Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MIKOLOGI

SPOROTRICHOSIS

Disusun oleh :
Nama : Nia Destina
NIM : PO.71.34.0.15.028
Dosen Pembimbing : Herry Hermansyah, AMAK.,SKM.,M.KES

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN DIII TEKHNOLOGI LABORATORIUM
MEDIK

JALAN SUKABANGUN 1 KM 6,5 KELURAHAN


SUKAJAYA KECAMATAN SUKARAMI PALEMBANG

1
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang
Sporotrichosis ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya
berterima kasih pada Bapak Herry Hermansyah, AMAK.,SKM.,M.KES selaku Dosen mata
kuliah Mikologi yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Sporotrichosis. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Palembang,04 Juni 2017

Penyusun

2
A. PENDAHULUAN
Sporotrikosis adalah infeksi subkutaneus dan sistemik yang disebabkan oleh Sporothrix
schenckii yang merupakan jamur dimorfik yang tumbuh dengan cepat. Sporotrikosis merupakan
infeksi jamur profunda yang kronis dan ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar getah bening
serta lesi yang berupa nodul lunak dan mudah pecah lalu membentuk ulkus yang indolen.
Sporotrikosis memiliki sinonim sebagai rose gardeners disease. Hal ini disebabkan oleh adanya
kontaminasi dari duri mawar sebagai faktor penting infeksi dari sporotrikosis.
Mikosis profunda jenis ini merupakan mikosis subkutan yang paling banyak terjadi di
Amerika Selatan. Kasus yang paling banyak dilaporkan terjadi di Meksiko lalu diikuti dengan
bagian Amerika yang lain, Australia, Asia, dan Afrika. Kasus sporotrikosis jarang dijumpai di Eropa.
Pada awal abad 21, terjadi peningkatan kasus sporotrikosis di Rio de Janeiro, Brazil, dimana dari
tahun 1998-2004 tercatat 759 kasus sporotrikosis telah diidentifikasi dan diobati. Penyakit ini dapat
menyerang semua usia, tapi paling banyak menyerang orang dewasa kuhususnya yang bekerja di
peternakan, kebun, dan di hutan.1
Angka morbiditas dari sporotrikosis pada umumnya rendah meskipun terapi yang
diberikan dalam jangka panjang dan dapat memberikan efek samping yang serius. Pada bentuk
infeksi sistemik, penyakit ini dapat mengancam hidup terutama pada orang-orang dengan
immunocompromised.1 Oleh sebab itu, dibutuhkan penanganan yang tepat bagi penderita
sporotrikosis agar nantinya dapat tercapai hasil pengobatan yang maksimal.

B. DEFINISI
Sporotrichosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dismorfik Sporothrix
schenkii. Umumnya jamur ini menginfeksi dermis dan subkutis. Selain itu, jamur ini dapat
menyebabkan infeksi sistemik dengan gangguan paru-paru, arthritis hingga meningitis. Dengan
kata lain, jamur ini dapat menyebabkan infeksi lokal (subkutan) maupun sistemik. Lesi biasanya
terletak pada ekstremitas, yang dimulai dengan bentuk nodul. Kemudian nodul tumbuh, saluran
limfe menjadi keras seperti kawat dan membentuk rangkaian nodul, nodul ini menjadi lunak dan
membentuk ulkus. Kadang-kadang di dalam jaringan, sel jamur dikelilingi sebuah rumbai refraktil
eosinofil, badan asteroid, yang merupakan karakteristik organisme, walaupun gambaran yang
sama dapat ditemukan pada infeksi organisme lain (misalnya telur Schistosoma).

3
Sporotrikosis memiliki sinonim sebagai rose gardeners disease. Hal ini disebabkan oleh
adanya kontaminasi dari duri mawar sebagai faktor penting infeksi dari sporotrikosis.

C. PATOGENESIS
Sporotrikosis adalah infeksi kronis yag disebabkan Sporothrix schenkii yang ditandai
dengan pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus biasanya
lunak dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Penyakit ini mempunyai insiden yang cukup
tinggi pada daerah tertentu. Umumnya ditemukan pada pekerja di hutan maupun petani.
Sporotrikosis sangat sering didapat dari inokulasi kutaneus, terutama oleh vegetasi seperti duri dan
kayu. Transmisi dari hewan ke manusia jarang ditemukan. Inokulasi yang multiple diperkirakan
terjadi serentak. Hal ini dibingungkan dengan penyebaran dari lesi primer yang tunggal. Gambaran
dan rangkaian dari sporotrikosis bergantung pada respon imun host serta ukuran dan virulensi
inokulum. Pada host yang sebelumnya tidak terinokulasi, terjadi keterlibatan pembuluh limfe
regional. Dalam kasus dengan host yang pernah terpapar dengan Sporothrix schenkii tidak terjadi
penyebaran pembuluh limfe dan sebuah fixed ulcer berada pada tempat inokulum atau plaque
yang granulomatous (terutama pada wajah).
Pada awalnya, infeksi jamur ini didapat melalui inokulasi kutaneus. Gambaran awal
berupa kemerahan, nekrotik, dan papul noduler dari sporotrikosis kutaneus biasanya muncul pada
minggu 1-10 setelah penetrasi luka di kulit. Lesi ini merupakan granuloma supuratif yang
mengandung histiosit dan giuant cells, dengan netrofil yang mengumpul di tengah dan dikelilingi
oleh limfosit dan sel plasma.
Infeksi dari jamur Sporothrix schenkii menyebar dari lesi awal ke sepanjang saluran
limfatik, membentuk rantai nodular yang indolen dan lesi ulserasi khas dari limfokutaneus
sporotrikosis. Jaringan lain dapat terlibat melalui perluasan langsung dan melalui hematogen (lebih
jarang). Tempat infeksi ekstrakutaneus yang paling sering adalah tulang, sendi, sarung tendon dan
bursae. Penyebaran secara hematogen-khususnya pada orang yang immunocompromised-
menghasilkan infeksi kutaneus dan visceral yang luas, termasuk meningitis.

D. GAMBARAN KLINIS

Sporotrikosis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu: (1) limfokutaneus, (2) fixed
cutaneus, (3) disseminated, dan (4) ekstrakutaneus. Bentuk limfokutaneus adalah bentuk yang
paling umum, sekitar 75% dari seluruh kasus. Biasanya setelah masa inkubasi 1-10 minggu atau

4
lebih, lesi berwarna ungu kemerahan, nekrotik, lesi nodular kutaneus mengikuti jalur limfatik dan
biasanya membentuk ulserasi. Selain itu pada bentuk limfokutaneus tidak dijumpai adanya gejala
sistemik. Isolasi pada tempat lesi ini tumbuh baik pada temperatur 35 C dan 37 C.

Gambar 1. Sporotrikosis limfokutaneus, lesi ulserasi spenjang sistem limfe.

Pada bentuk fixed cutaneous sporotrichosis, lesi primer berkembang dari tempat
implantasi jamur, biasanya pada tempat-tempat yang sering terekpos seperti tungkai, tangan, dan
jari. Umumnya pada saat awal lesi berupa nodul yang tidak nyeri yang kemudian menjadi lunak
dan pecah menjadi ulkus dengan discharge yang serous ataupun purulen. Yang penting diingat
bahwa, lesi tetap terlokalisir di sekitar tempat implantasi awal dan tidak menyebar sepanjang
saluran limfe.

Gambar 2. Fixed cutaneous sporotrichosis

Infeksi disseminated seperti infeksi sporotrikosis visceral, osteoartikular, meningeal, dan


sporotrikosis pulmoner sering terjadi pada pasien dengan penyakit penyerta seperti diabetes
melitus, keganasan hematologi, alkoholisme, penggunaan agen immunocompromised, penyakit
paru menahun, dan infeksi HIV.

5
Gambar 3. Sporotrikosis disseminated

Bentuk ekstrakutaneus adalah bentuk yang jarang terjadi dan bentuk ini biasanyua
berasal dari inhalasi konidia atau penyebaran secara hetogen yang berasal dari inokulasi yang
dalam. Penyakit osteoartikular dengan monoartritis atau tenosinovitis sering ditenukan pada
sporotrikosis ekstrakutaneus. Sporotrikosis pulmoner terjadi pada laki-laki dengan penyakit paru
dan menyerupai tuberkulosis, dengan komplikasi fibrokavitari. Sporotrikosis meningitis jarang
terjadi, tapi pernah didapatkan pada pasien HIV dengan jumlah CD4 <200 sel/ml.

E. MORFOLOGI
Telah disebutkan di atas bahwa sporotrikosis disebabkan oleh jamur Sporothrix schenkii,
termasuk dalam genus Sporotrichum jamur ini memiliki 2 bentuk yaitu bentuk miselial dan bentuk
ragi (yeast). Bentuk miselial ditandai dengan adanya hifa ramping yang bersepta dan bercabang
yang mengandung konidiofor tipis yang pada ujungnya membentuk vesikel kecil yang bergabung
membentuk dentikel. Tiap dentikel menghasilkan satu konidium dengan ukuran kira-kira 2-4 m
dan konidia ini ini membentuk gambaran seperti bunga.

6
Gambar 4. gambar konidiofor dan konidia dari jamur Sporothrix schenkii

Sedangkan bentuk ragi dari jamur Sporothrix schenkii menunjukkan bentuk spindle
dan/atau oval dengan ukuran 2,5-5 m dan menyerupai bentuk cerutu. Biakan secara in vitro
dapat menunjukkan gambaran miselial pada suhu 25 C, sedangkan gambaran ragi dapat
ditemukan pada biakan dengan temperatur 37 C.

Gambar 5. Gambar bentuk ragi dari jamur Sporothrix schenkii

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sumber terbaik dari bahan untuk diagnostik adalah pulasan eksudat dan biopsi.
Sporothrix schenkii sangat jarang terlihat pada pemeriksaan mikroskopis langsung karena raginya
biasanya muncul hanya pada jumlah kecil; organiseme penyebab dapat diisolasi dengan
membacanya pada agar Saborauds. Pada kultur yang pertama kali, jamur tumbuh sekaligus dan
berkembang menjadi jamur dengan kepadatan dan koloni putih yang menggelap sesuai usia.
Secara miroskopis, hifa memproduksi konidia segitiga atau konidia oval yang kecil yang keduanya
ada pada hifa yang khusus pada miselium.

7
Gambar 6. Jamur Sporothrix schenkii pada media agar Saboraund.

G. DIAGNOSIS BANDING
Ketika terdapat bentuk sporotrichoid, penyebab utama yang harus dipikirkan adalah
infeksi mikobakterial yang atipik, yaitu M.marinum. Sebagai organisme yang tidak terlihat secara
khas oleh KOH atau pemeriksaan histopatologi, kultur (pus atau jaringan) biasanya dibutuhkan
untuk diagnosis sporotrikosis secara tepat. Pertumbuhannya berlangsung cepat pada suhu 25 C,
mengeluarkan sebuah glabrous putih hingga coklat yang menjadi tetap dan berkerut, menjadi
berpigmen gelap dengan penuaan. Secara mikroskopik, konidia yang berkelompok di ujung
konidiofor (hifa); yang tunggal, konidia berdinding tebal dan berpigmen yang dapat juga tumbuh
dari hifa. Dalam suhu 37C, dalam media yang kaya glukosa, pertumbuhannya lambat, berwarna
keputihan, pucat, koloni seperti ragi. Dalam pemeriksaan mikroskopik, tunas ragi terlihat seperti
bentuk rokok, contohnya yaitu Sporothrix schenkii adalah bagian dari famili dimorfik dari fungi.
Diagnosis banding sporotrikosis dan penyebaran lesi terlihat luas dan termasuk kelainan lainnya
dari granulomatous, dimana keduanya sama-sama infeksius dan meradang.
Kondisi secara umum sulit dibedakan dengan sporotrikosis adalah mikrobakterial dan
infeksi kutaneus primer Nocardia dan leismaniasis. Infeksi mikrobakterial non tuberkulosis
disebabkan oleh organisme Marinum (granuloma fish-tank), mirip limfangitik sporotrikosis. Selain
itu, sporotrikosis juga harus dapat dibedakan dengan histoplasmosis, spinocellular carsinoma,
foreign body granulomas, dan pioderma yang dalam. 3,4

H. EPIDEMIOLOGI
Infeksi sporotrikosis terjadi pada negar-negara beriklim sedang dan tropis. Sporotrikosis
dapat ditemukan di negara Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan, termasuk juga
Amerika Serikat bagian selatan dan Meksiko, juga di negara Afrika, Mesir, Jepang, dan Australia.
Negara dengan rasio infeksi tertinggi antara lain: Meksiko, Brazil, dan Afrika Selatan. Di Eropa,
infeksi sporotrikosis ini sudah jarang terjadi. Di alam, jamur ini tumbuh pada bagian tanaman yang
telah membusuk seperti tumpukan tumbuhan, daun dan batang tanaman yang telah membusuk.
Walaupun infeksi sporotrikosis ini biasanya sporadis, Sporothrix schenkii juga menyerang para
pekerja yang kontak langsung dengan organisme ini seperti mereka yang menggunakan jerami
sebagai bahan penutup tubuh, tukang kebun, pekerja di hutan, dan pelancong yang menyebabkan

8
kontak dengan tumpukan tanaman penginfeksi. Organisme ini masuk ke dalam kulit sebagai luka
setempat.
Sporotrikosis dapat menyerang semua usia dan jumlah penderita laki-laki dan perempuan
berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Umumnya infeksi terjadi akibat inokulasi
jamur melalui duri tanaman, goresan, dan trauma kecil saat rekreasi ataupun saat bekerja seperti
berkebun, memancing, berburu, bertani dan beternak, menambang dan memotong kayu. Selain
itu, sporotrikosis juga berkaitan dangan cakaran atau gigitan binatang. Sejak tahun 1984. kucing
peliharaan memmegang peranan yang penting terhadap transmisi mikosis ke manusia. Kasus
sporotrikosis yang disebabkan oleh hewan ini paling banyak terjadi di Brazil, dimana anatara
tahun1998 sampai 2004 didapatkan 1.503 kucing, 64 ekor anjing dan 759 manusia terinfeksi oleh
jamur Sporothrix schenkii. Isolasi jamur dari kuku dan rongga mulut kucing semakin menguatkan
bahwa transmisi dapat terjadi melalui cakaran ataupun gigitan.

I. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS
Secara histopatologis, inflamasi supuratif dan granulomatous terlihat di dermis dan
subkutan. Organisme penyebab jarang terlihat. Pewarnaan antibodi fluoresensi mungkin
membantu menggambarkan bentuk cigar (cigar-shaped) ragi (lihat gambar 5). Kadang-kadang di
dalam jaringan, sel jamur dikelilingi sebuah rumbai refraktil eosinofil, badan asteroid yang
merupakan karakteristik organisme, walaupun gambaran yang sama dapat ditemukan pada infeksi
organisme lain (misalnya telur Schistosoma).

J. PENCEGAHAN
Sarung tangan sebaiknya digunakan selama menangani atau merawat hewan yang
terinfeksi, khususnya kucing. Setelah sarung tangan dilepaskan, tangan sebainya dicuci secara
keseluruhan dan didesinfeksi dengan menggunakan chlorhexidine, povidone iodine, atau cairan
lain dengan aktivitas antijamur. Pakaian pelindung seperti sarung tangan, baju lengan panjang, dan
celana panjang dapat menurunkan resiko terinfeksi ketika bekerja di semak mawar, rumput kering,
tanaman berduri atau bagian tanaman lainnya yang dapat menusuk kulit dimana tanaman ini
berkaitan dengan insidens sporotrikosis.

K. PENGOBATAN
Sebagian besar kasus sporotrikosis adalah infeksi pada kulit dan jaringan subkutan yang
terlokalisir yang tidak membahayakan hidup dan dapat diobati dengan pemberian obat anti jamur
oral. Pengobatan terpilih untuk fixed cutaneus atau sporotrikosis limfokutaneus adalah itrakonazole

9
selama 3-6 bulan. Obat pilihan untuk sporotrikosis osteoartikular juga itrakonazole, tapi terapi
diteruskan setidaknya selama 12 bulan. Sporotrikosis pulmoner memberikan respons yang kurang
terhadap pengobatan. Infeksi yang berat memerlukan pengobatan dengan amfoterisin B; untuk
infeksi yang ringan sampai sedang dapat diobati dengan itrakonazole. Bentuk disseminated dan
meningitis jarang dan biasanya memerlukan pengobatan dengan amfoterisin B. Pada pasien
dengan AIDS kebanyakan dengan infeksi yang luas dan membutuhkan terpi supresif seumur hidup
dengan itrakonazole setelah penggunaan amfoterisin B.
Pada pasien sporotrikosis kutaneus dan limfokutaneus, itrakonazole 200 mg/hari
disarankan selama 2-4 minggu setelah semua lesi telah teratasi, biasanya total lama pengobatan
3-6 bulan. Pasien yang tidak memberikan respon dapat diberikan itrakonazole dengan dosis yang
lebih tinggi (200mg, 2 kali sehari); terbinafin 500 mg dua kali sehari; atau saturated solution of
potassium iodide (SSKI) dengan dosis awal 5 tetes, tiga kali sehari dan dinaikkan sampai 40-50
tetes, tiga kali sehari. Flukonazole (400-800 mg/hari) digunakan bila pasien tidak dapat
mentoleransi obat-obat yang tadi disebutkan.
Untuk sporotrikosis pulmoner, obat pilihannya adalah amfoterisin B yang diberikan dalam
bentuk formulasi lipid dengan dosis 3-5 mg/kg/hari, atau amfoterisin B deoksikolat dengan dosis
0,7-1 mg/kg/hari sebagai terapi awal. Setelah tampak perbaikan dapat diberikan itrakonazole 200
mg dua kali/hari selama paling sedikit 12 bulan.
Pengobatan pilihan untuk keterlibatan osteoartikular adalah itrakonazole 200 mg dua kali
sehari selama paling sedikit 12 bulan. Jika lesinya luas atau terapi dengan itrakonazole gagal maka
dapat diberikan amfoterisin B yang diberikan dalam bentuk formulasi lipid dengan dosis 3-5
mg/kg/hari, atau amfoterisin B deoksikolat dengan dosis 0,7-1 mg/kg/hari.
Pada sporotrikosis meningeal, obat pilihannya adalah amfoterisin B yang diberikan dalam
bentuk formulasi lipid dengan dosis 5 mg/kg/hari selama 4-6 minggu, disarankan sebagai terapi
awal lalu dilanjutkan dengan itrakonazole 200 mg dua kali sehari. Untuk pasien AIDS, terapi
supresif dengan itrakonazole 200 mg/hari direkomendasikan untuk mencegah relaps.
Wanita hamil yang menderita sporotrikosis pulmoner tau disseminated dapat
menggunakan amfoterisin B dalam bentuk formulasi lipid dengan dosis 3-5 mg/kg/hari atau
amfoterisin B deoksikolat dengan dosis 0,7-1 mg/kg/hari; derivat azole harus dihindari. Untuk anak-
anak dapat diberikan itrakonazole 6mg/kg dapat ditingkatkan sampai 400 mg/hari atau SSKI,
dengan dosis awal satu tetes tiga kali sehari sampai maksimum 10 tetes tiga kali sehari.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja, Unandar. 2002. Mikosis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi III (Editor:
Djuanda Adhi,dkk). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa Julius ES. Binarupa Aksara. Edisi III.
3. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI. 1993. Mikrobiologi Kedokteran, P.T. Binarupa Aksara,

Jakarta.

4. Miller, Scott D. 2009. Dermatologic manifestation of sporotrichosis. Available from: URL:


http://www.emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 03 Juni 2017.
5. https://www.scribd.com/doc/54299523/SPOROTRICHOSIS diakses 03 Juni 2017
6. Lopes-Bezerra, Leila M,dkk. Sporothrix schenkii and sporotrichosis dalam Annals of Brazilian
Academy of Science. ISSN 0001-3765. 2006. Available from: URL: http://www.scielo.br/aabc.
diakses tanggal 05 juni 2017.
7. Anonim. Sporotrichosis. 2006. Available from: URL:
http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Subcutaneous/Sporotrichosis/.
Diakses tanggal 04 Juni 2017.

11

Anda mungkin juga menyukai