Anda di halaman 1dari 34

TEORI PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN MANUSIA

ERIK H. ERIKSON
Salah satu teori yang bagi saya mengagumkan dan mudah
dipahami dalam pembahasan tentang psikologi perkembangan
adalah teori Erik Homburger Erikson.
Erikson mengembangkan dua filosofi dasar berkenaan dengan
perkembangan, yaitu:

1. dunia bertambah besar seiring dengan diri kita


2. kegagalan bersifat kumulatif
Kedua dasar filosofi inilah yang membentuk teorinya yang
terkenal itu. Ia hendak mengatakan bahwa dunia semakin besar
seiring dengan perkembangan karena kapasitas persepsi dan
kognisi manusia juga mengalami perubahan. Di sisi lain, dalam
pengertian Erikson, kegagalan yang terjadi pada sebuah stage
perkembangan akan menghambat sebuah proses perkembangan
ke stage berikutnya. Kegagalan ini tidak lantas hilang dengan
sendirinya, bahkan terakumulasi dalam stage perkembangan
berikutnya.

Dari penelitiannya, Erikson yang penganut Freudian (karena


menggunakan konsep ego) ini melihat bahwa jalur
perkembangan merupakan interaksi antara tubuh (pemrograman
biologi genetika), pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh
budaya.

Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage


yang merentang sejak kelahiran hingga kematian.

1. Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.


Hasil perkembangan ego: trust vs mistrust (percaya vs tidak
percaya)

Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan

Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena


orang biasa melihat bayi memasukkan segala sesuatu ke dalam
mulutnya. Sosok Ibu memainkan peranan terpenting untuk
memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada anak,
dengan penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode
ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan trust
(percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada
dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu
memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat
bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh
frustrasi. Banyak studi tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri
yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan keyakinan di
tahun-tahun awal kehidupan ini. Di awal kehidupan ini begitu
penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan
bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan
hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang
dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara
tetap.
2. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan
hingga 3 tahun
Hasil perkembangan ego: autonomy vs shame (otonomi vs rasa
malu)

Kekuatan dasar: Pengendalian diri, keberanian, dan kemauan


(will)
Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri
sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan
sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang
lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet
training. Di masa ini, individu berkesempatan untuk belajar
tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya
kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya
pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan
yant muncul di periode adalah kemampuan berkata TIDAK.
Sekalipun tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk
pengembangan semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini,
khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam proses toilet
training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan
munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan
kehilangan rasa percaya dirinya.
3. Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun
Hasil perkembangan ego: initiative vs guilt (inisiatif vs rasa
bersalah)

Kekuatan dasar: Tujuan

Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran


tentang orang dewasa di sekitarnya dan secara inisiatif dibawa
dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain dengan kuda-
kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-
pasaran” atau boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga,
mobil-mobilan, handphone mainan, tentara mainan untuk
bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering
diucapkan seorang anak:”KENAPA?”

Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya


laki-laki) juga sedang berjuang dalam identitas gender-nya yang
disebut “oedipal struggle”. Kita sering melihat anak laki-laki yang
bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada
sesama anak laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak
perempuan sebaya. Kegagalan melalui fase ini menimbulkan
perasaan bersalah.

Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga


inti (ayah, ibu, dan saudara).

4. Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun


Hasil perkembangan ego: Industry vs Inferiority (Industri vs
Inferioritas)

Kekuatan dasar: Metode dan kompetensi

Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena


individu sepintas hanya menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa
perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan fase-
fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya
pertumbuhan dan perkembangan berbilang bulan saja untuk
manusia agar bisa tumbuh dan berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini
mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas,
produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam
konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara
normal dalam konteks sosial, ia akan merasakan ketidak
mampuan dan rendah diri.

Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan


penting dalam pembentukan ego ini, sementara orang tua
sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas
tunggal.

5. Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun


Hasil perkembangan ego: Identity vs Role confusion (identitas vs
kebingungan peran)

Kekuatan dasar: devotion and fidelity (kesetiaan dan


ketergantungan)

Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang


dilakukan untuk saya, sejak stage perkembangan ini
perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan.
Karena di periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum
menjadi dewasa, hidup berubah sangat kompleks karena individu
berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial,
dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri
sebagai individu yang terpisah dari keularga asal dan menjadi
bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila stage ini tidak
lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan
kekacauan peran.

Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi


kehidupan. Di masa ini, seseorang bersifat idealis dan
mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak
demikian. Wajar bila di periode ada kesetiaan dan
ketergantungan pada teman.
6. Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga
35 tahun
Hasil perkembangan ego: Solidarity vs Isolation (Solidaritas vs
isolasi)

Kekuatan dasar: affiliation and love (kedekatan dan cinta)

Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta.


Hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas,
utamanya melalui perkawinan dan persahabatan. Keberhasilan di
stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.

Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri,


menjauh dari orang lain, dunia terasa sempit, bahkan hingga
bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan
ego.

Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan


persahabatan.

7. Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55


atau 65tahun
Hasil perkembangan ego: Generativity vs Self Absorption or
Stagnation

Kekuatan dasar: production and care (produksi dan perhatian)

Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu


cenderung penuh dengan pekerjaan yang kreatif dan bermakna,
serta berbagai permasalahan di seputar keluarga. Selain itu
adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.

Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan


meneruskan nilai budaya pada keluarga (membentuk karakter
anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil. Kekuatan
timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan
sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan
generativitas. Jadi di masa ini, kita takut akan ketidak aktifan dan
ketidak bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah,
hubungan interpersonal tujuan berubah, ada kehidupan yang
berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan
hidup yang baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-
absorpsi atau stagnasi.

Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.

7. Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau


65tahun hingga mati
Hasil perkembangan ego: Integritas vs Despair (integritas vs
keputus asaan)

Kekuatan dasar: wisdom (kebijaksanaan)

Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang


telah dilaluinya dengan bahagia, merasa tercukupi, dan merasa
telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan merasakan
integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan
dunia dan menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.

Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan


merasakan keputus asaan, belum bisa menerima kematian
karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa jadi, ia
merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa
dogma yang dianutnyalah yang paling benar.

This entry was posted on August 10, 2008 at 12:44 am and is


filed under Psikologi, Sharing with tags Mercusuar
Insan, Mercusuar Kata. You can follow any responses to this entry
through the RSS 2.0 feed You can leave a response,
or trackback from your own site.
KRITERIA PENAHAPAN PERKEMBANGAN INDIVIDU
PERKEMBANGAN MANUSIA
Sejak konsepsi sampai masa prosesnya terjadi secara bertahap
melalui berbagai tahapan perkembangan, dimana dalam setiap
tahapan perkembangan ditandai dengan bentuk kehidupan
tertentu yang berbeda dengan fase sebelum dan sesudahnya.
Untuk memudahkan kita memahami tahapan perkembangan
tersebut Ellizabeth Hurlock secara lengkap telah membagi
tahapan perkembangan manusia dalam sepuluh tahapan / masa
perkembangan, yaitu :

1. Masa sebelum lahir (Prenatal) selama 280 hari


2. Masa bayi baru lahir (new born) 0,0-2,0 minggu
3. Masa bayi ( baby hood ) 2 minggu-2,0 tahun
4. Masa kanak-kanak awal (early childhood) 2,0-6,0 tahun
5. Masa kanak-kanak akhir (later childhood) 6,0-12,0 tahun
6. Masa puber (puberty) 11,0 / 12,0-15,0 / 16,0
7. Masa remaja (adolescence) 15,0 / 16,0-21,0 tahun
8. Masa dewasa awal (early adulthood) 21,0-40,0 tahun
9. Masa dewasa madya (middle adulthood) 40,0-60,0 tahun
10. Masa usia lanjut (later adulthood) 60,0 –
Dari pembagian tahapan perkembangan diatas berarti bahwa
proses pertumbuhan dan perkembangan anak itu berlangsung
sejak masa prenatal sampai anak selesai remaja.

PERKEMBANGAN ANAK
Makna pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak
adalah terjadinya perubahan yang besifat terus nenerus dari
keadaan sederhana ke keadaan yang lebih lengkap, lebih
komleks dan lebih berdiferensiasi. Jadi berbicara soal
perkembangan anak yang dibicarakan adalah perubahan.
Pertanyaannya adalah perubahan apa saja yang terjadi pada diri
seorang anak dalam proses perkembangan ? Untuk menjawab
pertanyaan itu maka perlu dipahami tentang aspek-aspek
perkembangan
1. Aspek-Aspek pertumbuhan dan Perkembangan
1. pertumbuha dan Perkembangan fisik yaitu perubahan
dalam ukuran tubuh, proporsi anggota badan, tampang,
dan perubahan dalam fungsi-fungsi dari sistem tubuh
seperti perkembangan otak, persepsi dan gerak (motorik),
serta kesehatan.
2. pertumbuhan dan Perkembangan kognitif yaitu perubahan
yang bervariasi dalam proses berpikir dalam kecerdasan
termasuk didalamnya rentang perhatian, daya ingat,
kemampuan belajar, pemecahan masalah, imajinasi,
kreativitas, dan keunikan dalam menyatakan sesuatu
dengan mengunakan bahasa.
3. pertumbuhan yang seimbang dengan Perkembangan
sosial – emosional yaitu perkembangan berkomunikasi
secara emosional, memahami diri sendiri, kemampuan
untuk memahami perasaan orang lain, pengetahuan
tentang orang lain, keterampilan dalam berhubungan
dengan orang lain, menjalin persahabatan, dan pengertian
tentang moral.
Harus dipahami dengan sesungguh – sungguhnya bahwa ketiga
aspek perkembangan itu merupakan satu kesatuan yang utuh
(terpadu), tidak terpisahkan satu sama lain. Setiap aspek
perkembangan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek
lainnya. Sebagai contoh perkembangan fisik seorang anak seperti
meraih, duduk, merangkak, dan berjalan sangat mempengaruh
terhadap perkembangan kognitif anak yaitu dalam memahami
lingkungan sekitar di mana ia berada. Ketika seorang anak
mencapai tingkat perkembangan tertentu dalam berpikifr
(kognitif) dan lebih terampil dalam bertindak, maka akan
mendapat respon dan stimulasi lebih banyak dari orang dewasa,
seperti dalam melakukan permaianan, percakapan dan
berkomunikasi sehingga anak dapat mencapai keterampilan baru
(aspek sosial-emosional). Hal seperti ini memperkaya
pengalaman dan pada gilirannya dapat mendorong
berkembangnya semua aspek perkembangan secara menyeluruh.
Dengan kata lain perkembangan itu tidak terjadi secara sendiri-
sendiri.

2. Periode pertumbuhan dan Perkembangan


Para peneliti biasanya membagi segmen perkembangan anak.
Ketika anak mencapai pertumbuhan serta perkembangan pada
periode tertentu maka akan dipereroleh kemampuan dan
pengalaman sosial-emosional yang baru. Periode pra-lahir : sejak
masa konsepsi sampai lahir. Pada periode ini terjadi perubahan
yang paling cepat. Periode masa bayi dan kanak-kanak: Sejak
lahir sampai usia 2 tahun. Pada periode ini terjadi perubahan
badan dan pertumbuhan otak yang dramatis, mendukung
terjadinya saling berhubungan antara kemampuan gerak,
persepsi, kapasitas kecerdasan, bahasa dan terjadi untuk
pertama kali berinteraksi secara akrab dengan orang lain. Masa
bayi dihabiskan pada tahun pertama sedanga masa kanak-anak
dihabiskan pada tahun kedua
Periode awal masa anak : dari usia 2 tahun sampai 6 tahun. Pada
periode ini ukuran badan menjadi lebih tinggi, keterampilan
motorik menjadi lebih luwes, mulai dapat mengontrol diri sendiri
dan dapat memenuhi menjadi lebih luas. Pada masa ini anak
mulai bermain dengan membentuk kelompok teman sebaya.
Periode masa anak-anak: dari usia 6 sampai 11 tahun. Pada
masa ini anak belajar tentang dunianya lebih luas dan mulai
dapat menguasai tanggung jawab, mulai memahami aturan,
mulai menguasai proes berpikir logis, mulai menguasai
keterampilan baca tulis, dan lebih maju dalam memahami diri
sendiri, dan pertemanan. Periode masa remaja: dari usia 11-20
tahun. Periode ini adalah jembatan antara masa anak-anak
dengan masa dewasa. Terjadi kematangan seksual, berpikir
menjadi lebih abstrak dan idealistik

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan


Untuk melihat faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan
seorang anak, maka muncul pertanyaan: apakah perkembangan
itu prasyarat untuk bisa belajar atau perkembangan itu hasil dari
proses belajar ? Pertanyaan itu bisa dijawab ya, bahwa
perkembangan itu prasyarat untuk bisa belajar. Artinya jika
seorang anak belajar perlu didasari oleh kesiapan (kematangan)
yang dicapai dalam perkembangan. Misalnya seorang anak tidak
mungkin akan bisa belajar bahasa dan bicara jika belum
mencapai kesiapan (kematangan), meskipun lingkungan
diciptakan sedemikian rupa agar anak dapat belajar bahasa dan
bicara. Sebaliknya, pertanyaan itu bisa dijawab ya bahwa
perkembangan itu adalah hasil belajar. Artinya perubahan yang
terjadi pada diri seorang anak diperoleh melaui proses interaksi
dengan lingkungannya. Misalnya meskipun setiap anak memiliki
potensi untuk belajar bahasa dan bicara dan telah mencapai
kematangan untuk siap belajar, tetapi anak tersebut sama sekali
tidak mendapatkan rangsangan dari luar (lingkungan) untuk
belajar, maka anak itu tidak akan memperoleh keterampilan
berbahasa.

Oleh karena itu terdapat hubungan timbal balik atau saling


mempenagruhi antara proses belajar dalam lingkungan dengan
kematangan perkembangan. Dengan kata lain pada saat tetentu
belajar ditentukan oleh kematangan perkembangan, tetapi pada
saat yang lain perkembangan adalah hasil dari proses belajar.
Konsekuensi dari keadaan ini maka jika seorang anak mengalami
hambatan dalam mencapai kematangan perkembangan karena
ada gangguan pada aspek fisik atau kognitif atau sosial-
emosional maka dapat dipastikan akan mengalami hambatan
belajar, dan anak yang mengalami hambatan belajar akan
mengalami hamabtan perkembangan. Anak yang mengalami
hambatan belajar dan atau hambatan perkembangan,
memerlukan layanan khusus dalam pendidikan dan disebut anak
berkebutuhan khusus. Tahap perkembangan berdasarkan
psikologi Para ahli yang menggunakan aspes psikologi sebagai
landasan dalam menganalisis tahap perkembangan, mencari
pengalaman-pengalaman psikologis mana yang khas bagi
individu pada umumnya dapat digunakan sebagai masa
perpindahan dari fase yang ada ke fase yang lain. Dalam
pekembangannya para ahli berpendapat bahwa dalam
perkembangan pada umumnya individu mengalami masa-masa
kegoncangan. Apabila perkem-bangan itu dapat dilukiskan
sebagai proses evaluasi, maka pada masa kegoncangan itu
evaluasi berubah menjadi revolusi. Kegoncangan psikis itu
dialami hamper semua orang, karena itu dapat digunakans
ebagai perpindahan darimasa satu kemasa yang lain dalam
proses perkembangan. Oswald Kroc mendasarkan pembagian
masa perkembangan pada krisis-krisis atau kegoncangan-
kegoncangan yang dialami anak dalam proses perkembangannya,
yang disebutnya dengan dengan istilah Trotz periode.
Menurutnya sepanjang kehidupan ini terdapat tiga kali masa
Trotz yaitu
1. Trotz periode I, anak mengalami masa krisis pertama
ketika ia berusia 3,0-5,0 tahun, masa ini disebut juga asa
anak-anak awal.
2. Trotz periode II, anak mengalami masa krisis kedua
ketika ia berusia 11-12 tahun, masa ini termasuk masa
kerahasiaan bersekolah.
3. Trotz periode III, terjadi pada akhir masa remaja dan
lebih tepat disebut dengan masa kematangan diri pada
masa kritis.
Sifat-sifat anak trotz ini adalah meraja – raja, egosentris, keras
kepala, pembangkang dan sebagainya. Hal itu mereka lakukan
dengan tujuan memperoleh kebebasan dan perhatian.
Memperhatikan periodesasi yang dikemukakan para ahli diatas
baik dari segi biologi, didaktis maupun psikologis, maka dalam
makalah ini ditulis urutan-urutan periodesasi sebagai berikut

1. Masa intra uterin (masa dalam kandungan) dan masa bayi


2. Masa anak kecil
3. Masa anak sekolah
4. Masa remaja
5. Masa dewasa
TEORI-TEORI PROSES PENUAAN
by indonesian nurse on Jul.30, 2008, under Bahasa Indonesia
A. TEORI BIOLOGIS
Proses penuaan merupakan proses secara berangsur yang
mengakibatkan perubahan secara komulatif dan merupakan
perubahan serta berakhir dengan kematian. Teori biologis
tentang penuaan dibagi menjadi :
1. Teori Instrinsik
Teori ini berati perubahan yang berkaitan dengan usia timbul
akibat penyebab dalam diri sendiri.
2. Teori Ekstrinsik
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan
pengaruh lingkungan.
Teori lain menyatakan bahwa teori biologis dapat dibagi
menjadi :
1. Teori Genetik Clock
Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah terprogram
secara genetik untuk species – species tertentu. Tiap species
mempunyai didalam nuklei ( inti selnya )suatu jam genetik yang
telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan akan menghentikan replikasi sel bila
tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita
akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan
lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep ini
didukung kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan
mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan
harapan hidup yang nyata.
2. Teori Mutasi Somatik ( teori error catastrophe )
Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi
somatik . sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia
dapat memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapqaat
mempperpanjang umur.menurut teori ini terjadinya mutasi yang
progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebaai salah satu
hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis error catastrope.
3. Teori Auto imun
Dalam proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi oleh zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat tersebut, sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya
radikal bebas mengakibatkan oksigenasi bahan – bahan organik
seperti KH dan protein.radikal ini menyebabkansel – sel tidak
dapat beregenerasi.
B. TEORI SOSIAL
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan
adalah teori pembebasan ( disengagement teori ). Teori tersebut
menerangkan bahwa dengan berubahnya usi seseorang secara
berangsur – angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia
menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya sehingga
sering terjadi kehilangan ganda yaitu :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak fisik
3. berkurangnya komitmen
C. TEORI PSIKOLOGI
Teori tugas perkembangan :
Menurut Hangskerst, ( 1992 ) bahwa setiap individu harus
memperhatikan tugas perkembangan yang spesifik pada tiap
tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan bahagia dan
sukses. Tugas perkembangan yang spesifik ini tergantung pada
maturasi fisik, penghargaan kultural masyarakat dan nilai serta
aspirasi individu. Tugas perkembangan pada dewasa tua meliputi
penerimaan adanya penurunan kekuatan fisik dan kesehatan,
penerimaan masa pensiun dan penurunan income.penerimaan
adanya kematian dari pasangannya dan orang – orang yang
berarti bagi dirinya. Mempertahankan hubungan dengan group
yang seusianya, adopsi dan adaptasi deengan peran sosial secara
fleksibel dan mempertahankan kehidupan secara memuaskan.

TEORI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MENURUT PARA


AHLI

A. Teori Perkembangan Arnold Gesell 


             Menurut Gesel, perkembangan merupakan suatu proses
kematangan atau fisiologi. Selagi kematangan fisiologi tidak dicapai, apa
saja yang dilakukan seperti berjalan tidak akan bisa tercapai. Menurut teori
kematangan yang dibuat oleh Arnorld Gesell, beliau telah membagi kepada
5 tahap dalam proses perkembangan kanak-kanak. Tahap pertama lahir
sehingga 1 tahun iaitu 1 bulan menghasilkan tangisan berbeda-beda untuk
menyatakan kehendak berlainan seperti lapar dan popoknya basah, 4
bulan koordinasi fisik berlaku seperti mata mengikut objek yang bergerak, 6
bulan tangan bayi mulai menggenggam objek, 7 bulan bayi mulai duduk
dan merangkak dan 12 bulan bayi mampu berdiri dengan berpegang pada
alatTahap kedua, 1 - 2 tahun yaitu kemantangan fisik dan mental mulai
meningkat, mulai memahami makna ‘jangan’ dan pada umur 2 tahun
mampu untuk berjalan tetapi dengan bantuan. Tahap ketiga, 2-3 tahun
yaitu koordinasi mata, tangan dan kaki mulai terbentuk, bisa bercakap
menggunakan kata-kata mudah dan bisa mengurus diri seperti makan dan
memakai kasut. Tahap ini kanak-kanak sudah pandai untuk berimaginasi
yaitu membentuk sesuatu dengan menggunakan permainan yang berada
di sampingnya atau di sekitar kanak-kanak tersebut. Tahap keempat, 3-4
tahun yaitu koordinasi dan kematangan fisik semakin kukuh dan bisa
mengikuti perintah ibu dan bapak. Tahap kelima, 4-5 tahun yaitu proses
berinteraksi terbentuk, mula bersosialisasi, mengemukakan soalan
berperingkat-peringkat dan bersedia untuk ke kelas
prasekolah Pengawasan dari bapak ibu sangat penting supaya tidak terjadi
kecelakaan terhadap kanak-kanak. Antara psikomotor yang terlibat ialah
motor kasar dan motor anak-anak dipengaruhi oleh halus.
 B. Teori Tugas Perkembangan Robert Havighurst
             Robert Havighurst menyatakan bahwa perkembangan seseorang
faktor lingkungan. Ini merupakan satu elemen penting yang berperan
dalam pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Beliau
memfokuskan kepada keadaaan sekeliling atau lingkungan di mana tempat
seseorang anak-anak itu membesar yang akan memberi dan
meninggalkan sama ada positif atau negatif bergantung kepada ibu bapak
yang memberikan ciri mereka Havighurst menyatakan bahwa tugas-tugas
dalam perkembangan anak-anak hanya perlu dipelajari sekali saja seperti
berjalan, berlari, perbedaan nama benda dan sebagainya. Jadi ini dapat
disimpulkan bahwa setiap perkembangan yang dialami oleh anak-anak
perlulah dengan suka rela anak-anak itu sendiri, bukan dengan paksaan
yang diberikan oleh ibu bapak kerana dengan paksaan akan membuatkan
kanak-kanak itu tidak berupaya untuk mandiri sendiri dan akan memberi
kesan yang dalam terhadap perkembangan mereka. Perkembangan ialah
proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mata fungsi organ-organ
jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Penekanan arti
perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang
disandang oleh organ-organ fisik, perkembangan akan berlanjut terus
hingga manusia mengakhiri hayatnya. Sementara itu pertumbuhan hanya
terjadi sampai manusia mencapai kematangan fisik. Yang artinya, orang
tak akan bertambah tinggi atau besar jika batas pertumbuhan tubuhnya
telah mencapai tingkat kematangan. Selanjutnya, pembahasan mengenai
perkembangan pada bagian ini akan penyusun fokuskan pada proses-
proses perkembangan yang dipandang memiliki keterkaitan langsung
dengan kegiatan belajar siswa. Proses perkambangan tersebut
meliputi:1. Perkembangan motor (motor development), yakni proses
perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka
ragam keterampilan fisik anak (motor skills).2. Perkembangan
kognitif (cognitive development), yakni  perkembangan fungsi intelektual
atau proses perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak
anak.3. Perkembangan sosial dan moral (social and moral development),
yakni proses perkambangan mental yang berhubungan dengan
perubahan-perubahan cara anak dalam berkomunikasi dengan obyek atau
orang lain, baik sebagai individu maupun sebagi kelompok
. C. Teori Kognitif Jean Peaget 
                 Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget (1896-1980),
mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif
mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran
mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi
tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia. Dalam
pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan
dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat
dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian
pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita
menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam
pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah
terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Seorang
anak 7 tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk memasang gambar
di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang
harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal
kedua benda ini, ia menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang
sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena palu terlalu berat dan ia
mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok, sehingga ia
kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk
sedikit mengubah konsep disebut akomodasi. Piaget mengatakan bahwa
kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami
dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara
berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut
:1 Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir
hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini,
perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam
kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan
tindakan-tindakan fisik
.2. Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2
hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai
melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul
pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif. Egosentrisme adalah suatu
ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif seseorang dengan
perspektif oranglain dengan kata lain anak melihat sesuatu hanya dari sisi
dirinya.
 3. Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang
berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget.
Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan
pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh
yang spesifik atau konkrit. 
4. Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat
pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari
piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-
pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Perlu
diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap
berikutnya bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa
menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu karena
tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Bisa
saja seorang anak akan mengalami tahap praoperasional lebih lama dari
pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama. 
D. Teori Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud 
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori
yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling
kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui
serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-
energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi
psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai kekuatan pendorong di
belakang perilaku.[1][10]
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia
lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan
kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari. Jika tahap-
tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian
yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang
tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal
psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak”
dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral
mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan
oral melalui merokok, minum, atau makan.
1.      Fase Oral Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi
melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat
penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan
dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan
mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang
bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi
oral. Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus
menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada
tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan
ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah
dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
2.      Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah
pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama
pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk
mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini
menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara
di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang
memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada
saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa
mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama
tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang
kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan
bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan
menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan.
Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud
menyarankan bahwa-yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di
mana individu memiliki, boros atau merusak kepribadian berantakan. Jika
orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya
bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
3.      Fase Phalic
Pada tahap phallic, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-
anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga
percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan
untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipusmenggambarkan perasaan
ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah.Namun, anak
juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4.      Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada,
tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi
sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial
dan komunikasi dan kepercayaan diri. Freud menggambarkan fase latens
sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas
berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk
alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai
salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
5.      Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan
minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal
fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang
lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan
sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari
tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang
kehidupan.[2][11]

E.     Teori Perkembangan Psikososial


Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah
salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund
Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa
tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial
Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah
perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut
Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan
informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan
dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa
teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.[3][12]
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang
bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang
akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah
sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak
tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson
berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika
tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika
tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan
perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami
konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson
berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas
psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa
ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi
kegagalan.
1.      Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
-          Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.
-          Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi
antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling
dasar dalam hidup.
-          Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa
selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak
tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan
tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam
mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan
kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
2.      Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame
and doubt)
-          Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.
-          Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini
terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan
besar dari pengendalian diri.
-          Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet
adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson
cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk
mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan
mengendalikan dan kemandirian.
-          Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian
lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga
pemilihan pakaian.
-          Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan
percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan
ragu-ragu terhadap diri sendiri.
3.      Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
-          Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
-          Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan
kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial
lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang
lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
-          Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan
bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah
yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi
kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
-          Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan
dengan cepat oleh rasa berhasil.[4][13]

TEORI-TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA, HUBUNGAN ANTARA


FILSAFAT, MANUSIA DAN PENDIDIKAN
MAKALAH
TEORI-TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA, HUBUNGAN ANTARA
FILSAFAT, MANUSIA DAN PENDIDIKAN
“Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Filsafat Pendidikan”
Dosen :  Husnan Sulaiman, M.pd

Disusun Oleh : Kelompok 1


Abdul Mu’min               (14210004)
Ai Anti Srimayanti         (14210013)
Cici Lestari                     (14210029)
Haniah Siti Nurazizah    (14210036)

FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL-MUSADDADIYAH GARUT
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
solawat serta salam semoga dilimpah curahkan kepada Nabi Muhamad SAW, Rasululloh
terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat dan membawa
keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Berkat karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Ilmiah jurusan PAI-A semester
3. Kami berusaha semaksimal mungkin berkarya dengan harapan makalah ini dapat membantu
pencapaian kompetensi mahasiswa dalam rangka mengingkatkam kualitas bangsa Indonesia.
Makalah ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami serta memuat aspek mengenai
Latar Belakang, sebab-sebab munculnya filsafat pendidikan, dan munculnya filsafat pendidikan
islam.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia. Kami mengharapkan saran
dan kritik yang membangun untuk memperbaiki makalah ini yang jauh dari kesempurnaan.
                                                                                                         

November  2015

Penyusun,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .              i


DAFTAR ISI  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  ii
BAB I PENDAHULUAN                             
A.    Latar belakang . . . . . . . . . . . . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B.     . . . .                                                                                                                             1
C.     Rumusan masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       2
D.    Tujuan penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .        2
E.     Manfaat Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .      2
F.      Sistematika Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .      2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perkembangan Manusia. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .     3
B.     Hubungan Antara Filsafat, Manusia, dan Pendidikan . . . …. . . . . . . . . . . . . . . .   9
a.       Manusia dan Filsafat…………………………………………………….. 9
b.      Filsafat dan Teori Pendidikan…………………………………………….11
c.       Hubungan antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan……………………..12           
BAB III PENUTUP
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .     16
Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .    17
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .           13

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Teori perkembangan adalah teori yang memfokuskan  pada perubahan-perubahan dan
perkembangan stuktur jasmani ( biologis), perilaku dan fungsi mental manusia dalam berbagai
tahap kehidupannya, mulai dari konsepsi hingga menjelang kematiannya. Mempelajari teori-teori
perkembangan tidak hanya berguna bagi orang tua dan guru dalam memberikan pelayanan dan
pendidikan kepada anak sesuai dengan tahap perkembangannya, melainkan juga berguna dalam
memahami diri kita sendiri dengan cara pendekatan biologis, lingkungan dan suasana serta
interaksi. Teori perkembangan akan memberikan wawasan dan pemahaman tentang sejarah
perjalanan hidup kita sendiri ( sebagai bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa atau usia lanjut ).
      Manusia mempunyai keistimewaan dari mahluk-mahluk yang lain, ia diciptakan oleh
Allah SWT begitu sempurna dan kesempurnaan ini manusia dapat meningkatkan kehidupanya.
Dengan berfikir atau bernalar, merupakan satu bentuk kegiatan akal manusia melalui
pengetahuan yang kita terima melalui panca indra diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu
kebenaran. Aktivitas berfikir adalah berdialog dengan diri sendiri dengan manisfestasinya, ialah
mempertimbangkan , merenungkan, menganalisis menunjukan alasan-alasan, membuktikan
sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu
jalan pikiran, mencari kualitasnya, membahas secara realitas dan lain-lain. Sesuai dengan makna
filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahami semua yang timbul dalam
keseluruhan lingkup pengalaman manusia, maka berfilosofis memerlukan suatu ilmu dalam
mewujudkan pemahaman tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat disimpulkan beberapa poin rumusan masalah
diantaranya yaitu :
1.       Apakah yang dimaksud dengan teori-teori perkembangan manusia?
2.       Apa hubungan antar filsafat manusia, dan pendidikan?

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan Penulisan dapat di uraikan sebagai berikut :
1.      Agar dapat mengetahui teori-teori perkembangan manusia  
2.      Agar dapat mengetahui hubungan antar filsafat manusia, dan pendidikan

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dalam makalah ini yaitu, agar kita atau pembaca dapat mengetahui
dan memahami mengenai wawasan pengetahuan dari pengertian teori-teori perkembangan
manusia, hubungan antar filsafat manusia, dan pendidikan. Untuk menambah ilmu, wawasan,
pengetahuan, lebih dalam mempelajari dan mengkaji filsafat pendidikan dalam kehidupan
E.     Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama; Pendahuluan,
Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan penulisan, Manfaat penulisan, Sistematika penulisan.
Bab dua; Pengertian: Teori-teori perkembangan manusia dan Hubungan antar filsafat manusia,
dan pendidikan. Bab tiga; Penutup: Kesimpulsan, dan Saran.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perkembangan Manusia

Secara umum, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat tetap dan
tidak dapat diputar kembali (Werner, 1969). Beberapa psikolog membedakan arti kata
‘pertumbuhan’ dengan ‘perkembangan’, namun beberapa tidak.  Pertumbuhan bisa diartikan
sebagai bertambah besarnya ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan
perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat yang khas mengenai gejala psikologis yang
muncul (Monks, Knoers, Haditono, 1982).
Di sisi lain, perkembangan juga dipandang secara menyeluruh, yang mencakup tiga
aspek, yaitu:
1.      Perkembangan fisik, seperti perubahan tinggi dan berat.

2.      Perkembangan kognitif, seperti perubahan pada proses berpikir, daya ingat, bahasa.

3.      Perkembangan kepribadian dan social, seperti perubahan pada konsep diri, konsep gender,
hubungan interpersonal. (Atkinson, Atkinson, Smith, Bem, Hoeksema, 1996.)

Tentunya dalam mempelajari perkembangan dan pertumbuhan  manusia, seluruh aspek


tersebut saling berkaitan satu sama lain. Begitu juga dalam penggunaan di dalam konteks
pendidikan, ilmu mengenai perkembangan manusia sebaiknya dikuasai secara menyeluruh agar
mendukung kompetensi pendidik dalam memahami kondisi anak didiknya
a.       Tugas-tugas pertumbuhan dan  perkembangan Manusia

Tugas-tugas perkembangan pada masa ini tumbuh atas dasar ketiga dorongan ini.
Dunia sosial anak pada masa ini sudah menjadi meluas, anak sudah keluar dari lingkungan
keluarga dan ini telah memasuki masa sekolah. Dalam lingkup ini sekolah memberikan pengaruh
yang cukup besar bagi perkembangan dirinya. Di sekolah anak memperoleh hubungan social
secara lebih luas dan memperoleh pengalaman- pengalaman yang baru banyak mempengaruhi
dan membantu proses perkembangan khususnya dalam menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan.
Ada Sembilan tugas-tugas perkembangan pada masa ini, yaitu berikut ini :
1.      Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan mempelajari kehidupan fisik
merupakan hal yang penting unntuk permainan dan aktivitas fisik karena hal itu mempunyai nilai
yang tinggi pada masa anak-anak. Secara psikologis anak sebaya akan mengajarkanya.

2.      Membina sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai suatu organisme yang sedang
berkembang

3.      Belajar bergaul dengan teman sebaya

4.      Belajar berperan sebagai pria dan wanita secara tepat

5.      Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca,menulis, dan berhitung dengan baik

6.      Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan seahri-hari

7.      Mengembangkan kata hati, moral, dan skala-skala nilai

8.      mencapai kemerdekaan pribadi

9.      Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial.

b.       Tahap-Tahap Perkembangan Manusia

Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang sejak


kelahiran hingga kematian :
1.      Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan. Hasil perkembangan ego: trust vs
mistrust (percaya vs tidak percaya) Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan

Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi
memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Ibu memainkan peranan terpenting untuk
memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada anak, dengan penekanan pada kontak
visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan trust
(percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya,
bila gagal di periode ini, individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat
bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak studi tentang
bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan keyakinan
di tahun-tahun awal kehidupan ini.
Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan
bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan
oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara
tetap.
2.      Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun.

Hasil perkembangan ego: autonomy vs shame (otonomi vs rasa malu)


Kekuatan dasar: Pengendalian diri, keberanian, dan kemauan (will)
Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar
belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik
yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa ini, individu
berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya
kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah.
Salah satu ketrampilan yant muncul di periode adalah kemampuan berkata “TIDAK”. Sekalipun
tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan
dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang
mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa
percaya dirinya.
3.      Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun

Hasil perkembangan ego: initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah)


Kekuatan dasar: Tujuan
            Periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya
dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain dengan kuda-kudaan
dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau boneka yang mengimitasi
kehidupan keluarga, mobil-mobilan, handphone mainan, tentara mainan untuk bermain peran,
dsb. Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering diucapkan seorang anak:”KENAPA?”
Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang berjuang
dalam identitas gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita sering melihat anak laki-laki
yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada sesama anak laki-laki, atau
bahkan menunjukkan pada anak perempuan sebaya. Kegagalan melalui fase ini menimbulkan
perasaan bersalah. Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah,
ibu, dan saudara).
4.      Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun

Hasil perkembangan ego: Industry vs Inferiority (Industri vs Inferioritas)


Kekuatan dasar: Metode dan kompetensi
Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya
menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan
fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan dan
perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri
(ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam
konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia
akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.
Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan penting dalam pembentukan
ego ini, sementara orang tua sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas tunggal.
5.      Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun

Hasil perkembangan ego: Identity vs Role confusion (identitas vs kebingungan peran)


Kekuatan dasar: devotion and fidelity (kesetiaan dan ketergantungan)
Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang dilakukan untuk saya, sejak
stage perkembangan ini perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan. Karena di
periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah sangat
kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial, dan
bergulat dengan persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang
terpisah dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila stage ini
tidak lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan kekacauan peran.
Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan. Di masa ini,
seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak
demikian. Wajar bila di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.
6.      Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun

Hasil perkembangan ego: Solidarity vs Isolation (Solidaritas vs isolasi)


Kekuatan dasar: affiliation and love (kedekatan dan cinta)
Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta. Hubungan yang saling
memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan persahabatan.
Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia
terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan ego.
Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.
7.      Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun

Hasil perkembangan ego: Generativity vs Self Absorption or Stagnation


Kekuatan dasar: production and care (produksi dan perhatian)
Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan
pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga. Selain itu
adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.
Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai
budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil.
Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan sumbangan pada
kebaikan masyarakat, yang disebut dengan generativitas. Jadi di masa ini, kita takut akan ketidak
aktifan dan ketidak bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal tujuan
berubah, ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan
hidup yang baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbulah self-absorpsi atau stagnasi. Yang
memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.
8.      Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65tahun hingga mati

Hasil perkembangan ego: Integritas vs Despair (integritas vs keputus asaan)


Kekuatan dasar: wisdom (kebijaksanaan)
Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan
bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan
merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan menjelang
kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan merasakan keputus
asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa
jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang dianutnyalah
yang paling benar.
B.     Hubungan Antara Filsafat, Manusia, dan Pendidikan

1.      Manusia dan Filsafat

Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak danberfikir, dan
kerena situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan
peristiwa-peristiwa penting bahkan dasyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk
menenteng dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, temenung, memikirkan segala
hal yang terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, diliatnya bahwa
segala sesuatu tumbuh diatasnya, berkembang, berbuah,dan melimpah ruah. 
Didalam sejaran umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuranmanusia
meningkat tinggi, maka tampullah manusia-manusia unggul merenung dan memikir,
menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan
kehidupan, sosial masyarakat, alam semesta, dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama
kalinya filsafat dalam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode dua, lalu sophisme,
kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih enam abad sebelum Masehi.
Memang filsafat alam, baik periode pertama maupun periode kedua, begitu pula
pemikiran Sophisme, belumlah mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan.
Berulah setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh sokrates (470 SM – 399 SM), dan
murid-muridnya plato dan aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam bidang
pendidikan.
Proses kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya perubahan-perubahan
yang drastis.  Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses kehidupan
umat manusia  diatas permukaan planet bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad
sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis.
Kemauan teknologi telah mendekatkan jarak  bumi yang jauh menjadi dekat sekali, seperti di
sebelah rumah saja.  Apa yang terjadi di sutau negara pada detik ini dan saat ini juga telah
diketahui olehnegara-negara lain di dunia ini.
Jadi untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat
sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat
pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional sudah jelas tidak akan dapat menjawab
tantangan zaman yang sekarang kita hadapi.
Kita harus mengakui bahwa dalam sistem, teori,dan filsafat pendidikan kita masih
mengiport dari negara lain. Meskipun para ahli kita dalam bidang ini barangkali sudah ada, akan
tetapi belum berani tampil ke depan.  Baiklah marilah! Kita gunakan sistem, teori, peralatan dan
filsafat pendidikan oran lain dulu, sebelum kita dapat menciptakan sendiri semuanya itu, asal kita
usahakan untuk menyeuaikannya dengan kepribadian kita, kita ambil mana yang baik dan kita
buang mana yang mudharat, lalu kita jadikan hak milik kita sendiri. Jadi dalam hal ini harus ada
proses indonesialisme.
2.      Filsafat dan Teori Pendidikan
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara lebih rinci dapat
diuraikan sebgai berikut:
a.       Filsafat,dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan
oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori
pendidikannya, disamping menggunakan metoda-metoda ilmiyh lainnya.

b.      Fisafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah berkembang oleh para
ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai
relefansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dengan pandangan
filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek
kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam
masyarakat.

c.       Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk
dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogik.

Disamping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat
hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saefullah dalam
bukunya antara Filsafat dan pendidikan, sebagai berikut:
         Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat
manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta ini moral pendidikannya.

         Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi pelitik pendidikan,
kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran,
termasuk pola-pola akultrasi dan peran pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.

Definisi diatas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu:  filsafat pendidikan dan sistem
atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalahbehwa yang satu suplemen terhadap
yang lain dan keduanya diperlakukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai
pengajar bidang studi tertentu.
3.      Hubungan antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan
a.       Kedudukan Filsafat dalam Ilmu Pendidikan

Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena
filsafat lah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk
mencapai kebenaran atau pengetahuan.lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah
merasa puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum, melainkan juga ingin
memperhaikan hal-hal yang khusus.[3]
Kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir filosofis dan
berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan piaget tentang epistemologi genetis, yaitu fase-
fase berfikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari
tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan oleh halford sebagai berikut:
Jasa utama dari piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tinggah
laku yang terdiri atas empat fase, yaitu:
1.   Fase Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana caraberfikir
anak masih sangat ditentukanoleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit
terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam
proses berfikir dan pikiran anak.
2.   Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5 – 8 tahun, yang ditandai adanya
kegiatan berfikir dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional).
3.   Fase Operasional yang kongkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahkan persoalan
secara kongkrit dan terhadap benda-benda yang kongkrit pula.
4.   Fase Operasi Formal, pada anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir abstrak,
dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa serta
memprosenya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak belum
mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.
Bisa disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, antara lain :
         Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem.

         Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan
dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.

         Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam tiap-
tiap ilmu pengetahuan.
         Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu pengetahuan.
Tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan dengan
meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.

         Filsafat juga memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan.

b.        Kedudukan Filsafat dalam Kehidupan Manusia

Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia


maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Filsafat berarti cinta akan
kebijaksanaan. Jadi seorang filosof adalah orang yang mencintai kebijaksanaan dan hikmat yang
mendorong manusia itu sendiri untuk menjadi orang yang bijaksana. Dalam arti lain, filsafat
didifinisikan sebagai suatu pemikiran yang radikal dalam arti mulai dari akarnya masalah
samapai mencapai kebenaran melalui tahapan pemikiran. Oleh karena itu seorang yang
berfilsafat adalah orang yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan
pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri.
Filsafat dalam coraknya yang religius bukanlah berarti disamakan dengan agama atau
pengganti keduudkan agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala pertanyaan atau sial-soal
yang diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan adalah lebih tinggi daripada filsafat
karena didalam agama masih ada pengetahuan yang tak tercapai oleh budi biasa adan hanya
dapat diketahui karena diwahyukan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keduudkan filsafat dalam kehidupan manusia
adalah:
1.      Memberikan pengertian  dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan tentang
kenyataan yang diberikan oleh filsafat.

2.      Berdasarkan dasar-dasar hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup kepada
manusia. Pedoman itu mengenai segala sesuatu yang terdapat disekitar maunusia sendiri seperti
kedudukan dalam hubungannya dengan yang lainnya. Kita juga mengetahui bahwa alat-alat
kewajiban manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Dengan akal, filsafat memberikan
pedoman hidup untuk berfikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan rasa dan kehendak maka
filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan buruk.

Uraian mengenai filsafat sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya kiranya akan banyak
memberikan gambaran dan kemudian dalam memahami lapangan pendidikan dan filsafat
pendidikan kemudian. Dan munculnya filsafat pendidikan sebagai suatuilmu baru setelah tahun
1900-an tiada lain adalah sebagai akibat adanya hubungan timbal-blik antara filsafat dan
pendidikan, untuk memecahkan dan memjawab persoalan-persoalan pendidikan secara filosofis.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar
kembali (Werner, 1969). Beberapa psikolog membedakan arti kata ‘pertumbuhan’ dengan
‘perkembangan’, namun beberapa tidak.  Pertumbuhan bisa diartikan sebagai bertambah
besarnya ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan perkembangan lebih dapat
mencerminkan sifat yang khas mengenai gejala psikologis yang muncul (Monks, Knoers,
Haditono, 1982).
B.     Saran
Makalah ini di sampaikan kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Almusaddadiyah selaku
lembaga pendidikan yang mempelajari tentang filsafat pendidikan, Yayasan Almusaddadiyah
yang menaungi lembaga ini tidak lupa kepada rekan-rekan Mahasiswa yang mempelajari mata
kuliah filsafat pendidikan ini, semoga beramanfaat dan menjadi bahan referensi juga koreksi dari
para pembaca.

Anda mungkin juga menyukai