usaha untuk memproduksi dalam jumlah besar karena menggunakan mesin. Dampak revolusi
industri memasuki pelbagai sendi kehidupan manusia, baik individu maupun sosial, baik
rohani maupun jasmani (Mohon didiskusikan!)
Karena tuntutan produksi dalam jumlah besar, terjadi persaingan yang luar biasa,
maka dituntut kreativitas akal pikiran manusia. Dengan demikian akal budi manusia yang
berkembang bersama modernisasi menyebabkan umat manusia semakin kritis terhadap
kehidupan beragama. Bermunculanlah ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah. Terjadilah
proses sekularisasi (Baca catatan tentang sekularisasi!)
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan dunia semakin terbuka.
Manusia dari pelbagai bangsa bergaul dan hidup bersama. Akibatnya manusia yang memeluk
berbeda-beda agama akan bergesekan satu sama lain. Timbullah masalah pluralitas. Mau
tidak mau pluralisme agama harus diterima, yaitu paham yang mengakui kebenaran yang ada
di dalam pelbagai agama (Baca catatan tentang pluralisme agama). Dengan demikian
keberadaan agama-agama harus diakui.
1) Ilmu pengetahuan menjelaskan segala macam gejala dan pengalaman hidup manusia
dengan pemikiran-pemikiran akal sehat yang sangat sistematis dan terukur; dengan
metode ilmiah.
2) Kehidupan beragama didasarkan pada pengalaman manusiawi tentang Tuhan.
Pengalaman iman ini memerlukan penjelasan rasional agar dapat dipahami secara
rasional. Maka penelitian ilmiah dan teori-teori Ilmu Pengetahuan sangat membantu
menjelaskan hal-hal berkaitan narasi/Kitab Suci. Ilmu Sejarah, Ilmu teks (Filologi),
Ilmu Tafisr (Hermeneutika), Ilmu tanah, Sosiologi, Psikologi dll. dapat membantu
Agama menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan fenomena keagamaan.
4) Masalah akan muncul pada saat Ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki dan
menjelaskan wilayah-wilayah yang sudah menjadi bahan refleksi agama, misalnya:
asal-usul kehidupan dan ciptaan. Padahal Agama dan IPTEK memiliki titik tolak
pemikiran yang berbeda. IPTEK menjelaskan kelahiran manusia dengan teknologi
“kelahiran buatan,” padahal Agama mengajarkan bahwa kelahiran anak adalah
wewenang dan kekuasaan mutlak Tuhan. Akibatnya terjadi bentrokan.
Bahan Diskusi:
1) Carilah contoh-contoh penemuan IPTEK yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan yang
merusak kehidupan manusia!
2) Bagaimanakah mengupayakan agar IPTEK dan Agama dapat saling melengkapi?