PEWARNAAN BTA
DISUSUN OLEH
NIM : PO714211232070
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang “Pewarnaan BTA”.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
tentang Pewarnaan BTA. Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya berharap ada kritik dan saran, demi
perbaikan makalah saya di masa depan.
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
A. Definisi
B. Pewarnaan BTA
C. Bakteri Tahan Asam
D. Macam-Macam Pewarnaan Bakteri Tahan Asam
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Untuk melihat sifat tahan asam dari bakteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi bakteri
B. Pewarnaan BTA
Pewarnaan tahan asam adalah tipe pewarnaan differensial lebih dari satu
pewarnaan untuk membedakan suatu mikroorganisme dengan kandungan dinding sel
peptidoglikan serta disusun lebih dari 60% lipid kompleks yang tahan terhadap
dekolorisasi dengan alkohol asam. Bakteri tahan asam memiliki kandungan senyawa
dari peptidoglikan dan lipid kompleks (wax-d) yang disebut asam mikolat yang
membangun struktur dinding selnya, sehingga menjadi impermeabel terhadap macam-
macam prosedur pewarnaan gram. Bakteri ini dikenal tahan asam sebab bakteri
terbentuk resisten terhadap dekolorisasi dengan alkohol asam. Bakteri yang tergolong
tahan asam yaitu , dari genus microbacterium dan beberapa spesies tertentu dari genus
nocardia.(Dewi Ayu,2013)
Pada dasarnya prinsip pewarnaan mycobacterium yang dinding selnya tahan
asam karena mempunyai lapisan lemah atau lilin sehingga sukar ditembus cat. Oleh
pengaruh phenol dan pemanasan maka lapisan lemak dapat ditembus cat basic
fuchsin. Pada pengecatan Ziehl Neelsen setelah BTA mengambil warna dari basic
fuchshin kemudian dicuci dengan air mengalir, lapisan lilin yang terbuka pada waktu
dipanasi akan merapat kembali karena terjadi pendinginan pada waktu dicuci. Sewaktu
dituangi dengan asam sulfat dan alkohol 70% atau HCI alkohol, warna merah dari
basic fuchsin pada BTA tidak akan dilepas/luntur.Bakteri yang tidak tahan asam akan
melepaskan warna merah, sehingga menjadi pucat atau tidak bewarna. Akhirnya pada
waktu dicat dengan Methylien Blue BTA tidak mengambil warna biru dan tetap merah,
sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan mengambil warna biru dari Methylien
Blue.
1. Pewarnaan Ziehl-Neelsen
Cara menurut Ziehl-Neelsen.(anonymous,2009). Teknik pewarnaan Ziehl-
Neelsen, yaitu dengan menggunakan zat warna Carbol Fuchsin 0,3 %,asam alcohol 3
%, dan methylen blue 0.3 %. Pada pemberian warna pertama, yaitu carbol fuchsin, BTA
bersifat mempertahankannya. Carbol fuchsin merupakan fuchsin basa yang dilarutkan
dalam larutan fenol 5 % yang larut dalam bahan lipod yang menyusun bagian utama
dinding sel Mycrobacterium, dapat berpenetrasi ke dalam sel – sel bakteri tersebut dan
tertahan di dalamnya. Penetrasi kemudian ditingkatkan dengan penggunaan panas
hingga menggerakkan carbol fuchsin melewati didnding lipoid dan masuk ke dalam
sitoplasma. Larutan ini (Carbol fuchsin) memberikan warna merah pada sediaan
dahak. Fenol digunakan sebagai pelarut untuk membantu pemasukan zat warna
kedalam sel bakteri sewaktu proses pemanasan. Fungsi pemanasan untuk melebarkan
pori – pori lemak BTA sehingga carbol fuchsin dapat masuk sewaktu BTA dicuci
dengan larutan pemucat (Alkohol Asam)
Sebelum pemucatan dengan asam alcohol, apusan didinginkan terlebih dahulu
sehingga zat lilin sel mengeras. Pada pemberian asam alcohol, sel –sel tahan asam
akan resisten terhadap pemucatan karena pewarna primer lebih larut didalam lilin
seluler dibandingkan dalam senyawa pemucat. Pada tahap ini, pewarna primer ditahan
dan mycobacterium akan tetap berwarna merah. Hal ini tdak berlaku pada organisme –
organisme tidak tahan asam yang tidak memiliki lapisan lilin selule. Pewarna primer
lebih mudah dihilangkan pada proses pemucatan sehingga sel – sel tersebut menjadi
kehilangan warna atau tidak berwarna. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian
pewarna tandingan yaitu Methylen blue. Pewarna ini digunakan sebagai pereaksi akhir
untuk mewarnai sel – sel yang sebelumnya dihilangkan warnada dengan alcohol asam.
Karena hanya sel – sel tidak tahan asam yang mengalami pemucatan, sel – sel itu
dapat menyerap pearna tandingan atau pewarna kontras dan maka degan itu dapat
menyerap atau mengambil warna bitu dari methylene blue sedangkan sel – sel tahan
asam memertahankan warna merah dari pewarna primer.
2. Pewarnaan Fluorokrom
Pewarnaan Fluorokrom (Auramine O). Sediaan direndam didalam larutan
Auramine (Merck), dibiarkan selama 15 menit kemudian dicuci dengan air bebas klorin
atau H2O destilata dan dikeringkan. Sediaan lalu direndam didalam asam alkohol,
dibiarkan selama 2 menit, dicuci dengan H2O destilata dan dikeringkan. Setelah itu
sediaan direndam didalam potasium permanganat 0,5%, dibiarkan selama 2 menit,
dicuci dengan H2O destilata dan dikeringkan di udara. (Karuniawati, 2005)
A. Kesimpulan
Dari praktikum pewarnaan bakteri tahan asam yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa :
1. Metode yang digunakan dalam praktikum BTA ini menggunakan metode Zeihl
Neelsen, selain metode ini ada motode lain yang bisa digunakan seperti metode
Fluorokrom dan Kinyoun Gabbet, dalam praktikum kali ini kami menggunakan metode
Zeihl Neelsen.
2. Bentuk bakteri tahan asam ini berbentuk basil, BTA jika berwarna merah dan BTTA
jika berwarna biru.
DAFTAR PUSTAKA
Adelberg, Melnick, & Jawetz. 2002. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.
Irianto, Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis (Medical
Bacteriology, Medical Micology, and Medical Virologi). Bandung. Alfabeta, cv. IKAPI.
Arrachman, Khairunnisa. 2016. Jurnal Mikrobiologi Pewarnaan. Semarang. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Ramdan, Imam. 2011. Jurnal Pewarnaan Bakteri. Bandung. Politeknik Tedc Bandung. Teknik
Kimia.