Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN

DisusunOleh :
Jenny DS
Nia YF
Sulistiyaning PR

PROGRAM PELATIHAN ICU RSCM


ANGKATAN 50
2013
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Segala puji bagi Allah SWT, atas berkah rahmat dan karunia- Nya, penulis dapat

menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Tetanus”.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

telah banyak membantu baik moril maupun materil sehingga dapat menyelesaikan makalah

ini. Rasa terima kasih ini terutama disampaikan kepada yang terhormat :

1. dr. Rudiyanto, SpAn, KIC, selaku kepala ICU dewasa RSUPN dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

2. dr. Indro, SpAn, KIC, selaku wakil kepala ICU dewasa RSUPN dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

3. Ns, Yumna Netti, S.Kep, selaku Nurse Officer ICU dewasa RSUPN dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

4. Ns, Dede WB Malik, S.Kep, selaku kepala ruangan ICU dewasa RSUPN dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

5. Ns, Serina, S.Kep, Selaku coordinator diklat ICU dewasa RSUPN dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

6. Ns, Hertina, S.Kep, Selaku pembimbing dalam penyusunan makalah ini.

7. Seluruh staf perawat ICU dewasa RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

8. Teman-teman pelatihan keperawatan ICU dewasa angkatan 50 RSUPN dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

2
9. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu

penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritikan

yang bersifat membangun. Semoga makalah ini memberikan manfaat pada pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 13 November 2013

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Riwayat tetanus ternyata tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Pada

tahun 1890 diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan

tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri, sehingga

imunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari

tetanus (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890). Sampai saat ini tetanus tersebar

di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT

yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran

ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi, ini bisa diseba

bkan karena Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di m

ana-mana.

Penyakit tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, yang masih terjadi

di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Salah satu contoh di I

ndonesia yaitu di RSU Dr. Soetomo dimana sebagian besar pasien tetanus berusia > 3

tahun dan < 1 minggu (www.askep-tetanus.2009, by USU digital library (2004).

Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai

seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu

memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang terkena tetanus.

4
Tujuan

1.Tujuan Instruksional Umum

Setelah diberikan Asuhan Keperawatan tentang tetanus, pasien dapat sembuh

dengan cepat dan dapat kembali hidup sehat seperti keadaan semula sebelum

terkena tetanus.

2.Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diberikan asuhan keperawatan:

- Pasien dan keluarga mampu mengenal penyakit tetanus dan cara

pencegahannya.

- Pasien dan keluarga berperan aktif dalam pelaksanaan tindakan tetanus.

B. Ruang Lingkup Masalah

Pasien dengan Tetanus yang di rawat di Ruang ICU Dewasa RSUP Cipto

Mangunkusumo Jakarta. Selama pelatihan praktek klinik didapatkan pasien yang

mengalami masalah tetanus.

5
BAB II

A. Pengertian

Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin kuat yang

dihasilkan okeh clostridium tetani bentuk vegetetif. Toksin ini (Tetanospasme) bekarja

pada lempeng akhir syaraf otot dan nekleus motorik sistem syaraf pusat serta

menimbulkan spasme yang khas Penyakit ini ( rudolf ,abra.2006,buku ajar pediatrik ).

Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh

tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini

ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan

tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat

dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular ( Sjaifoellah, 2000 ).

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus

otot dan sepasme yang disebabkan oleh tetanos pasmin,suatu toksin protein yang kuat

yang dihasilkan oleh clostridium tetani ( buku ajar ilmu penyakit dalam,2007 oleh

fakultas kedokteran Universitas Indonesia ).

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2.5 x 0.

4-0.5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya

anaerob.Spora dewasa mempubyai bagian yang berbentuk bulatbyang letaknya diujung

, penabuh genderang (drum stik). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksi

k. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otor dan saraf

perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65'C akan hancur dalam

5 menit. Di samping itu dikenal pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya

kurang berarti dalam proses penyakit.

6
● Fisiologi saraf

Susunan saraf pusat terdiri dari

Sistem saraf pusat terdiri dari :

- Otak : cereblum, cerebellum, mesensefalon, pons, dan medulla oblongatw

- Medula spinalis

Sistem saraf perifer yang terdiri dari :

- Sistem saraf somatic (yang menagtur aktivitas )

- Sistem saraf otonom (yang mempengaruhi alat-alat dalam)

Neuron ( sel saraf )

Merupakan unit anatomis dan fungsional system pernafasan.

Bagian-bagian dari neuron :

- Badan sel ( inti sel terdapat didalamnya )

- Dendrite menghantarkan impuls menuju badan sel

- Akson menghantarkan impuls keluar badan sel.

B. Klasifikasi Beratnya Tetanus

1. Derajat 1 (ringan) : Trismus ringan sampai sedang, spatisitas generalisata, tanpa

gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.

2. Derajat 2 (sedang) : Trismus sedang, ragiditas yang nampak jelas, spasme singkat ri

ngan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebi

h dari 30, disfagia ringan.

7
3. Derajat 3 (berat) : Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks

berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat

dan takikardia lebih dari 120.

4. Derajat 4 (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan

sisten kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia, terjadi berselingan dengan

hipotensi dan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

C. Score Tetanus (Phillips Score)

1. Ringan : < 9

2. Sedang : 9-16

3. Berat : > 16

Dengan Kriteria :

1. Masa Inkubasi

- 48 jam 5

- 2-5 hari 4

- 5-10 hari 3

- 10-14 hari 2

> 14 hari 1

2. Daaerah infeksi

- internal/umbilikal, 5

- kepala ,leher, bahu dinding tubuh, 4

- perifer bagian proksimal, 3

- perifer bagian distal 2

- tidak diketahui 1

8
3. Imunisasi

- tidak pernah 10

- pernah saat hamil 8

- pernah tapi > 10 tahun yang lalu 4

- pernah tapi <10 tahun yang lalu 2

- proteksi lengkap ( imunisasi lengkap tiap 5 tahun ) 0

4. Faktor komplikasi

- cedera berat yang mengancam jiwa, 10

- tidak langsung membahayakan jiwa, 8

- tidak membahayakan jiwa, 4

- trauma/penyakit ringan, 2

- tidak ada 0

Skore waktu perawatan

Spasme

- Opistotonus 5

- Kejang seluruh tubuh 4

- Kejang terbatas 3

- Kaku seluruh tubuh 2

- Hanya trismus 1

Frekuensi spasme

- Spasme > 3x/menit 5

- Spasme < 3x/menit 4

- Kadang spontan 3

9
- Dengan rangsangan 2

- Spasme 6 x /menit 1

Suhu

- > 38,8 °C 10

- 38,3 - 38,8 °C 8

- 37,8 – 38,2 °C 4

- 37,1 – 37,7 °C 2

- 36,7 – 37 °C 0

Pernapasan

- Trakeostomi 10

- Selalu apneu setelah kejang 8

- Kadang apneu setelah kejang 4

- Apneu / kejang 2

- Perubahan kecil 0

Indikasi rawat ICU yaitu derajat berat yaitu > 16 atau sedang dengan kejang atau badai oton

om simpati dan parasimpatis

D. Jenis – Jenis Tetanus

1. Tetanus generalisata

Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umum dari tetanus, yang

ditandai dengan meningkatnyta tonus otot dan spasme generalisata. Masa inkubasi

bervariasi tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada tetanus berat, median

onset setelah trauma adalah 7 hari; 15% kasus terjadi dalam 3 hari dan 10% kasus

terjadi setelah 14 hari. Terdapat trias klinik berupa rigiditas, spasme otot, dan

10
apabila berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan dan kesulitan

untuk membuka mulut merupakan gejala awal.

2. Tetanus neonatorum

Tetanus neonatorum terjadi pada anak – anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak

diimunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat

yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan

lingkungan dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilikus. Onset biasanya

dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulitr menelan ASI, iritabilitas dan

spasme merupakan gambaran khas tetanus neonatorum.

3. Tetanus lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi kliniknya terbatas

hanya pada otot – otot disekitar luka. Kelemahan otot dapat terjadi akibat peran

toksin pada tempat hubungan neuromuskuler. Gejala – gejalanya bersifat ringan dan

dapat bertahan sampai berbulan – bulan.

4. Tetanus sefalik

Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi

setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1 – 2 hari, dijumpai

trimus dan disfungsi 1 atau lebih saraf kranial, yang tersering adalah saraf ke 7.

disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi.

E. Etiologi

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,

5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaer

ob. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung.

11
Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini ( tetanospasmin)

mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil

pada pemanasan, pada suhu 65ºC akan hancur dalam 5 menit. Disamping itu dikenali

pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses

penyakit.

F. Faktor Resiko

1. Pekerja bangunan

2. luka terbuka (terkena paku, kawat, dll)

3. luka bakar

4. orang yang belum pernah diimunisasi TT

G. Patofisiologi

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk

paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada

bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu

tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat

menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.

Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan

melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf

atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksi

n yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.

Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi

12
pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan

saraf pusat.

Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi

darah arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada

myoneural junction yang menghasilkan otot – otot menjadi kejang mudah sekali

terangsang, masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

13
H. Pathways
luka kulit luka tusuk ekstraksi gigi fraktur terbuka

Kerusakan jaringan
(fort deentry
kuman)

Infeksi kuman
tetani

Pertumbuhan
clostridium tetani

Pengeluaran toksin
tetani

Toksin tetani

Absorbsi toksin
pada ujung syaraf Absorbsi melalui
motorik dibawah susunan limfatik
ke kornu arterior
 
Saraf Sirkulasi
motorik darah
Reaksi pada myoneural junction

Kejang / spasme

Resiko cedera Blockade hambatan normal otot
antagonis

Kontraksi maksimal pada otot

Spasme otot yang lama

G3 metabolisme Spasme otot menyebar Nyeri

   
Spasme Spasme otot
Spasme otot faring Spasme otot uretral
M.mastikatoris pernapasan
   
Penumpukan saliva pd
Lockjaw Kegagalan respirasi Retensi urin
rongga mulut
   
Sulit mengunyah &
G3 pola nafas Aspirasi trakeobronkial G3 eliminasi urin
menelan
 
Resti perubahan nutrisi Pneumonia
kurang dari kebutuhan
Gangguan pertukaran gas Bersihan jalan nafas
tidak efektif
tidak efektif
14
H. Manifestasi Klinis

Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya

mendadak, didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot masseter.

Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus), dinding perut dan sepanjang tulang

belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonicus

karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar

dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus

adalah berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan

tangan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksismal, dapat

dicetuskan oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul

spontan. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi

urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai

demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.

I. Prognosis

Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan, yaitu :

1. Masa inkubasi yang pendek (< 7 hari)

2. Neonatus dan usia tua (> 55 tahun)

3. Frekuensi kejang yang sering

4. Kenaikan suhu badan yang tinggi

5. Pengobatan terlambat

6. Periode trismus dan kejang yang semakin sering

15
7. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan napas.

J. Komplikasi

1. Jalan nafas : Aspirasi, laringospasme/obstruksi, obstruksi berkaitan dengan sedatif.

2. Respirasi : Apnea, hipoksia, gagal nafas, ARDS, pneumoni (komlikasi bantuan

ventilasi), stenosis trakea (komplikasi trakeostomi).

3. Kardiovaskuler : Takikardi, hipertensi, iskemia, hipotensi, brakikardia, takiaritmia,

bradiaritmia, asistol, gagal jantung.

4. Ginjal : Gagal ginjal, stasis urin dan infeksi.

5. Gastrointestinal : Stasis gaster, ileus, diare, perdarahan.

6. Lain – lain : Penurunan berat badan, tromboembolus, sepsis dengan gagal organ

multiple, fraktur vertebra selama spasme, ruptur tendon akibat spasme.

K. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah

2. Glukosa darah : hipoglikemia merupakan predisposisi kejang

3. BUN : peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nefrotoksik akibat pemberian obat

4. Elektrolit ( Na,K )

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

5. Skull Ray

Untuk mengindefikasi adanya proses desak dan adanya lesi

6. EEG

Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh

untuk mengetahui focus aktivitas,hasil biasanya normal.

16
L. Pencegahan

Pencegahan penyakit tetanus meliputi :

1. Imunisasi : DTP 2-4-6 bulan, BOOSTER 1 ½ – 5 tahun, BOOSTER tiap 10 tahun.

2. mencegah terjadinya luka

3. merawat luka secara adekuat

4. pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan

memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan

memperpanjang masa inkubasi. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U

intramuskular setelah dilakukan tes kulit.

5. dinegara barat, pencegahan tetanus dilakukan dengan pemberian toksoid dan TIG.

M. Penatalaksanaan

Pencegahan :

 Merawat dan membersihkan luka port de entree (luka,karies,otitis) dengan

larutan H2O2

 Anti tetanus serum <ATS >1500 U im

 Toksoid tetanus (TT) dengan memperhatikan status imunisasi

 Penisilin prokain (PP) 2-3 hari, 50000 u/KgBB

1. Non farmakologi

 Merawat dan membersihkan luka port de entree (luka,karies,otitis) dengan

larutan H2O2

 Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan

17
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan

personde atau parenteral

 Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap

pasien

 Oksigen, pernapasan buatan dan trakeotomi bila perlu.

 Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Farmakologi

1. Anti toksin

Tetanus imun globulin (TIG) lebih dianjurkan pemakaiannya dibandingkan den

gan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Dosis inisial TIG yang dianjurkan ada

lah 5.000 U intra muskular yang dilanjutkan dengan dosis harian 500-6000 U. B

ila pemberian TIG tidak memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan dosis 5.0

00 U intramuskular dan 5.000 U intravena. Pemberian baru dilaksanakan setelah

dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.

2. Anti kejang

Beberapa obat yang digunakan pada tetanus adalah:

1. Diazepam

Dosis: 0,5 mg/kgBB/4 jam IM

Efek samping: koma

2. Meprobamat

Dosis: 300-400 mg/4 jam IM

3. Chlorpromasin

18
Dosis: 25-75 mg/4jam IM

Efek samping: hipotensi

4. Fenobarbital

Dosis: 50-100 mg/4 jam IM

Efek samping: depresi pernafasan

3. Antibiotik

Pemberian penisilin prokain 1,2 juta unit per hari atau tetrasiklin 1 g/hari, secara

intravena dapat memusnahkan clostridium tetanus tetapi tidak mempengaruhi p

roses neurologisnya

19
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian

a. Data Subjektif

A. Umur

B. Riwayat kesehatan sekarang

C. Riwayat kesehatan masa lalu

D. Pola nutrisi

E. Psikososial dan spiritual

b. Pengkajian Primer

- B1 ( Breathing )

Infeksi apakah pasien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu

nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada pasien

tetanus yang disertai adanya ketidak efektifan bersihan jalan nafas. Palpasi thorak

didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri, auskultasi bunyi nafas

tambahan seperti ronkhi pada pasien peningkatan produksi secret dan kemampuan

batuk yang menurun.

- B2 ( Blood )

Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang sering

terjadi pada pasien tetanus. TD biasanya normal, peningkatan heart rate , adanya

anemis karena adanya hancurnya eritrosit.

- B3 ( Brain )

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pada

20
system lainnya.

- Tingkat kesadaran ( GCS )

Kesadaran pasien biasanya compos mentis. Pada keadaaan lanjut tingkat kesadaran

pasien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.

Apabila pasien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk

menilai tingkat kesadaran pasien dan bahan evaluasi untulk monitoring pemberian

asuhan.

- Fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan pasien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara

pasien, dan observasi ekspresi wajah, dan aktifitas motorik yang pada pasien tetanus

tahap lanjut biasanya status mental pasien mengalami perubahan.

- Pemeriksaan saraf cranial

● Saraf 1 : Biasanya pada pasien tetanus tidak kelainan dan fungsi penciuman

tidak ada kelainan.

● Saraf II : Test ketajaman penglihatan pada kondisi normal,

● Saraf III,IV,V : Dengan alasan yang tidak diketahui, pasien tetanus mengeluh

mengalami otopobhia atau sensitif dan berlabihan terhadap cahaya. Respon kejang

umum akibat stimulus rangsang cahaya perlu diperhatikan perawat untuk

memberikan intervensi menurunkan stimulus cahaya tersebut.

● Saraf VI : Refleks masester meningkat. Mulut mencucu seperti mulut ikan

( ini adalah gejala khas pada tetanus ).

● Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

● Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

● Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik,kesukaran dalam

21
membuka mulut (trismus).

● Syaraf XI : Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher

( mendadak )

● Syaraf XII : Lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi, dan tidak ada

pasikulasi. Indera pengecapan normal.

● Sistem motorik : Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan

koordinasi pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.

● Pemeriksaan refleks :

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periusteum

derajat refleks pada respon normal.

● Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor. Tic dan distonia. Pada keadaan tertentu pasien

mengalami kejang umum, terutama pada anak yang tetanus disertai peningkatan

suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area focal kortical

yang peka.

● Sistem sensori

Pemeriksaan sensori pada tetanus biasanya didapatkan perasaan raba normal,

perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal

dipermukaan tubuh. Perasaan proprioseftif normal dan perasaan diskriminatif

normal.

- B4 ( Bladder )

Penurunan volume pengeluaran urine berhubungan dengan penurunan perpusi dan

penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada

pasien yang sering kejang sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan

22
kateter.

- B5 ( Bowel )

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan asam lambung. Pemenuhan

nutrisi pada pasien tetanus menurun karena anoreksia dan adanya kejang, kaku

dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas dari tetanus. Adanya spasme oto

menyebabkan kesulitan BAB.

- B6 ( Bone )

Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas pasien dan menurunkan

aktifitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila pasien mengalami patah tulang terbuka

yang memungkinkan por de entrée kuman clostridium tetani, sehingga memerlukan

perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko pada fraktur

pertibra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.

c. Pemeriksaan penunjang

cx : Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada r

ahang, cek lab (DPL, elektrolit, SGOT/SGPT, UR/CR, GDS, AGD).

B. Masalah Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan intubasi,ventilasi,proses

penyakit, kondisi lemah dengan secret yang berlebih

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot laring, peningkatan

sekresi, obstruksi selang ETT

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi yang tertahan, proses

penyakit,atau pengesetan ventilator tidak tepat

23
4. Nyeri akut berhubungan agen cidera biologis (pelepasan katekolamin plasma yang

tinggi)

5. Resiko cidera berhubungan dengan kejang / spasme,ventilasi mekanik, selang ETT,

6. Refleks inkontinensia urine berhubungan dengan spasmeotot vesika urinaria

C. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan intubasi,ventilasi,proses

penyakit, kondisi lemah dengan secret yang berlebih

Tujuan :

- pola nafas teratur dan normal

- mempertahankan jalan nafas paten pasien

- sekresi akan tetap encer dan mudah dibersihkan.

- tidak terjadi aspirasi

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam.

b. Penghisapan lendir bila ada ronkhi terdengar,(tekanan penghisapan tidak lebih

dari 100-120 mmhg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernapasan 02 100%.

Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan

c. Monitor tanda-tanda distress pernafasan,

d. Tinggikan kepala tempat tidur selama memberikan makan cair per ngt

e. Kolaborasi dengan dokter untuk bronchoskopi sesuai indikasi

f. Monitor humidifier dan suhu ventilator 35-37°C

g. Monitor status hidrasi pasien untuk mencegah sekresi kental

24
h. Monitor ventilator tekanan ppek,

i. Beri fisiotherapi dada sesuai indikasi dengan perubahan posisi yang sering,

j. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat nebulizer.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot laring, peningkatan

sekresi, obstruksi selang ETT

Tujuan :

- Pasien dapat menunjukkan pola nafas efektif, yg ditandai dengan status pernafasan

yang adekuat ( ventilasi dan status vital sign).

- Pasien dapat menunjukkan status ventilasi tidak berbahaya, ditandai dengan

indicator : kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas, ekspansi dada simetris,

suara nafas tambahan tidak ada, tidak adanya nafas pendek.

- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan oksigen

- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 x/menit

- Tidak sianosis

Intervensi:

a. Monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha respirasi

b. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan penggunaan otot-otot

aksesoris dan retraksi otot supraklavikuler dan interkosta

c. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan area penurunan atau tidak adanya

ventilasi dan adanya bunyi nafas tambahan

d. Monitor pola napas : bradipnue dan taquipnea

e. Pertahankan resusitasi manual tetap berada sisi tempat tidur sepanjang

waktu

f. Monitor selang ETT bocor,tersumbat, atau terlepas

25
g. Masukan OPA untuk mencegah gigitan pada selang

h. Beri pasien posisi untuk mencegah sumbatan untuk mencegah

terlepasnya ETT

i. Restrain pasien untuk mencegah ekstubasi sendiri

j. Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi posisi ETT dengan rontgen

thorax

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi yang tertahan, proses

penyakit,atau pengesetan ventilator tidak tepat

Tujuan :

- Analisa gas darah pasien dalam batas normal

- Oksigenasi adekuat

Intervensi :

a. Ambil AGD 10-30 menit setelah perubahan ventilator terjadi

b. Monitor AGD atau oksimetri selama penyapihan, kaji apakah posisi

tertentu menyebabkan penurunan PaO2 atau menimbulkan

ketidaknyamanan pernafasan.

c. Monitor tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnea

d. Kaji simetris dada,tanda-tanda distress pernapasan, peningkatan

heart rate,sianosis,berkeringat,agitasi

e. Pertahankan ventilasi mekanik

4. Nyeri akut berhubungan agen cidera biologis (pelepasan katekolamin plasma

yang tinggi)

Tujuan :

- Pasien menyatakan rasa nyeri berkurang

26
- Pasien tidak menunjukkan adanya ekspresi menahan rasa nyeri

- Pasien merasa nyaman

Intervensi :

a. Kaji frekuensi, intesitas lokasi dan durasi nyeri

b. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan

nyeri

c. Sediakan lingkungan yang nyaman

d. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic pereda nyeri

e. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi untuk meredakan nyeri

f. Tentukan hal-hal yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada

pasien.

4. Resiko cidera berhubungan dengan kejang / spasme,ventilasi mekanik, selang

ETT,

Tujuan :

- Pasien tidak cidera selama pemakainan ventilasi mekanik

- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman.

Intervensi :

a. Monitor ventilator terhadap Ppeak

b. Observasi ,tanda dan gejala barotraumas

c. Identifikasi dan hindari factor pencetus

d. Restrain pasien untuk tidak terekstubasi sendiri,

e. Kaji panjang ETT dan catat tiap shift (misal batas bibir 20 cm)

f. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang memakai pengaman

g. Sediakan disamping tempat tidur tongspatel (opa)

27
h. Lindungi pasien pada saat kejang

i. Catat penyebab mulai terjadinya kejang

5. Refleks inkontinensia urine berhubungan dengan spasmeotot vesika urinaria

Tujuan :

- Blast tidak penuh

- Urine cukup

Intervensi :

a. Catat frekuensi dan jumlah miksi

b. Lakukan palpasi abdomen

c. Anjurkan pasien untuk minum banyak

d. Lakukan kateterisasi jika perlu

D. Evaluasi

Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan intubasi,ventilasi,proses penyakit,

kondisi lemah dengan secret yang berlebih.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, didapatkan hasil

DS : Pasien mengatakan tidak sesak dan merasa nyaman

DO : Pasien terlihat tampak nyaman,

pola nafas teratur dan normal,

tidak terjadi aspirasi,

Tidak ada penggunaan nafas tambahan (tidak ada PCH, tidak cyanosis),

Saat bernafas dinding dada pasien simetris

28
Dx 2 : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot laring, peningkatan

sekresi, obstruksi selang ETT.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, didapatkan hasil

DS : -

DO : Pasien terlihat tampak nyaman

- Pasien dapat menunjukkan pola nafas efektif, yg ditandai dengan status pernafasan

yang adekuat ( ventilasi dan status vital sign).

- Pasien dapat menunjukkan status ventilasi tidak berbahaya, ditandai dengan

indicator : kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas, ekspansi dada simetris,

suara nafas tambahan tidak ada, tidak adanya nafas pendek.

- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan oksigen

- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 x/menit

- Tidak sianosis

Dx 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi yang tertahan, proses

penyakit,atau pengesetan ventilator tidak tepat.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, didapatkan hasil

DS : -

DO : Analisa gas darah pasien dalam batas normal

Oksigenasi adekuat

29
Dx 4 : Nyeri akut berhubungan agen cidera biologis (pelepasan katekolamin plasma yang

tinggi)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, didapatkan hasil

DS : pasien menyatakan nyeri berkurang

DO : Rasa nyeri pasien berkurang

Pasien tidak menunjukkan adanya ekspresi menahan rasa nyeri

Pasien merasa nyaman

Dx 5 : Resiko cidera berhubungan dengan kejang / spasme,ventilasi mekanik, selang ETT,

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, didapatkan hasil

DS : -

DO : Pasien tidak cidera selama pemakainan ventilasi mekanik

Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

Dx 6 : Refleks inkontinensia urine berhubungan dengan spasmeotot vesika urinaria

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, didapatkan hasil

DS : -

DO : Blast tidak penuh

Urine cukup

Saat pemeriksaan palpasi, bladder os teraba kosong

Pasien dapat BAK spontan dengan baik

30
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

A.Pengkajian

Biodata :

a.Nama : Tn U

b.Umur : 80 Tahun

c.Jenis kelamin : Laki-laki

d. Agama : Islam

e. Status : Menikah

Keluhan Utama :

- Riwayat kesehatan sekarang :

Pada tgl 15 dengan penurunan kesadaran dan bengkak tangan kanan 1 hari

smrs. 1 minggu yang lalu tangan mengalami luka karena tertimpa batu saat

membuat saluran air, 3hari setelahnya lengan menjadi bengkak dan kaku dibawa k

Rs A,karena kondisi semakin turun dibawa k rscm.dokter ugd mendiagnosa tetanus

dengan philips score 17. dan closed fraktur colume humeri dextra susp pnemonie as

pirasi, multiple ganggren radik (gigi)

- Riwayat kesehatan masa lalu :

Riwayat TB paru dengan atelektasis paru kiri,sudah pengobatan 6 bulan dan

dinyatakan sembuh sejak tahun 2007.

B1 breathing : Posisi pasien head up sampai dengan 30-45 derajat,batas bibir 20

31
dengan modus ventilator SIMV PS 8 PEEP 5 FIO2 35 %.

Ronkhi +/+ Slem hipersaliva,kuning,kental.

B2 Bleeding : Takikardi, HR 110 x/menit. BP 137/55 mmhg. Sklera merah,

konjungtivita anemis HB 7. Cvp 6 CMH2O. Capilary refil time >3

detik, akral dingin.

B3 Brain : Kesadaran DPO , GCS=E3 M2 Vtube. Pupil 2/2 rc +/+

B4 Bladder : Terpasang kateter no 16, isi balon 25, urine cukup,

dieresis 2 cc/kgbb/jam

balance cairan : intake 3391, output 1850, balance +1541

B5 Bowel : Terpasang NGT no 14, diet makanan cair 2400 cc 1500 kilo kalori,

residu tidak ada,abdomen supel,gerakan peristaltik 20 x/menit.

bab 2x dalam 3hari, konsistensi lembek warna kuning,

B6 Bone : Lidah luka bekas tergigit ± ½ x 2 cm, gigi caries perdarahan

minimal fraktur tertutup colum humerus dextra neer two part

terpasang gift dengan elastis perban.Luka laserasi didaerah os cubiti

dextra ukuran ± 2 cm.

Terpasang CVP disubklavia kanan, trismus ada, spastik ada bila

dirangsang, udema ekstermitas tangan kanan dan tangan kiri,

kelemahan otot ada, badan kaku,leher kaku,dada simetris.

Pemeriksaan penunjang :

Hasil ct scan :

Kesan : ishemik infark daerah fisura sylii sinistra

32
Hasal thorax :

Kesan : Tb paru dengan komponen atelektasis paru kiri atas

Terpasang ett dengan ujung distal 1.5 korpus diatas karina

Terpasang cvc dengan ujung distal proyeksi vcs

Tak tampak pneumothorax, pneumomediastinum maupun emfisema

Subkutis

Hasil laboratorium :

Tanggal 18 oktober 2013

ARTERI MIXVEIN

PH 7.369 7.317

PCO2 35.6 38.8

PO2 138.6 36.4

HCO3 20.7 20.0

BE -4.8 -6.4

SaO2 98.1

SVO2 64.9

Hb 8.2

Ht 23.3

Eritrosit 2.73

Leukosit 17.110

Trombosit 207.000

33
Sgot/ sgpt 190/69

Albumin 3.14

Ureum/ creatinin 91/ 1.5

PT 11.4

Control = 10.9

APTT 29.1

Control 31.6

Natrium 136

Kalium 3.19

Clorida 111.7

Pct 5,61

Laktat 0.8

Calsium 7.9 Tanggal 19 oktober 2013

Magnesium 1.77

ARTERI MIXVEIN

PH 7.274 7.252

PCO2 48.4 46.6

PO2 117.4 56.8

HCO3 22.6 20.7

BE -4.4 -6.7

SaO2 97.5

SVO2 83.6

34
Hb 7.0

Ht 20.8

Eritrosit 2.37

Leukosit 15.710

Trombosit 229.000

Natrium 141.2

Kalium 3.86

Clorida 107.7

Pct 3.96

Laktat 0.8

Calsium 7.9

Magnesium 3.62

Tanggal 20 oktober 2013

ARTERI MIXVEIN

PH 7.263 7.207

PCO2 47.1 54.4

PO2 153.1 39.1

HCO3 21.5 21.8

BE -5.8 -6.3

SaO2 99.0

SVO2 62.1

35
Hb 10.7

Ht 31.7

Eritrosit 3.68

Leukosit 11.840

Trombosit 228.000

Led 67

Natrium 151.6

Kalium 3.59

Pct 2.86

Laktat 1.5

Calsium 8.1

Magnesium 4.37

36
NAMA OBAT PASIEN :

Tanggal 18 oktober 2013

- Metronidazole 1 x 1500 mg Ceftriaxone 2 x 2gram

- Omeprazole 2 x 40 mg Hp pro 3 x 7,5 mg

- Tramadol 300 mg / 24 jam Ca glukonas 2 x 1 gr

- Mgso4 1 gram / jam drip Ringer fundin 200 ml

- Kcl 25 meq / 12 jam N epi 0,05

Tanggal 19 oktober 2013

- Metronidazole 1 x 1500 mg Ceftriaxone 2 x 2gram

- Omeprazole 2 x 40 mg Hp pro 3 x 7,5 mg

- Tramadol 300 mg / 24 jam Tramal 100 mg / jam

- Ca glukonas 2 x 1 gram Mgso4 0,05 gram / jam

- Ringer fundin 200 ml Kcl 25 meq / 12 jam

Tanggal 20 oktober 2013

- Metronidazole 1 x 1500 mg Ceftriaxone 2 x 2gram

- Omeprazole 2 x 40 mg Hp pro 3 x 7,5 mg

- Tramadol 300 mg / 24 jam Tramal 100 mg / jam

- Ca glukonas 2 x 1 gram Mgso4 1 gram / jam

- Ringer fundin 200 ml Kcl 25 meq / 12 jam

- N epi 0,05 Diazepam stop

37
ANALISA DATA

NO DATA MASALAH

1. DS : Bersihan jalan nafas tidak

DO : efektif

- hypersaliva, ronkhi +/+

- secret kental, produksi

banyak

2. DS : - Pola napas tidak efektif

DO :

- terpasang ETT NO. 7,5

BB 20,

- terpasang ventilator

modus SIMV 6 PS 8

PEEP 5 FIO2 35 %

- slem hypersaliva,

- ronkhi +/+

- secret kental, produksi

banyak,warna kuning

38
3. DS : - Gangguan pertukaran gas

DO :

- Hasil AGD

tgl 19-10-13

PH =7,369 .PCO

2= 35,6 .PO2= 1

38,6

HCO3 = 20,7

BE= -4,8 SaO2 98

,1

- Ronkhi +/+

- hemodinamik HR

124 x/menit

- agitasi tidak ada

- berkeringat

39
4. DS : - Penurunan perfusi
DO : jaringan perifer
- Hb 7,2 gr/dl
- TD 100/70 mmhg

- Hr 130 x / menit
Nadi teraba lema
h
- Konjungtiva ane
mia
- akral dingin,
- CRT > 2 detik

5. DS : - Resiko cidera kejang

DO :

- trismus ada,

- spastic ada bila di

rangsang

B. Masalah Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Pola napas tidak efektif

3. Gangguan pertukaran gas

40
4. Penurunan perfusi jaringan perifer

5. Resiko cedera

C.Intervensi Keperawatan

Masalah Tujuan Tindakan Keperawatan

Keperawatan

1.Bersihan jalan - pola nafas teratur dan normal - Auskultasi bunyi napas tiap

nafas tidak efektif - mempertahankan jalan nafas 2-4 jam.


paten pasien
- Penghisapan lendir bila ada
- sekresi akan tetap encer dan
ronkhi terdengar (tekanan
mudah dibersihkan.
penghisapan tidak lebih dari
- tidak terjadi aspirasi
100 - 120 mmhg.

Hiperoksigenasi dengan 4-5

kali pernapasan 02 100%.

Auskultasi bunyi nafas setelah

penghisapan

- Monitor tanda-tanda distress

pernafasan,

- Tinggikan kepala tempat

tidur selama memberikan

makan cair per ngt

- Kolaborasi dengan dokter

untuk bronchoskopi sesuai

41
indikasi

- Monitor humidifier dan suhu

ventilator 35-37°C

- Monitor status hidrasi pasien

untuk mencegah sekresi kental

- Monitor ventilator tekanan

ppek,

- Beri fisiotherapi dada sesuai

indikasi dengan perubahan

posisi yang

- Kolaborasi dengan dokter

untuk pemberian obat

nebulizer.

2.Pola napas tidak Tujuan : Tindakan keperawatan :

efektif - Pasien dapat menunjukkan - Monitor rata-rata

pola nafas efektif, yg irama, kedalaman dan

ditandai dengan status usaha respirasi

pernafasan yang adekuat - Perhatikan pergerakan

( ventilasi dan status vital dada, amati

sign). kesimetrisan

- Pasien dapat menunjukkan penggunaan otot-otot

42
status ventilasi tidak aksesoris dan retraksi

berbahaya, ditandai otot supraklavikuler

dengan indicator : dan interkosta

kedalaman inspirasi dan - Auskultasi bunyi nafas,

kemudahan bernafas, perhatikan area

ekspansi dada simetris, penurunan atau tidak

suara nafas tambahan tidak adanya ventilasi dan

ada, tidak adanya nafas adanya bunyi nafas

pendek. tambahan

- Hipoksemia teratasi, - Monitor pola napas :

mengalami perbaikan bradipnue dan takipnea

pemenuhan oksigen - Pertahankan resusitasi

- Tidak sesak, pernafasan manual tetap berada

normal 16-18 x/menit sisi tempat tidur

- Tidak sianosis sepanjang waktu

- Monitor selang ETT

bocor,tersumbat, atau

terlepas

- Masukan OPA untuk

mencegah gigitan pada

selang

- Beri pasien posisi

untuk mencegah

43
sumbatan untuk

mencegah terlepasnya

ETT

- Restrain pasien untuk

mencegah ekstubasi

sendiri

- Kolaborasi dengan

dokter untuk evaluasi

posisi ETT dengan

rontgen thorax

3.gangguan Tujuan : Tindakan keperawatan :

pertukaran gas - Analisa gas darah pasien - Ambil AGD 10-30 menit

dalam batas normal setelah perubahan ventilator

- Oksigenasi adekuat terjadi

- Monitor AGD atau oksimetri

selama penyapihan, kaji

apakah posisi tertentu

menyebabkan penurunan PaO2

atau menimbulkan

ketidaknyamanan pernafasan.

- Monitor tanda dan gejala

hipoksia dan hiperkapnea

- Kaji simetris dada,tanda-

44
tanda distress pernapasan,

peningkatan heart

rate,sianosis,berkeringat,agitasi

- Pertahankan ventilasi

mekanik

4.Penurunan perfusi Tujuan -Monitor tingkat kesada

jaringan perifer Meningkatkan perfusi jaringan ran, GCS E3 M2 Vtube

- observasi TTV

- Monitor CVP

-Monitor balance cairan

- melakukan tranfusi

Tujuan : Tindakan keperawatan :

- Pasien tidak cidera selama - Monitor ventilator


5.Resiko cidera
pemakainan ventilasi terhadap Ppeak

mekanik - Observasi ,tanda dan

- Tidur dengan tempat tidur gejala barotraumas

yang terpasang pengaman. - Identifikasi dan hindari

factor pencetus

- Restrain pasien untuk

tidak terekstubasi

sendiri,

- Kaji panjang ETT dan

45
catat tiap shift (misal

batas bibir 20 cm)

- Tempatkan pasien pada

tempat tidur yang

memakai pengaman

- Sediakan disamping

tempat tidur tongspatel

(opa)

- Lindungi pasien pada

saat kejang

- Catat penyebab mulai

terjadinya kejang

46
IMPLEMENTASI
N Tgldan masalah Implementasi Evaluasi

o Jam

1. 18-10-13 1 Memberikanposisi yang Ds –

15.00 nyamanuntukpasien, Do :

Respon : -hypersaliva

Posisipasien fowler belumberkurang

2. 16.00 1 Auskultasibunyiparu - ronkhi +/+

Respon : Secret kental

Terdengarsuara warnakuning

paruronkhi +/+ produksibanyak

3. 16.30 1 Melakukan suction


A = Masalah
Respon :
belumteratasi
Slem (+) banyak

Konsistensikental, P = intervensi

warnakuning, dilanjutkan

hypersaliva (+)

4. 16.40 1 - Memonitortanda-tanda distress

pernafasan,

Respon :

Sianosistidakada

47
5 17.00 1 - Memberikan diet

makancairuntukpasien,Tinggikankepala

tempattidurselamamemberikanmakanca

ir per ngt

Respon :

Residutidakada,

Muntahtidakada

6. 18.00 1 -

Kolaborasidengandokteruntukpemberia

nobat nebulizer

Respon :

Nebulizer ventolin 3x/hari

7. 19.00 1 - memberikanfisiotherapi dada

Respon :

Clapingdanfibrasidilakukan

8 17.30 2 - Memonitor ventilator tekananppek, DO=

Respon : DS =

Modus ventilator SIMV 6 PS 8 Peep 5 -Modus ventilator simv

FiO2 35%, tekananppek<30 mmhg 6 ps 8 peep 5

Fio2 35%

Slemhypersaliva,

Rr 24 x/menitsaturasi O

48
9 15.00 2 Memonitorhemodinamikpasien 2 96 %,

Respon : Ronkhi +/+

Hemodinamik Sekretkental,produksiw

TD 125/78 mmhg, arnakuning

Hr 85 x/menit, sianosistidakada

Rr 24 x/menit.

Sat O2 99% A= masalahbelumterata


10 17.30 2 Memonitorselang ETT bocor,
tersumbat, si

atauterlepas

Respon : P= intervensidilanjutka

Selang ETT n

terpasangdenganbaik,

oksigenasi lancer
11 20.00 2 Memasang OPA
untukmencegahgigitan

padaselang ETT

Respon :

OPA terpasang, lukadilidah

dirawat, gigitan minimal


12 21.00 2 Mengambilhasil AGD

Respon :

Hasil AGD PH 7,348

PCO2 36,0 PO2 128,2

BE -4,4 SO2 98.6

49
13 20.10 3 Memonitortandadangejala hypoxia DS =
DO =
. danhyperkapni
PH 7,348
Respon :
PCO2 36,0
Kesadaranpasiendpo,
PO2 128,2
tandasianosistidakada, CRT < 3 detik
BE -4,4
14 20.20 3 Mengambil sample darahuntuk
SO2 98.6
. pemeriksaan AGD
Ronki +/+
Respon :
HR 124 x/menit
PH 7,348 PCO2 36,0
Agitasitidakada,
PO2 128,2 BE -4,4
Berkeringantidak
SO2 98.6
ada,

Saturasi O2 96%
- Modus ventilator

SIMV 6 PS 8

Peep 5 FiO2 35 %

Tekananppek<30mmh
g

A= Masalahbelum

teratasi

P= Intervensi

dilanjutkan

50
5 14.30 4. Mengkajitingkatkesadaran DS=

Respon : DO=

Kesadaranpasien DPO , Kesadaran DPO denga

GCS E5 M2 V tube n diazepam

16 15.00 4 Mengukurttv E3M2Vtube,

Respon : Hb 8,2

Td 110/70 mmhgHr 124 x/menitRr 24 Td 158 mmhg

x/menit sat O2 98 % N epi 0.1

Kolaborasidengandokterpemberian CVP 6 CMH20

Norefineprin 0,1 mcg/kgbb/mnt Intake 1141,9

17 17.00 4 Melakukanpengukuran CVP Output 800

Respon : Balance +641,9

Cvp 6 cmh2o A= masalahbelumterata

Kolaborasidengandokterpemberian si

loading cairandengan ringer fundin 200 P= intervensidilanjutka

cc selama 20 menit.. n

17 18.00 4 Mengukur balance cairan

Respon :

Intake 1141,9

Output 800

Balance + 642,9

18 14.30 5 Memasang restrain DS=

pasienuntuktidakreekstubasisendiri DO=

51
Respon : Trismusada

Restrain terikatkuat Spastic adabila

19 14.40 5 Memonitorppek ventilator Dirangsang

Respon : Terapi mgso4

Ppeak<35 cmh20 diberikan,

20 15.00 5 Menyediakandisampingtempattidurton Magnesium 4,76

gspatel /opa Reflex patella ada,

Respon : Kalsium 8,1

Mencegahkejang A=masalahbelum

teratasi

P=intervensi

dilanjutkan

N Tgl/Ja Diagnos Implementasi Evaluasi

o m a

1. 19-10- 1 Auskultasibunyiparu

13 Respon : Ds =
Do=
14.20 Terdengarsuara
hypersaliva
paruronkhi +/+
belumberkurang
2. 14.30 1 Melakukan suctioning
- ronkhi +/+
sebelumdansesudah nebulizer
Secret kental
dilakukan
warnakuning
Respon :
produksibanyak
Slem (+) banyak

52
Konsistensikental, A = Masalah

warnakuning, belumteratasi

hypersalifa (+)
3 18.00 1 Memonitor ventilator tekanan P = intervensi

ppek,

Respon :

modus ventilator

SIMV 6 PS 8

Peep 5 FiO2 35 %

4 16.00 1 Kolaborasidengandokteruntuk

pemberianobat nebulizer

Respon :
Nebulizer ventolin

3 x/ hari

5 16.30 1 - Memonitor ventilator tekananppek,

Respon :

Modus ventilator

SIMV 6 PS 8

Peep 5 FiO2 35 %

6 17.00 1 -

Kolaborasidengandokteruntukpemberian

obat nebulizer

Respon:

53
Nebulizer ventolin

3 x/ hari
7 15.00 2 Memonitorhemodinamik, rata-rata irama, Ds :
Do :
kedalamandanusaharespirasi Modus ventilator si

Respon: mv 10 ps 8 peep 5

Hemodinamik Fio2 35%

TD 135/78 mmhg, Slemhypersaliva,

Hr 95 x/menit, Rr 24 x/menitsatur

Rr 24 x/menit. asi O2 98 %,

Sat O2 99% Ronkhi +/+

Sekretkental,produ

ksiwarnakuning

sianosistidakada

A= masalahbelumt

eratasi

P=
intervensidilanjutk
an

8 15.50 3 Memonitorselang ETT bocor,tersumbat, DS =


DO =
atauterlepas
PH : 7,274
Respon :
‘PCO2 : 48,4
Selang ETT
PO2 : 117,4
terpasangdengan HCO3 : 22,6

baik, BE -4,4

54
oksigenasi SpO2: 97,5

lancer Ronki +/+

HR 110 x/menit

Agitasitidakada,

Berkeringantidak

ada,

Saturasi O2 98%
- Modus ventilator

SIMV 10 PS 12

Peep 5 FiO2 35 %

A= Masalahbelum

teratasi

P= Intervensi

Dilanjutkan

9 14.30 4 Memonitortandadangejala Kesadaran DPO de

hipoksiadanhiperkapnea ngan diazepam

respon: E3M2Vtube,

Tidakadagejala Hb : 7,0

hipoksiadan Td 120/60 mmhg

hiperkapnea N epi 0.1

10 17.00 4 Memberikantranfusi PRC golongan AB CVP 6 CMH20

210 cc no 31871161 Intake 3110,7

55
Respon: Output : 2000 cc

Tranfusidiberikan Balance: +1110,7

dalam 3 jam tidak A= masalahbelumt


adareaksialergi
eratasi

P=
intervensidilanjutk
an
11 17.30 5 Memasang Restrain
DS=
pasienuntuktidakterekstubasisendiri, DO:
Trismusada
Respon:
Spastic adabila
Terpasang restrain
Dirangsang
di keduatangan
Terapi mgso4

diberikan,
12 14.00 5 Kolaborasidengandokteruntukpemberian
Magnesium : 3,62
therapy mgso4
Reflex patella ada,
Respon : A=masalahbelum

Mgso4 diberikan 0,05 gram/jam teratasi

P=intervensi

dilanjutkan

N Tanggald Diagnos Implementasi Evaluasi

o an Jam a

1. 20-10-13 1 Auskultasibunyiparu Ds –

14.20 Respon : Do :

Terdengarsuara -hypersaliva

56
paruronkhi +/+ mulaiberkurang

2. 14.30 1 Melakukan oral hygiene - ronkhimulai

Respon : berkurang

Mulutpasienbersih Secret kental

3. 15.30 1 Kolaborasidengandokteruntukpemberia warnakuputihan

nobat nebulizer produksi

Respon : berkurang.

Nebulizer ventolin
A = Masalah
3 x/ hari
4 17.00 1 Memberikanpasienposisi yang nyaman Teratasisebagian

Respon :
P = intervensi
Posisipasien miring kiri agar
dilanjutkan
slemdarimulutkeluar

5. 16.10 2 Mengganti modus ventilator DO=

Respon : DS =

SIMV8 PS 8 Peep 5 FiO2 35% -Modus ventilator

6. 16.30 2 Memonitorselang ETT simv6 ps 6 peep 5

bocor,tersumbat, atauterlepas Fio2 35% hypersal

Respon : ivasudahberkuran

Selang ETT

57
g,
terpasangdengan
Rr 18 x/menit Sp
baik,
O2 98-99 %,
oksigenasi
Ronkhiberkurang
lancar
Sekretencerwarna
7 18.00 2 Melakukanpenyapihan ventilator
keputihan,produks
Respon :
iberkurang,
Modus berubahsimv 6 ps 6 Fio2 35 %
sianosistidakada

A= masalahbelumt

eratasi

P=

intervensidilanjutk

an

8 17.00 3 Mengkajisimetrisdada,tanda-tanda DS =
DO =
distress pernapasan, peningkatan heart
PH: 7,623
rate,sianosis,berkeringat,agitasi
PCO2: 47,1
Respon :
PO2: 153,1
Data pasienterlihatsimetris,
HCO3:21,5

58
mengembangsama rata, BE: -5,8

sianosistidakada SO2 99,0

Ronkiberkurang

HR 96 x/menit

Agitasitidakada,

Berkeringantidak

ada,

SpO2 : 98-99%

- Modus ventilator

SIMV 6 PS 6

Peep 5 FiO2 35 %

A= Masalahbelum

teratasi

P= Intervensi

dilanjutkan

9 17.30 3 Memonitortandadangejala hypoxia

danhyperkapni

Respon :

Kesadaranpasiendpo,

tandasianosistidakada, CRT < 3 detik

10 18.00 4 Mengukur balance cairan DS=

59
Respon : DO=

Intake 1141,9 Kesadaran DPO d

Output 800 engan diazepam

Balance + 642,9 E3M2Vtube,

11 19.00 4 Mengukurttv Hb10,2

Respon : Td 135/70mmhg

Td 110/70 mmhgHr 124 x/menitRr 24 N epi 0.05

x/menit sat O2 98 % CVP 8CMH20

Kolaborasidengandokterpemberian Intake: 2794

Norefineprin 0,1 mcg/kgbb/mnt Output: 2570

Balance +224

A= masalahbelumt

eratasi

P=

intervensidilanjutk

an

12 15.00 5 MelakukanRestrain DS=

pasienuntuktidakterekstubasisendiri DO=

Respon : Trismusada

Restrain terpasang Spastic adabila

Dirangsang

13 14.00 5 Kolaborasidengandokteruntukpemb Terapi mgso4 stop

Magnesium 4,37

60
erian therapy mgso4
Reflex patella ada,

Respon : Kalsium 8,1

A=masalahbelum
Mgso4 diberikan 0,05 gram/jam
teratasi

P=intervensi

dilanjutkan

61
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostri

dium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksimal, diikuti kekakuan otot selu

ruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot ran

gka. Tetanus dibagi menjadi 4 jenis yaitu tetanus general, tetanus lokal, tetanus cepha

lic dan tetanus neonatorum.

Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari tetanus adalah imunusasi D

PT 2-4-6 bulan, BOOSTER 1 ½ tahun – 5 tahun, BOOSTER tiap 10 tahun. Seorang

penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mem

punyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti o

rang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada pend

erita setelah ia sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup

untuk merangsang pembentukkan antitoksin (karena tetanospamin sangat poten dan t

oksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana

hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekeba

lan). Karena adanya hal tersebut sehingga perlu adanya penatalaksanaan dan pengoba

tan suportif supaya tetanus dapat disembuhkan dengan baik dan pasien dapat pulang d

alam keadaan sehat.

62
DAFTAR PUSTAKA

Ari W. Sudoyo, dkk, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV, Pusat Penerbita

n Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FKUI ; Jakarta

Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC ; Jakarta

IOWA outcome project, 2000. Nursing OutCome Classification (NOC)second Edition, Mos

by Inc, St.Louis

Lawrence M. Tierney, dkk, 2003. Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Edisi I.

Salamba Medika ; Jakarta

McClosckey, C.J and Bulechek, M.G, 1996. Nursing Intervesion Classification (NIC), IOW

A outcomes project, Mosby Inc, St.Louis

Nanda, 2007. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2006-2007 Philadelphia. Pr

ima Medika ; Jakarta

www.askep-tetanus.2009, by USU digital library (2004).

Hudak & gallo,2002. Keperawatan kritis pendekatan holistic volume 1, EGC ; Jakarta

63

Anda mungkin juga menyukai