Anda di halaman 1dari 20

MATERI

KE : 15
PANCASILA DAN IPTEK

Instruksi:
1. Baca materi ini dan pahami isinya.
2. Kerjakan Latihan, Tugas, Pertanyaan di bagian bawah dan kirim melalui email:
haris.nusarastriya@uksw.edu paling lambat jam 24.00. sesuai jadwal kuliah
Kompetensi:
Mahasiswa memahami hakikat ilmu pengetahuan dan Pancasila sebagai landasan
kebijakan, landasan etika dan filter bagi pengembangan ilmu pengetahuan agar tidak
disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan yang merusak dan merugikan.

Indikator Pencapaian Kompetensi:


Setelah mempelajari materi bagian ini mahasiswa diharapkan dapat:
1.Menjelaskan perkembangan ilmu pengetahuan
2.Menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan
3.Menjelaskan Pancasila sebagai filter pengembangan ilmu
4.Menjelaskan kebijakan pengembangan ilmu yang dilandasi Pancasila
5.Menjelaskan pancasila sebagai landasan etika pengembangan ilmu
PETA KONSEP

Pendahuluan
Manusia sejak pertama kali penciptaannya telah diberikan anugerah oleh Tuhan yang
berupa akal budi. Dengan akal budinya inilah manusia dapat melahirkan apa yang disebut
dengan Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut bertujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia dan juga untuk menciptakan
kehidupan yang beradab guna mencapai kesejahteraan umat manusia. Perkembangan ilmu
pengetahuan telah memberikan banyak manfaat bagi kehidupan umat manusia. Misalnya dalam
bidang kedokteran maupun dibidang teknologi yang telah mengubah kehidupan manusia.
Dengan berjalannya waktu dan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi selain menimbulkan kemudahan-kemudahan manusia dalam memecahkan masalah
hidup, IPTEK juga telah menimbulkan keresahan dan ketakutan baru bagi kehidupan manusia.
Ketakutan yang dirasakan oleh manusia akibat perkembangan ilmu pengetahuan ini disebabkan
adanya kekhawatiran akan adanya penyalahgunaannya oleh pihak-pihak tertentu yang tidak
bertanggung jawab. Kekhawatiran dan ketakutan tersebut pada akhirnya terjadi juga dalam
kenyataan kehidupan umat manusia.

Teknologi sebagai anak Ilmu Pengetahuan


Sebagaimana diketahui bersama bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu
pesat khususnya ilmu tehnik melahirkan teknologi canggih (tinggi) yang bisa membahayakan
kehidupan umat manusia. Misalnya teknologi nuklir yang jika disalahgunakan untuk digunakan
menjadi senjata (bom) nuklir akan dapat mengancam kehidupan umat manusia sebagai senjata
pemusnah massal. Terkait dengan penyimpangan terhadap ilmu pengetahuan tersebut, Daud
Joesoef mengatakan bahwa: dengan semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan ternyata,
disamping meningkatkan manfaat dan kebaikan, semakin banyak pula kerugian dan
keburukannya. Daftar dari cacat-cacat ilmu pengetahuan modern ini dapat dimulai dengan alat
pembunuh yang telah dikutuk oleh semua orang, yaitu bom nuklir, senjata kimia, dan lain-lain
sampai artikel yang diperdebatkan aspek moralitasnya, seperti bayi tabung, rekayasa genetik-
sintetik, obat bius, behavioral psychology, reductionist materialism, dan lain-lain. (Slamet
Sutrisno,2006:114)
Selain hal di atas, Perkembangan ilmu pengetahuan semakin mempercepat proses
globalisasi. Sebagai salah satu dampak langsung proses globalisasi tersebut adalah terciptanya
suatu suasana keterbukaan. Suasana keterbukaan yang membangkitkan persaingan yang kuat
antar negara. Kecepatan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan yang begitu pesat telah
membuat persaingan demikan tingginya sehingga hanya negara maju dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi sajalah yang dapat mengikuti perkembangan tersebut yang dapat
bertahan. Satu bangsa yang berkeinginan untuk bertahan dalam proses globalisasi ini serta
mempunyai kemampuan untuk berkembang, harus mampu untuk bersaing secara terbuka.
Perkembangan dan percepatan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi ini telah
memacu dinamika masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Bagi masyarakat yang tidak siap
menghadapi perkembangan dan percepatan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
dikhawatirkan berdampak pada kehidupannya yaitu ketergantungan budaya, sosial politik,
ekonomi, keamanan, bahkan mungkin berpengaruh pada ideologi bangsa dan negara tersebut.
Perkembangan dan persaingan keterbukaan di bidang ilmu pengetahuan yang merupakan
tantangan bagi bangsa dan negara inilah yang seyogyanya harus dijawab dan diantisipasi oleh
seluruh komponen bangsa dan negara Indonesia. Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin
pesat dan persaingan antar bangsa yang semakin ketat serta adanya dampak arus globalisasi yang
semakin meluas menuntut bangsa dan negara Indonesia untuk memanfaatkan, mengembangkan
dan menguasai ilmu pengetahuan (dan teknologi) secara lebih tepat, cepat dan cermat serta
bertanggung jawab agar mampu memacu pembangunan menuju tewujudnya masyarakat yang
mandiri, maju dan sejahtera.
Dalam rangka perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan menghadapi
tantangan globalisasi, maka seluruh komponen bangsa dan negara Indonesia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya harus mengedepankan dan dilandasi oleh
nilai-nilai dan budaya yang terdapat didalam kehidupan bangsa Indonesia. Dengan demikian,
bangsa Indonesia harus memfungsikan Pancasila sebagai landasan moral bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan memfungsikan Pancasila sebagai landasan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan akan mampu menggunakannya
secara bertanggungjawab.

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan.


Perkembangan ilmu pengetahuan sudah dimulai sejak zaman Yunani kuno yaitu sekitar
abad 5 SM, abad pertengahan, abad modern, dan abad postmodern. Bahkan dapat dikatakan
bahwa ilmu pengetahuan lahir sejak manusia pertama (Adam dan Hawa) diciptakan oleh Tuhan.
Bahwa pada waktu itu, Tuhan telah memberikan perintah dan larangan kepada Adam dan Hawa
terutama di bidang Pengetahuan. Hal ini sebagaimana Firman Tuhan dalam Kejadian Pasal 2
ayat (16) dan (17) yang menyatakan bahwa:
ayat (16)
Lalu Tuhan Allah memberi perintah kepada manusia, semua pohon dalam taman ini boleh
kau makan buahnya dengan bebas.
ayat (17)
Tetapi pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat itu janganlah kau makan buahnya sebab
pada hari kau memakannya pasti engkau akan mati.
Dengan berjalannya waktu, perkembangan ilmu pengetahuan memperoleh pengakuan
dimulai pada zaman Yunani kuno. Di zaman Yunani kuno pengembangan ilmu pengetahuan
lebih diarahkan kepada filsafat. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh T. Yacob bahwa:
Pada masa Yunani kuno saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan ilmu pengetahuan identik
dengan filsafat yang memiliki corak mitologis. Alam dengan berbagai aturannya diterangkan
secara theogoni, bahwa ada peranan para dewa yang merupakan unsur penentu segala sesuatu
yang ada. Bagaimanapun corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia terus menerobos
lebih jauh dunia pergejalaan, untuk mengetahuai adanya sesuatu yang eka, tetap dan abadi, di
balik yang bhineka, berubah dan sementara. (Depdikbud,2013:112)
Perkembangan ilmu pengetahuan berikutnya terjadi pada abad pertengahan.
Perkembangan ilmu pengetahuan di abad pertengahan ditandai oleh suatu era yang yang disebut
dengan renaissance dan dilanjutkan olehera aufklarung. Renaissance adalah suatu zaman yang
sangat menaruh perhatian dalam bidang lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu
pengetahuan dan teknologi dan zaman atau gerakan yang didukung oleh cita-cita lahirnya
kembali manusia yang bebas.
Perkembangan selanjutnya dari ilmu pengetahuan adalah abad modern. Kemunculan ilmu
pengetahuan modern pada abad XIX, mempunyai karakteristik lebih kompleks dari
perkembangan intelektual abad sebelumnya, dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, daerah
perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin luas, dimana Amerika dan Rusia telah
memberikan kontribusi yang penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan, serta adanya
kesadaran bangsa Eropa tentang filsafat India. Kedua, ilmu pengetahuan yang telah menjadi
kekuatan utama sejak abad XVII mengalami perluasan, khususnya di bidang geologi, biologi dan
kimia. Ketiga, mesin produksi yang secara pasti merubah struktur social, sekaligus memberikan
konsep-konsep baru dalam hubungannya dengan lingkungan fisik. Keempat, adanya perubahan
yang cepat (revolusi), baik di bidang filsafat, politik yang telah merubah system pemikiran
tradisional. (Ali Maksum dan Luluk Yunan Ruhendi, 2013 http://geldameristn07.blogspot.
com/2009/ 05/ paradigma -pendidikan-universal-di-era.html diunduh pada tanggal 20 November
2013).
B. Hakikat Ilmu Pengetahuan.
Menurut Manheim, ilmu pengetahuan merupakan an (intersubjective), accurate,
systematic analysis of a determinate body of (empirical) data, in order to discover recurring
relationships among phenomena.(Soerjono Soekanto,1986:3).Pada hakekatnya ilmu
pengetahuan mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural. Aspek
fenomenal menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan mewujud atau memanifestasikan dalam
bentuk masyarakat, proses, dan produk. Sebagai masyarakat, ilmu pengetahuan menampakkan
diri sebagai suatu masyarakat atau kelompok elit yang dalam kehidupan kesehariannya begitu
mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang menurut paradigma Merton disebut universalisme,
komunalisme, dan skepsisme yang teratur dan terarah. (Depdikbud,2013:120-121)
Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas atau kegiatan
kelompok elit tersebut dalam upayanya untuk menggali dan mengembangkan ilmu melalui
penelitian, eksperimen, ekspedisi, seminar dan konggres. Sedangkan sebagai produk, ilmu
pengetahuan menampakkan diri sebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi berupa teori, ajaran,
paradigma, temuan-temuan lain sebagaimana disebarluaskan melalui karya-karya publikasi yang
kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia. (Slamet Sutrisno,2013:121)
Menurut Koento Wibisono, secara aspek struktural dalam ilmu pengetahuan terkandung
empat unsur, yaitu:
a. sasaran yang dijadikan obyek untuk mengetahui (gegenstand);
b. obyek sasaran tersebut terus menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu
tanpa mengenal titik henti. Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan yang akan terus
berkembang justru muncul permasalahan-permasalahan baru yang mendorong untuk
terus menerus dipertanyakan;
c. ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus-menerus dipertanyakan;
d. jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem.
(Koento Wibisono,1996)
Terkait dengan tujuan ilmu pengetahuan, secara tegas Gouldner menyatakan bahwa
tujuan ilmu pengetahuan adalah sebagai the nominal objective of any scientific enterprise is to
extend knowledge of some part of the world. Dari pernyataan Gouldner tersebut, Soerjono
Soekanto mengemukakan bahwa tujuan dari ilmu pengetahuan mempunyai tujuan:
a. ilmu pengetahuan bertujuan membuat diskripsi, yaitu a cataloging or classification of
the range of element seen as comprising a given subject matter domain.
b. ilmu pengetahuan bertujuan untuk menjelaskan, yang menurut Rescher adalah in
explaining a fact, we place this fact in the context of others in such a way that they
ilmuminate it’s existence. Dengan demikian maka pokok persoalannya berkisar pada dua
hal, yaitu:
a. menghubung-hubungkan fakta;
b. memahami hubungan antar atau antara fakta.
Hubungan tersebut, mungkin merupakan hubungan sebab akibat atau terwujud sebagai
kecenderungan-kecenderungan.
c. ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengusahakan prediksi, yakni an effort to foretell
future occurences on the basis of past information.(Soerjono Soekanto,1986:3-4)
Tujuan dari ilmu pengetahuan tersebut agar dapat mempunyai kekuatan, maka diperlukan
pilar yang berfungsi untuk menyangga dan penguat. Pilar-pilar tersebut dinamakan sebagai pilar
filosofis keilmuan. Adapun pilar filosofis keilmuan tersebut adalah:
a. pilar ontologis.
pilar ontologis dalam ilmu pengetahuan menyangkut mengenai permasalahan tentang
keberadaan. Pilar ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi, dasar-
dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan multidisipliner.
Membantu pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi
antar ilmu pengetahuan.
b. pilar epistemologis.
pilar epistemologis selalu menyangkut permasalahan tentang sumber pengetahuan,
sumber kebenaran, cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-
dasar kebenaran, sistem, prosedur, strategi. Pilar epistemologis memberikan sumbangan
bagi (a) sarana legitimasi bagi ilmu pengetahuan atau menentukan keabsahan disiplin
ilmu pengetahuan tertentu; (b) memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu
pengetahuan; (c) mengembangkan keterampilan proses; dan (d) mengembangkan daya
kreatif dan inovatif.
c. pilar aksiologis.
pilar aksiologis selalu dikaitkan dengan problematika pertimbangan (etis, moral, religius)
dalam setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pengalaman
aksiologis dapat memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu pengetahuan,
mengembangkan etos keilmuan seorang profesional dan ilmuan. (Depdikbud,2013:123-
124)
C. Pancasila Sebagai Falsafah Dan Ideologi Negara.
a. Pancasila Falsafah Negara.
Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara berakar nilai-nilai dan budaya masyarakat
dan bangsa Indonesia yang digali dari pandangan hidup bangsa yang merupakan jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar falsafah negara merupakan asli atau murni
dari Indonesia meskipun secara tidak langsung juga mendapat pengaruh dari bangsa lain.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara memperoleh pengesahan secara normatif setelah
Indonesia merdeka yaitu tepatnya pada saat disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Dengan demikian Pancasila sebagai dasar falsafah negara melekat dan tidak bisa dilepaskan pada
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. (Teguh Prasetyo,2013:58)
Pancasila sebagai falsafah negara disebut juga dengan istilah philosofische groundslag.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Soekarno pada saat pidato dalam sidang BPUPKI
pada tanggal 1 Juni 1945. Beliau mengatakan bahwa:
banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang
sebenarnya bukan permintaan paduka tuan ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya
Indonesia merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh paduka tuan ketua yang
mulia ialah dalam bahasa Belanda “philosofische grondslag” dari pada Indonesia merdeka.
Philosofische grondslag itulah fundamen, filsafat pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa,
hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya di dirikan gedung Indonesia merdeka yang
kekal dan abadi.
Menurut Soesanto Darmosoegondo, Pancasila sebagai falsafah negara telah memenuhi
empat persyaratan, yaitu:
1. dapat mempersatukan seluruh bangsa an rakyat Indonesia yang susunan masyarakatnya
majemuk;
2. bahwa dasar falsafah negara itu diterima dan disetujui oleh seluruh elemen bangsa dan rakyat
Indonesia;
3. bahwa dasar falsfah negara itu telah berakar dalam hati bangsa dan rakyat Indonesia;
4. bahwa dasar falsafah negara itu mampu memberikan pengarahan tujuan sehingga dapat
dijadikan pedoman bagi perjalanan hidup bangsa kita dikemudian hari. (Soesanto
Darmosoegondo,1975:60)
Pancasila sebagai falsafah negara merupakan sumber filsafat hidup bagi bangsa dan
negara Indonesia. Filsafat Pancasila berbeda dengan filsafat komunis maupun filsafat liberal.
Sehingga, Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara bertujuan untuk menyatukan bangsa yang
serba pluralistik dan tujuannya secara umum untuk menangkal filsafat komunis dan filsafat
liberal. Sehingga Pancasila sebagai kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis,
epistimologis dan aksiologis.
Selain memiliki dasar ontologis, epistimologis dan aksiologis, Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat juga didukung oleh sifat seperti filsafat pada umumnya, yaitu bersifat koheren,
menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Bersifat koheren dalam hubungan antar bagian-bagian
atau antar sila persila dan tidak ada pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan. Bersifat
menyeluruh dalam hal meliputi semua tata kehidupan manusia baik dalam bermasyarakat
maupun dalam bernegara. Bersifat mendasar dalam hal sampai ke inti mutlak atau sampai ke
unsur dasar tata kehidupan dan hubungan antar manusia. Bersifat spekulatif yang merupakan pra
anggapan sebagai hasil perenungan pada awal permulaan. (Noor. MS Bakry,2010:172)
Sebagai filsafat bangsa dan negara, Pancasila merupakan acuan intelektual kognitif bagi
cara berpikir bangsa, yang dalam usaha keilmuan dapat terbangun kedalam sistem filsafat yang
kredibel. Bahan materialnya adalah berbagai butir dan ajaran kebijaksanaan dalam budaya etnik
maupun agama. Sehingga Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung kesatuan nilai yang
tidak dapat dipisahkan antara satu nilai dengan nilai lainnya yang terkandung di dalamnya.
Adapun nilai-nilai tersebut adalah:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai religius, yaitu:
a) kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai Pencipta segala sesuatu
dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha
Adil, Maha Bijaksana, dan sebagainya;
b) ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintahNya dan
menjauhi segala laranganNya;
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai:
a) pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia dengan segala hak dan kewajiban
asasinya;
b) perlakuan yang adil terhadap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam sekitar, dan
terhadap Tuhan;
c) manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki, cipta, karsa dan
keyakinan.
3. Sila persatuan Indonesia mengandung nilai:
a) pengakuan terhadap kebhineka tunggal ikaan suku bangsa (ethnis), agama, adat istiadat,
dan kebudayaan;
b) pengakuan terhadap persatuan bangsa dan wilayah Indonesia serta wajib membela dan
menjunjung tingginya (patriotisme);
c) cinta dan bangga akan bangsa dan negara Indonesia (Nasionalisme).
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung nilai:
a) negara adalah untuk kepentingan seluruh rakyat;
b) kedaulatan adalah di tangan rakyat;
c) manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan
hak, dan kewajiban yang sama;
d) pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat;
e) keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakil-wakil rakyat.
5. Sila keadilan sosial mengandung nilai:
a) perlakuan yang adil disegala bidang kehidupan terutama dibidang politik, ekonomi, dan
sosial budaya;
b) perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;
c) keseimbangan antara hak dan kewajiban;
d) menghormati hak orang lain;
e) cita-cita masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual bagi seluruh
rakyat Indonesia;
f) cinta akan kemajuan dan pembangunan.(Soejadi,1999-89-90)

b. Pancasila Sebagai Ideologi Negara.


Asal kata ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu idea yang
berarti gagasan, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Maka secara harafiah ideologi diartikan
sebagai ilmu yang berkaitan dengan gagasan atau cita-cita. Sedangkan secara umum, pengertian
ideologi menurut Soerjono Soemargono merupakan kumpulan gagasan, ide-ide keyakinan,
kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh secara sistematis, yang menyangkut bidang politik
(termasuk didalamnya bidang pertahanan dan keamanan), bidang sosial, bidang kebudayaan, dan
bidang keagamaan. (Kaelan,2010:114)
Selain itu, ideologi juga dapat dipergunakan dalam arti yang luas maupun sempit. Dalam
arti yang luas, istilah ideologi diartikan sebagai cita-cita, nilai-nilai dasar dan keyakinan-
keyakinan yang hendak dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Sedangkan dalam arti yang
sempit, istilah ideologi diartikan sebagai gagasan tentang makna hidup dan nilai-nilai yang
menentukan bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. (Teguh Prasetyo,2013:59) Dari
pengertian diatas, secara teori, ideologi negara dibagi menjadi dua tipe, yaitu: ideologo tipe
tertutup dan ideologi tipe terbuka.
Pertama tipe ideologi tertutup. Dalam tipe ini, ideologi tidaklah lahir atau digali dari
nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat tersebut melainkan lahir dari kehendak kelompok
tertentu yang bertujuan untuk memperbaharui dan mengubah masyarakat tersebut. Dalam tipe
ideologi tertutup, kebenaran nilai-nilai tersebut tidak boleh dipersoalkan lagi, melainkan harus
diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan harus dipatuhi oleh seluruh elemen yang ada
didalam negara tersebut. Sehingga ideologi tertutup bersifat konkret operasional karena isinya
dogmatis dan apriori sehingga tidak dapat dirubah atau dimodifikasi berdsarkan pengalaman
sosial. Karena itu ideologi ini tidak mentolelir pandangan dunia atau nilai-nilai lain. Kedua, tipe
ideologi terbuka. Ideologi terbuka berbeda dengan ideologi tertutup. Ideologi terbuka lahir dan di
gali dari nilai-nilai yang lahir dari masyarakat itu sendiri yang bukan dipaksakan dari luar dan
juga bukan dari kehendak kelompok tertentu. (59-60)
Dengan melihat tipe idelogi diatas, dapat dipastikan bahwa Pancasila merupakan suatu
ideologi yang terbuka. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya Pancasila sebagai ideologi
digali dari nilai-nilai dan kebudayaan yang hidup di masyarakat Indonesia yang sudah ada sejak
berabad-abad yang lalu. Pancasila juga bukan merupakan kehendak kelompok pribadi seseorang
melainkan kehendak bersama para bapak pendiri bangsa (BPUPKI dan PPKI). Sehingga
Pancasila sebagai ideologi dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan bersifat
universal.
Pancasila sebagai idelogi terbuka sebagaimana penulis katakan diatas, diperkuat oleh
pendapat dari Alfian. Menurut beliau, Pancasila telah memenuhi persyaratan sebagai suatu
ideologi yang terbuka dan dinamis. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai yang terkandung di
dalam Pancasila memiliki tiga dimensi, yakni: (1) Dimensi realitas; (2) dimensi idealitas; dan (3)
dimensi fleksibiltas.Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Koento Wibisono, setidaknya
ada tiga syarat yang telah dipenuhi oleh Pancasila sebagai suatu ideologi negara, yaitu:
1. realitas, dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila
mencerminkan realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Ideologi harus
memberikan citra bahwa dirinya adalah kenyataan dalam masyarakat itu sendiri;
2. identitas, dalam arti bahwa kadar idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu
menumbuhkan motivasi, gairah, kepada para subyek pendukungnya sehingga apa yang
terkandung dalam dirinya bukan sekedar utopi, tanpa makna, melainkan pada suatu saat
benar-benar akan diwujudkan dalam kenyataan hidup;
3. fleksibilitas, dalam arti bahwa Pancasila tetap relevan dan tetap fungsional sebagai
deseingrund dan leitsmotif dalam kenyataan hidup. (Koento Wibisono
Siswomihardjo,1996:9)
Meskipun Pancasila sebagai ideologi negara, namun ideologi Pancasila belumlah menjadi
ideologi yang mapan atau ideologi besar di dunia, seperti ideologi liberal, ideologi komunis
maupun ideologi keagamaan (Islam). Karena untuk menjadi suatu ideologi yang mapan dan
besar, maka ideologi tersebut harus diikuti atau diterapkan oleh beberapa negara di dunia.
Sedangkan Pancasila sebagai ideologi hanya dipakai oleh Indonesia saja.
Baik sebagai falsafah negara maupun sebagai ideologi negara telah menempatkan
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Menurut Ketut Rinjin, Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia memiliki tiga pengertian sekaligus tiga tingkatan, yaitu:
1. sebagai dasar negara yang bersifat abstrak-universal seperti tercantum pada pembukaan
UUD 1945;
2. sebagai pedoman penyelenggaraan negara yang bersifat umum kolektif seperti tercantum
pada batang tubuh UUD 1945; dan
3. sebagai petunjuk kebijakan penyelenggaraan negara yang bersifat khusus konkret seperti
yang terdapat pada UU, PP, Perpres dan sebagainya. (Winarno, 2012:91-92)

D. Pancasila Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menjunjung tinggi akan perkembangan ilmu
pengetahuan. Bahkan pengembangan diri melalui ilmu pengetahuan merupakan salah satu
bentuk dari hak dasar setiap orang. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam konstitusi Indonesia
yaitu Pasal 28C ayat (1) UUD NRI 1945 yang mengatur bahwa: Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan
dan memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Pengaturan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28C ayat (1) UUD NRI 1945 diatas,
dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia sangat menghormati pengembangan ilmu pengetahuan.
Sebagai bangsa dan negara Indonesia yang berlandaskan kepada Pancasila, maka setiap aspek
kehidupan harus berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila termasuk dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Hal ini merupakan konsekuensi logis diterimanya Pancasila baik sebagai dasar
negara, falsafah negara maupun sebagai ideologi negara. Sehingga nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila harus diterima dan dijadikan landasan pokok bagi pengaturan kehidupan
berbangsa dan bernegara, tidak terkecuali dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, maka Pancasila dan ilmu pengetahuan mempunyai hubungan yang erat
bahkan tidak dapat dipisahkan. Bahkan oleh Koento Wibisono dikatakan bahwa hubungan
Pancasila dan ilmu pengetahuan tidak dapat lagi ditempatkan secara dikotomis saling
bertentangan. Alasannya bahwa Pancasila tanpa disertai sikap kritis ilmu pengetahuan, akan
menjadikan Pancasila itu sebagai suatu yang represif, dan kontradiktif. Sebaliknya ilmu
pengetahuan tanpa didasari dan diarahkan oleh nilai-nilai Pancasila akan kehilangan arah
konstruktifnya dan terdistorsi menjadi sesuatu yang akan melahirkan akibat-akibat fatal bagi
kehidupan umat manusia. ( Noor Ms Bakry,2010: 359)
Dalam mengembangan ilmu pengetahuan harus yang dilandasioleh nilai-nilai yang
terkandung dalam falsafah dan ideologi negara yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Pancasila yang sila-silanya merupakan satu
kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistem etika dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Pancasila mempunyai fungsi sebagai pijakan atau landasan moral, etika bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Pijakan atau landasan moral, etika ini sangat penting agar supaya ilmu pengetahuan
yang dikembangkan di Indonesia dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Dengan asumsi diatas, maka Pancasila dalam pengembangan ilmu pengetahuan di
Indonesia mempunyai dua peran utama, sebagaimana yang dinyatakan oleh M. Sastrapratedja
yaitu:
a. Pancasila berperan sebagai landasan bagi kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada Pancasila, antara lain:
pertama, akan menekankan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan menghormati
keyakinan religius masyarakat. Bisa saja penemuan ilmu pengetahuan tidak sejalan dengan
keyakinan religius, tetapi tidak harus dipertentangkan, karena keduan mempunyai logikanya
sendiri.
Kedua, ilmu pengetahuan ditujuakn bagi pengembangan kemanusiaan dan dituntun oleh
nilai-nilai etis yang berdasarkan kemanusiaan. Segala sesuatu yang dapat dilakukan, tidak
berarti harus dilakukan. Tetapi penentuan dari apa yang harus dilakukan dan tidak harus
dilakukan dari pertimbangan etis yang berdasarkan kemanusiaan.
Ketiga, ilmu pengetahuan merupakan unsur yang menghomogenisasikan budaya, maka juga
merupakan unsur yang mempersatukan dan memungkinkan komunikasi antara masyarakat.
Membangun penguasaan ilmu pengetahuan melalui sistem pendidikan merupakan sarana
memperkokoh kesatuan dan membangun identitas nasional.
Keempat, prinsip demokrasi akan menuntut bahwa penguasaan ilmu pengetahuan haruslah
merata ke semua masyarakat. Maka pendidikan merupakan tuntutan seluruh masyarkat.
kelima, kesenjangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan harus dipersempit terus menerus,
sehingga semakin merata, sebagai konsekuensi dari prinsip keadilan sosial.
(M.Sastrapratedja, 2006:52-53)
b. Pancasila berperan sebagai dasar pengembangan etika ilmu pengetahuan.
Menurut Satrapratedja, dalam setiap sila dalam Pancasila dapat menjadi prinsip etis
pengembangan ilmu pengetahuan. Misalnya: (1) pengembangan ilmu pengetahuan terlebih
yang menyangkut manusia haruslah seslalu menghormati martabat manusia, misalnya dalam
rekayasa genetik; (2) ilmu pengetahuan haruslah meningkatkan kualitas hidup manusia baik
sekarang, maupun dimasa depan; (3) pengembangan ilmu pengetahuan hendaknya membantu
pemekaran komunitas manusia, baik lokal, nasional maupun global; (4) ilmu pengetahuan
haruslah terbuka untuk masyarakat, lebih-lebih yang memiliki dampak langsung kepada
kondisi hidup masyarakat; (5) ilmu pengetahuan hendaknya membantu penciptaan
mansyarakat yang lebih adil.(M.Sastrapratedja, 2006:53)
Penulis sendiri berpendapat bahwa dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia
harus diarahkan pada nilai-nilai Ketuhanan, yaitu pada nilai cinta kasih. Artinya bahwa
pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk tujuan damai bukan untuk tujuan merusak,
ataupun untuk menghancurkan orang lain maupun bangsa lain. Dengan dilandasi oleh nilai
Ketuhanan atau cinta kasih tersebut diharapkan pengembangan ilmu pengetahuan bertujuan
untuk kemajuan peradaban manusia di Indonesia. Pengembangan ilmu pengetahuan yang
demikian itu dapat menciptakan manusia Indonesia yang beradab atau masyarakat madani (civil
society). Dalam rangka menciptakan masyarakat madani tersebut, maka dalam pengembangan
ilmu pengetahuan harus didasari pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia itu sendiri.
Sebagaimana diketahui bahwa bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang beradab dan
sejahtera.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan juga ditujukan bukan untuk menciptakan
perpecahan masyarakat, suku maupun bangsa Indonesia. Melainkan pengembangan ilmu
pengetahuan ditujukan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bagi bangsa dan seluruh
rakyat Indonesia. Dengan kata lain, bahwa pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk
mempersatukan seluruh komponen yang berada di Indonesia bagi kemajuan bangsa dan negara.
Pengembangan ilmu pengetahuan juga harus menghormati hasil karya orang lain. Dalam
artian bahwa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, tidak boleh seseorang atau sekelompok
orang memaksakan ilmu atau karyanya kepada orang atau pihak lainnya. Selain hal itu,
pengembangan ilmu pengetahuan yang berlandaskan Pancasila harus mempunyai tujuan akhir
untuk memberikan manfaat bagi kehidupan rakyat sehingga dapat mensejahterakan rakyat
Indonesia.
Sementara itu, dalam buku Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan bahwa peran nilai-nilai
yang terkandung dalam sila Pancasila dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan adalah:
a. sila Ketuhanan Yang Maha Esa melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan perimbangan
antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini menempatakan manusia
dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya;
b. sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan arah dan mengendalikan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan dikembalikan kepada fungsinya semula, yaitu untuk
kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok, maupun lapisan tertentu;
c. sila persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila lain,
sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub sistem solidaritas dan sub
sistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak
mengganggu integrasi;
d. sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan
tehnologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan penyebaran
ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari
kebijakan, penelitian sampai penerapan massal;
e. sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan tiga keadilan Aristoteles,
yaitu keadilan distributif, keadilan kontributif dan keadilan komutatif. Keadilan sosial
juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh
kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya
kreativitas dan inovasi. (Depdikbud,2013:134-135)
Pendapat lain mengenai nilai-nilai Pancasila yang melandasi bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dikemukakan oleh Kaelan. Menurut beliau nilai-nilai Pancasila tersebut adalah:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila Ketuhanan yang maha esa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,
perimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa, dan kehendak. Berdasarkan
sila ini ilmu pengetahuan tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan
diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya apakah merugikan
manusia dengan sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan melestarikan. Sila ini
menempatkan manusia di alam semesta buka sebagai pusatnya melainkan sebagai bagian
yang sistematika dari alam yang diolahnya.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila kemanusiaan yang adila dan beradab memberikan dasar-dasar moralitas bahwa
manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan haruslah bersifat beradab. Ilmu
pengetahuan adalah hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu
pengembangan ilmu pengetahuan harus didasarkan pada hakikat tujuan demi
kesejahteraan umat manusia. Ilmu pengetahuan bukan untuk kesombongan, kecongkaan
dan keserakahan manusia namun harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat
manusia.
c. Persatuan Indonesia.
Sila persatuan Indonesia mengkomplementasikan universalia dan internasionalisem
(kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan
demi kesejahteraan umat manusia termasuk di dalamnnya kesejahteraan bangsa
Indonesia. Pengembangan ilmu pengetahuan hendaknya dapat mengembangkan rasa
nasionalisme, kebesaran bangsa serta keseluruhan bangsa sebagai bagian dari umat
manusia di dunia.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Sila ini mendasari pengembangan ilmu pengetahuan secara demokratis. Artinya setiap
ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain
itu dalam pengembangan ilmu pengetahuan setiap ilmuwan juga harus menghormati dan
menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka
untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila ini mengkomplementasikan pengembangan ilmu pengetahuan haruslah menjaga
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keadilan dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan
alam lingkungannya. (Kaelan,2010:228-229)
Menurut T. Yacob, setidaknya ada empat hal pokok yang tidak boleh dilanggar dalam
pengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam rangka menciptakan
masyarakat yang beradab dan manusiawi, yaitu:
a. rumusan hak asasi manusia merupakan sarana hukum untuk menjamin penghormatan
terhadap manusia. Individu-individu perlu dilindungi dari pengaruh penindasan ilmu
pengetahuan;
b. keadilan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi sebagai hal yang mutlak.
Perkembangan teknologi sudah membawa akibat konsentrasi kekuatan ekonomi maupun
politik. Jika ingin memanusiawikan pengembangan ilmu pengetahuan berarti bersedia
mendesentralisasikan monopoli pengambilan keputusan dalam bidang politik, ekonomi.
Pelaksanaan keadilan harus memberi pada setiap individu kesempatan yang sama
menggunakan hak-haknya;
c. soal lingkungan hidup. Tidak ada seorang pun berhak menguras atau mengeksploitasi
sumber-sumber alam dan manusiawi tanpa memperhatikan akibat-akibatnya pada seluruh
masyarakat. Ekologi mengajarkan bahwa ada hubungan erat antara benda yang satu
dengan benda yang lain di alam ini;
d. nilai manusia sebagai pribadi. Dalam dunia yang dikuasai tehnologi, harga manusia
dinilai dari tempatnya sebagai salam satu instrumen sistem administrasi kantor tertentu.
Akibatnya manusia dinilai bukan sebagai pribadi tapi lebih dari sudut kegunaannya atau
hanya dilihat sejauh ada manfaat praktisnya bagi suatu sistem. Nilai sebagai pribadi
berdasar hubungan sosialnya, dasar kerohanian dan penghayatan hidup sebagai manusia
dikesampingkan. Pengembangan ilmu pengetahuan harus memperhatikan nilai manusia
sebagai pribadi tidak boleh kalah oleh mesin. Hal ini penting karena sistem teknokrasi
cenderung dehumanisasi. (Depdikbud,2013:131-132)

Penutup
Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil pemikiran dari founding father yang
digali dari nilai-nilai dan kebudayaan yang ada di dalam masyarakat dan bangsa Indonesia.
Sebagai suatu hasil pemikiran yang digali dari nilai-nilai dan kebudayaan Indonesia maka
Pancasila harus ditempatkan sebagai landasan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara disegala
bidang. Baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, poltik, hukum maupun di bidang ilmu
pengetahuan dan tehnologi.
Dengan uraian yang sudah disebutkan, maka dalam pengembangan ilmu pengetahuan
harus dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila. Pengembangan ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh
nilai-nilai pancasila bertujuan untuk mewujudkan terlindunginya segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi serta
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu bahwa dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, Pancasila berfungsi sebagai filter bagi kemajuan ilmu
pengetahuan agar tidak menimbulkan kerusakan, kerugian maupun keburukan. Dalam arti bahwa
pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia agar tidak disalahgunakan oleh
pihak-pihak tertentu untuk tujuan yang merusak dan merugikan pihak-pihak lain.

Latihan:
Bagaimana penerapan pilar/landasan aksiologis bagi IPTEK? Jelaskan dengan contoh.

Daftar Pustaka
Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila,
Jakarta, 2013.
Ali Maksum dan Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern Dan
Post-Modern: Mencari “Visi Baru” atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita, dalam
http://geldameristn07.blogspot.com/2009/05/paradigma-pendidikan-universal-di-era.html
diunduh pada tanggal 20 November 2013.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ketiga, Penerbit Universitas Indonesia
(UI Press), 1986.
Teguh Prasetyo, Hukum Dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila, Media Perkasa,
Yogyakarta, 2013.
Soesanto Darmosoegondo, Falsafah Pancasila, Alumni, Bandung, 1975.
Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.
Soejadi, Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, Lukman Offset, Yogyakarta, 1999.
Kaelan, Pendidikan Pancasila, Edisi Kesembilan, Paradigma, Yogyakarta, 2010.
Koento Wibisono Siswomihardjo, Pancasila Suatu Telaah Ideologik Dalam Perspektif 25 Tahun
Mendatang, Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1996.
Winarno, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi: Panduan Praktis Pembelajaran, Yuma
Pustaka, Surakarta, 2012.
M. Sastrapratedja, Pancasila Sebagai Orientasi Pembangunan Bangsa dan Pengembangan Etika
Ilmu Pengetahuan, Dalam Proceeding Simposium dan Sarasehan Pancasila Sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa, Kerjasama antara Universitas
Gadjah Mada, LIPI, Lemhanas, Yogyakarta, 2006.
Tim Dosen (2013),Pancasila: Materi Pengayaan Matakuliah Pancasila, Salatiga, Tisara
Grafika.

Anda mungkin juga menyukai