Anda di halaman 1dari 30

Mata Kuliah : Kapita Selekta Mikrobiologi

Dosen Pembimbing : Mursalim, S.Pd, M.Kes

Pewarnaan Bakteri

Created by :

A. Suci Ramadhani Putri PO714203171001

Ade Suci Pratiwi PO714203171002

Alifah Naurah Nadifah Parewasi PO714203171003

Aliva Aulia PO714203171004

Alma Maudika Kahar PO714203171005

Andi Ainun Djariah PO714203171006

Andi Favian Orvala Ruhban PO714203171007

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
2020
A. PENDAHULUAN

Bakteri adalah mikroorganisme yang sangat sederhana yang tidak


bernukleus dan sifatnya berbeda dengan organisme yang mempunyai inti sel.
selain itu bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (yang berukuran
mikroscopis) akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk
melihat morfologinya maka dari itu dilakukan pewarnaan bakteri yang biasa
disebut pengenceran bakteri. pada umumnya larutan-larutan zat warna yang
digunakan adalah larutan encer yang lebih dari satu persen

Bakteri mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas. Bakteri


merupakan mikroorganisme yang berukuran mikroskopik. Selain mikroskopik,
bakteri juga hampir tidak berwarna atau transparan dan kontras dengan air.
Sehingga melihat dan mengamati bakteri dalam kedaan hidup sangat sulit. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri.
Ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi. Hal itu untuk mempermudah proses identifikasi bakteri.

Untuk mengamati bentuk atau ciri-ciri suatu mikroba menggunakan


mikroskop dapat digunakan dua cara yaitu mengamati sel mikroba yang masih
hidup tanpa diwarnai dan mengamati sel mikroba yang telah mati dengan
diwarnai. Untuk lebih mudah dilihat sebaiknya bakteri diwarnai dengan zat warna,
beberapa zat yang digunakan untuk mewarnai bakteri juga dapat digunakan untuk
mengamati struktur bagian dalam sel. Dengan adanya pewarnaan terutama bakteri
yang mempunyai sel dengan ukuran yang retif kecil akan lebih mudah terlihat di
bawah mikroskop dengan menggunakan lensa objektif minyak imersi yang
mempunyai tingkat pembesaran yang relatif tinggi. Berbagai macam tipe
morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan
dengan menggunakan pewarna sederhana.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi,


peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna
penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci
dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga
preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan
bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies.
Untuk mengidentifikasi suatu biakan murni bakteri hasil isolasi mula-mula
diamati morfologi sel secara mikroskopik melalui pengecatan atau pewarnaan,
salah satunya adalah dengan pewarnaan gram

B. IDENTIFIKASI BAKTERI DENGAN PEWARNAAN

Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur, dan


sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak
berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut di suspensikan.
Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk
diidentifikasi adalah dengan metode pengecatan atau pewarnaan, hal tersebut juga
berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding
sel bakteri melalui serangkain pengecetan. (Jimmo, 2008)

Identifikasi bakteri pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, hal ini
disebabkan karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna (Waluyo,
2007) . Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk
diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga
berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding
sel bakteri melalui serangkaian pengecatan. Pewarnaan atau pengecatan terhadap
mikroba banyak dilakukan baik secara langsung (bersama bahan yang ada)
ataupun secara tidak langsung (melalui biakan murni).

Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras


sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan.Zat warna yang digunakan bersifat
asam atau basa. Pada zat warna basa, bagian yang berperan dalam memberikan
warna disebut kromofor dan mempunyai muatan positif.

Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat
warna memiliki muatan negatif. Zat warna basa lebih banyak digunakan karena
muatan negatif banyak ditemukan pada permukaan sel. Contoh zat warna asam
antara lain cristal violet, methylen blue, safranin, Base Fuchsin, Malachite Green,
dll. Sedangkan zat warna basa antara lain Eosin, Congo Red dll ( Irawan, 2008).

Tujuan dari pewarnaan tersebut ialah untuk :

 Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, ataupun fungi.


 Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
 Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.
 Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat
fisik dan kimia yang ada akan dapat diketahui. (Suriawiria, 1999)

Pewarnaan bakteri pada umumnya bertujuan untuk mempermudah dalam


pengamatan morfologi bakteri dengan bantuan mikroskop. Bakteri umumnya
tidak berwarna dan hampir tidak terlihat karena kurang kontras dengan air dimana
mereka mungkin berada. Pewarnaan sangat dibutuhkan untuk melihat bakteri
dengan sangat jelas baik untuk pengamatan intraseluler maupun morfologi
keseluruhan. Pewarnaan terhadap bakteri secara garis besar, dibagi menjadi dua,
yaitu:

1. Pewarnaan bakteri hidup


Pewarnaan bakteri hidup dilakukan dengan menggunakan bahan
warna yang tidak toksis tetapi jarang dikerjakan karena bakteri hidup sukar
menyerap warna. Pewarnaan bakteri hidup dilakukan untuk melihat
pergerakan bakteri, serta pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan
tetes gantung (hanging drop)

2. Pewarnaan bakteri mati

Pewarnaan terhadap bakteri yang telah dimatikan disebut fixed


state. Pewarnaan bakteri mati bertujuan untuk melihat struktur luar bahkan
struktur dalam bakteri, memperjelas ukuran bakteri dan melihat reaksi
bakteri terhadap pewarna yang diberikan sehingga dapat diketahui sifat-
sifat fisik dan kimia dari bakteri tersebut.
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi empat
macam yaitu :

1. Pewarnaan Sederhana :

Pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan


menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau
olesan, yang sudah difiksasi. Prosedur Pewarnaan sederhana mudah dan
cepat, sehingga pewarnaan ini sering digunakan untuk melihat bentuk
ukuran dan penataan pada mikroorganisme bakteri pada bakteri dikenal
bentuk yang bulat (coccus), batang (basil), dan spiral (Lay, 1994).

2. Pewarnaan Negatif :

Pewarnaan yang dilakukan pada bakteri yang sukar diwarnai oleh


pewarna sederhana atau pewarnaan lainnya

3. Pewarnaan Diferensial :

Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan diantara sel-sel


mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Contohnya pada pewarnaan gram
, merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting
dan paling luas digunakan untuk bakteri

4. Pewarnaan Struktural. :

Mewarnai satu bagian dari sel sehingga dapat membedakan bagian-


bagian dari sel. Termasuk dalam pengecatan ini adalah pengectan
endospora, flagela dan pengecatan kapsul.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi,


peluntur warna, subtrat, intensifikasi, pewarnaan dan penggunaan warna penutup.
Suatu preparat yang sudah menyerap zat warna, kemudian dicuci dengan asam
encer maka zat warna terhapus. Sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan
terhadap asam encer. Bakteri-bakteri ini disebut bakteri tahan asam, dan ini
merupakan ciri khas bagi suatu spesies (dwidjoeseputro, 1994)
Langkah-langkah utama dalam persiapan spesimen mikroba untuk
pemeriksaan mikroskopis adalah :

1. Penempatan olesan atau lapisan spesiemen pada kaca objek


2. Fiksasi olesan pada kaca objek
3. Aplikasi pewarnaan tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian
larutan pewarna atau reagen (Pelczar,1986)

C. PROSEDUR KERJA PEWARNAAN BAKTERI

1. Pewarnaan Sederhana

Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-


sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan
bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena
sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna
yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin
(komponen kromoforiknya bermuatan positif).

Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara
komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang
disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik
pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya
muatan ini maka dapat dibedakan asam dan pewarna basa.

Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan-pewarnaan


sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa)
sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana
umumnya bersifat alkalin (komponen kromotofiknya bermuatan positif).

Alat dan Bahan :

Alat :

 Biakan Bakteri
 Kaca objek bersih
 Ose
 Bunsen atau lampu spiritus
 Mikroskop, minyak emersi, kertas lensa dan xylol

Bahan :

 Zat Warna ( CGV / Safranin / Methylen Blue / Fuchsin, dll)

Prosedur Kerja

1. Dibersihkan kaca preparat dan cover glass dengan menggunakan


alkohol sampai bebas lemak, lalu dibersihkan lagi dengan tisu.
Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
2. Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan diratakan diatas
kaca preparat.
3. Dikeringkan kaca preparat dengan diangin-anginkan hingga terbentuk
noda.
4. Difiksasi dengan dipanaskan diatas nyala lampu bunsen.
5. Didinginkan lalu diteteskan larutan zat warna crystal violet sebanyak 1
atau 2 tetes, dan dibiarkan selama 1 atau 2 menit.
6. Dicuci dengan aquades sampai sisa-sisa zat warna tercuci seluruhnya.
7. Dikeringkan dengan diangin-anginkan.
8. Diamati dengan menggunakan mikroskop.

2. Pewarnaan Negatif

Pewarnaan Negatif adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna


asam seperti Negrosin, Eosin, atau Tinta India sebagai pewarna utama.
Pewarnaan negatif dilakukan pada bakteri yang sukar diwarnai oleh
pewarna sederhana seperti spirochaeta. Pewarnaan negatif bertujuan untuk
memberi warna gelap pada latar belakang dan tidak memberi warna pada
sel bakteri.
Hal tersebut dapat terjadi karena pada pewarnaan negatif, pewarna
yang digunakan adalah pewarna asam dan memiliki komponen kromoforik
yang bermuatan negatif, yang juga dimiliki oleh sitoplasma bakteri.
Sehingga pewarna tidak dapat menembus atau berpenetrasi ke dalam sel
bakteri karena negatif charge pada permukaan sel bakteri. Pada pewarnaan
negatif ini, sel bakteri terlihat transparan (tembus pandang). Gambar
pewarnaan negative dilihat dari mikroskop

Alat dan Bahan :

Alat :

 Biakan Bakteri
 Kaca objek bersih
 Ose
 Bunsen atau lampu spiritus
 Mikroskop, minyak emersi, kertas lensa dan xylol

Bahan :

 Nigrosin / Tinta cina

Prosedur Kerja :

1. Dibersihkan object glass dan cover glass dengan menggunakan alkohol


sampai bebas lemak.
2. Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
3. Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan diratakan diatas
object glass.
4. Difiksasi dengan cara dipanaskan diatas nyala lampu bunsen.
5. Diteteskan larutan zat warna tinta cina diatas object glass hingga
merata.
6. Dikeringkan dengan diangin-anginkan.
7. Diamati dengan menggunakan mikroskop.
Hasil :
Latar belakang tampak hitam gelap dan sel bakteri terlihat transparan

2. Pewarnaan Diferensial

Pewarnaan differensial adalah pewarnaan yang mampu mendiferensiasi


atau membedakan bakteri, sehingga bakteri dapat digolongkan menjadi dua yaitu
Gram negatif dan Gram positif. untuk membedakan antara pneumokokus dan
bakteri Klebsiella pneumoniae.

Teknik pewarnaan diferensial menggunakan senyawa pewarna yang lebih


dari satu jenis. Diperlukan untuk mengelompokkan bakteri misalnya, bakteri gram
positif dan gram negatif atau bakteri tahan asam dan tidak tahan asam. Juga
diperlukan untuk mengamati struktur bakteri seperti flagela, kapsula, spora, dan
nukleus.

Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat


warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif akan
mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol,
sementara bakteri gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna
penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua
bakteri gram negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini
berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel mereka.

A. Perwarnaan Gram

Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris


untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni
gram positif dan gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding
sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan
Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik
ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri
Klebsiella pneumoniae. Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak
mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram.
Bakteri gram positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap
setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram negatif tidak. Pada
uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan
setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram negatif menjadi
berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk
mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur
dinding sel mereka.

1. Bakteri Gram Negatif

Bakteri gram negative adalah bakteri yang tidak mempertahankan


zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif
akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alcohol,
sementara bakteri gram negative tidak. Bakteri gram negatif memiliki 3
lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipoposakarida (lipid)
kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan
safranin akan berwarna merah. Bakteri gram positif memiliki selapis
dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal. Setelah pewarnaan dengan
kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh
alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru (Fitria, 2009).

2. Bakteri Gram Positif

Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat


warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan
berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram
negative akan berwarna merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua
jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel
bakteri (Aditya,2010)

Bakteri gram positif menunjukkan warna biru atau ungu dengan


pewarnaan ini, sedangkan bakteri gram negatif menunjukkan warna
merah. Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada
bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri.
Bakteri gram positif mengandung protein dan gram negatif mengandung
lemak dalam presentase lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Pemberian
alkohol (etanol) pada praktikum pewarnaan bakteri, menyebabkan
terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas dinding sel.
Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi
berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram
positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori – pori
mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga
pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu, yang
merupakan warna dari Kristal Violet.

Alat dan Bahan :

Alat :

 Biakan Bakteri
 Kaca objek bersih
 Ose
 Bunsen atau lampu spiritus
 Mikroskop, minyak emersi, kertas lensa dan xylol
Bahan :
 Gram A (cat Kristal violet)
 Gram B (Lugol iodine)
 Gram C (etanol : aseton = 1:1)
 Gram D (cat safranin).

Cat Gram A berwarna ungu (kristal violet). Cat Gram A


merupakan cat primer yang akan memberi warna mikroorganisme
target. Pada saat diberi cat ini, semua mikroorganisme akan
berwarna ungu sesuai warna cat. Komposisi cat A yaitu

 Kristal violet : 2 gram


 Alkohol 95% : 20 ml
 Aquadest : 80 ml
 Amonium oksalat : 0,8 gram

Cat Gram B berwarna coklat. Cat Gram B merupakan cat


Mordan, yaitu cat atau bahan kimia yang berfungsi memfiksasi cat
primer yang diserap mikroorganisme target. Akibat pemberian cat
Gram B, maka pengikatan warna oleh bakteri akan lebih baik
(lebih kuat). Komposisi cat B yaitu :

 Iodium : 1 gram
 Kalium iodida : 2 gram
 Aquadest : 300ml

Cat Gram D Merupakan cat skunder atau kontras. Cat ini


berwarna merah berfungsi sebagai pemberi warna mikroorganisme
non target. Cat Skunder mempunyai spektrum warna yang berbeda
dari cat primer. Akibat pemberian cat gram D yaitu Bakteri gram
positif akan tetap berwarna ungu karena tidak jenuh mengikuti cat
gram A sehingga tidak mampu lagi mengikat cat gram D dan
Bakteri gram negatif berwarna merah karena cat sebelumnya telah
dilunturkan oleh cat gram C, maka akan mampu mengikat cat gram
D. Komposisi cat gram D yaitu :

 Safranin O : 0,25 gram


 Alkohol 95% : 10 ml
 Aquadest : 90 ml

Prosedur Kerja

1. Dibersihkan object glass dan cover glass dengan menggunakan


alkohol sampai bebas lemak, lalu dibersihkan lagi dengan tisu.
2. Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
3. Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan diratakan
diatas object glass.
4. Dikeringkan object glassdengan diangin-anginkan hingga
terbentuk noda.
5. Difiksasi dengan dipanaskan diatas lampu bunsen.
6. Didinginkan, lalu diteteskan zat warna crystal violet sebanyak 2
atau 3 tetes dan dibiarkan selama 1 menit.
7. Dicuci dengan aquades sampai sisa-sisa zat warna tercuci
seluruhnya.
8. Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
9. Diteteskan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit.
10. Dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan diangin-anginkan.
11. Dicuci dengan alkohol selama 30 detik.
12. Diteteskan larutan zat warna safranin sebanyak 2 atau 3 tetes.
13. Diamati dengan menggunakan mikroskop.

Hasil :

Bakteri gram positif : berwarna ungu

Bakteri gram negatif : berwarna merah

B. Pewarnaan Tahan Asam (BTA)

Beberapa spesies bakteri pada genus Mycobacterium,


Cryptosporidium dan Nocardia tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan
sederhana. Namun, mikroorganisme ini dapat diwarnai dengan
menggunakan Karbol Fuchsin yang dipanaskan. Panas membuat pewarna
dapat terserap oleh sel bakteri karena panas dapat menghilangkan lapisan
lilin pada dinding sel bakteri. Sekali bakteri tahan asam menyerap karbol
fuchsin, maka akan sangat sulit untuk dilunturkan dengan asam-alkohol,
oleh karena itu mereka disebut bakteri tahan asam. Bakteri tahan asam
memiliki kadar lemak (asam mycolic) yang tinggi pada dinding sel
mereka.
Pada pewarnaan bakteri asam menggunakan metode Ziehl-Neelsen
(juga disebut Hot Stain), bakteri tahan asam akan berwarna merah karena
menyerap pewarna karbol fuchsin yang dipanaskan, karena pada saat
pemanasan dinding sel bakteri yang memiliki banyak lemak membuka
sehingga pewarna dapat terserap. Namun tidak dapat dilunturkan dengan
asam alkohol karena pada saat suhu normal lemak pada dinding sel bakteri
kembali menutup, sehingga ketika diwarnai dengan pewarna tandingan,
yaitu Methylene Blue, warnanya tetap merah.

Berbeda dengan bakteri tidak tahan asam, ia akan menyerap


pewarna tandingan yaitu methylene blue sehingga berwarna biru. Pada
metode Kinyoun-Gabbet, tidak perlu dilakukan pemanasan, maka dari itu
metode Kinyoun-Gabbet juga disebut Cold Stain. Metode Kinyoun-Gabbet
tidak perlu dilakukan dengan pemanasan karena pada pewarna Kinyoun
terdapat alkali fuchsin dengan konsentrasi yang tinggi, sehingga walau
tanpa pemanasan dapat menghilangkan lapisan lilin pada dinding sel
bakteri tahan asam.

Komposisi Kinyoun antara lain: alkali fuchsin, fenol, alkohol


95%, dan aquades. Sebagai pewarna tandingan adalah Gabbet, yang
memiliki komposisi antara lain : methylene blue, asam sulfat 96%, alkohol
murni, dan aquades. Sama seperti pada metode Ziehl-Neelsen, bakteri
tahan asam akan berwarna merah, sedangkan bakteri tidak tahan asam
akan berwarna biru

Alat yang digunakan

 Biakan Bakteri
 Kaca objek bersih
 Ose
 Bunsen atau lampu spiritus
 Mikroskop, minyak emersi, kertas lensa dan xylol

Metode Pewarnaan :
1. Pewarnaan Ziehl-Neelsen

Reagensia :

 Karbol fukhsin :
 Fukhsin Basa 0.3 gram
 Alkohol 95% 10 ml
 Feno; kristal 5 gram
 Aquadest 95 ml
 Camprkan larutan A dan B
 Asam Alkohol :
 HCL 3 ml
 Alkohol 95% 97 ml
 Methylen blue :
 Biru Metilen 0.3 gram
 Aquadest 100 ml

Prosedur Kerja

1. Buat apusan/ sediaan pad kaca objek dengan ukuran 2x3cm ,fiksasi
2. Warnai dengan karbol fuksin selama 5 menit sambil dipanasi
dengan api kecil dibawah sediaan. Panasnya dipertahankan sampai
keluar uap tetapi jangan sampai mendidih
3. Cuci dengan air
4. Cuci dengan asam alkohol selama 20 detik
5. Cuci dengan air mengalir
6. Warnai dengan biru metilen 1% selama 1 menit
7. Cuci dengan air dan keringkan
8. Periksa dengan mikroskop

Hasil

 Bakteri tahan asam ( BTA), berwarna merah


 Bakteri tidak tahan asam, berwarna biru

2. Pewarnaan Kinyoouin-Gabbet:

Reagensia :

 Larutan Kinyoun :
 Fukhsin Basa 4 gram
 Alkohol 95% 20 ml
 Fenol kristal 8 gram
 Aquadest 100 ml
 Larutan Gabbet:
 Methylen blue 0.3 gram
 Aquadest 100 ml

Prosedur Kerja :

1. Buat apusan/sediaan pada kaca objek, fiksasi


2. Tuangkan larutan Kinyoun pada sediaan tersebut selama 3 menit
3. Cuci dengan air selama 30 menit
4. Tuang dengan larutan Gabbet selama 1 menit
5. Cuci dengan air dan keringkan di udara
6. Amati di bawah mikroskop

Hasil

 Bakteri tahan asam ( BTA), berwarna merah


 Bakteri tidak tahan asam, berwarna biru

Cara pembacaan preparat BTA menurut International Union Againts


Tuberculosis Lung diseases ( IUATLD)

 Apabila tidak ditemukan BTA dalam 100 Lapang Pandang, maka


dilaporkan negatif
 Apabila ditemukan 1 - 9 BTA dalam 100 lapang pandang, maka
dilaporkan dengan menulis jumlah BTA yang ditemukan
 Apabila ditemukan 10 - 90 BTA dalam 100 lapang pandang, maka
dilaporkan Positif 1 (+)
 Apabila ditemukan 1-10 BTA dalam 1 Lapang Pandang , maka dilaporkan
Positif 2 (++)
 Apabila ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang Pandang, maka dilaporkan
Positif 3 (+++)

C. Pewarnaan Khusus

Pada umumnya, olesan bakteri terwarnai mengungkapkan ukuran,


bentuk, susunan dan adanya struktur internal seperti spora dan butiran zat
pewarna khusus diperlukan untuk melihat bentuk kapsul atau pun flagella, dan
hal-hal terperinci tertentu di dalam sel. Zat pewarna adalah garam yang terdiri
atas ion positif dan ion negatif, yang salah satu diantaranya berwarna (Volk
dan Whleer, 1998).

Pewarnaan struktural ditujukan untuk melihat bagian tertentu bakteri.


Yang termasuk dalam pewarnaan struktural ialah :

1. Pewarnaan Spora

Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu


genus Bacillus dan genus Clostridium. Struktur spora yang terbentuk di
dalam tubuh vegetatif bakteri disebut sebagai ‘endospora’ (endo = dalam,
spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana,
dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami
dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki
beberapa lapisan tambahan. Dengan adanya kemampuan untuk
membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang
ekstrim.
Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore
ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai
beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru
di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.

Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri


diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora.
Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan tersebut adalah dengan
penggunaan larutan Hijau Malakit 5%, dan untuk memperjelas
pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan Safranin 0,5%
sehingga sel vegetatif ini berwarna merah, sedangkan spora berwarna
hijau.

Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan


posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun
ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses
pewarnaannya melibatkan proses pemanasan, yaitu; spora dipanaskan
bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat warna
tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.

Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai


spora bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri.
Semua spora bakteri mengandung asam dupikolinat, yang mana subtansi
ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan,
senyawa ini khas dimiliki oleh spora. Dalam proses pewarnaan, sifat
senyawa inilah (asam dupikolinat) yang kemudian dimanfaatkan untuk
diwarnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau
malakit. Sedangkan menurut Pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam
spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan
peptidoglikan.

Terdapat beberapa metode pewarnaan spora bakteri, diantaranya


yaitu metode Schaeffer-Fulton dan metode Dorner. Pada metode
Schaeffer-fulton, pewarna yang digunakan adalah hijau malaksit dan
safranin, sedangkan pada metode Dorner, pewarna yang digunakan adalah
carbol fuchsin yang dipanaskan dan negrosin.

Alat yang digunakan

1. Biakan Bacillus subtilis berumur 48-72 jam dalam agar miring AN


2. Kaca objek bersih
3. Ose
4. Bunsen atau lampu spiritus
5. Mikroskop, minyak emersi, kertas lensa dan xylol

Metode Kerja

1. Metoda Schaeffer-fulton

Reagensia :

Malachite-green :

 Malachite green 5 gram


 Aquades 100 ml

Safranin :

 Safranin O : 0,25 gram


 Alkohol 95% : 10 ml
 Aquadest : 90 ml

Prosedur Kerja :

1. Dibersihkan object glass dan cover glass dengan


menggunakan alkohol sampai bebas lemak, lalu
dibersihkan lagi dengan tisu.
2. Difiksasi diatas nyala lampu bunsen.
3. Diambil secara aseptik satu ose suspensi bakteri dan
diratakan diatas object glass.
4. Dikeringkan object glass dengan diangin-anginkan
hingga terbentuk noda.
5. Ditutup object glass dengan kertas saring.
6. Diteteskan malachite green sebanyak 2 atau 3 tetes.
7. Dilewatkan diatas api lampu bunsen hingga terlihat uap,
jangan sampai zat warna mendidih dan mengering.
8. Didiamkan 1 menit lalu dibuang kertas saring.
9. Dicuci dengan aquades dan dibiarkan selam 30 detik.
10. Diteteskan safranin dan dibiarkan selama 30 detik.
11. Diangin-anginkan hingga zat warna kering.
12. Diamati dengan menggunakan mikroskop.

Hasil Pewarnaan :

Spora hijau, bakteri berwarna merah

2. Metode Klein

Reagensia :

 Karbol Fuchsin:
 Larutan jenuh fuksin dalam alkohol 10 ml
 Fenol 5% 90 ml
 H2SO4
 Metilen Biru
 Methylen Blue 1,48 gram
 Alkohol 95% 100 ml

Prosedur Kerja :

1. Buat suspensi bakteri dalam NaCl fisiologis steril, lalu


tambahkan karbol fuchin sama banyak
2. Panaskan campuran tersebut selama 6 menit atau dalam
pemanas aur 800 C selama 10 menit
3. Buat sediaan, kemudian celupkan ke dalam larutan
H2SO4 1% selama 2-3 detik
4. Cuci dengan air, tuangi metilen blue selama 2-4 menit
5. Cuci dan keringkan
6. Amati dengan mikroskop

Hasil Pewarnaan :

Spora berwarna merah, sel bakteri berwarna biru

D. Pewarnaan Kapsul

Beberapa jenis bakteri mengeluarkan bahan-bahan yang amat


berlendir dan lengket pada permukaan selnya, dan melengkungi dinding sel.
Bila bahan berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang
pasti ( bundar/lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila bentuknya tidak
teratur dan kurang menempel dengan erat pada sel bakteri disebut selaput
lendir.

Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tetapi dapat
berfungsi sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik
dalam tubuh inang maupun dialam bebas) atau perlindungan terhadap
dehidrasi. Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi
produksinya sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat
ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan. Komposisi medium juga dapat
mempengaruhi ukuran kapsul.

Ukuran kapsul berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat


berbeda diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies. Pada beberapa
jenis bakteri adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi. Semua kapsul bakteri
tampaknya dapat larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang berupa
glukosa (misalnya dektrosa pada leokonostok mesendteroides), polimer gula
amino (misalnya asam hialuronat pada Staphylococcus piogenik), polipeptida
(misalnya polimer asam D-glutamat pada Bacillus antraksis) atau kompleks
polisakarida, dan glikoprotein ( misalnya B disentri).

Pewarnaan kapsul tidak dapat dilakukan sebagaimana melakukan


pewarnaan sederhana, pewarnaan kapsul dilakukan dengan menggabungkan
prosedur dari pewarnaan sederhana dan pewarnaan negatif. Masalahnya
adalah ketika kita memanaskan preparat dengan suhu yang sangat tinggi
kapsul akan hancur, sedangkan apabila kita tidak melakukan pemanasan pada
preparat, bakteri akan tidak dapat menempel dengan erat dan dapat hilang
ketika kita mencuci preparat. Pewarnaan kapsul menggunakan pewarna Kristal
Violet dan sebagai pelunturnya adalah Copper Sulfate.

Kristal violet memberikan warna ungu gelap terhadap sel bakteri


dan kapsul. Namun kapsul bersifat nonionic, sehingga pewarna utama
tidak dapat meresap dengan kuat pada kapsul bakteri. Copper sulfate
bertindak sebagai peluntur sekaligus counterstain, sehingga mengubah
warna yang sebelumnya ungu gelap menjadi biru muda atau pink. Maka
dari itu pada pewarnaan kapsul, kapsul akan transparan sedangkan sel
bakteri dan latar belakangnya akan berwarna biru muda atau pink.

Pewarnaan Kapsul Metode Burry-Gins

Alat dan Bahan :

Bahan :

 Klebsiella pneumonia berumur 36-48 jam


 Tinta cina
 Zat warna : Kristal violet/ safranin/metilen blue/ karbol
fuchin ( 1:10)

Alat :

 Kaca objek bersih


 Ose
 Mikroskop, minyak emersi, kertas lensa dan xylol
 Lampu spirtus/bunsen

Prosedur Kerja :

1. Sediakan dua buah kaca objek bersih dan bebas lemak


2. Ambil seujung ose koloni Klebsiella pneumonia dari media
Agar Mac Conkey, kemudian suspensikan dengan larutan NaCl
fisiologis di bagian kaca objek
3. Teteskan satu tetes tinta cina pada suspensi bakteri
4. Campurkan dengan tetesan tinta cina tadi sampai homogen
5. Dengan kaca objek kedua, sebarkan campuran tinta cina dan
bakteri tersebut disepanjang permukaan kaca objek pertama
6. Biarkan kering lalu dengan hati-hati fiksasi di atas api supaya
apusan melekat pada kaca objek
7. Genangi olesan bakteri tersebut dengan slah satu zat warna
( Kristal violet 1 menit, Metilen Blue selama 3 menit, Karbol
fuchin (1:10) selama 1 menit, atau safranin selama 1 menit
8. Cuci dengan air mengalir, yang tidak terlalu deras dengan hati-
hati
9. Keringkan di udara atau diantara kertas saring lalu amati di
bawah mikroskop

Hasil :

Kapsul akan tampak sebagai daerah being/jernih


mengelilingi bakteri yang berwarna, sedangkan latar belakangnya
gelap.

E. Pewarnaan Granulla

Ada beberapa metode pewarnaan granula, di antaranya adalah Loeffler,


Albert dan Neisser. Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan
adalah metode Neisser, sedangkan metode Albert dan Loeffler kurang popular
karena tidak diajarkan pada praktikum mikrobiologi. Tetapi, pewarnaan metode
Albert sering dibahas pada buku-buku terbitan WHO. Granula metakromatik
disebut juga granula volutin. Granula metakromatik tidak hanya ditemukan pada
Corynebacterium diphteriae tetapi juga di beberapa bakteri selain bakteri tersebut,
fungi, algae, dan protozoa.

Granula metakromatik mengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan


protein. Granula metakromatik sangat mungkin mempunyai fungsi sebagai
sumber cadangan energi. Metode Neisser menggunakan pewarna neisser A,
neisser B, dan neisser C. Neisser A mengandung biru metilen, alkohol 96%, asam
pekat dan aquades. Neisser B mengandung kristal violet, alkohol 96%, dan
aquades. Sedangkan neisser C mengandung crysoidine dan aquades.

Metode Albert menggunakan pewarna Albert I dan Albert II. Albert I


mengandung toluidin blue, malachiet green, alkohol 95%, asam asetat glacial, dan
aquadest. Sedangkan pada Albert II mengandung KI, iodium kristal dan aquadest.

Granula methakromatik atau volutin merupakan bahan makanan cadangan


yang sangat mudah menyerap cat basa seperti basic fuchin dan kristal violet.
Umumnya granula ini banyak terdapat pada sel-sel tua yang telah terhenti
pertumbuhannya. Adanya granula ini digunakan untuk membantu identifikasi
bakteri.

Alat :

 Pembakar Bunsen ( lampu spirtus)


 Ose
 Objek glass
 Bak pewarnaan
 Mikroskop
 Kertas lensa
 Lensa serap
Bahan :

Biakan ( kultur) berumur 24-48 jam Corynebacterium diptheriae dalam agar


Loeffler

Metode Kerja :

Pewarnaan Neisser

Reagensia :

 Neisser A
 Biru Metilen 0,1 gram
 Alkohol 96% 2 ml
 Asam Asetat Glasial 5 ml
 Aquades 95 ml
 Neisser B
 Kristal Violet 1 gram
 Alkohol 96% 10 ml
 Aquades 300 ml
 Neisser C
 Crysoidine 2 gram
 Aquades 100 ml

Cara pewarnaan Metode Neisser :


1. Pada sediaan yang telah difiksasi dituangkan larutan Neisser A+B
didiamkan selama 1-2 menit
2. Dikeringkan dengan kertas serap
3. Ditambahkan larutan Neisser C selama 1 menit
4. Dikeringkan dengan kertas serap

Hasil :
Granula bakteri berwarna biru gelap atau biru hitam (warna darineisser A
ditambah neisser B), sedangkan sitoplasma bakteri berwarna kuning kecoklatan
(warna dari neisser C)

Pewarnaan Albert

Reagensia :

 Albert I
 Toluidin Blue 0,15 gram
 Malachiet Green 0,2 gram
 Alkohol 95% 2 ml
 Asam Asetat Glacial 1 ml
 Aquadest 300 ml
 Albert II
 KI 3 gram
 Iodium Kristal 2 gram
 Aquadest 300 ml

Cara pewarnaan Metode Albert :

1. Tuangkan larutan Albert I pada sediaan yang telah difiksasi dan diamkan
selama 5 menit

2. Buang pewarna dan jangan dicuci

3. Tambahkan larutan Albert II, kemudian diamkan selama 1 menit

4. Cuci dengan air kran selama beberapa detik

5. Keringkan di udara.

Hasil :

Badan bakteri : Berwarna kuning hijau


Granula : Berwarna hitam/ungu tua

1. Pewarnaan Flagella

Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Flagel mengakibatkan


bakteri dapat bergerak berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang
disebut flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah. Berdasarkan jumlah dan
letak flagelnya, bakteri dibedakan menjadi monotrik, lopotrik, amfitrik, peritrik
dan atrik. Prinsip pewarnaan flagella adalah membuat organel tersebut dapat
dilihat dengan cara melapisinya dengan mordant dalam jumlah yang cukup. Dua
metode pewarnaan flagella, yaitu metode Gray dan metode Leifson.

Metode Gray digunakan untuk mendapat hasil yang lebih baik dan
mengena walaupun dalam metode ini tidak dilakukan pencelupan yang khusus.
Pada pewarnaan flagella larutan kristal violet bertindak sebagai pewarna utama,
sedangkan asam tannic dan alumunium kalium sulfat bertindak sebagai mordant.
Kristal violet akan membentuk endapan disekitar flagel, sehingga meningkatkan
ukuran nyata flagel.

Alat :

 Kaca objek bersih


 Ose
 Mikroskop,
 kertas lensa dan xylol
 Lampu spirtus/bunsen

Metode Kerja

Pewarnaan Gray

Reagensia :

 Larutan Mordant
 Larutan KAl (Potassium Aluminium)
 Asam Tonat 20%
 HgCl2 20%
 Larutan Jenuh Fuchsin dalam Alkohol
 Carbol Fuchsin
 Kultur Bakteri yang berflagel

Prosedur Kerja :

1. Sediakan dua buah kaca objek bersih dan bebas lemak


2. Di teteskan satu tetes kultur bakteri bakteri padasalah satu ujung objek
glass tegakkan pada rak sehingga terjadi aliran ke bawah biarkan
kering di udara.
3. Digenangi dengan larutan Mordant, diamkan selama 5-10 menit
4. Cat dibuang lalu di bilas air
5. Digenangi dengan Carbol Fuchsin selama 5-10 menit
6. Cat dibuang lalu di bilas air, dan keringan
7. Tambahkan setetes oil emersi pada preparat
8. Diperiksa dibawah mikroskop menggunakan lensa objektif 100x

Hasil :

Flagel : Berwarna Merah

Pewarnaan Leifson

Reagensia :

 Leifson A
 Fuchsin 0,5 g
 Alcohol 95% 50 ml
 Leifson B
 Tannic Acid 1,5 g
 NaCl 0,75 g
 Aquadest 100 ml
 Oil Emersi

Prosedur Kerja

1. Sediakan dua buah kaca objek bersih dan bebas lemak


2. Di teteskan satu tetes kultur bakteri bakteri padasalah satu ujung objek
glass tegakkan pada rak sehingga terjadi aliran ke bawah biarkan
kering di udara.
3. Digenangi dengan larutan Mordant, diamkan selama 5-10 menit
4. Cat dibuang lalu di bilas air
5. Digenangi dengan Carbol Fuchsin selama 5-10 menit
6. Cat dibuang lalu di bilas air, dan keringan
7. Tambahkan setetes oil emersi pada preparat
8. Diperiksa dibawah mikroskop menggunakan lensa objektif 100x

Hasil

Flagel : Berwarna Merah


Daftar Pustaka

Bakhri, Syamsul dkk. 2017. Penuntun & Jurnal Praktikum Bakteriologi I.


Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar.

Hiaranya, Meganada Putri; Sukini; Yodong. 2017. Mikrobiologi. Buku Bahan


Ajar Keperawatan Gigi, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan. 401 halaman.

Mursalim. 2018. Bakteriologi Klinik. Makassar: Politeknik Kesehatan Kemenkes


Makassar.

Steffi Grafalah. 2017. Pengecatan Flagella. Universitas Hasanuddin Makassar.

Anda mungkin juga menyukai