PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
PENGECATAN BAKTERI
Disusun oleh:
Tri Purwa Ningrum (18308141064)
B. TUJUAN
1. Mengetahui tujuan dilakukannya pewarnaan bakteri dalam kegiatan praktikum
mikrobiologi
2. Mengetahui macam-macam teknik pewarnaan bakteri dalam kegiatan
praktikum mikrobiologi
3. Mengetahui fungsi macam-macam reagen yang digunakan untuk pewarnaan
bakteri
4. Mengetahui prosedur kerja pewarnaan bakteri
C. ABSTRAK
D. KAJIAN PUSTAKA
I. Bakteri
Menurut Kenneth (2012) bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal
dengan komponen selular prokariot. Berdasarkan respon terhadap pewarnaan
gram, bakteri dibedakan menjadi dua macam yaitu bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif. Perbedaan dari kedua bakteri ini adalah dari struktur
dinding selnya. Dinding sel bakteri gram positif terdiri dari lapisan
peptidoglikan (ketebalan ± 20 – 80 nm, yang terletak di luar lapisan membrane
plasma), sedangkan dinding sel bakteri gram negatif memiliki lapisan
peptidoglikannya (ketebalan ± 2 – 7 nm dan dilapisi oleh membran luar dengan
ketebalan 7 – 8 nm). Bakteri gram positif memiliki peptidoglikan lebih tebal
dibandingkan bakteri gram negatif. Hal ini menjadikan bakteri ini akan terlihat
berwarna ungu dibandingkan dengan bakteri gram negatif yang akan
menghasilkan warna pink jika dilakukan pewarnaan gram (Willey et al., 2008).
II. Pewarnaan Bakteri
Salah satu tindakan penting yang perlu dilakukan terutama menyangkut
mikroorganisme adalah melakukan identifikasi terhadap mikrooganisme yang
ditemukan seperti jenis bakteri, jamur, ataupun virus. Kegiatan praktikum ini
mengkhususkan kepada identifikasi terhadap bakteri. Untuk dapat
mengidentifikasi bakteri, perlu dilakukan teknik pewarnaan yang disebut
pewarnaan gram. Pewarnaan gram adalah langkah identifikasi awal terhadap
bakteri sehingga akan diketahui bakteri tersebut termasuk ke dalam golongan
gram negatif atau positif. Pewarnaan terhadap bakteri secara garis besar, dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Pewarnaan Bakteri Hidup
Pewarnaan bakteri hidup dilakukan dengan menggunakan bahan warna
yang tidak toksis tetapi jarang dikerjakan karena bakteri hidup sukar
menyerap warna. Pewarnaan bakteri hidup dilakukan untuk melihat
pergerakan bakteri, serta pemeriksaannya dilakukan dengan
menggunakan tetes gantung (hanging drop)
2. Pewarnaan Bakteri Mati
Pewarnaan terhadap bakteri yang telah dimatikan disebut fixed state.
Pewarnaan bakteri mati bertujuan untuk melihat struktur luar bahkan
struktur dalam bakteri, memperjelas ukuran bakteri dan melihat reaksi
bakteri terhadap pewarna yang diberikan sehingga dapat diketahui sifat-
sifat fisik dan kimia dari bakteri tersebut.
Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan bersifat basa dan asam.
Pada zat warna basa bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut
kromofor dan memiliki muatan positif. Sebaliknya, pada zat warna asam bagian
yang berperan memberikan zat warna mempunyai muatan negatif. Zat warna
basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif banyak ditemukan
didinding sel, membran sel dan sitoplasma saat proses pewarnaan. Muatan
positif pada zat warna basa akan berkaitan dengan muatan negatif dalam sel,
sehingga mikroorganisme lebih jelas terlihat (Dwidjoseputro.1998).
Zat warna asam yang bermuatan negatif lazimnya tidak digunakan untuk
mewarnai mikroorganisme, namun biasanya dimanfaatkan untuk mewarnai
latar belakang sediaan pewarnaan. Zat warna asam yang bermuatan negatif ini
tidak dapat berkaitan dengan muatan negatif yang terdapat pada struktur sel.
1. Pewarnaan Flagella
Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Flagel
mengakibatkan bakteri dapat bergerak berputar. Penyusun flagel adalah
sub unit protein yang disebut flagelin, yang mempunyai berat molekul
rendah. Berdasarkan jumlah dan letak flagelnya, bakteri dibedakan
menjadi monotrik, lopotrik, amfitrik, peritrik dan atrik. Prinsip
pewarnaan flagella adalah membuat organel tersebut dapat dilihat
dengan cara melapisinya dengan mordant dalam jumlah yang cukup.
Dua metode pewarnaan flagella, yaitu metode Gray dan metode Leifson.
Metode Gray digunakan untuk mendapat hasil yang lebih baik
dan mengena walaupun dalam metode ini tidak dilakukan pencelupan
yang khusus. Pada pewarnaan flagella larutan kristal violet bertindak
sebagai pewarna utama, sedangkan asam tannic dan alumunium kalium
sulfat bertindak sebagai mordant. Kristal violet akan membentuk
endapan disekitar flagel, sehingga meningkatkan ukuran nyata flagel.
2. Pewarnaan Kapsula
Fungsi pewarnaan ini adalah untuk melihat apakah bakteri yang
diamati berkapsul atau tidak. Kapsula adalah lapisan lendir yang
terdapat di sekeliling bakteri jenis tertentu, yang terdiri dari polisakarida,
glikoprotein atau polipeptida. Senyawa ini disekresikan oleh sel untuk
melindungi sel dari material aktif lingkungannya. Pewarnaan kapsul
tidak dapat dilakukan sebagaimana melakukan pewarnaan sederhana,
pewarnaan kapsul dilakukan dengan menggabungkan prosedur dari
pewarnaan sederhana dan pewarnaan negatif. Masalahnya adalah ketika
kita memanaskan preparat dengan suhu yang sangat tinggi kapsul akan
hancur, sedangkan apabila kita tidak melakukan pemanasan pada
preparat, bakteri tidak dapat menempel dengan erat dan dapat hilang
ketika kita mencuci preparat.
Pewarnaan kapsul menggunakan pewarna Kristal Violet dan
sebagai pelunturnya adalah Copper Sulfate. Kristal violet memberikan
warna ungu gelap terhadap sel bakteri dan kapsul. Namun kapsul
bersifat nonionic, sehingga pewarna utama tidak dapat meresap dengan
kuat pada kapsul bakteri. Copper sulfate bertindak sebagai peluntur
sekaligus counterstain, sehingga mengubah warna yang sebelumnya
ungu gelap menjadi biru muda atau pink. Maka dari itu pada pewarnaan
kapsul, kapsul akan transparan sedangkan sel bakteri dan latar
belakangnya akan berwarna biru muda atau pink.
3. Pewarnaan Spora
Endospora merupakan alat survival bagi bakteri tertentu untuk
`istirahat` (dorman) selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan
atau ekstrim. Endopora memiliki dinding yang sangat tebal dan
kompleks hingga resisten terhadap kondisi ekstrim lingkungan.
Endospora mampu `berkecambah` kembali menjadi sel vegetatif yang
aktif bila kondisi lingkungan telah kembali normal. Terdapat beberapa
metode pewarnaan spora bakteri, diantaranya yaitu metode Schaeffer-
Fulton dan metode Dorner. Pada metode Schaeffer-fulton, pewarna yang
digunakan adalah hijau malaksit dan safranin, sedangkan pada metode
Dorner, pewarna yang digunakan adalah carbol fuchsin yang dipanaskan
dan negrosin.
Pewarna dasar yang digunakan yaitu pewarna malakit hijau. Zat
ini mampu mewarnai sel maupun spora bakteri. Karena endospora sel
biasanya telah memiliki lapisan khusus yang sulit ditembus zat pewarna,
maka pemanasan dibutuhkan selama proses pengikatan warna dasar
untuk membantu proses penetrasi zat warna. Setelah pemberian warna
dasar, spora dan sel vegetatif bakteri akan terwarna hijau. Pencuci warna
dasar yang digunakan adalah air yang mengalir. Pewarna dasar yang ada
di dinding sel akan hilang sementara yang telah terperangkap dalam
spora akan bertahan. Sel vegetatif bakteri menjadi tak berwarna
sementara spora tetap terwarna hijau. Sel vegetatif bakteri ini kemudian
diwarnai dengan warna pembanding safranin. Dinding sel yang
menyerap safranin terwarna merah muda sementara spora tetap terwarna
hijau.
4. Pewarnaan Nukleus
Pewarnaan nukleus merupakan pewarnaan yang tujuannya untuk
mewarnai nukleus saja. Salah satu teknik pewarnaan nukleus yang
banyak digunakan yaitu teknik pewarnaan hematoksilin. Hematoksilin
akan mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan
senyawaan lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Jenis
hematoksilin yangsering dipakai adalah mayer, delafied, Erlich, Bullard
dan Bohmer, sedangkan counter staining yang dipakai adalah eosin,
safranin, dan phloxine.
Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa, artinya zat ini
mewarnai unsur basofilik jaringan. Hematoksilin memulas inti dan
strukutur asam lainnya dari sel (seperti bagian sitoplasma yang kaya-
RNA dan matriks tulang rawan) menjadi biru. Eosin bersifat asam
sehingga akan memulas komponen asidofilik jaringan seperti
mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Eosin mewarnai
sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda. Oleh karena itu
prinsip dari pewarnaan adalah terjadinya afinitas antara jaringan dengan
bahan pewarna, baik secara langsung, yaitu bahan cat dengan jaringan
dapat berikatan secara langsung, atau secara tidak langsung, yaitu bahan
cat dengan jaringan tidak dapat berikatan secara langsung, kecuali diberi
bahan perantara yang biasa disebut sebagai mordan (Setiawan, 2016).
Hasil pembacaan atau standar pengecatan hematoksilin-Eosin
(HE) yang baik (3+) menunjukan warna biru terang pada inti sel, warna
merah (eosin) pada sitoplasma dan jaringan ikat serta warna pada
preparat seragam (Ariyadi et al. 2017).
E. METODE PENELITIAN
Waktu Pelaksanaan :
Studi literatur : 1 April 2021 –
Alat dan Bahan :
1) Alat tulis
2) Jurnal
3) Makalah
4) Referensi Petunjuk Praktikum Mikrobiologi
5) Komputer/Laptop
6) Handphone
7) Sambungan Internet
Prosedur Kerja :
Kegiatan : Studi literatur
Mengumpulkan literatur (jurnal, ebook, buku, dll) mikrobiologi mengenai
definisi, tujuan, macam-macam teknik, serta prosedur kerja pewarnaan
bakteri dalam praktikum Mikrobiologi
Menyusun kesimpulan dari hasil dan pembahasan kajian studi literatur yang
telah dilakukan
F. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ilustrasi
Ilustrasi