BLOK HEMATOLOGI
Disusun Oleh :
Departemen Fisiologi
Fakultas Kedokteran
2019 / 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
dalam Blok Hemato Imunologi ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan makalah Blok Hemato Imunologi ini, penulis menyadari sepenuhnya
banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan
dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan
bantuan dari semua pihak tidaklah mungkin makalah Blok Hemato Imunologi ini dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. Dr. dr. Jekson M Siahaan, M.Biomed, AIFO-K Selaku dosen atas segala masukkan,
bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi segala keterbatasan penulis.
Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan, serta makalah Blok Hemato Imunologi ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Eritrosit atau sel darah merah merupakan jenis sel darah yang dibuat di sumsum
tulang dan ditemukan di dalam darah. Sel darah merah mengandung protein yang disebut
hemoglobin yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh. Eritrosit
baru diproduksi oleh tubuh setiap hari melalui proses eritropoiesis yang kompleks.
Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor CFUGEMM (colony-forming
unit granulocyte, erythroid, monocyte and megakariocyte / unit pembentuk koloni
granulosit, eritroid, monosit dan megakariosit), BFUE(burst-forming unit erythroid / unit
pembentuk letusan eritroid) dan CFU eritroid (CFUU) menjadi prekusor eritrosit yang
dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas.
Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah
dan nukleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas menyebabkan
terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan
sel (basofilik eritroblas – polikromatik eritroblas – ortokromatik eritroblas).
Normoblas ini juga mengandung hemoglobin yang semakin banyak (berwarna
merah muda) dalam sitoplasma; warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan
hilangnya RNA dan aparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi
semakin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut (ortokromatik eritroblas)
di sumsum tulang dan menghasilkan stadium Retikulosit yang masih 5 mengandung
sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin.
Sel retikulosit sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1 – 2 hari
sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit
matur berwarna merah muda seluruhnya, bentuknya adalah cakram bikonkaf tak berinti.
Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti
(normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoiesis terjadi di luar sumsum tulang
(eritropoiesis ekstramedular) dan juga terdapat pada penyakit sumsum tulang. Normoblas
tidak ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.
Terjadi mekanisme stimulasi yang kuat pada kasus-kasus anemia berat oleh
eritropoetin terhadap sumsum tulang untuk meningkatkan produksi dan pelepasan
retikulosit lebih dini. Hal ini akan menyebabkan waktu pematangan retikulosit menjadi
eritrosit di dalam darah tepi bertambah lama, dari 1 – 2 hari menjadi 2 – 3 hari. Maka
untuk mendapatkan gambaran kemampuan yang sebenarnya dari sumsum tulang untuk
memproduksi eritrosit, maka hitung retikulosit pada kasus-kasus seperti ini perlu
dilakukan koreksi lebih lanjut (koreksi kedua), yaitu koreksi dengan lama waktu
pematangan yang dibutuhkan dibagi dua. Nilai normal retikulosit dalam hitung jumlah
(%) yaitu 0,5 – 2,0 % dari jumlah eritrosit, sehingga didapatkan nilai normal yang mutlak
adalah 25 – 85 x 103 /mm3 atau 109 sel/L.
1. Eritropoietin : Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin, yaitu suatu
polipeptida yang sangat terglikosikasi yang terdiri dari 165 asam amino
dengan berat molekul 30400. Normalnya 90% hormon ini dihasilkan di sel
interstisial peritubular ginjal dan 10% nya di hati dan tempat lain. Tidak ada
cadangan yang sudah dibentuk sebelumnya, dan stimulus pembentukan
eritropoietin adalah tekanan oksigen (O2) dalam jaringan ginjal.
2. Perkembangan dan Pematangan Retikulosit : Selama proses eritropoiesis
sel induk eritrosit yang paling tua atau latestage erytroblasts akan mengalami
pematangan dengan menghilangnya inti sehingga menjadi retikulosit. Dalam
periode beberapa hari proses pematangan ini ditandai dengan: (1)
Penyempurnaan pembentukan hemoglobin dan protein lainya seperti halnya
SDM yang matang; (2) Adanya perubahan bentuk dari besar ke lebih kecil,
uniform dan berbentuk biconcave discoid; dan (3) Terjadinya degradasi
protein plasma dan organel internal serta residual protein lainnya.
2.2 Pembentukan Leukosit ( Leukopoiesis )
Setelah tahap ini, tidak terjadi lagi pembelahan, dan sel mengalami pematangan
melalui beberapa fase yaitu: metamielosit, neutrofil batang dan neutrofil segmen.
Di dalam sumsum 8 tulang sel ini mungkin ada dalam jumlah berlebihan yang
siap dibebaskan apabila diperlukan. Sel-sel ini dapat menetap di sumsum tulang
sekitar 10 hari, berfungsi sebagai cadangan apabila diperlukan.
Monopoiesis berawal dari sel induk pluripoten menghasilkan berbagai sel induk
dengan potensi lebih terbatas, diantaranya adalah unit pembentuk koloni granulosit
yang bipotensial. Turunan sel ini menjadi perkusor granulosit atau menjadi monoblas.
Pembelahan monoblas menghasilkan promonosit, yang sebagiannya berpoliferasi
menghasilkan monosit yang masuk peredaran. Yang lain merupakan cadangan sel
yang sangat lambat berkembang. Waktu yang dibutuhkan sel induk sampai menjadi
monosit adalah sekitar 55 jam. Monosit tidak tersedia dalam sumsum dalam jumlah
besar, namun bermigrasi ke dalam sinus setelah dibentuk. Monosit bertahan dalam
pembuluh darah kurang dari 36 jam sebelum akhirnya masuk ke dalam jaringan.
2.3 Pembentukan Trombosit ( Trombopoiesis )
Trombosit adalah fragmen sel yang aktif, merupakan komponen penting kedua
dalam hemostasis. Trombosit tidak berinti dan berada dalam darah perifer setelah
diproduksi dari sitoplasma megakariosit. Trombopoiesis merupakan proses
pembentukan trombosit yang berlangsung di sumsum tulang. Proses ini dipengaruhi
oleh hormon trombopoietin. Atas pengaruh hormon trombopoietin, sel mieloid
berkembang menjadi Colony Forming Unit–Megakaryocyte (CFU-MK) yang
kemudian akan berkembang lebih lanjut menjadi sel-sel prekursor trombopoiesis
yaitu megakarioblast.
PENUTUP
3.1 Saran
3.2 Kesimpulan
Eritropoiesis adalah proses pembentukan sel darah merah, dimana perkembangan
eritroid terdiri dari enam tahap, meliputi rubliblast, prorubrisit, rubrisit, metarubrisit,
retikulosit, dan eritrosit dewasa. Dan membutuhkan eritropoietin sebagai hormonnya.
Leukopoiesis adalah proses pembentukan sel darah putih, dimana terdiri dari
granulapoiesis dan agranulapoiesis. Granulapoiesis yaitu pembentukan granula yang
mempunyai granula khusus, yang terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil.
Agranulapoiesis yaitu pembentukan granula yang tidak khas, yang terdiri dari limfosit
dan monosit.
Trombopoiesis adalah pembentukan trombosit dan diproduksi dari sitoplasma
megakariosit. Megakariosit adalah sel multilobular yang tidak berinti. Dan di bantu oleh
hormon trombopoietin.
DAFTAR ISI
Baron DN. 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Guyton, A. C.Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Kiswari, Rukman. 2015. Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Erlangga
Mescher, A. L. 2012. Histologi Dasar Junqueira Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sherwood, L. 2014. Buku Ajar Fisiologi Manusia Kedokteran Edisi 9. Jakarta: