Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN AWAL MIKROBIOLOGI

“PENGECATAN JASAD RENIK”

GRUP C/SESI E1

DISYA THAGRINA ARUBA (18031010175)

LABORATORIUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA II


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Bakteri adalah salah satu mikroorganisme yang hidup hampir tidak berwarna
dan kontras dengan air. Mikroorganisme juga sulit dilihat dengan mikroskop cahaya
karena tidak mengabsorpsi atau membiaskan cahaya. Salah satu cara untuk
mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi adalah dengan
metode pengecatan atau pewarnaan. Titik penggunaan zat warna memungkinkan
pengamatan struktur sel seperti spora. Sehingga mikroorganisme lebih mudah untuk
diamati.
Pewarnaan bakteri berfungsi untuk melihat mikroorganisme dengan bantuan
mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorspi ataupun membiaskan cahaya. Istilah
pewarnaan sederhana dapat diartikan dalam mewarnai sel bakteri hanya digunakan 1
macam zat warna saja. Pewarnaan terhadap mikroba, tidak bisa dilakukan dengan
begitu saja tetapi harus melalui cara dan tahapan yang sudah ditentukan. Ini
mengingat isi kandungan yang ada dalam mikrobia, khususnya bakteri yang mungkin
akan memberikan reaksi terhadap pewarna yang diberikan.   Oleh karena itu penting
melakukan percobaan pengecatan jasad renik untuk mempermudah mengamati jasad
renik pada mikroskop.
I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam metode pengecatan jasad renik
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dan struktur jasad renik
3. Untuk mengetahui perbedaan pengecatan sederhana dan khusus
I.3 Manfaat
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan jasad renik
2. Mengetahui aplikasi pengecatan jasad renik
3. Memahami fiksasi dalam pengecatan jasad renik
BAB II

TINJAAN PUSTAKA

II.1 Secara Umum


Untuk mengamati bentuk atau ciri-ciri suatu mikroba menggunakan mikroskop
dapat digunakan dua cara yaitu sel mikroba yang masih hidup tanpa diwarnai dan
mengamati sel mikroba yang telah mati dengan diwarnai. Dengan adanya pewarnaan
terutama bakteri yang mempunyai sel dengan ukuran yang relatif kecil akan lebih
mudah terlihat di bawah mikroskop. Berbagai macam tipe morfologi bakteri (coccus,
basil, spirilium, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarnaan
sederhana.
Istilah pewarnaan sederhana dapat diartikan dalam mewarnai sel bakteri hanya
digunakan 1 macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan
pewarna pewarnaan sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilikbasofilik (suka
akan basa) sedangkan zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana
umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif) (Putri,
2017).
II.1.1 Prinsip pengecetan
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya
berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif.
Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena
reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbed Perbedaan inilah yang
digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri (Suriawa, 1986).
Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen
seluler dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarnaan yang disebut kromogen.
Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun
pada pewarnaan. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan pewarna
asam dan pewarna basa. Teknik Pewarnaan bukan pekerjaan yang sulit tapi perlu
ketelitian dan kecermatan bekerja serta mengikuti aturan dasar yang berlaku (Putri,
2017).

II.1.2 Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pengecetan Jasad Renik


1. Preparat bakteri harus benar-benar kering sebelum diwarnai
2. Dalam melakukan pewarnaan bakteri harus memperhatikan cat yang
digunakan dengan jenis pewarnaan yang dilakukan
3. Untuk menghindari hilangnya sediaan pada preparat, cucilah sediaan dengan
air mengalir secara perlahan-lahan
(Rohmi, 2016)

II.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengecetan Jasad Renik


1. Fiksasi
Untuk membunuh bakteri secara cepat dengan relatif tidak menyebabkan
perubahan bentuk dan struktur bakteri, melekatkan bakteri di atas kaca objek,
dan meningkatkan sifat afinitas pewarna. Cara fiksasi yang paling sering
dilakukan dalam pewarnaan bakteri adalah cara fisik dengan pemanasan.
2. Peluntur warna
Pelunturan zat warna adalah suatu senyawa yang menghilangkan warna dari
sel yang telah diwarnai. Hal ini berfungsi untuk menghasilkan kontras yang
baik pada bayangan mikroskop.
3. Substrat
Berpengaruh pada zat warna asam atau basa yang dapat bereaksi dengan
senyawa tertentu.
4. Penggunaan zat warna penutup
Zat warna penutup adalah suatu zat warna basa yang berada warnanya dengan
zat warna mula-mula yang digunakan. Fungsi dari zat warna penutup adalah
memberikan warna pada sel yang berbeda warnanya dengan zat warna mula-
mula. Zat warna penutup diberikan pada akhir pewarnaan dengan tujuan
memberikan kontras pada sel-sel yang tidak menyerap warna utama.
II.1.4 Fungsi dan Tujuan Pengecetan Jasad Renik

Identifikasi bakteri pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, hal ini
disebabkan karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna. Salah satu cara
untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk identifikasi ialah dengan
metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui
sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian
pengecatan. Atau pengecatan terhadap mikroba banyak dilakukan baik secara
langsung (bersama bahan yang ada) ataupun secara tidak langsung (melalui biakan
murni) (Putri, 2107).

Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan


mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan
struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik
dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras
mikroorganisme dengan sekitarnya (Pelczar, 2008). Tujuan lainnya dari pengecetan
jasad renik adalah :

1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, ataupun fungi.


2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik
dan kimia yang ada akan dapat diketahui.
II.1.5 Macam-Macam Pengecetan Jasad Renik
1. Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna
tunggal. Pewarnaan sederhana bertujuan untuk memberikan kontras antara
bakteri dan latar belakang. Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan
ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna
yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik
pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini
maka dapat dibedakan asam dan pewarna basa.
a Pewarnaan Asam
Pewarna asam dapat terjadi karena bila senyawa pewarna bermuatan negatif.
Dalam kondisi pH mendekati netral dinding sel bakteri cenderung bermuatan
negatif, sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan ditolak oleh
dinding sel, maka sel tidak berwarna. Pewarna asam ini disebut pewarna
negatif. Contoh pewarna asam misalnya: tinta cina, larutan nigrosin, asam
pikrat, eosin, dll.
b. Pewarnaan Basa
Pewarna basa bisa terjadi bila senyawa pewarna bersifat positif, sehingga
akan diikat oleh dinding sel bakteri dan sel bakteri ini jadi berwarna dan
terlihat. Contoh dari pewarna basa misalnya metilen biru, kristal violet,
safranin, dan lain-lain.
2. Pewarnaan Negatif
Pewarnaan Negatif adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna asam
seperti Negrosin, Eosin, atau Tinta India sebagai pewarna utama. Pewarnaan
negatif dilakukan pada bakteri yang sukar diwarnai oleh pewarna sederhana
seperti spirochaeta. Pewarnaan negatif bertujuan untuk memberi warna gelap
pada latar belakang dan tidak memberi warna pada sel bakteri.
3. Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram positif
dan gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Bakteri
Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu
pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif akan mempertahankan zat
warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram
negatif tidak.
4. Pewarnaan Tahan Asam (Metode Ziehl-Neelsen)
Pada pewarnaan bakteri asam menggunakan metode Ziehl-Neelsen (juga
disebut Hot Stain), bakteri tahan asam akan berwarna merah karena menyerap
pewarna karbol fuchsin yang dipanaskan, karena pada saat pemanasan dinding
sel bakteri yang memiliki banyak lemak membuka sehingga pewarna dapat
terserap. Namun tidak dapat dilunturkan dengan asam alkohol karena pada saat
suhu normal lemak pada dinding sel bakteri kembali menutup, sehingga ketika
diwarnai dengan pewarna tandingan, yaitu Methylene Blue, warnanya tetap
merah.
5. Pewarnaan Spora
Dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat
menembus dinding tebal spora. Ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan
posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada
juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya
melibatkan proses pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat
warna tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke
dalam dinding pelindung spora bakteri.
(Putri, 2017)
II.1.6 Perbedaan Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram positif adalah bakteri yang dapat mempertahankan zat warna
metal ungu suatu proses pewarnaan gram bakteri jenis ini berwarna biru atau ungu
dibawah mikroskop, sedangkan bakteri gram negative akan berwarna merah muda.
Perbedaan dua jenis bakteri ini didasarkan pada:
1. Perbedaan struktur dinding sel bakteri.
Bakteri gram negative memiliki 3 lapisan dinding sel, lapisan terluar yaitu lipid
kemungkinan tercuci oleh alcohol, sehingga pada saat pewarnaan dengan
safranin akan berwarna merah, bakteri gram positif memiliki dinding sel berupa
peptidoglican yang tebal setelah pewarnaan dengan Kristal violet, pori-pori
menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan
warna ungu.
(Fitria 2009).
2. Perbedaan ketebalan antara kedua golongan
Dinding sel bakteri Gram negatif pada umumnnya lebih tipis dari yang dimiliki
bakteri Gram positif. Presentasi kandungan lipid bakteri Gram negatif lebih
tinggi daripada Gram positif.
3. Perbedaan permeabilitas antara kedua golongan bakteri itu, yaitu pada bakteri
Gram negatif kandungan peptidoglikan jauh lebih sedikit sehingga kerapatan
jalinannya jauh lebih sedikit daripada bakteri gram posiif.
(Razali 1987).
II.1.7 Fiksasi
Fiksasi dikenal sebagai proses fisiokimia di mana sel atau jaringan difiksasi
secara kimiawi. Akibatnya, jaringan atau sel dapat memerangi pengobatan berturut-
turut dengan reagen berbeda dengan kerusakan morfologi yang dapat diabaikan.
Fiksasi yang ideal melibatkan perkembangan episode kimiawi yang rumit. Fiksasi
harus mampu mempertahankan struktur seluler dan arsitektur jaringan dengan cara
yang hidup. Untuk keperluan pemrosesan jaringan dalam histopatologi, fiksasi
jaringan dianggap sebagai langkah yang perlu dan esensial. Fiksasi memperbaiki
keadaan fisiokimia jaringan sehingga mengubah sifat reaktif komponen seluler untuk
noda. (Tomar,2019)
II.1.8 Zat/Reagen yang digunakan dalam Pewarnaan Gram
1. Larutan gram A
Yaitu kristal violet. Merupakan cat primer yang akan memberi warna
mikroorganisme. Pada saat diberi cat ini, semua mikroorganisme akan
berwarna ungu sesuai warna cat. Komposisi cat A yaitu Kristal violet (2
gram), Alkohol 95% (20 ml), Aquadest (80 ml), Amonium oksalat (0,8 gram)
2. Larutan gram B
Berwarna coklat. Cat Gram B merupakan cat Mordan, yaitu cat atau bahan
kimia yang berfungsi memfiksasi cat primer yang diserap mikroorganisme
target. Akibat pemberian cat Gram B, maka pengikatan warna oleh bakteri
akan lebih baik (lebih kuat). Komposisi cat B yaitu Iodium (1 gram), Kalium
iodida (2 gram), Aquadest (300ml)
3. Larutan gram C
Tidak berwarna. Cat ini berfungsi untuk melunturkan cat sebelumnya. Akibat
pemberian cat C akan terjadi 2 kemungkinan : Mikroorganisme (bakteri) akan
tetap berwarna ungu, karena tahan terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan
bakteri tidak dilunturkan oleh alkohol. Bakteri yang bersifat demikian disebut
bakteri Gram positif dan Bakteri tidak akan berwarna, karena tidak tahan
terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri dilunturkan oleh alkohol.
Bakteri yang bersifat demikian dikelompokkan sebagai bakteri Gram negatif.
Komposisi cat C yaitu Aceton (50 ml), Alkohol 95% (50 ml).
4. Larutan gram D
Merupakan cat skunder atau kontras. Cat ini berwarna merah berfungsi
sebagai pemberi warna mikroorganisme non target. Cat Skunder mempunyai
spektrum warna yang berbeda dari cat primer. Akibat pemberian cat gram D
yaitu Bakteri gram positif akan tetap berwarna ungu karena tidak jenuh
mengikuti cat gram A sehingga tidak mampu lagi mengikat cat gram D dan
Bakteri gram negatif berwarna merah karena cat sebelumnya telah dilunturkan
oleh cat gram C, maka akan mampu mengikat cat gram D. Komposisi cat
gram D yaitu Safranin O (0,25 gram), Alkohol 95% (10 ml), Aquadest (90 ml)
(Putri,2017).
II.1.9 Morfologi Jasad Renik

Morfologi mikroskopis merupakan karakteristik pada suatu bakteri yang


dilihat melalui pengamatan dibawah mikroskop. Bentuk bakteri ada tiga yaitu
bulat/kokus, batang, dan spiral

1. Bentuk bulat Bentuk bulat ini dapat dibedakan lagi :


a) Micrococcus : bulat, contohnya Monnococus ganorhoe
b) Diplococcus : bulat, bergandengan dua-dua, contohnya Diplococcus
Pneumonice
c) Shphylococcus : bulat, tersusun sepseti buah anggur, contohnya
Epidermis, Saportiticuss
d) Streptococcus : bulat, bergandengan seperti rantai. Dari hasil pembelahan
sel ke satu atau dua arah, contohnya Streptococcus faecalis
e) Sarcina : bulat, terdiri dari 8 sel yang tersusun dalam bentuk kubus,
contohnnya Throsarcina Rosea
f) Tetracoccus : bulat, tersusun dari 4 sel berbentuk bujar-sangkar,
contohnya Pediococcus
Gambar II.2 Bentuk-bentuk Bakteri Bukat (Kokus)

2. Bentuk batang
Bakteri ini dapat dibedakan pada bentuk batang Panjang dan pendek. Bakteri
bentuk batang dapat membentuk formasi :
a) Sel tunggal (monobasil), contohnya Tscherichia coli
b) Bergandengan dua-dua (diplobasil), contohnya Diplococcus pneumonice
c) Rantai (sterptobasil), sebagai jaringan tiang (palisade), contohnya Bacillus
antharaxis

Gambar II.3 Bentuk-bentuk Bakteri Basil (Batang)

3. Bentuk lengkung
Bentuk lengkung pada pokoknya dapat dibagi menjadi :

a) Bentuk koma : lengkungannta kurang dari setengah lingkaran. Contohnya


Vibra comma
b) Bentuk spiral : lengkungannya lebih dari setengah lingkaran. Contohnya
Spirillum minordisebabkan oleh gigitan tikus
c) Bentuk spo :bentuk spiral yang kokus dan lentur, lebih berkelok dengan
ujung lebih runcing. Contohnya Treponema pallidum
Gambar II.4 Bentuk-bentuk Bakteri Spirilia

(Putri, 2017)
II.1.10 Perbandingan Initial Stain, Mordant, Decolorizer, dan Counter Stain
Perbandingan initial stain, mordant, decolorizer, dan counter stain terdapat
dalam table berikut ini:
Tabel 2. Perbedaan Initial Stain, Mordant, Decolorizer, dan Counter Stain
No Perbandinga Initial Stain Mordant Decolorizer Counter
. n Stain
1. Warna Ungu Coklat Tidak Merah
berwarna
2. Fungsi Cat utama Pengintensi Melunturkan Mewarnai
f cat utama cat utama kembali sel
yang
kehilangan
warna cat
utamanya
3. Hasil Semua Pengikatan Bakteri Bakteri
mikroorganisme warna oleh gram positif gram
akan berwarna bakteri akan berwarna positif akan
ungu lebih baik ungu dan tetap
bakteri gram berwarna
negatif tidak ungu dan
berwarna bekteri
gram
negatif
berwarna
merah
II.1.11 Ketentuan dalam Pengecetan Jasad Renik
Teknik pewarnaan bukan pekerjaan yang sulit tetapi perlu ketelitian dan
kecermatan bekerja serta mengikuti aturan dasar yang berlaku sebagai berikut:
a. Mempersiapkan kaca objek. Kaca objek ini harus bersih dan bebas lemak,
untuk membuat apusan dari bakteri yang diwarnai. Mempersiapkan apusan,
apusan yang baik adalah yang tipis dan kering, terlihat seperti lapisan yang
tipis. Apusan ini berasal dari biakan cair atau padat. Biakan cair suspensi sel
sebanyak satu atau dua mata ose dan diletakkan ke kaca objek. Lalu diapuskan
pada kaca objek, biarkan mengering di udara atau diatas api kecil dengan
jarak 25 cm.
b. Biakan padat. Bakteri yang dikulturkan pada medium padat tidak dapat
langsung dibuat apusan seperti dari biakan cair, tetapi harus diencerkan
dahulu. Letakkan setetes air pada kaca objek, lalu dengan jarum inokulasi
ambil bakteri dari biakan padat, letakkan pada tetesan air dan apusan. Biarkan
mengering di udara. Fiksasi dengan pemanasan. Apusan bakteri pada kaca
objek dapat dilakukan diantaranya dengan cara memanaskan diatas api.
c. Struktur di dalam sel pada tempat-tempat yang dibentuk oleh spesies ini,
disebut endospora. Endospora dapat bertahan hidup dalam keadaan
kekurangan nutrien, tahan terhadap panas, kekeringan, radiasi UV serta
bahan-bahan kimia.
d. Ketahanan tersebut disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dan
keras. Sifat-sifat ini menyebabkan dibutuhkannya perlakuan yang keras untuk
mewarnainya. Hanya bila diperlukan panas yang cukup, pewarna yang sesuai
dapat menembus endospora. Tetapa sekali pewarna memasuki endospora,
sukar untuk dihilangkan. Ukuran dan letak endospora di dalam sel merupakan
ciri-ciri yang digunakan untuk membedakan spesies-spesies bakteri yang
membentuknya.

(Putri, 2017)

II.1.12 Hasil Identifikasi dari Pengecetan Yeast


1. Pengecatan Sederhana S.cerevisiae
Setelah dicat dengan methylen blue akan diperoleh koloni yang
berwarna biru.

Gambar 4. Hasil Pengecatan Sederhana isolat S.cerevisiae dari PG-PS


Madukismo dan S.cerevisiae ATCC 3015

Keterangan :

A= Sel S.cerevisiae yang diisolasi dari PG-PS Madukismo

B= Sel S.cerevisiae ATCC 3015(kultur standar)

Keterangan gambar :

1= Sel berbentuk ellipsoidal

2= Sel berbentuk cylindrical

3=Budding

Perbesaran : 400x
Dari hasil pengamatan terlihat sel train S.cerevisiae dari PG-PS
Madukismo yang dibandingkan dengan kultur standarnya yaitu berbentuk
ellipsoidal sampai cylindrical. Bentuk sel ini sesuai dengan identitas
saccharomyces cerevisiae dalam pustaka acuan untuk identifikasi(Pitt
&Hocking,1997). Perbedaan warna yang terlihat pada kedua sel yang
dibandingkan kemungkinan disebabkan karena waktu pewarnaan yang terlalu
lama dan terlalu tebal.

2. Pengecatan Gram

Gambar 5. Hasil Pengecatan Gram isolat S.cerevisiae dari PG-PS Madukismo


dan S.cerevisiae ATCC 3015

Keterangan gambar :

A = Sel S.cerevisiae yang diisolasi dari PG-PS Madukismo berwarna biru


ungu bersifat gram positif

B= Sel S.cerevisiae 3015 (kultur standar) berwarna biru ungu bersifat gram
positif

Perbesaran : 100x

Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa isolat S.cerevisiae dari PG-


PS Madukismo dan S.cerevisiae ATCC 3015 sama-sama merupakan
kelompok gram positif (berwarna biru/ungu). Yeast termasuk dalam
kelompok gram positif. Menurut Fardiaz(1992), struktur dinding sel
S.cerevisiae pada sel-sel yang masih muda sangat tipis dan semakin lama
semakin tebal jika semakin tua. Dinding sel saccharomyces cerevisiae terdiri
dari komponen-komponen seperti glukan/selulosa(30-35%), mannan (30%),
lipid(8,5-13%), protein(6-8%) dan khitin(1-2%) dari berat kering sel. Glukan
merupakan komponen terbesar dari dinding sel yeast yang memiliki afinitas
kuat terhadap Kristal violet dan iodin sehingga hasil pewarnaan gram tampak
berwarna biru keunguan.

3. Pengecatan Spora
Pengecatan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya spora pada
saccharomyces cerevisiae. Spora memiliki sifat tahan panas dan tahan
terhadap bahan-bahan kimia untuk mengatasi lingkungan yang tidak
menguntungkan. Spora dapat diwarnai dengan pengecatan spora melalui
pemanasan menggunakan api bunsen karena menyebabkan lapisan luar spora
mengembang sehingga zat warna Malachite green dapat masuk kedalam spora
dan warna hijau ini akan terperangkap di dalamnya spora setelah didinginkan.
Pencucian preparat dengan air tidak dapat mencuci zat warna Malachite green.
Preparat tidak perlu dipanaskan pada penambahan zat warna safranin karena
zat warna safranin bersifat basa sehingga akan mengikat muatan negatif yang
terdapat pada permukaan sel dan tidak akan masuk kedalam spora sel
vegetatif akan terlihat berwarna merah sedangkan spora akan terlihat
berwarna hijau.
Gambar 6. Hasil Pengecatan Spora isolat S.cerevisiae dari PG-PS Madukismo
dan S.cerevisiae ATCC 3015

Keterangan gambar :

A= Sel vegetatif strain S.cerevisiae dari PG-PS Madukismo berwarna merah

B= Sel vegetatif S.cerevisiae ATCC 3015(kultur standar) berwarna merah

Perbesaran : 100x

Pada gambar 6 menunjukkan sel vegetatif saccharomyces cerevisiae


yang berwarna merah. Mikroba yang tidak berspora cenderung tidak tahan
pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif saat diwarnai oleh Malachite
green, sel vegetatif dapat meningkat warna tetapi dapat luntur setelah
diluncurkan karena ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya
dengan safranin sel vegetatif mudah mengikat warna kembali. Oleh karena itu
hasil pewarnaan akhir adalah merah muda dari safranin. (Septriani,2009)

II.1.13 Penerapan Pengecatan dalam Laboratorium


Penerapan pengecatan dalam laboratorium contohnya untuk mengetahui
karakteristik morfologi, biokimia, dan molekuler isolat khamir IK-2 hasil isolasi
dari jus buah sirsak (Annona muricata L.). Pengamatan mikroskopik dilakukan
dengan perbesaran 20x10 mengunakan bantuan pewarna methylene blue.
Pemberian pewarna methylene blue dilakukan untuk membedakan antara sel
khamir yang hidup dan yang mati. Methylene blue akan masuk melalui membran
sel khamir. Menurut Fugelsang & Edwards (2007) methylene blue akan
menghasilkan warna ketika terjadi reaksi reduksi oksidasi. Reduksi menyebabkan
warna memudar dan oksidasi menyebabkan munculnya warna biru. Sel khamir
yang hidup memilki kemampuan untuk mereduksi pewarna methylene blue
sehinga warna memudar. Sel khamir yang mati tidak mampu mereduksi methylene
blue, sehinga methylene blue teroksidasi dan muncul warna biru sampai hitam.
( Suryaningsih,2018)

II.1.14 Pembuatan Zat


Terdapat beberapa zat yang digunakan dalam pengecetan mikroorganisme,
yaitu:
1. Methylene Blue Solution
Larutan ini dibuat dari methylene blue yang dilarutkan dengan aquadest. Larutan
ini digunakan dalam pengecatan sederhana.
2. Crsytal Violet Solution
Larutan ini dibuat dari crystal violet yang dilarutkan dengan aquadest. Larutan
ini digunakan dalam pengecatan gram.
3. Hucher’s Crystal Violet Solution
Larutan ini dibuat dari crystal violet ditambah alcohol 95% sebagai larutan A dan
larutan B dibuat dari ammoniummoksalat ditamabahkan dengan aquadest.
Setelah itu mencampur larutan A dan B. Larutan ini digunakan dalam pengecatan
gram.
4. Lugol’s Iodine Solution
Larutan ini dibuat dari iodin, kalium iodide, dan dilarutkan dengan aquadest
5. Acid Alkohol / Alkohol Asam.
Larutan ini dibuat dari asam klorida dan dicampur dengan alkohol 95%. Larutan
ini digunakan dalam pengecatan gram.
6. Carbol Fuchsin Solution
Larutan ini dibuat dari basic fuchsin yang dilarutkan dengan alcohol, kemudain
larutan fenol dengan aquadest dan dicampurkan. Larutan ini digunakan dalam
pengecatan Ziehl-Nielsen.
7. Loefffert’s Methylene Blue
Larutan ini dibuat dari methylene blue, alcohol 95% dan aquadest. Larutan ini
digunakan dalam pengecatan Ziehl-Nielsen.
(Tim Dosen, 2020 “Pembuatan Zat”)
II.1.15 Warna Bakteri Setelah Pengecetan
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya
berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif.
Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena
reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang
digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna,
maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat
warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan
lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4-, CH3COO-,
COOHCOO. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih
cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan
bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti :
fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna
penutup (Sutedjo, 1991).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah
satu di antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada
ion positif (zat pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion
negatif (zat pewarna- Na+). Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang
menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam
protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat
bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa, Kristal violet, safranin dan
metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan. Sebaliknya zat
pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri menyeluruh. Jadi, mewarnai
bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah
latar belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang
berwarna (Volk, 1993).

II.2 Sifat Bahan


II.2.1 Aquadest
A. Sifat Fisika
1. Warna : Tidak berwarna
2. Titik Beku : 0 oC
3. Fase : Cair
4. Specific gravity :1
5. Titik didih : 100 oC
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2O
2. Berat molekul : 18,02 gr/mol
(Perry, 1999 “Water”)
C. Fungsi
Untuk membilas alat yang akan digunakan dan sebagai pelarut dalam
pembuatan zat
II.2.2 Amonium Oksalat
A. Sifat Fisika
1. Warna : Tidak berwarna
2. Bau : Tidak berbau
3. Fase : Padat
4. Specific gravity : 1,5
5. Kelarutan : Larut dalam air
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : (NH4)2C2O4 H2O
2. Berat molekul :142,12 gr/mol
(Perry, 1999 “Amonium Oxalate”)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuat larutan B pada larutan hucher crystal violet
II.2.3 Formalin
A. Sifat Fisika
1. Warna : Tidak berwarna
2. Bau : Aromatis
3. Fase : Cair
4. Specific gravity : 0,815
5. Kelarutan : Larut dalam alkohol
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : CH2O
2. Berat molekul : 30,03 gr/mol
(Perry, 1999 “Formaldehyde”)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuat larutan negrosin serta untuk pengecatan negative
II.2.4 Etanol
A. Sifat Fisika
1. Warna : Tidak berwarna
2. Bau : Aromatis
3. Fase : Cair
4. Specific gravity : 0,789
5. Titik leleh :-112 oC
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C2H5OH
2. Berat molekul : 46,07 gr/mol
(Perry, 1999 “Ethyl Alcohol”)
C. Fungsi
Untuk membilas alat yang akan digunakan, sebagai pelarut, dan bahan untuk
membuat alkohol solution untuk pengecatan gram C
II.2.5 Crystal Violet
A. Sifat Fisika
1. Warna : Ungu
2. Bentuk : Padat
3. Densitas : 1,190 gr/cm3
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C25H30ClN3
2. Berat molekul : 408 gr/mol
3. pH : 2,5 – 3,5
4. Beracun
(Saha, 2011)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuat larutan kristal violet dan hucher crystal violet untuk
pengecatan sederhana dan pengecatan gram
II.2.6 Fenol
A. Sifat Fisika
1. Warna : Tidak berwarna
2. Fase : Padat
3. Specific gravity : 1,071
4. Titik leleh : 42,3°C
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C6H5OH
2. Berat molekul : 94,11 gr/mol
3. Mudah larut dalam air dingin
(Perry, 1999 “Phenol”)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuatan larutan karbol fuchsin dalam pengecatan gram, ziehl
nelsen dan spora
II.2.7 Negrosin
A. Sifat Fisika
1. Warna : Hitam
2. Bau : Tidak berbau
3. Bentuk : Fisika
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C12H14N6Na2O7S2
2. Berat molekul : 647,89 gr/mol
3. pH : 8,5
4. Korosifitas : Mudah korosif
(McDannel, 2007)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuat larutan negrosin dalam pengecatan gram negative
II.2.8 Methylene Blue
A. Sifat Fisika
1. Warna : Biru – kehitaman
2. Bau : Tidak berbau
3. Fase : Cair
4. Kelarutan : Larut dalam air
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C16H18N35Cl
2. Berat molekul : 319,65 gr/mol
3. Reaktifitas : Stabil
(Siswanto, 2016)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuatan larutan methylene blue dan loeffert methylene blue
dan leofferts methylene blue dalam pengecatan ziehl Nielsen
II.2.9 Iodine
A. Sifat Fisika
1. Warna : Biru-hitam
2. Bau : Khas iodin
3. Fase : Padat
4. Specific gravity : 4,93
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : I2
2. Berat molekul : 253,84 gr/mol
3. Larut dalam methanol
(Perry, 1999 “Iodine”)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuat larutan lugol iodin untuk pengecatan gram
II.2.10 Kalium Iodida
A. Sifat Fisika
1. Warna : Putih
2. Bau : Tidak berbau
3. Fase : Padat
4. Specific gravity : 3,13
5. Titik didih : 1330°C
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : KI
2. Berat molekul : 166,02 gr/mol
(Perry, 1999 “Potassium Iodide”)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuat larutan lugol iodin untuk pengecatan gram
II.2.10 Asam Klorida
A. Sifat Fisika
1. Warna : Tidak berwarna
2. Bau : Menyengat
3. Fase : Cair
4. Specific gravity : 1,19
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : HCl
2. Berat molekul : 36,5 gr/mol
3. Korosifitas : Korosif
(Perry, 1999 ”Hydrochloric Acid”)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuat larutan alcohol asam untuk pengecatan gram, ziehl
Nielsen, dan spora
II.2.12 Asam Sulfat
A. Sifat Fisika
1. Warna : Tidak berwarna
2. Bau : Tidak berbau
3. Fase : Cair
4. Specific gravity : 1,27
5. Titik didih : 337°C

B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2SO4
2. Berat molekul : 98,08 gr/mol
(Perry, 1999 “Sulfuric Acid”)
C. Fungsi
Sebagai bahan pencuci pada metode pengecatan spora
II.2.13 Fuchsin
A. Sifat Fisika
1. Warna : Merah
2. Bau : Tidak berbau
3. Fase : Cair
4. Specific gravity : 1,22
5. Titik didih : 200°C
B. Sifat Kimia
3. Rumus molekul : C20H19N3HCl
4. Berat molekul : 337,84 gr/mol
(Perry, 1999 “Fuschin”)
C. Fungsi
Sebagai bahan pembuat larutan karbol fuchsin untuk pengecatan gram, ziehl
Nielsen, dan spora
II.2.14 Yeast
A. Sifat Fisika
1. Warna : Coklat
2. Bau : Tidak berbau
3. Fase : Butiran padatan
4. Diamter : 1-3 nanometer
5. Pertumbuhan : Cepat
B. Sifat kimia
1. Mudah dikulturkan
2. Diperoleh dari hasil fermentasi
(Dewangga, 2017 “Yeast”)
C. Fungsi
Sebagai jasad renik yang digunakan untuk pengecatan jasad renik
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan praktikum “Pengecetan Jasad Renik” dilaksanakan pada hari
Senin, 23 November 2020 pada pukul 07.30 – 16.00 WIB, dilakukan secara daring.

III.2 Bahan
Pada praktikum “Pengecetan Jasad Renik” terdapat bahan-bahan yang akan
digunakan antara lain : aquadest, etanol, crystal violet, methylene blue, iodine, kalium
iodida, asam klorida, asam sulfat, basic fuchsin, fenol, negrosin, amonium oksalat,
dan formalin, yeast.

III.3 Alat
Alat-alat yang akan digunakan pada praktikum ini antara lain : ose, pipet,
deck glass, object glass, petridish, mikroskop, gelas ukur, spatula, bunsen, dan
penjepit kayu, beaker glass.

III.4 Gambar Alat


Pipet Petridish Spatula Ose Gelas
Ukur

Deck glass Object glass Bunsen Penjepit kayu

Mikroskop Beaker Glass

III.5 Prosedur dan Diagram Alir


III.5.1 Prosedur
A. Pengecatan Sederhana :
Bahan cat yang dipakai : mercuro chroom atau kristal violet.
1. Teteskan satu ose suspensi yang mengandung bakteri diatas glass benda
yang bersih.
2. Suspensi ini diratakan sampai tipis, dengan diameter 1 cm.
3. Keringkan dalam udara, sehingga lapisan tipis tac. menjadi noda yang
kering.
4. Kemudian difixer, dengan memegang diatas nyala lampu spiritus.
5. Tetesilah dengan larutan staining mercuro chroom dengan kristal violet.
6. Tunggulah 2 – 3 menit, kemudian dilihat di mikroskop dengan
menggunakan minyak imersi.
7. Amatilah dengan seksama gambar-gambar dalam mikroskop.

B. Pengecatan Khusus :
1. Pengecatan gram :
a. Gram A : Huchers crystal violet solution ( initial stain )
b. Gram B : Lugol’s iodine solution ( mordant )
c. Gram C : Alkohol solution ( decolorizer )
d. Gram D : Safranin / carbol fuchsin ( counter stain )
Cara Kerja :
1) Dari suspensi yang mengandung bakteri, diambil satu tetes dengan ose
diratakan dalam glass benda yang bersih.
2) Tunggulah sampai menjadi noda yang kering, kemudian difizer diatas
nyala api.
3) Tetesilah dengan gram A : huchers crystal violet, tunggulah selama 1 –
2 menit.
4) Cucilah dengan air, kemudian dikeringkan diudara.
5) Setelah kering diberi gram B : lugols iodine, tunggulah 1 – 2 menit lalu
cuci lagi dengan air yang mengalir.
6) Setelah bersih, dialiri gram C alkohol yang mengalir sehingga alkohol
tampak jernih.
7) Cucilah dengan air, kemudian setelah kering dibubuhi dengan gram
D : safranin / carbol fuchsin, tunggu sampai 1 – 2 menit.
8) Cuci lagi dengan air yang mengalir, lalu keringkan di udara.
9) Lihatlah preparat dalam mikroskop dengan minyak imersi.
10) Amatilah dengan seksama gambar-gambar dalam mikroskop.

2. Pengecatan Ziehl Nielsen :


Cat – cat yang dipergunakan :
a Ziehl Nielsen A : Carbol fuchsin ( initial stain )
b Ziehl Nielsen B : Alkohol asam : Nd, H2SO4
c Ziehl Nielsen C : loeffers methylene blue ( counter stain )

Cara Kerja :
1) Ambil bakteri dengan ose, ratakan pada glass benda kemudian biarkan
kering diudara.
2) Kemudian difixer dalam nyala api spiritus.
3) Bubuhilah dengan larutan Ziehl Nielsen’s carbol fuchsin.
4) Pangganglah dalam nyala api sehingga timbul uap diatas larutan cat
tadi, selama kira-kira 5 menit.
5) Setelah dingin dicuci dengan air.
6) Kemudian cuci dengan alcohol asam ( campuran 3 % HCl dalam
alcohol 95 %), sampai alcohol tampak jernih, kemudian dibilas dengan
air.
7) Tetesi dengan larutan loeffer’s methylene blue, tunggulah 1-2 menit
kemudian dicuci dengan air yang mengalir.
8) Setelah dibiarkan kering diudara, amatilah dengan seksama didalam
mikroskop dengan minyak imersi.

3. Pengecatan Spora :
Cara Kerja :
1) Ambillah kultur bakteri dan media agar-agar, suspensikan dalam 0,5 cc
larutan HCl 0,5 % , tambahkan juga 0,5 cc carbol fuchsin.
2) Suspensi ini lalu diinkubasikan selama 10 – 30 menit, pada suhu 37oC.
3) Ambillah satu ose dan suspensi, keringkan dalam glass benda dan
difixer.
4) Cucilah dengan H2SO4 2% selama 1-2 detik, lalu dicuci dengan air
yang mengalir.
5) Bubuhilah larutan methylene blue selama 1-2 menit, lalu dicuci lagi
dengan air yang mengalir.
6) Amatilah dengan minyak imersi dalam mikroskop.
7) Maka akan tamak sel – sel bakteri berwarna biru, sedang sporanya
berwarna merah

4. Pengecatan Negatip
Tujuan pengecatan negatip ini ialah untuk melihat bakteri dengan suatu
latar belakang yang gelap. Juga dimaksudkan untuk pengukuran bakteri.
Macamnya ada dua yaitu :
1. Dengan tinta cina :
a. Dibuat campuran yang terdiri dan satu ose suspensi bakteri dengan
dua ose tinta cina diatas glass benda, lalu ratakan.
b. Setelah kering, langsung bisa dilihat dalam mikroskop dengan
memakai minyak imersi.
2. Dengan Negrosin :
Ambil dua ose suspensi bakteri, ditaruh diatas glass benda dan
dibubuhi satu tetes larutan negrosin. Canpurlah hingga homogen, dan
ratakan dengan ose. Setelah kering, langsung bisa diamati dalam
mikroskop dengan menggunakan minyak imersi.
III.5.2 Diagram Alir
1. Pengecetan sederhana
Bakteri

Teteskan 1 suspensi
dan ratakan

Drying

1 tetes Fixer diatas pembakar


mercurochrom spirtus

Tunggu 2-3 menit , amati


dengan mikroskop
menggunakan minyak inersi

2. Pengecetan gram
Bakteri

Teteskan 1 suspensi
Tetes gram A
dan ratakan
t = 1-2 menit
Gram B
Gram C Fixer diatas nyala api
Gram D

Washing dan Drying

Amati dengan mikroskop


menggunakan minyak inersi

3. Pengecetan Ziehl Nielsen


Bakteri

Larutan Ziehl Fixerdirty nyala api


Niesel

Panggang . t = 5 menit

Larutan loeffers Washing dengan air


methylen blue dan alkohol asam

Drying selama t = 1-2


menit dan washing

Amati dengan mikroskop


menggunakan minyak inersi

4. Pengecetan spora
Kultur Bakteri

0,55 carbol Suspensikan dalam HCl


Fuchsin 0,5% 0,5 cc

Inkubasi, t = 10 menit
Dan T = 37 C

Larutan methylen Fixer


blue, t = 2 menit

Washing dengan H2SO4


2% dan air selama t = 2
menit

Amati dengan mikroskop


menggunakan minyak inersi

5. Pengecetan negatif
a. Dengan negrosin
2 ose suspensi
bakteri

1 tetes larutan
Campur dan ratakan
negrosin

Setelah kering , amati


dengan mikroskop
menggunakan minyak inersi

b. Dengan tinta cina


bakteri

2 ose tinta cina Campur dan ratakan

Setelah kering , amati


dengan mikroskop
menggunakan minyak inersi

DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Bayu 2009, Pewarnaan Gram (Gram Positif dan Gram Negatif), PT
Gramedia, Jakarta

McDannel 2007, Antiseptis, Disinfection and sterilization, Wiley publisher, United


State of America

Perry, R, H 1999, Perry’s Chemical Engineering Handbook, Mc Grew Hill, Kansas

Pelczar, Michael J 2008, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta.

Putri 2017, Bahan ajar Keperawatan gigi Mikrobiologi, Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan, Jakarta.

Razali, U 1987, Mikrobiologi Dasar, FMIPA UNPAD, Jatinangor

Rohmi, Y.Jiwintarum 2016, ‘Buah Naga Sebagai Pewarna Alami untuk Pewarnaan
Bakteri’, Jurnal Kesehatan Prima, vol.10, No.2, hh.1726-1734

Saha, Papita Das 2011, ‘Adsorption of Crystal violet from aqueous solution onto
NaOH-modified rice Husk’. Journal Esevier.

Siswanto, Dwi 2016. ‘Film of chitosan-casboxy methyl cellulose polyelectrolyte


complex as methylene blue adsorbent’. Jurnal ilmu-ilmu MIPA, Vol 1, No.1, hh
33-45

Suriawiria, Unus 1986, Buku Materi Pokok Mikrobiologi, Karunika, Jakarta

Suryaningsih, Vivi 2018, ‘Karakteristik Morfologi, Biokimia, dan Molekuler Isolat


khamir lk-2 Hasil Isolasi dari Jus Buah Sirsak (Annona Muricata L.)’, Jurnal
BIologi, Vol. 7, No. 1, hh. 18-25

Sutedjo, M., 1991, Mikrobiologi Tanah, Rineka Cipta. Jakarta.

Tim Dosen 2020, Modul Pembuatan Zat dan Sterilisasi, Universitas Pembangunan
Nasional Veteran, Surabaya
Tomar, Urvashi 2019, ‘Fixation and Fixatives: Roles and Function-A Short Review’,
Dental Journal of Advance Studies, Vol.7, No.2, hh.51-55

Volk & Wheeler, 1993, Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai