PADA KLIEN
DisusunOleh :
Jenny DS
Nia YF
Sulistiyaning PR
Segala puji bagi Allah SWT, atas berkah rahmat dan karunia- Nya, penulis dapat
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah banyak membantu baik moril maupun materil sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini. Rasa terima kasih ini terutama disampaikan kepada yang terhormat :
1. dr. Rudiyanto, SpAn, KIC, selaku kepala ICU dewasa RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
2. dr. Indro, SpAn, KIC, selaku wakil kepala ICU dewasa RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
3. Ns, Yumna Netti, S.Kep, selaku Nurse Officer ICU dewasa RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
4. Ns, Dede WB Malik, S.Kep, selaku kepala ruangan ICU dewasa RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
5. Ns, Serina, S.Kep, Selaku coordinator diklat ICU dewasa RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
7. Seluruh staf perawat ICU dewasa RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Mangunkusumo Jakarta.
2
9. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritikan
yang bersifat membangun. Semoga makalah ini memberikan manfaat pada pembaca.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Riwayat tetanus ternyata tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Pada
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri, sehingga
tetanus (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890). Sampai saat ini tetanus tersebar
di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT
yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran
ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi, ini bisa diseba
bkan karena Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di m
ana-mana.
Penyakit tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, yang masih terjadi
ndonesia yaitu di RSU Dr. Soetomo dimana sebagian besar pasien tetanus berusia > 3
Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai
seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang terkena tetanus.
4
Tujuan
dengan cepat dan dapat kembali hidup sehat seperti keadaan semula sebelum
terkena tetanus.
pencegahannya.
Pasien dengan Tetanus yang di rawat di Ruang ICU Dewasa RSUP Cipto
5
BAB II
A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin kuat yang
dihasilkan okeh clostridium tetani bentuk vegetetif. Toksin ini (Tetanospasme) bekarja
pada lempeng akhir syaraf otot dan nekleus motorik sistem syaraf pusat serta
menimbulkan spasme yang khas Penyakit ini ( rudolf ,abra.2006,buku ajar pediatrik ).
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh
tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini
ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan
tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat
otot dan sepasme yang disebabkan oleh tetanos pasmin,suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh clostridium tetani ( buku ajar ilmu penyakit dalam,2007 oleh
4-0.5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya
, penabuh genderang (drum stik). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksi
k. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otor dan saraf
perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65'C akan hancur dalam
5 menit. Di samping itu dikenal pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya
6
● Fisiologi saraf
- Medula spinalis
2. Derajat 2 (sedang) : Trismus sedang, ragiditas yang nampak jelas, spasme singkat ri
ngan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebi
7
3. Derajat 3 (berat) : Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks
berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat
4. Derajat 4 (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan
1. Ringan : < 9
2. Sedang : 9-16
3. Berat : > 16
Dengan Kriteria :
1. Masa Inkubasi
- 48 jam 5
- 2-5 hari 4
- 5-10 hari 3
- 10-14 hari 2
> 14 hari 1
2. Daaerah infeksi
- internal/umbilikal, 5
- tidak diketahui 1
8
3. Imunisasi
- tidak pernah 10
4. Faktor komplikasi
- trauma/penyakit ringan, 2
- tidak ada 0
Spasme
- Opistotonus 5
- Kejang terbatas 3
- Hanya trismus 1
Frekuensi spasme
- Kadang spontan 3
9
- Dengan rangsangan 2
- Spasme 6 x /menit 1
Suhu
- > 38,8 °C 10
- 38,3 - 38,8 °C 8
- 37,8 – 38,2 °C 4
- 37,1 – 37,7 °C 2
- 36,7 – 37 °C 0
Pernapasan
- Trakeostomi 10
- Apneu / kejang 2
- Perubahan kecil 0
Indikasi rawat ICU yaitu derajat berat yaitu > 16 atau sedang dengan kejang atau badai oton
1. Tetanus generalisata
Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umum dari tetanus, yang
ditandai dengan meningkatnyta tonus otot dan spasme generalisata. Masa inkubasi
bervariasi tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada tetanus berat, median
onset setelah trauma adalah 7 hari; 15% kasus terjadi dalam 3 hari dan 10% kasus
terjadi setelah 14 hari. Terdapat trias klinik berupa rigiditas, spasme otot, dan
10
apabila berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan dan kesulitan
2. Tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum terjadi pada anak – anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak
diimunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat
yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan
lingkungan dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilikus. Onset biasanya
dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulitr menelan ASI, iritabilitas dan
3. Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi kliniknya terbatas
hanya pada otot – otot disekitar luka. Kelemahan otot dapat terjadi akibat peran
toksin pada tempat hubungan neuromuskuler. Gejala – gejalanya bersifat ringan dan
4. Tetanus sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi
setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1 – 2 hari, dijumpai
trimus dan disfungsi 1 atau lebih saraf kranial, yang tersering adalah saraf ke 7.
E. Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,
5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaer
ob. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung.
11
Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini ( tetanospasmin)
mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil
pada pemanasan, pada suhu 65ºC akan hancur dalam 5 menit. Disamping itu dikenali
pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses
penyakit.
F. Faktor Resiko
1. Pekerja bangunan
3. luka bakar
G. Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk
paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada
bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu
tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.
Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan
melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf
atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksi
n yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi
12
pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan
saraf pusat.
darah arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada
myoneural junction yang menghasilkan otot – otot menjadi kejang mudah sekali
13
H. Pathways
luka kulit luka tusuk ekstraksi gigi fraktur terbuka
Kerusakan jaringan
(fort deentry
kuman)
Infeksi kuman
tetani
Pertumbuhan
clostridium tetani
Pengeluaran toksin
tetani
Toksin tetani
Absorbsi toksin
pada ujung syaraf Absorbsi melalui
motorik dibawah susunan limfatik
ke kornu arterior
Saraf Sirkulasi
motorik darah
Reaksi pada myoneural junction
Kejang / spasme
Resiko cedera Blockade hambatan normal otot
antagonis
Kontraksi maksimal pada otot
Spasme otot yang lama
G3 metabolisme Spasme otot menyebar Nyeri
Spasme Spasme otot
Spasme otot faring Spasme otot uretral
M.mastikatoris pernapasan
Penumpukan saliva pd
Lockjaw Kegagalan respirasi Retensi urin
rongga mulut
Sulit mengunyah &
G3 pola nafas Aspirasi trakeobronkial G3 eliminasi urin
menelan
Resti perubahan nutrisi Pneumonia
kurang dari kebutuhan
Gangguan pertukaran gas Bersihan jalan nafas
tidak efektif
tidak efektif
14
H. Manifestasi Klinis
Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya
mendadak, didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot masseter.
Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus), dinding perut dan sepanjang tulang
belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonicus
karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar
dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus
adalah berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan
tangan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksismal, dapat
dicetuskan oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul
spontan. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi
urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai
I. Prognosis
5. Pengobatan terlambat
15
7. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan napas.
J. Komplikasi
6. Lain – lain : Penurunan berat badan, tromboembolus, sepsis dengan gagal organ
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
4. Elektrolit ( Na,K )
5. Skull Ray
6. EEG
Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
16
L. Pencegahan
4. pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan
5. dinegara barat, pencegahan tetanus dilakukan dengan pemberian toksoid dan TIG.
M. Penatalaksanaan
Pencegahan :
larutan H2O2
1. Non farmakologi
larutan H2O2
17
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
pasien
2. Farmakologi
1. Anti toksin
gan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Dosis inisial TIG yang dianjurkan ada
lah 5.000 U intra muskular yang dilanjutkan dengan dosis harian 500-6000 U. B
ila pemberian TIG tidak memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan dosis 5.0
2. Anti kejang
1. Diazepam
2. Meprobamat
3. Chlorpromasin
18
Dosis: 25-75 mg/4jam IM
4. Fenobarbital
3. Antibiotik
Pemberian penisilin prokain 1,2 juta unit per hari atau tetrasiklin 1 g/hari, secara
roses neurologisnya
19
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian
a. Data Subjektif
A. Umur
D. Pola nutrisi
b. Pengkajian Primer
- B1 ( Breathing )
Infeksi apakah pasien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada pasien
tetanus yang disertai adanya ketidak efektifan bersihan jalan nafas. Palpasi thorak
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri, auskultasi bunyi nafas
tambahan seperti ronkhi pada pasien peningkatan produksi secret dan kemampuan
- B2 ( Blood )
terjadi pada pasien tetanus. TD biasanya normal, peningkatan heart rate , adanya
- B3 ( Brain )
20
system lainnya.
Kesadaran pasien biasanya compos mentis. Pada keadaaan lanjut tingkat kesadaran
pasien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Apabila pasien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran pasien dan bahan evaluasi untulk monitoring pemberian
asuhan.
- Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan pasien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara
pasien, dan observasi ekspresi wajah, dan aktifitas motorik yang pada pasien tetanus
● Saraf 1 : Biasanya pada pasien tetanus tidak kelainan dan fungsi penciuman
● Saraf III,IV,V : Dengan alasan yang tidak diketahui, pasien tetanus mengeluh
mengalami otopobhia atau sensitif dan berlabihan terhadap cahaya. Respon kejang
● Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
21
membuka mulut (trismus).
( mendadak )
● Syaraf XII : Lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi, dan tidak ada
● Pemeriksaan refleks :
● Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor. Tic dan distonia. Pada keadaan tertentu pasien
mengalami kejang umum, terutama pada anak yang tetanus disertai peningkatan
suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area focal kortical
yang peka.
● Sistem sensori
perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal
normal.
- B4 ( Bladder )
penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada
22
kateter.
- B5 ( Bowel )
nutrisi pada pasien tetanus menurun karena anoreksia dan adanya kejang, kaku
dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas dari tetanus. Adanya spasme oto
- B6 ( Bone )
aktifitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila pasien mengalami patah tulang terbuka
perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko pada fraktur
c. Pemeriksaan penunjang
cx : Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada r
B. Masalah Keperawatan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot laring, peningkatan
23
4. Nyeri akut berhubungan agen cidera biologis (pelepasan katekolamin plasma yang
tinggi)
C. Intervensi Keperawatan
Tujuan :
Intervensi :
d. Tinggikan kepala tempat tidur selama memberikan makan cair per ngt
24
h. Monitor ventilator tekanan ppek,
i. Beri fisiotherapi dada sesuai indikasi dengan perubahan posisi yang sering,
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot laring, peningkatan
Tujuan :
- Pasien dapat menunjukkan pola nafas efektif, yg ditandai dengan status pernafasan
- Tidak sianosis
Intervensi:
waktu
25
g. Masukan OPA untuk mencegah gigitan pada selang
terlepasnya ETT
thorax
Tujuan :
- Oksigenasi adekuat
Intervensi :
ketidaknyamanan pernafasan.
heart rate,sianosis,berkeringat,agitasi
yang tinggi)
Tujuan :
26
- Pasien tidak menunjukkan adanya ekspresi menahan rasa nyeri
Intervensi :
nyeri
pasien.
ETT,
Tujuan :
Intervensi :
e. Kaji panjang ETT dan catat tiap shift (misal batas bibir 20 cm)
27
h. Lindungi pasien pada saat kejang
Tujuan :
- Urine cukup
Intervensi :
D. Evaluasi
Tidak ada penggunaan nafas tambahan (tidak ada PCH, tidak cyanosis),
28
Dx 2 : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot laring, peningkatan
DS : -
- Pasien dapat menunjukkan pola nafas efektif, yg ditandai dengan status pernafasan
- Tidak sianosis
DS : -
Oksigenasi adekuat
29
Dx 4 : Nyeri akut berhubungan agen cidera biologis (pelepasan katekolamin plasma yang
tinggi)
DS : -
DS : -
Urine cukup
30
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A.Pengkajian
Biodata :
a.Nama : Tn U
b.Umur : 80 Tahun
d. Agama : Islam
e. Status : Menikah
Keluhan Utama :
Pada tgl 15 dengan penurunan kesadaran dan bengkak tangan kanan 1 hari
smrs. 1 minggu yang lalu tangan mengalami luka karena tertimpa batu saat
membuat saluran air, 3hari setelahnya lengan menjadi bengkak dan kaku dibawa k
dengan philips score 17. dan closed fraktur colume humeri dextra susp pnemonie as
31
dengan modus ventilator SIMV PS 8 PEEP 5 FIO2 35 %.
dieresis 2 cc/kgbb/jam
B5 Bowel : Terpasang NGT no 14, diet makanan cair 2400 cc 1500 kilo kalori,
Pemeriksaan penunjang :
Hasil ct scan :
32
Hasal thorax :
Subkutis
Hasil laboratorium :
ARTERI MIXVEIN
PH 7.369 7.317
BE -4.8 -6.4
SaO2 98.1
SVO2 64.9
Hb 8.2
Ht 23.3
Eritrosit 2.73
Leukosit 17.110
Trombosit 207.000
33
Sgot/ sgpt 190/69
Albumin 3.14
PT 11.4
Control = 10.9
APTT 29.1
Control 31.6
Natrium 136
Kalium 3.19
Clorida 111.7
Pct 5,61
Laktat 0.8
Magnesium 1.77
ARTERI MIXVEIN
PH 7.274 7.252
BE -4.4 -6.7
SaO2 97.5
SVO2 83.6
34
Hb 7.0
Ht 20.8
Eritrosit 2.37
Leukosit 15.710
Trombosit 229.000
Natrium 141.2
Kalium 3.86
Clorida 107.7
Pct 3.96
Laktat 0.8
Calsium 7.9
Magnesium 3.62
ARTERI MIXVEIN
PH 7.263 7.207
BE -5.8 -6.3
SaO2 99.0
SVO2 62.1
35
Hb 10.7
Ht 31.7
Eritrosit 3.68
Leukosit 11.840
Trombosit 228.000
Led 67
Natrium 151.6
Kalium 3.59
Pct 2.86
Laktat 1.5
Calsium 8.1
Magnesium 4.37
36
NAMA OBAT PASIEN :
37
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH
DO : efektif
banyak
DO :
BB 20,
- terpasang ventilator
modus SIMV 6 PS 8
PEEP 5 FIO2 35 %
- slem hypersaliva,
- ronkhi +/+
banyak,warna kuning
38
3. DS : - Gangguan pertukaran gas
DO :
- Hasil AGD
tgl 19-10-13
PH =7,369 .PCO
2= 35,6 .PO2= 1
38,6
HCO3 = 20,7
,1
- Ronkhi +/+
- hemodinamik HR
124 x/menit
- berkeringat
39
4. DS : - Penurunan perfusi
DO : jaringan perifer
- Hb 7,2 gr/dl
- TD 100/70 mmhg
- Hr 130 x / menit
Nadi teraba lema
h
- Konjungtiva ane
mia
- akral dingin,
- CRT > 2 detik
DO :
- trismus ada,
rangsang
B. Masalah Keperawatan
40
4. Penurunan perfusi jaringan perifer
5. Resiko cedera
C.Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1.Bersihan jalan - pola nafas teratur dan normal - Auskultasi bunyi napas tiap
penghisapan
pernafasan,
41
indikasi
ventilator 35-37°C
ppek,
posisi yang
nebulizer.
sign). kesimetrisan
42
status ventilasi tidak aksesoris dan retraksi
pendek. tambahan
bocor,tersumbat, atau
terlepas
selang
untuk mencegah
43
sumbatan untuk
mencegah terlepasnya
ETT
mencegah ekstubasi
sendiri
- Kolaborasi dengan
rontgen thorax
pertukaran gas - Analisa gas darah pasien - Ambil AGD 10-30 menit
atau menimbulkan
ketidaknyamanan pernafasan.
44
tanda distress pernapasan,
peningkatan heart
rate,sianosis,berkeringat,agitasi
- Pertahankan ventilasi
mekanik
- observasi TTV
- Monitor CVP
- melakukan tranfusi
factor pencetus
tidak terekstubasi
sendiri,
45
catat tiap shift (misal
memakai pengaman
- Sediakan disamping
(opa)
saat kejang
terjadinya kejang
46
IMPLEMENTASI
N Tgldan masalah Implementasi Evaluasi
o Jam
15.00 nyamanuntukpasien, Do :
Respon : -hypersaliva
Terdengarsuara warnakuning
Konsistensikental, P = intervensi
warnakuning, dilanjutkan
hypersaliva (+)
pernafasan,
Respon :
Sianosistidakada
47
5 17.00 1 - Memberikan diet
makancairuntukpasien,Tinggikankepala
tempattidurselamamemberikanmakanca
ir per ngt
Respon :
Residutidakada,
Muntahtidakada
6. 18.00 1 -
Kolaborasidengandokteruntukpemberia
nobat nebulizer
Respon :
Respon :
Clapingdanfibrasidilakukan
Respon : DS =
Fio2 35%
Slemhypersaliva,
Rr 24 x/menitsaturasi O
48
9 15.00 2 Memonitorhemodinamikpasien 2 96 %,
Hemodinamik Sekretkental,produksiw
Hr 85 x/menit, sianosistidakada
Rr 24 x/menit.
atauterlepas
Respon : P= intervensidilanjutka
Selang ETT n
terpasangdenganbaik,
oksigenasi lancer
11 20.00 2 Memasang OPA
untukmencegahgigitan
padaselang ETT
Respon :
Respon :
49
13 20.10 3 Memonitortandadangejala hypoxia DS =
DO =
. danhyperkapni
PH 7,348
Respon :
PCO2 36,0
Kesadaranpasiendpo,
PO2 128,2
tandasianosistidakada, CRT < 3 detik
BE -4,4
14 20.20 3 Mengambil sample darahuntuk
SO2 98.6
. pemeriksaan AGD
Ronki +/+
Respon :
HR 124 x/menit
PH 7,348 PCO2 36,0
Agitasitidakada,
PO2 128,2 BE -4,4
Berkeringantidak
SO2 98.6
ada,
Saturasi O2 96%
- Modus ventilator
SIMV 6 PS 8
Peep 5 FiO2 35 %
Tekananppek<30mmh
g
A= Masalahbelum
teratasi
P= Intervensi
dilanjutkan
50
5 14.30 4. Mengkajitingkatkesadaran DS=
Respon : DO=
Respon : Hb 8,2
Kolaborasidengandokterpemberian si
cc selama 20 menit.. n
Respon :
Intake 1141,9
Output 800
Balance + 642,9
pasienuntuktidakreekstubasisendiri DO=
51
Respon : Trismusada
Mencegahkejang A=masalahbelum
teratasi
P=intervensi
dilanjutkan
o m a
1. 19-10- 1 Auskultasibunyiparu
13 Respon : Ds =
Do=
14.20 Terdengarsuara
hypersaliva
paruronkhi +/+
belumberkurang
2. 14.30 1 Melakukan suctioning
- ronkhi +/+
sebelumdansesudah nebulizer
Secret kental
dilakukan
warnakuning
Respon :
produksibanyak
Slem (+) banyak
52
Konsistensikental, A = Masalah
warnakuning, belumteratasi
hypersalifa (+)
3 18.00 1 Memonitor ventilator tekanan P = intervensi
ppek,
Respon :
modus ventilator
SIMV 6 PS 8
Peep 5 FiO2 35 %
4 16.00 1 Kolaborasidengandokteruntuk
pemberianobat nebulizer
Respon :
Nebulizer ventolin
3 x/ hari
Respon :
Modus ventilator
SIMV 6 PS 8
Peep 5 FiO2 35 %
6 17.00 1 -
Kolaborasidengandokteruntukpemberian
obat nebulizer
Respon:
53
Nebulizer ventolin
3 x/ hari
7 15.00 2 Memonitorhemodinamik, rata-rata irama, Ds :
Do :
kedalamandanusaharespirasi Modus ventilator si
Respon: mv 10 ps 8 peep 5
Hr 95 x/menit, Rr 24 x/menitsatur
Rr 24 x/menit. asi O2 98 %,
Sekretkental,produ
ksiwarnakuning
sianosistidakada
A= masalahbelumt
eratasi
P=
intervensidilanjutk
an
baik, BE -4,4
54
oksigenasi SpO2: 97,5
HR 110 x/menit
Agitasitidakada,
Berkeringantidak
ada,
Saturasi O2 98%
- Modus ventilator
SIMV 10 PS 12
Peep 5 FiO2 35 %
A= Masalahbelum
teratasi
P= Intervensi
Dilanjutkan
respon: E3M2Vtube,
Tidakadagejala Hb : 7,0
55
Respon: Output : 2000 cc
P=
intervensidilanjutk
an
11 17.30 5 Memasang Restrain
DS=
pasienuntuktidakterekstubasisendiri, DO:
Trismusada
Respon:
Spastic adabila
Terpasang restrain
Dirangsang
di keduatangan
Terapi mgso4
diberikan,
12 14.00 5 Kolaborasidengandokteruntukpemberian
Magnesium : 3,62
therapy mgso4
Reflex patella ada,
Respon : A=masalahbelum
P=intervensi
dilanjutkan
o an Jam a
1. 20-10-13 1 Auskultasibunyiparu Ds –
14.20 Respon : Do :
Terdengarsuara -hypersaliva
56
paruronkhi +/+ mulaiberkurang
Respon : berkurang
Respon : berkurang.
Nebulizer ventolin
A = Masalah
3 x/ hari
4 17.00 1 Memberikanpasienposisi yang nyaman Teratasisebagian
Respon :
P = intervensi
Posisipasien miring kiri agar
dilanjutkan
slemdarimulutkeluar
Respon : DS =
Respon : ivasudahberkuran
Selang ETT
57
g,
terpasangdengan
Rr 18 x/menit Sp
baik,
O2 98-99 %,
oksigenasi
Ronkhiberkurang
lancar
Sekretencerwarna
7 18.00 2 Melakukanpenyapihan ventilator
keputihan,produks
Respon :
iberkurang,
Modus berubahsimv 6 ps 6 Fio2 35 %
sianosistidakada
A= masalahbelumt
eratasi
P=
intervensidilanjutk
an
8 17.00 3 Mengkajisimetrisdada,tanda-tanda DS =
DO =
distress pernapasan, peningkatan heart
PH: 7,623
rate,sianosis,berkeringat,agitasi
PCO2: 47,1
Respon :
PO2: 153,1
Data pasienterlihatsimetris,
HCO3:21,5
58
mengembangsama rata, BE: -5,8
Ronkiberkurang
HR 96 x/menit
Agitasitidakada,
Berkeringantidak
ada,
SpO2 : 98-99%
- Modus ventilator
SIMV 6 PS 6
Peep 5 FiO2 35 %
A= Masalahbelum
teratasi
P= Intervensi
dilanjutkan
danhyperkapni
Respon :
Kesadaranpasiendpo,
59
Respon : DO=
Respon : Td 135/70mmhg
Balance +224
A= masalahbelumt
eratasi
P=
intervensidilanjutk
an
pasienuntuktidakterekstubasisendiri DO=
Respon : Trismusada
Dirangsang
Magnesium 4,37
60
erian therapy mgso4
Reflex patella ada,
A=masalahbelum
Mgso4 diberikan 0,05 gram/jam
teratasi
P=intervensi
dilanjutkan
61
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostri
dium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksimal, diikuti kekakuan otot selu
ruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot ran
gka. Tetanus dibagi menjadi 4 jenis yaitu tetanus general, tetanus lokal, tetanus cepha
penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mem
punyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti o
rang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada pend
erita setelah ia sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup
oksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana
hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekeba
lan). Karena adanya hal tersebut sehingga perlu adanya penatalaksanaan dan pengoba
tan suportif supaya tetanus dapat disembuhkan dengan baik dan pasien dapat pulang d
62
DAFTAR PUSTAKA
Ari W. Sudoyo, dkk, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV, Pusat Penerbita
Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC ; Jakarta
IOWA outcome project, 2000. Nursing OutCome Classification (NOC)second Edition, Mos
by Inc, St.Louis
Lawrence M. Tierney, dkk, 2003. Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Edisi I.
McClosckey, C.J and Bulechek, M.G, 1996. Nursing Intervesion Classification (NIC), IOW
Hudak & gallo,2002. Keperawatan kritis pendekatan holistic volume 1, EGC ; Jakarta
63