Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari manusia selalu berhubungan


dengan jasad renik dari alam dunia yang tidak tampak dengan mata biasa. Itu
disebabkan karena bekteri merupakan organism yang sangat kecil (berukuran
mikroskopis). Selain itu, bakteri tidak berwarna, juga transparan dan sangat kecil.
Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat bagian-
bagiannya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu
teknik pewarnaan sel bakteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati.
Teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama
dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah
adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari
pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik
baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan
ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa.
Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu
berantai karbon (C) yang panjangnya 8-95 dan memiliki dinding sel yang tebal
yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa
mencapai 60% dari berat dinding sel. (Syahrurachman, 1994).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara pewarnaan bakteri tahan asam dan vara membedakan bakteri
tahan asam dan bakteri tidak tahan asam ?
C. Tujuan

Untuk mengetahui cara pewarnaan bakteri tahan asam dan cara membedakan

bakteri tahan asan dan bakteri tidak tahan asam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat kecil,


bentuk tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 1.000 X atau lebih (Waluyo, 2004). Sel bakteri memiliki panjang yang
beragam, sel beberapa spesies dapat berukuran 100 kali lebih panjang daripada sel
spesies yang lain. Bakteri merupakan makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1
sampai 0,3 m. Bentuk bakteri bermacam macam yaitu elips, bulat, batang dan
spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan suatu zat pewarna
kimia agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk,
susunan dan keadaan struktur internal dan butiran.Sel sel individu bakteri dapat
berbentuk seperti bola/elips, batang (silindris), atau spiral (heliks) (Pelczar & Chan,
2007).
Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan
mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan
struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik
dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras
mikroorganisme dengan sekitarnya. Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan sederhana, pengecatan diferensial
dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad- jasad renik lain
dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan,
yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang
menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba
disebut teknik pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 2007).
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya
berwarna.Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan
negatif.Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri
karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan
inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri.Sel-sel warna dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu asam dan basa.Jika warna terletak pada muatan positif
dari zat warna, maka disebut zat warna basa.Jika warna terdapat pada ion negatif,
maka disebut zat warna asam.Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin,
netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4-,
CH3COO-, COOHCOO?. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat
bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa
mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan
penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).
Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen selular
dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Ikatan ion
dapat terjadi karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada
pewarna. Terdapat tiga macam metode pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana,
pewarnaan diferensial dan pewarnaan gram. Pewarnaan sederhana menggunakan
pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai serangkaian larutan pewarna atau
reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan yang paling umum
digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Umsil, 2008).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah satu
di antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada ion
positif (zat pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion
negatif (zat pewarna- Na+). Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang
menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam
protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat
bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa, Kristal violet, safranin dan
metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan. Sebaliknya zat
pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri menyeluruh. Jadi, mewarnai
bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah
latar belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang
berwarna (Volk & Wheeler, 1993).
Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai berikut:
pewarnaan sederhana, pewarnaan differensial (pewarnaan gram dan pewarnaan tahan
asam), pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu : pewarnaan flagel,
pewarnaan spora, pewarnaan kapsul, pewarnaan khusus untuk melihat komponen lain
dan bakteri (pewarnaan Neisser (granula volutin), pewarnaan yodium (granula
glikogen) dan pewarnaan negatif (Gozali, 2009).
Pewarnaan BTA dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu bakteri tahan asam
yang akan tetap mengikat zat pewarnaan primer (karbol fuksin) dan tidak akan
dilepas pada pencucian alkoholm asam, serta tidak akan mengikat zat warna sekunder
(methylen blue), sedangkan bakteri tidak tahan asam akan melepaskan zat warna
primer pada pencucian alcohol asam dan akan mengikat zat warna sekunder.
Teknik pewarnaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosa keberadaan bakteri
penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium tuberculosis . Ada beberapa cara
pewarnaan tahan asam, namun yang paling banyak adalah cara menurut Ziehl-
Neelsen (anonymous,2009).
BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


1. Waktu : 13.00 15.00 WITA
2. Tempat : Laboratorium Mikrobiologi DIII Analis Kesehatan
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Ose
b. Kaca obyek
c. Mikroskop
d. Bak pewarna
e. Erlenmeyer
2. Bahan
a. Aquades
b. Spritus
c. Biakan bakteri
d. Larutan (karbol fuchsin, alcohol dan metilen blue)
e. Biakan bakteri
C. Prosedur Kerja
1. Dibersihkan object glass dengan tissue
2. Dibuat preparat ulas dari biakan, kemudian fiksasi.
3. Sediaan yang sudah difiksasi, digenangi dengan larutan fuchsin kemudian
lewatkan nyala api spirtus di bawah sediaan, sampai keluar uap tetapi jangan
sampai mendidih atau kering.
4. Setalah preparat dingin, sisa larutan fuchsin dibuang dan kaca preparat dicuci
dengan air mengalir.
5. Ditambahkan asam alcohol selama 20 detik dan cuci dengan air
6. Diwarnai dengan metilen blue selama 1 menit dan cuci dan air mengalir
7. Dikeringkan dan amati di bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 40x
dan 100x
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Gambar Keterangan
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pewarnaan bakteri tahan asam
(BTA), pewarnaan bakteri tahan asam (BTA) atau ziehl neelsen adalah pewarnaan
diferensial yang digunakan untuk membedakan kelompok bakteri mycobakterium
dengan bakteri lainnya, tujuan dilakukannya pewarnaan BTA yaitu untuk
membedakan genus mycobakterium dan kokardia dari bakteri lainnya (Pelczar,1986).
Prinsip pewarnaan BTA yaitu bakteri yang tahan asam mempenyyai lapisan
lilin dan lemak yang sukar ditembus cat, oleh karena pengaruh fenol dan pemanasan
maka lapisan lilin dan lemak itu dapat ditembus cat basic fuchsin, pada waktu
pencucian lapisan lilin dan lemak yang terbuka akan merapat kembali, pada
pencucian dengan asam alkohol warna fuchsin tidak dilepas, sedangkan pada bakteri
tidak tahan asam akan luntur dan mengambil warna biru dari methylan blue (jutono,
1980).
Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan BTA yaitu carbol fuchsin yang
berfungsi untuk memberi warna merah pada pewarnaan BTA, larutan pemucat yaitu
alkohol berfungsi untuk memucatkan zat warna pertama, pada bakteri tahan asam
tidak dapat dilunturkan sehingga bakteri tetap berwarna merah, sebaliknya pada
bakteri tidak tahan asam, larutan pemucat akan melarutkan karbol fuchsin dengan
cepat, sehingga bakteri tidak berwarna, dan methylan blue berfungsi memberikan
warna biru pada bakteri yang tdak tahan asam (Pelczar and Chan,1986).
Langlah awal dalam pewarnaan BTA yaitu dibersihkan kaca preparat dan
difiksasi diatas nyala api bunsen berfungsi agar kaca preparat yang akan digunakan
bebas dari lemak, debu, dan mikroba yang tidak diinginkan, kemudian dibuat ulasan
biakan bakteri mycobakterium tuberkolosis dari sputum/dahak diatas kaca preparat,
kemudian difiksasi diatas nyala bunsen hingga ulasan sputum kering, kemudian
ditambahkan karbol fuchsin sebagai pemberi warna merah pada bakteritahan asam,
lalu dipanaskan diatas nyala api bunsen bertujuan agar pori-pori dinding sel mebesar
sehingga sel bakteri dapat menyerap karbol fuchsin, kemudian dibilas dengan air
mengalir untuk mengurangi zat warna yang berlebih, kemudian ditabahkan larutan
pemucat atau alkohol untuk melarutkan zat warna pada bakteri yang tidak tahan
asam, kemudian ditambahkan methylan blue untuk memberi warna biru pada bakteri
yang tidak tahan asam.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dari percobaan bakteri
tahan asam (BTA) dengan menggunakan sampel sputum, dan diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10100, 100 untuk perbesaran lensa objektif dan 10
untuk perbesarat lensa okuler, dan didapatkan hasil bahwa sampel sputum yang
diamati mengikat methylan blue atau warna biru dan berbentuk bulat seperti rantai
atau streptokokus, hal ini menunjukkan sampel sputum yang diamati mengandung
bakteri yang tidak tahan asam (BTTA), dan percobaan ini menunjukkan bahwa
sampel sputum yang diamaati bersifat negatif atau tidak mengadung bakteri yang
menyebabkan penyakit tuberkolosis.
Berdasarkan teori metode ziehl neelsen dapat menggolongkan penyakit
tuberkolosis menjadi dua yaitu bakteri yang berwarna merah dengan pewarnaan zhiel
neelsen disebut bakteri tahan asam, sedangkan bakteri tidak tahan asam akan
berwarna biru. Hasil yang didapatkan negatif karena pada pengamatan tidak
ditemukan kelompok mycobakterium yang berbentuk bsail dan berwarna merah,
adapun kelebihan dan kekurangan dari metode zhiel neelsen yankni latar belakang
berwarna biru terang, basil merah jelas, reagen terjangkau dan mudah didapat, dan
fenol diencerkan 5% dan tidak dipanaaskan kaarena pemanasan dilakukan pada
proses pewarnaan sediaan zat warna utama maka dari itu agak lama waktu yang
dibuthkan.
Hal-hal yang pelu diperhatikan dalam proses pewarnaan bakteri tahan asam
yaitu pada saat dekolorasi dengan asam alkohol dimana pemberan asam alkohol
jangan sampai berlebih karena akan menyebabkan overdecolorization sehingga sel
BTA hampir sama dengan non BTA yang menyebabkan sulit membedakannya, tetapi
jangan juga terlalu sedikit dalam memberikan alkohol karena tidak akan melunturkan
warna secara sempurna sehingga sel non BTA bisa saja berwarna ungu mendekati sel
BTA, dan pada saat pemanasan juga tidak boleh sampai mendidih karena akan
menyebabkan sel bakteri lisis (Lay,1994).
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa sampel sputum yang diamati mengandung bakteri yang tidak tahan asam
(BTTA), dan percobaan ini menunjukkan bahwa sampel sputum yang diamaati
bersifat negatif atau tidak mengadung bakteri yang menyebabkan penyakit
tuberkolosis.
B. Saran
Praktikan harus memperhatikan kebersihan alat-alat yang digunakan agar
tidak mempengaruhi hasil pengamatan dan menghindari terjadinya kesalahan-
kesalahan dan dipastikan praktikan telah menguasai prosedur kerja pewarnaan
bakteri tahan asam.
DAFTAR PUSTAKA

Krisno. Agus, 2011, ,http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/12/macam-


macam-teknik-pewarnaan-bakteri/.html.. Diakses pada tanggal 6 Juni 2012

Hadiotomo, Ratna Siri., 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Pt


Gramedia.

Pelezar,chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press: Jakarta

Jawetz, Melnick, Adelberg, 2008, Mikrobiologi Kedokteran, edisi 23, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Iud W, 2008, Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi, UMM Pres, Malang.

Brooks, Geo F, Janet S Butel, Stephen A Morse. 2005. Medical Microbiology Twenty
Secound Ed, diterjemahkan Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Salemba Medika. Jakarta
Gillespie, Stephen H, Kathleen B Bamford. 2007. Medical Microbiology and Infection at a
Glance Third Edition, diterjemahkan Stella Tinia H. Erlangga. Jakarta
Girsang, Merryani. 2013. Mycobacterium Penyebab Penyakit Tuberculosis serta Mengenai
Sifat-sifat Pertumbuhannya di Laboratorium. Pusat Biomedis dan teknologi Dasar
Kesehatan Badan Litbang Kesehatan. Jakarta
Karuniawati. 2005. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen dan Fluorokrom Sebagai
Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam Untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum.
Jurnal Makara Kesehatan. Vol. 9: 29-33
Lay, Bibiana W. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Pelezar, M. J and E. C.S Chand. 1986. Elements of Microbiology. Mc Graw Hill Companies
Inc. Toronto
Syahrurachman, dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. UI Press.
Jakarta
Widiyanto, Sentot. 2014. Mengenal 10 Penyakit Mematikan. Pustaka Insom Madani.
Yogyakarta
Zanden, A G M Van, E M Te Koppele Vije, Vijaya Bhanu, D Van Soolingen, L M
Schouls. 2003. Used of DNA Extracts from Ziehl Neelsen Stained Slides for
Molecular Detection of Rifampin Resistance and Spoligotyping of Mycobacterium
tuberculosis. American Society for Microbiology. Journal of Clinical Microbiology.
Vol. 41: 3

Anda mungkin juga menyukai