Anda di halaman 1dari 15

Sebagaimana kita maklumi, manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang

paling sempurna keadaannya. Selain diberi bentuk atau rupa yang paling baik dan sempurna,
ia masih juga dibekali kemampuan akalnya. Dengan dibekali kemampuan akal inilah
manusiamampu \menciptakan berbagai pengetahuan, membentuk masyarakat,
menyelenggarakan pemerintahan, melakukan praktik jual beli, atau perdagangan lain.
Singkat kata, manusia dengan bekal kemampuan akal atau budinya itu, mereka mampu
menciptakan berbagai macam kebudayaan atau peradaban.
Ilmu pengetahuan (sains), teknologi, dan seni atau biasa disingkat Ipteks adalah salah
satu contoh dari hasil olah pikiran atau akal atau budi manusia yang kemudian disebut
dengan nama kebudayaan. Selanjutnya, sejalan dengan perkembangan umat manusia itu
sendiri berbagai macam hasil-hasil kebudayaan manusia ini terus berkembang hingga kini.
Ipteks sebagai salah satu hasil dari kebudayaan manusia itu juga terus berkembang, terlebih
lagi pada era sekarang ini, di mana Ipteks telah mencapai tahapan perkembangan yang sangat
spektakuler. Pencapaian Ipteks yang sangat pesat tersebut, misalnya saja yang terjadi di
bidang teknologi informasi dan komunikasi, mengakibatkan seakan-akan dunia ini tanpa
mengenal batas, yakni baik dalam pengertian territorial (geografis), ekonomi, politik, sosial-
budaya, agama, pendidikan, dan lain-lain.
Dengan tanpa batasnya dunia serta diperpendeknya jarak akibat kemajuan di bidang
teknologi informasi dan komunikasi itu pula, seakan-akan dunia yang kita pijak ini semakin
kecil, pendek, dan sempit saja. Oleh karena dengan mengakses informasi dan komunikasi,
kita dengan mudahnya dapat mengubah jarak yang tadinya jauh menjadi semakin dekat,
wilayah yang tadinya terasa luas menjadi semakin sempit, persoalan yang tadinya sulit
senakin mudah, serta masalah yang tadinyaberat menjadi semakin ringan, dan seterusnya.
Namun, meskipun ada beberapa kemudahan atau manfaat yang bisa kita peroleh dari
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, pada sisi lainnya ternyata
Iptrks juga dapat membawa kita kepada hal-hal lain yang bersifat merusak (negatif). Hal-hal
negatif ini seperti terjadinya bencana alam berupa tanah longsor, banjir, kebakaran hutan,
kekeringan, polusi udara dan air, kerusakan lingkungan, sampai nanti munculnya berbagai
macam gangguan pada manusia, baik yang bersifat fisik,, psikis, maupun moralitas, serta
baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dirasakan oleh seluruh umat manusia
yang ada di muka bumi ini.
Untuk lebih jelasnya, pada uraian berikut ini akan kami jelaskan bagaimana pengertian
serta makna Ipteks bagi manusia, kemudian akan dijelaskan pula bagaimana dampak
penyalahgunaan Ipteks tersebut pada kehidupan manusia, serta apasaja problematika
pemanfaatan Ipteks khususnya yang terjadi di Indonesia.

A. HAKIKAT DAN MAKNA SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA

Selama perjalanan sejarah, umat manusia telah berhasil menciptakan berbagai ragam
kebudayaan. Namun apabila kita ringkas, berbagai macam atau ragam kebudayaan tersebut
sebenarnya hanya meliputi unsure kebudayaan saja. Ketujuh unsure kebudayaan tersebut
merupakan unsur-unsur pokok yang selalu ada pada setiap kebudayaan masyarakat yang ada
di belahan dunia ini. Menurut Kluchkhon sebagaimana dikutip Koentjaraningrat (1996),
bahwa ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut meliputi peralatan hidup (teknologi), sistem
mata pencaharian hidup (ekonomi),sistem kemasyarakatan (organisasi sosial), sistem bahasa,
kesenian (seni), sistem pengetahuan (ilmu pengetahuan/sains), serta sistem kepercayaan
(religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang pasti ada atau kita
ketemukan apabila kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat manapun di
dunia ini. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat manusia di dunia, maka ketujuh
unsur pokok dari kebudayaan yang ada di dunia ini sering kali dikatakansebagai unsur-unsur
budaya yang bersifat universal,atau unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni), atau yang
sering kali disingkat Ipteks, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan
universal tersebut. Maka dapat dipastikan Ipteks akan kita jumpai pada setiap kehidupan
masyarakat manusia di mana pun berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai
pada masyarakat yang masih sangat rendah tingkat peradabannya. Bahkan, pada kehidupan
masyarakat pada zaman prasejarah sekalipun. Ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebut
telah ada termasuk Ipteks sekalipun...................... yang sangat sederhana dan primitif sekali.
Salah satu bukti bahwa pada zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya
universal adalah pada zaman itu manusia telah mengenal adanya peradaban hidup dan
teknologi berups slst-slst sederhana yang terbuat dari batu maupun tulang yang digunakan
untuk mencari makanan (berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana
atau berladang). Kemudian, pada saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya system
kepercayaan yang sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian
hidup manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada gambar-gambar mistis berupa
lukisan telapak tangan serta lukisan babi rusa yang terkena panah pada bagian perutnya yang
ditemukan di gua-gua tempat tinggal mereka. Pada zaman purba, ternyata juga telah dikenal
adanya sistem pengetahuan dalam pelayaran yang menggunakan sandaran pengetahuan pada
perbintangan.
Demikianlah pada masa-masa sesudahnya, pelan tetapi pasti Ipteks terus berkembang
semakin maju sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia.
Bahkan, kini Ipteks yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya telah bercabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin ilmu maupun
teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik secara dasar keilmiahannya sendiri-
sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi
kehidupan manusia, yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi
lebih mudah, lancar, efisien, dan efektif, sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan
produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antara
manusia, lingkungan, dan kebudayaan.Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi
lingkungannya, manusia mau tidak mau pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana
berupa pengetahuan yang dimiliki serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu
kehidupannya. Dengan demikian, Ipteks bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia
untuk menciptakan taraf kehidupannya yang lebih baik.
Dalam definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu), istilah Iptek (ilmu,
pengetahuan, dan teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri,
karena masing-masing dari ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang
berbeda-beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna
dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal,
sekolah atau tidak sekolah, sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat
dikembangkan manusia karena dua hal. Pertama, manusia mempunyai bahasa yang dapat
mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
Kedua, manusia mempunyai kemampuan berfikir menurut suatu alat piker tertentu yang
merupakan kemampuan menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik
suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Namun begitu, yang namanya pengetahuan sifatnya acak, dan bagi kita (manusia),
pengetahuan tersebut sangat potensial. Hanya saja, dalam kehidupan yang makin
berkembang, kompleks, serta penuh tantangan ini, pengetahuan yang sifatnya acak tersebut
nilai fungsionalnya tidak sampai mencapai tingkatan optimum guna menghadapi tantangan
serta memecahkan masalah yang makin rumit ini. Oleh karena itu, pengetahuan yang sifatnya
acak tadi perlu ditingkatkan derajat atau bobot keilmiahannya sehingga berubah menjadi
ilmu. Dengan demikian, pengetahuan yang bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui
proses yang cukup panjang, dapat diorganisasikan dan disusun menjadi bidang-bidang seperti
filsafat, humaniora serta ilmu.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan ilmu, ilmu itu sendiri secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua buah golongan besar, yakni ilmu eksak dan noneksak, atau ilmu
pengetahuan alam (IPA) serta ilmu pengetahuan sosial (IPS). Jika dilihat dari ciri-cirinya
serta dibandingkan dengan pengetahuan yang acak dan terbuka lainnya terletak pada adanya
unsur sistematika, objek kajian, ruang lingkup kajian, serta metode yang diterapkan serta
dikembangkannya. Jadi, ilmu sesungguhnya merupakan pengetahuan yang sudah mencapai
taraf tertentu yang telah memenuhi sistematika, memiliki objek kajian, dan metode
pembahasan akan kajian tersebut.
Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan tersusun secara sistematis dengan
menggunakan kekuatan pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh
setiap orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki
kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut.
1. Berisi pengetahuan (knowledge).
2. Tersusun secara sistematis.
3. Menggunakan penalaran.
4. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.

Ilmu pengetahuan bersifat fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dengan


pengetahuan, maka pemanfaatan benda, alat, senjata, dan hewan menjadi lebih mudah serta
terarah guna mencapai hasil atau apa yang diinginkannya. Apalagi setelah pengetahuan itu
tersusun menjadi sebuah ilmu (ilmu pengetahuan), maka fungsi dan penerapannya dalam
rangka memanfaatkan sebuah benda, alat, senjata, atau hewan tadi akan menjadi lebih baik
lagi.
Sementara itu, lebih khusus lagi jika pengetahuan dan ilmu pengetahuan tadi diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka untuk menghasilkan sesuatu, maka akan
menghasilkan kemampuan apa yang kemudian disebut sebagai teknologi. Oleh karena itu,
sebgaimana dikatakan Brown dan Brown (1980), bahwa teknologi pada hakikatnya
merupakan penerapan pengetahuan oleh manusia guna mengerjakan suatu tugas yang
dikehendakinya. Dengan kata lain, teknologi pada hakikatnya merupakan penerapan praktis
pengetahuan untuk mengerjakan sesuatu yang kita inginkan. Pengertian senada juga pernah
ditegaskan oleh Marwah Daud Ibrahim, yang mengatakan bahwa ilmu pengetahaun pada
hakikatnya adalah suatu jawaban sistematis atas kata atau pertanyaan “mengapa” (know
why), sedangkan teknologi adalah jawaban praktis dari pertanyaan “bagaimana” (know how).
Selanjutnya dengan teknologi itu orang lalu dapat memanfaatkan gejala alam, bahkan bisa
mengubahnya.
Sebenarnya masih banyak lagi definisi-definisi lain yang dibuat oleh para ahli tentang
sains (ilmu), teknologi, serta seni. Berbagai definisi itu telah diberikan oleh para filsuf,
ilmuwan, serta budayawan, yang mana masing-masing seolah membuat definisi sesuai
dengan apa yang mereka senangi atau kehendaki. Misalnya saja yang paling sederhana
mengatakan bahwa sains atau ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang sistematis (science
is systematic knowlwdge). Sedangkan pengertian yang lebih luas dikatakan bahwa yang
disebut sains adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses
pengkajian dan dapat diterima secara rasio. Jadi, dalam pengertian yang lebih luas ini sains
dikatakannya sebgai suatu himpunan rasionalitas kolektif insane. Secara etimologis, kata
sains sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu scire, yang berarti mengetahui atau belajar.
Sedangkan sebagaimana sudah kita pahami bersama bahwa kata sains sendiri dalam
pengertian atau terjemahan bahasa Indonesia berarti ilmu pengetahuan.
Sebagaimana juga pernah disinggung sebelumnya, jika dilihat dari segi filsafat ilmu
antara pengetahuan dan sains atau ilmu pengetahuan adalah berbeda (memiliki makna
berbeda). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh manusia melalui tangkapan
pancaindra, intuisi, serta firasat, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang sudah
diklasifikasi, diorganisasi, disistemisasi, serta diinterpretasikan sehingga menghasilkan
kebenaran yang objektif sudah teruji kebenarannya, serta dapat diuji ulang secara ilmiah.
Dalam sudut pandang filsafat ilmu, istilah sains juga telah dipahami oleh masyarakat
Indonesia menjadi suatu istilah baku, yaitu ilmu pengetahuan.
Lalu, timbul pertanyaan kapan atau bilamana kira-kira suatu pengetahuan itu dapat
dikategorikan sebagai suatu ilmu (sains/ilmu pengetahuan)?. Dalam kajian filsafat ilmu,
suatu pengetahuan dapat dikatakan (dikategorikan) sebagai suatu ilmu apabila memenuhi tiga
kriteria pokok sebagai berikut.
1. Adanya aspekontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek
studi/ kajian yang jelas. Dalam hal ini, bahwa yang namanya objek suatu studi itu
haruslah yang jelas, artinya dapat diidentifikasi, dapat diberi batasan, serta dapat
diuraikan sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat dua
macam, yaitu objek material dan objek formal.
2. Adanya aspek epistemology, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan
telah memiliki metode kerja yang jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu
bidang studi, yaitu dedukasi, induksi, serta edukasi.
3. Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan
memiliki nilai guna atau kemanfaatannya. Misalnya, bidang studi tersebut dapat
menunjukkan adanya nilai teoritis, hukum, generalisasi, kecenderungan umum,
konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam
teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya kerancuan, kesemrawutan,
pikiran, atau penentangan kontradiktif di antara satu sama lainnya.

Dalam filsafat ilmu, setiap ilmu membatasi diri pada slah satu bidang kajian. Oleh karena
itu, ada seseorang yang hanya mendalami bidang ilmu tertentu dalam masyarakat, yang
kemudian disebut sbagai spesialis, dan ada pula seseorang yang banyak tahu,(dalam bidang
ilmu), namun tidak sampai mendalam, atau yang kemudian disebut sebagai generalis.
Namun, karena keterbatasan manusia, maka sangat jarang ditemukan adanya seseorang
dalam dalam masyarakat yang menguasai beberapa ilmu secara mendalam.
Setelah kita mengetahui tentang pengertian sains (ilmu pengetahuan) dan teknologi,
kemudian perbedaan serta hubungannya masing-masing, lalu muncul pertanyaan lagi, yaitu
bagaimana hubungannya dengan seni dalam kehidupan manusia? Nah, untuk dapat
menjawab pertanyaan ini, berikut akan kami uraikan sedikit tentang bagaimana keterkaitan di
antara unsur-unsur Ipteks itu dalam kaitannya dengan kehidupan manusia di alam semesta
ini.
Dalam pemikiran Barat, sains memiliki tiga karakteristik pokok, yaitu bersifat objektif,
netral, serta bebas nilai. Karakteristik sebuah ilmu pengetahuan bersifat objektif dan netral itu
sudah jelas, namun apakah benar bahwa sains itu juga harus bebas nilai? Tampaknya, di
sinilah permulaan yang akan dibahas dalam menghubungkan antara pengetahuan, sains,
teknologi, serta seni dalam kehidupan manusia. Menurut sebagian ahli, bahwa sekalipun
diakui berpijak dari sistem nilai, namun sains tetap bebas dari pertimbangan-pertimbangan
nilai. Akan tetapi, mereka mengakui bahwa sains tetap berpijak pada sistem nilai. Karena
dalam pandangan mereka, hubungan langsung diantara fakta dan nilai sebenarnya tidak ada,
karena sains sendiri hanya menangani fakta saja.
Selanjutnya, menurut para ahli tersebut bahwa sains adalah satu-satunya yang dapat
membedakan antara fakta dan bukan fakta, sedangkan pertimbangan nilai-nilai (values
judgement) menurut mereka bukanlah wewenang dari sains. Namun, perlu juga diketahui
bahwa fakta itu sangat tergantung pada sains, dan tergantung pula pada pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh para ilmuwan itu sendiri, karena memang dialah yang
menentukan fakta mana saja yang lebih relevan dan apa saja yang dapat dikatakan sebagai
fakta ilmiah.
Jadi, dalam pengertian tersebut bahwa fakta itu jelas sangat tergantung pada jiwa mereka
(seseorang) dalam memilih pertanyaan yang diformulasikan dan yang tergabung dalam
aksioma serta pemilihan aksioma tadi. Jadi, bukankah pilihan pertanyaan dan aksioma
terlepas dari pilihan serta pertimbangan nilai-nilai (values judgement)? Meskipun memang
benar dikatakan bahwa nilai itu tidak akan bisa langsung keluar dari fakta, namun sebuah
fakta hanya akan menjadi relevan dan signifikan apabila melalui sebuah sistem nilai. Karena
di sini yang dikatakan fakta hanya akan timbul karena adanya sains yang bersifat objektif dan
tanpa pamrih.
Sedangkan pada sisi lainnya, dikatakan bahwa meskipun teori-teori pada sains juga
dibangun di atas fakta itu sendiri juga tidak luput dari interpretasi atau penafsiran-penafsiran.
Oleh karena itu, dikatakan bahwa sains terbentuk karena adanya dua pertemuan dua orde
pengalaman, yakni orde observasi dan orde konsepsional. Orde observasi didasarkan pada
hasil observasi fakta, sedangkan orde konsepsial didasarkan pada hasil pemahaman manusia
mengenai alam semesta, karena itu sifatnya menjadi sangat subjektif. Dengan demikian, bisa
dikatakan bahwa sains atau ilmu pengetahuan ( di dalamnya menyangkut pula teknologi),
tidak bisa bebas dari nilai-nilai. Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri yang kebenarannya
bersifat tidak mutlak.
Sedangkan berbicara tentang teknologi, di mana istilah teknologi sendiri sebenarnya
sudah mengandung pengertian sains dan teknik atau engineering, sebab produk-produk
teknologi tidak;ah mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu, dalam sudut
pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan
praktis dari sains. Walaupun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik objektif dan
netral, namun dalam kenyataannya teknologi tidak bisa netral seluruhnya karena memerlukan
juga sentuhan-sentuhan estetika yang bersifat objektif.
Pada titik inilah kita berbicara tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin, yaitu ars yang
berarti kemahiran. Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai suatu kemahiran
dalam membuat barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni merupakan kebalikan dari
alam, yaitu sebagai hasil campur tangan (sentuhan) manusia. Seni merupakan pengolahan
budi manusia secara tekun untuk mengubah suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani
manusia. Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang
menjadi bagian dari budaya manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi
yang tidak bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di
dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau estetika.
Dari uraian di atas, seni diartikan sebagai kegiatan manusia (human activity), yaitu proses
kegiatan manusia dalam menciptakan benda-benda yang bernilai estetik. Jadi, dengan
sentuhan seni, teknologi sebagai hasil karya ilmu pengetahuan manusia tidak sekedar
menjadi alat, tetapi juga bernilai indah. Contohnya, pesawat terbang sebagai karta teknologi
tidak hanya berkembang dari sisi kualitas, kemampuan mesin, dan ketahanannya, tetapi juga
berkembang semakin estetik, baik dalam hal bangunan bodi, model, interior pesawat, warna,
dan sebagainya. Selain itu, seni juga berarti hasil karya seni itu sendiri. Pesawat adalah
teknologi hasil karya dan juga hasil seni dari manusia.
Ilmu pengetahuan merupakan usaha untuk memahami gejala dan fakta alam, lalu
lemestarikan pengetahuan tersebut secara konsepsional dan sistematis. Sedangkan teknologi
adalah usaha manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan itu untuk kepentingan dan
kesejahteraan. Karena hubungan tersebut, maka perkembangan ilmu pengetahuan selalu
terkait dengan perkembangan teknologi, demikian pula sebaliknya.
Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon
tak berakar (science without technology has no fruit, technology without science has no root).
Sains hanya mampu mengajarkan fakta dan nonfakta pada manusia, ia tidak mampu
mengajarkan apa yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di
sini hanyalah mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam
suatu sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu
keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan sains dan
teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan
seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil budaya yang indah dari manusia.

B. DAMPAK PENYALAHGUNAAN IPTEKS PADA KEHIDUPAN MANUSIA

Manusia dengan potensi akalnya, telah diberi kebebasan untuk memilih dan
mengembangkan mana yang benar dan mana yang salah. Sedangkan dengan potensinya pula
manusia dapat menggali dan mengembangkan rahasia alam semesta ini sehingga lahirlah apa
yang kemudian disebut sebagai sains, teknologi, dan seni (disingkat Ipteks). Pada saat ini,
perkembangan Ipteks sudah sedemikian pesatnya, bahkan telah berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia, dan pengaruh tersebut
menyangkut pola pikir, pola kerja, pola hidup, maupun tingkah lakunya. Semestinya,
semakin tinggi penguasaan terhadap Ipteks, harusnya manusia semakin kritis dalam berfikir,
semakin disiplin dalam bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak. Akan tetapi, pada
kenyataannya kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai dengan semua fasilitas dan
produk yang dihasilkan oleh Ipteks tersebut.
Dalam kehidupan modern, hampir tidak ada orang yang hidup tanpa menggunakan jasa
Ipteks. Semakin tinggi orang yang menggunakan jasa Ipteks, semakin tinggi pula tingkat
ketergantungannya kepada alat-alat tersebut. Dampak langsung dari kemajuan Ipteks adalah
kemudahan-kemudahan dalam beraktivitas. Memang Ipteks diciptakan dengan tujuan untuk
memberikan kemudahan dan memperingan beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat
melelahkan menjadi ringan. Namun, dampak negative dari kemajuan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, dapat mengakibatkan masyarakat semakin terbuai, karena mereka
hamper tak sadar bahwa ternyata dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif,
hedonistik, dan materialistik.
Perkembangan Iptek yang demikian pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan
yang berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam elemen-elemen
berikut.
1. Perubahan di bidang intelektual; masyarakat meninggalkan kebiasaan lama atau
kepercayaan tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan serta kepercayaan baru,
setidaknya mereka telah melakukan reaktualisasi.
2. Perubahan dalam organisasi sosial yang mengaruh pada kehidupan politik.
3. Perubahan dalam benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungan.
4. Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.

Keempat persoalan di atas kini secara langsung telah menyentuh sendi-sendi kehidupan
manusia yang menuntut keterlibatan semua pihak, yang pada akhirnya ikut menentukan pula
kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini.
Dalam pemikiran teologis, ada suatu pertanyaan yang seolah-olah tabu untuk
dipersoalkan, yaitu “Kapan kira-kira kiamat itu akan terjadi?” Di sini jawabannya sangat
normatif, yaitu hanya Tuhanlah yang tahu karena Dia-lah yang menentukan kapan kiamat itu
akan tiba. Sedangkan dalam pemikiran saintifik, pertanyaan semacam itu ternyata bisa
dikembangkan, yaitu bahwa kiamat itu akan terjadi apabila alam semesta ini sudah
kehilangan keseimbangannya, dan yang menjaga keseimbangan alam itu adalah salah satu
tugas manusia. Jadi, apabila pengembangan Iptek (oleh manusia) sampai tidak memedulikan
keseimbangan dan kelestarian (yang juga menjadi salah satu tugas manusia), maka kiamat
akan segera tiba. Dengan demikian, peristiwa kiamat dalam pandangan saintifik sangat
tergantung pada ulah manusia, yakni sejauh mana manusi di muka bumi ini dapat menjaga
dan melestarikan ala mini. Oleh karena itulah, menjadi tugas manusia sebagai makhluk yang
telah diangkat oleh Tuhan menjadi khalifah di muka bumi untuk menjaga keseimbangan serta
kelestarian ala mini dengan memanfaatkan serta menerapkan hasil karya Iptek dengan cara
yang tepat.
Seperti sudah menjadi hukum alam, di samping ada sisi positif juga muncul sisi negatif
dari kemajuan Iptek. Selain yang sudah disebutkan di atas, contoh dampak negatif Ipteks di
antaranya adalah perlombaan senjata nuklir, pelanggaran norma kesusilaan, kriminalitas,
penurunan kesehatan, dan pencemaran lingkungan hidup.
Adanya sisi positif dan negatif dari Ipteks maka sering dikatakan bahwa kemajuan Ipteks
bermata dua atau bersifat dilematis. Di satu sisi, Iptek secara positif telah mendatangkan
rahmat, dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, ada
pihak yang menyatakan bahwa Iptek menjadi “tulang punggung kesejahteraan”. Namun di
sisi lain, seperti dapat kita amati dalam kehidupan, penerapan dan pemanfaatan Ipteks itu
juga telah membawa dampak negatif atau membawa laknat dalam bentuk munculnya
masalah lingkungan, seperti pencemaran, kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan
suhu udara global. Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh
kewaspadaan dan kehati-hatian dalam menerapkan dan memanfaatkan Iptek, yakni yang
sesuai dengan asas-asas keserasian, keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian,
kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan secara seimbang dan lestari.
Bukan hanya sampai di situ, pada saat ini perkembangan Iptek juga telah merambah ke
bidang teknologi informasi dan komunikasi. Sebagaimana kita dengar atau lihat diberbagai
media massa, semenjak runtuhnya komunisme dan dilanjutkan dengan munculnya
keterbukaan, dunia seakan dilanda arus informasi dan globalisasi. Akibat kemajuan di bidang
teknologi informasi yang ditandai dengan munculnya berbagai media komunikasi canggih,
seperti pesawat telepon, komputer, faksimili, internet, dan lain-lain, maka arus informasi
semakin cepat, dan akibat lebih lanjutnya ialah dunia seakan-akan semakin transparan
(terbuka) dan sempit. Akan tatapi, pemanfaatan dan penerapan teknologi di bidang informasi
dan komunikasi juga mengandung suatu dilemma atau bermata dua, yakni rahmat dan laknat.
Di bidang komunikasi, rahmat Iptek dapat diamati dan dihayati, yang bukan hanya telah
mengglobal, melainkan juga talah mengangkasa luar. Misalnya, Iptek telah berhasil
menciptakan pesawat yang mengangkasa luar. Bahkan, satelit komunikasi juga semakin
memacu derasnya informasi. Derasnya arus informasi ini sebagaimana dilakukan stasiun-
stasiun televisi yang telah memanfaatkan berbagai penyiaran globalnya melalui satelit-satelit
komunikasi tersebut.
Sedangkan dampak negatif yang membawa laknat juga telah mengglobal. Berbagai
pencemaran yang berpengaruh terhadap kesehatan fisik biologis dan mental psikologis pun
telah mengglobal. Dampak negatif dari perkembangan dan kemajuan serta penerapan Iptek
yang telah menghasilkan berbagai ketimpangan itu oleh Alvin Toffler (1976) disebut sebagai
guncangan hari esok (future shock), yang tidak saja telah menimbulkan guncangan fisik
(physical shock), melainkan juga guncangan kejiwaan (psychological shock). Sekarang
cobalah kita lihat dan amati sendiri, bagaimana telah mengglobalnya berbagai penyakit yang
timbul di masyarakat pada saat ini. Mulai dari ketegangan urat saraf, darah tinggi, sadisme,
kriminalitas, mabuk, teller, dan sebagainya adalah berbagai macam penyakit ataupun
gangguan-gangguan fisik-biologis maupun mental-psikologis, yang tidak hanya terjadi di
negara-negara tertentu saja, melainkan juga telah meluas keberbagai negara di penjuru dunia.
Dalam kaitan ini, maka perkembangan Iptek di bidang komunikasi dan informasi itulah
yang dianggap menjadi salah satu sarana penyebarannya. Di sinilah kiranya letak tuntutan
bagi dunia pendidikan pada khususnya, serta masyarakat dan pemerintah pada umumnya,
bagaimana caranya menciptakan kiat-kiat khusu guna mengatasi dampak negatif Iptek
terhadap guncangan fisik serta psikologis tadi.

C. PROBLEMATIKA PEMANFAATAN IPTEKS DI INDONESIA

Ipteks dimanfaatkan oleh manusia terutama dalam memudahkan pemenuhan kebutuhan


hidup. Contoh sederhana adalah dengan dikembangkannya sarana transportasi, manusia bisa
bergerak dan melakukan mobilisasi dengan cepat. Kemajuan yang dicapai manusia melalui
Ipteks telah memberikan dampak positif dalam hidupnya.Ipteks member rahmat dalam arti
memicu kemajuan dan kesejahteraan. Namun demikian, pemenfaatan Ipteks oleh manusia
dapat pula berdampak buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia itu sendiri.
Gejala negatif itu sebagai akibat dari penyalahgunaan dalam hal pemanfaatannya, berlebihan
dalam penggunaannya, ataupun tidak mempunyai manusia dalam mengendalikan kekuatan
teknologi itu sendiri.
Pengembangan ilmu pengetahuan berjalan aktif disegala bidang, yaitu kesehatan,
pertanian, ilmu ekonomi, ilmu social, ilmu pengetahuan alam, dan sebagainya. Akan tetapi,
jika diamati lebih teliti ada empat bidang ilmu pengetahuan dan teknologi strategis yang akan
menentukan masa depan dunia, yaitu material, energi, mikroelektronik, dan bioteknologi
(Rahardi Ramelan. 2004). Dari bidang-bidang tersebut menghasilkan pula empat macam
teknologi, yaitu teknologi bahan, teknologi energi, teknologi mikroelektronika, dan teknologi
hayati.
1. Teknologi bahan adalah teknologi yang memanfaatkan material, terutama logam
seperti besi dan baja untuk pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan bahan
material tersebut. Dewasa ini, inovasi penciptaan material bar uterus berkembang dan
tidak lagi mengandalkan logam atau komponen baku yang sudah dibentuk alam
(konvensional). Berbagai komposisi baru atau pemurnian dilakukan untuk
memanfaatkan material organik dan anorganik sebagai structural material, tool
material, atau electronic/electromagnetic material. Pembentukan material komposit
yang semula hanya menggunakan jenis-jenis polimer sebagai serat penguat/matriks
juga digunakan pada struktur pesawat terbang, printed circuit board, dan lain-lainnya,
telah berkembang dan akaca/gelas, karbon, logam, ataupun keramik.
2. Teknologi energi adalah teknologi dengan memanfaatkan sumber-sumber energi.
Sumber energy konvensional di dunia adalah minyak, gas alam, batu bara, tenaga air,
geothermal, dan kayu. Sumber dan teknologi modern sudah mulai dikembangkan,
termasuk tenaga nuklir, gambut, tenaga surya, gelombang laut, tenaga surya, tenaga
panas laut, angin, dan sebagainya.
3. Teknologi mikroelektronika atau yang berkembang sekarang ini sebagai teknologi
informasi atau informatika. Teknologi informasi ialah teknologi yang digunakan
untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi.
Informasi yang dimaksudkan mencakup numerik, seperti angka, audio, teks, dan citra
seperti gambar dan sandi. Teknologi informasi merupakan salah satu jenis teknologi
yang dikembangkan dari ilmu-ilmu dasar, seperti matematika, fisika, dan sebagainya.
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi ini menghasilkan ciptaan baru
berupa computer, internet, rekayasa perangkat lunak (program), termasuk kecerdasan
buatan. Perkembangan teknologi informasi atau dengan istilah lain teknologi
telematika mendapat perhatian luar biasa dari banyak negara, termasuk Indonesia.
Perkembangan teknologi informasi ini diyakini menjadi faktor penting munculnya
globalisasi.
4. Teknologi hayati atau bioteknologi adalah teknologi yang berusaha secara sistematis
menggunakan serta mengarahkan sistem atau komune biologis, terutama organism
kecil, untuk menghasilkan barang atau jasa secara efisien. Untuk memengaruhi dan
mengarahkan itu, kini ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, seperti mikrobiologi,
bioengineering, genetic engineering, dan sebagainya.
Bangsa Indonesia dari dulu sudah menyadari akan pentingnya peranan ilmu pengetahuan
dan taknologi dalam pembangunan. Faktor yang paling menentukan dalam hal penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah manusia, yaitu para pelaku yang menggeluti bidang
penelitian dan mengembangan serta rancang bangun dan perekayasaan. Pembinaan terhadap
para pelaku seperti perguruan tinggi dan lembaga penelitian, bahkan pembinaan kemampuan
di sektor industri mulai dilakukan. Misalkan dengan dibentuknya berbagai wadah seperti
Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional, Dewan Standarisasi
Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Di era sekarang ini, perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tampak pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-
2009, khusunya pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Didasari oleh bangsa
Indonesia bahwa pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) pada hakikatnya
ditijukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun
peradaban bangsa. Sejalan dengan paradigma baru di era globslisasi, yaitu tekno-ekonomi
(techno-economy paradigm), teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi
signifikan dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa.
Pembangunan Iptek merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi
landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumber daya manusia (SDM), yang pada gilirannya
dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Selain itu, Iptek menentukan
tingkat efektivitas dan efisiensi proses transformasi sumber daya menjadi sumber daya baru
yang lebih bernilai. Dengan demikian, peningkatan kemampuan Iptek sangan diperlukan
untuk meningkatkan standar kehidupan bangsa dan negara, serta kemandirian dan daya saing
bangsa Indonesia di mata dunia.
Namun demikian, masalah yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan pemanfaatan
dan kemampuan Iptek ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut (RPJMN 2004-2009).
1. Rendahnya kemampuan Iptek nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal
ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam laporan UNDP
tahun 2001 menunjukkan tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada
urutan ke-60 dari 72 negara.
2. Rendahnya kontribusi Iptek nasional di sector produksi. Hal ini antara lain
ditunjukkan oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas serta minimnya
kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor.
3. Belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani interaksi antara
kapasitas penyedia Iptek dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat terlihat dari
belum tertatanya infrastruktur Iptek, antara lain institusi yang mengolah dan
menerjemahkan hasil pengembangan Iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap
pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi.
4. Lemahnya sinergi kebijakan Iptek, sehingga kegiatan Iptek belum sanggup
memberikan hasil yang signifikan.
5. Masih terbatasnya sumber daya Iptek, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM
dan kesenjangan pendidikan di bidang Iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada
tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per 10.000 penduduk jauh lebih kecil disbanding
Jepang sebesar 70,7.
6. Belum berkembangnya budaya Iptek di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara
umum masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai penalaran
objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum
berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka
membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka belajar berkreasi daripada
sekedar menggunakan teknologi yang ada.
7. Belum optimalnya peran Iptek dalm mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup.
Kemajuan Iptek berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal
tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan
teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
8. Masih lemahnya peran Iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam.
Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang
rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indicator bahwa
pembangunan Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan Iptek nasional
belum optimal dalam memberikan antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai
permasalahan bencana alam, seperti pemanasan global, anomaly iklim, kebakaran
hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami.

Anda mungkin juga menyukai