MANUSIA
Ir. Ferry F. Karwur, M.Sc., Ph.D. dan Yulius Y. Ranimpi,M.Si, Psikolog
Universitas Kristen Satya Wacana
Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga
fkarwur@yahoo.com
yyranimpi@yahoo.com
Abstrak
Kapasitas mental yang luar biasa pada manusia hadir
melalui sejarah panjang jutaan tahun terakhir dan
terkanalisasi dalam sejarah ontogeni. Bukti fosil, DNA dan
Protein mengiakan kehadirannya dalam rentang waktu
tersebut. Namun artefak hanya bisa menggapainya tidak
lebih dari 2–4 ratusan tahun lampau, atau kalau
direntang ke kejauhanya sampai pada antara 2–3 juta
tahun kepada teknologi batu bersamaan dengan
munculnya spesies Homo. Lalu bagaimana dengan
mekanisme? Yang kita saksikan dari fosil-fosil ialah
bahwa adaptasi terus-tak putus lebih kuat menjelaskan
ketimbang proses-proses punctuation. Demikian pula
bahwa walaupun sinyal-sinyal gen-gen tunggal mengiakan
kejadian rambang tetapi hal itu nampaknya adalah
pemicu dari munculnya keanekaragaman, dan mengalami
penstrukturan dalam adaptasi jejala molekuler yang
berasosiasi kuat dengan modul-modul neuroanatomis di
daerah korteks. Faktor lingkungan evolusioner, terutama
lingkungan sosial (social brain hypothesis) menyetir dan
mensinungi “informasi”, mendorong muncul, tumbuh,
berkembang, dan mengalami pencermatan kapasitas dan
kualitas mental. Evolusi mental yang berlangsung
interaktif itu mengalami kemajuan dalam skala dan
intensitas yang kuat menuju Homo simbolicus yang terus
menciptakan konvergensi-konvergensi mental aras tinggi
termasuk kecakapan berfikir formal, koordinatif-terpadu,
merencanakan, dan kesadaran diri.
Pengantar
Bagi Darwin, ujian yang paling berat terhadap
teorinya mengenai seleksi alamiah adalah apakah seleksi
alamiah dapat menjelaskan kapasitas mental Homo sapiens
yang membuatnya satu-satunya Homo yang mampu
beradaptasi terhadap lingkungan evolusioner sampai
74 Makalah Utama
sekarang? Tulisan berikut akan berturut-turut mengkaji:
(a) Kapasitas mental manusia, mengapa ia amung dan luar
biasa di antara tetangganya; (b) kapasitas mental manusia
sebagai gejala perkembangan (c) bukti kebudayaan (artifact,
dll) dan fosil-fosil Homo (dhi. skull fosil Homo) sebagai
penyokong penting bagi interpretasi terhadap [kontinuitas
proses] evolusi manusia; (d) struktur internal otak dan
fungsinya yang merupakan landasan kritis bagi studi
evolusi perbandingan guna menemukan keunikan-
keunikan struktur-fungsi otak sebagai respons adaptif yang
membuatnya manusia; (e) studi pendasaran molekuler bagi
berlangsungnya evolusi ke arah evolusi manusia dengan
kapasitas mentalnya yang luar biasa; (f) perkembangan-
perkembangan penelitian mengenai bagaimana mental, dan
terutama kecerdasan, merupakan respons terhadap
tuntutan-tuntutan lingkungan fisikal dan sosial. Di akhir
tulisan ini dilakukan sintesis guna menemukan kerangka
kerja penelitian lanjut yang penting untuk memadukan
fakta-fakta fosil, struktur-fungsi otak, mekanisme-
mekanisme molekuler dalam kerangka respons terhadap
tuntutan lingkungan fisik dan sosial yang telah bekerja
dalam proses evolusi menuju manusia dengan kapasitas
mental yang hanya ada pada dirinya.
76 Makalah Utama
diungkapkan oleh filsuf Jerman, Franz Brentano (1874;
1838-1917).
Mental Manusia sebagai Gejala Perkembangan
Kemampauan mental manusia yang luar biasa
bukanlah sesuatu yang langsung dipraktekkan sejak lahir.
Tahun-tahun pertama hidupnya adalah tahun-tahun yang
tak-berdaya (fisik dan mental, kecuali a.l. merengek-rengek,
menangis, dan tertawa) yang sebenarnya lalu menuntut
belas-kasihan dan oleh sebab itu pengasuhan orang-tua. Ia
belum tahu apa itu benar dan apa itu salah. Ia bahkan
tidak tahu apa keyakinan agamanya. Oleh pengasuhan ia
lolos dari saringan seleksi yang ketat. Potensi genetik yang
tersimpan dalam bangunan genetik dan diwariskan oleh
nenek-moyang, terekspresi seiring dengan perkembangan.
Ia tumbuh, berkembang dan mengalami perubahan
kualitas disepanjang hayat, yang tentunya dipengaruhi oleh
lingkungan “kini dan disini”. Oleh sebab itu, gejala-gejala
tersebut adalah gejala perkembangan wajar dari setiap
pribadi manusia, sebagaimana ia tunduk pada hukum
pertama sistem hayati bahwa “fenotip adalah hasil dari
ekspresi potensi genetik yang berinteraksi dengan
lingkungan (fenotip = genetik x lingkungan)”. Lingkungan
dalam hal ini mencakup lingkungan fisik dan lingkungan
sosial, termasuk nilai-nilai spiritual.
Dalam perspektif evolusi, komponen genetik dan
komponen lingkungan berubah sejalan dengan waktu, dan
perubahan tersebut merupakan keunikan sejarah evolusi.
Jadi, keadaan kini dari komponen genetik maupun
lingkungan adalah ujung terdepan dari panah waktu
evolusi yang melesat sejak 14.5 miliar tahun lampau.
Lesatan waktu tersebut menciptakan syarat perlu dan
peluang (necessity and chance) yang kemudian membentuk
semua kapasitas hayati, tak terkecuali kapasitas mental
manusia. Dengan demikian keadaan sekarang organisme
hayati dengan kapasitas-kapasitasnya adalah hasil
perjumpaan program genetik dan lingkungan evolusioner
(7).
Sejalan dengan perkembangan hayati, kemampuan
mentalnya tumbuh, berkembang, dan mengalami
peningkatan kualitas (kognitif, nilai-nilai subjektif, dll).
Studi komparatif perkembangan ontogenik ketrampilan
kognitif anak-anak dan simpansé menunjukkan bahwa
manusia memiliki banyak ketrampilan kognitif yang tidak
dimiliki primata terdekatnya. Hal ini diduga karena
kemunculan ketrampilan-ketrampilan kognitif-sosial yang
khas spesies di awal perkembangan ontogenik [sejarah
organisme dari lahir sampai mati], yang diperlukan dalam
78 Makalah Utama
Gambar 1. Dinamika pematangan gray matter di permukaan korteks da-
lam urutan waktu pada anak berumur dalam kisaran 5–20
tahun. Gambar ini dikonstruksi dari scan MRI pada anak-anak
sehat 5–20 tahun (Gogtay et al., 2004). Warna semakin gray
menunjukkan pematangan. Daerah-daerah fungsi dasar meng-
alami pematangan terlebih dahulu dan diikuti oleh pematangan
di daerah lobus frontal dengan fungsi-fungsi aras tinggi (Sum-
ber: Toga & Thompson, 2005).
80 Makalah Utama
alamiah. Fungsi adaptasi adalah untuk
memecahkan satu problem. Pengertian adaptasi
dalam psikologi evolusioner ini berbeda dengan
pengertian adaptasi yang umum dipakai oleh
psikologi. Pengertian umum adaptasi biasanya
menunjuk pada pengertian yang menyangkut
kebahagiaan pribadi, kesesuaian sosial,
kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi
yang berubah atau kesejahteraan hidup. Adaptasi
diturunkan oleh orang tua kepada keturunannya.
Agar supaya adaptasi dapat diwariskan kepada
keturunan maka perlu ada gen adaptasi. Meskipun
adaptasi merupakan karakteristik yang diwariskan,
faktor lingkungan turut memainkan peranan
penting dalam perkembangannya. Satu
karakteristik dinilai sebagai hasil adaptasi jika
memenuhi dua criteria: (a) karakteristik tersebut
harus secara ajeg muncul dalam bentuk yang
lengkap padasaat yang tepat dalam kehidupan
organisme, b) karakteristik itu merupakan
karakteristik yang tipikal dari semua atau
kebanyakan anggota spesies.
c. Mekanisme psikologis sebagai hasil evolusi
Semua perilaku yang kasat-mata akan dilandasi
oleh mekanisme psikologis. Contoh, seorang anak
dan seorang dewasa merespons secara berbeda
stimulus yang sama, maka hal ini disebabkan
karena mereka memiliki mekanisme psikologis yang
berbeda. Contoh lain, jika seorang pria dan wanita
mempunyai respons yang berbeda terhadap
stimulus yang sama, hal itu disebabkan karena pria
dan wanita memiliki mekanisme psikologis yang
berbeda. Mekanisme psikologis sama hal-nya
dengan mekanisme fisiologis merupakan hasil
proses evolusi dengan cara seleksi alami.
Mekanisme psikologis sebagai sekumpulan proses di
dalam diri organisme yang (a) ada dalam bentuk
yang sekarang ini oleh karena mekanisme ini
memecahkan satu problem khusus dari
keberlangsungan hidup atau reproduksi individu
secara berulang kali sepanjang sejarah evolusioner
manusia, (b) hanya mengambil informasi atau input
tertentu yang dapat bersifat internal atau eksternal,
dapat disarikan secara aktif atau diterima secara
pasif dari lingkungan, dan menetapkan bagi
individu problem adaptif tertentu yang dihadapinya,
dan (c) mengubah informasi menjadi output melalui
82 Makalah Utama
jika dengan kapasitas yang awal, manusia dapat saja
memiliki tingkat IQ yang normal? Oleh karena itu ada
dugaan bahwa evolusi volume otak berkaitan dengan
kapasitas perilaku yang cerdas dengan tujuan untuk tetap
survive. Pendekatan neuro-psikologi, pada dasarnya
digunakan untuk kepentingan klinis. Para ahli syaraf
biasanya melakukan uji terhadap kekuatan, efisiensi, dan
reaksi yang sepantasnya dari seorang klien ketika harus
memberi respon terhadap stimulus tertentu. Selain itu,
mereka juga melakukan uji untuk mencari tahu, apakah
ada malfungsi dari otak. Dalam pendekatan ini, perilaku
dipahami sebagai suatu sistem yang terdiri dari fungsi
kognisi, emosi, dan bagaimana perilaku diaktualisasikan.
Fungsi kognitif lebih menyita perhatian dari para neuro-
psychologist. Trauma yang dialami oleh otak dapat
mengganggu perilaku. Contoh: anemsia, fungsi ekspresif
(apraxia-ekspresi bertujuan dan aphasia-
memformalisasikan simbol), proses berpikir (perencanaan,
argumen, problem solving), gangguan emosional (hiperaktif,
obsesif-kompulsif, depresi, apatis, toleransi rendah). Dalam
soal gangguan mental Psikologi Evolusioner memberi
penjelasan bahwa perilaku dan emosi yang terganggu
terkait erat dengan adaptasi evolutif bandingkan dengan
konsep meme [mim: karakter budaya seperti gagasan,
perasaan, ataupun perilaku. Istilah ini dikenalkan oleh
Richard Dawkins dalam bukunya The Selfish Gene. Contoh
meme: gagasan, ide, teori, penerapan, kebiasaan, lagu,
tarian dan suasana hati. Meme dapat bereplikasi dengan
sendirinya (dalam bentuk peniruan) dan membentuk suatu
budaya, cara seperti ini mirip dengan penyebaran virus
(tetapi dalam hal ini terjadi di ranah budaya). Sebagai unit
terkecil dari evolusi budaya, dalam beberapa sudut
pandang meme serupa dengan gen. Teori meme
menjelaskan bahwa meme berkembang dengan cara seleksi
alam (mirip dengan prinsip evolusi biologi yang dijelaskan
oleh penganut Darwinian) melalui proses variasi, mutasi,
kompetisi, dan warisan budaya yang mana mempengaruhi
kesuksesan reproduksi di setiap individu. Maka dengan
demikian meme, menyebar berupa ide dan bila tidak
berhasil diakan mati, sedangkan yang lain akan bertahan,
menyebar, dan (untuk tujuan yang lebih baik bahkan lebih
buruk) akan bermutasi. Ilmuwan memetika mempunyai
pendapat bahwa meme yang mempunyai ketahanan terbaik
akan menyebar dengan efektif dan mempengaruhi si objek
(suatu individu)].
Bukti Artefak
Kapan sebenarnya kapasitas mental aras tinggi
pada manusia mulai ditabur dan bersemi dalam sejarah
evolusi? Memahami sejarah evolusi mengenai kapasitas
mental manusia itu dengan menelusuri jejak-jejak
kebudayaan yang ia tinggalkan walaupun mengandung
keterbatasan yang mungkin sulit terpecahkan, karena tidak
atau sedikit membawa bekas, telah diupayakan dengan
keras (Leakey, 2003) (15). Masih ada, walaupun sangat
sedikit, sisa-sisa kebudayaan masyarakat lampau yang
terlacak dalam kebudayaan material hasil kecerdasan
manusia (artifact), bahasa dan seni.
Gambar-gambar simbolik citra dunianya yang
ditemukan di gua-gua atau bebatuan yang tersebar di
banyak tempat di Asia Selatan (misalnya inovasi mikrolitik
di lembah Jurreru; Petraglia et al., 2009) (16), Perancis dan
Eropa lainnya (lebih kurang 30.000 tahun lalu), serta
Australia (40.000–50.000 thn lalu) menunjukkan bahwa
84 Makalah Utama
mereka telah memiliki kapasitas mental aras tinggi yang
mengisyaratkan bekerjanya akal-budi manusia modern,
yakni dunia mental seperti yang kita semua (H. sapiens)
alami dewasa ini. Menengok lebih jauh ke masa 100.000
(75.000–135.000) tahun lampau, periode di mana Afrika
Barat mengalami kekeringan yang luar biasa (Scholz et al.,
2007) (17) dan terjadinya migrasi manusia modern dari
Afrika ke benua Asia melalui koridor episode basah di
Sahara 120.000 (117 000–130 000 tahun lalu melalui –
salah satunya– lembah Nil), masyarakat pantai Afrika dan
Asia barat-daya telah membuat manik-manik dari
cangkang (Gastropoda) laut yang dengan sengaja dipilih
dan dibolongi serta bahkan diwarnai sebagai barang
perhiasan pribadi [Gru¨n et al., 2005 (18); Bouzouggar et
al., 2007 (19)]. Dengan melihat keluasan wilayah sebaran
dan rentang generasi dari kebudayan tersebut, maka
praktek tersebut mestinya telah dilestarikan secara
kultural karena memiliki arti bagi mereka. Dari kebudayan
material tersebut tampak bahwa mereka berinovasi, tahu
berdandan, dan memanfaatkan komunikasi simbolik, dan
oleh sebab itu memiliki kualitas kepintaran yang tidak jauh
dari masyarakat sekarang ini.
Tidak hanya pada Homo sapiens. Artefak yang
menunjukkan kecerdasan dapat pula kita telusuri sejak
kehadiran Homo habilis di Afrika 2.4 juta tahun lampau
dengan budaya Oldowannya, yang mengandalkan aplikasi
teknik pembuatan alat batu secara sederhana. Pada fosil
tertua Sangiran, yakni H. erectus arkaik yang hidup 1.2–1.6
juta tahun lampau, kemampaun membuat teknologi batu
mengalami pencermatan, sebagaimana ditunjukkan oleh
temuan artefak Sangiran flake industry pada 3.8 meter di
bawah lempung hitam Pucangan yang dilaporkan oleh
Harry Widianto pada tahun 2006 (Widianto & Siman-
juntak, 2009) (20). Mereka mampu membuat kapak-kapak
genggam yang selain sesuai tuntutan fungsional (misalnya
tajam) juga sudah mengandung unsur anekaragam dan
keindahan (prinsip simetri, lonjong, meruncing pada salah
satu bagian). Pada H. erectus kita juga melihat kemampuan
dalam berburu yang membutuhkan, teknologi, kerjasama
kelompok, dan pemahaman bersama (shared understan-
ding).
86 Makalah Utama
12 Paranthropus 2 – 1.2 Gua-gua di Afrika
robustus Selatan
13 Homo habilis 2.4 – 552 Tanzania, Ethiopia, and
1.6 Kenya
14 Homo rudolfensis 2.4 – 752 Tanzania, Kenya, and
1.8 Malawi
15 Homo ergaster 1.9 – 854 Afrika, Asia, Eropa
1.7 (pinggiran)
16 Homo erectus (1.7) 1.6 1016 Afrika, China, Jawa
– 0.2
17 Homo antecessor 0.7, 0.6 Italy, Spanyol
18 Homo <0.6 Afrika, Eropa, Asia
heidelbergensis
19 Homo 0.25 – 1512 Semua daratan Eropa,
neanderthalensis 0.029 (kecuali Scandinavia)
dan Asia Barat.
20 Homo sapiens 0.160 – 1355 Herto, Ethiopia; Irhoud
idaltu 0.154 Morocco
Disarikan dari Wood and Collard (1999) (24); Alles and Stevenson
[2003; 2006) (25); Futuyma (2005) (26); and, Palmer (2006) (27)]
88 Makalah Utama
operasi kognitif lebih efisien dari pada spesies lain:
kapasitas pengingatan yang besar, belajar lebih cepat,
kegiatan perseptual lebih cepat, melakukan penyimpulan
atas dasar pertimbangan yang menyeluruh dan cermat,
dan mampu melakukan perencanaan jangka panjang. Apa
penyebabnya? Mesti ada tekanan lingkungan spesifik yang
mengakibatkan perubahan kemampuan kognitif tersebut
demi kelangsungan hidupnya.
Walaupun bukti fosil menyimpulkan bahwa otak
manusia bukan saja 3 kali lebih besar dari pada Apes,
volume bukanlah satu-satunya tanda yang dapat
diandalkan untuk menilai kapasitas mental dan perilaku.
Rangka manusia mungil berumur 18.000 thn yang
ditemukan 5.9 meter dari permukaan tanah di Liang Bua
hanya memiliki volume otak kurang dari 500 cc (Brown et
al., 2004; Jacob et al., 2005, dalam Widianto, 2008).
Namun demikian, mereka memiliki sejumlah perilaku
canggih seperti penggunaan api dan melakukan perburuan
dalam tim (Morwood et al., (2005)(36).
Studi neuroanatomis menunjukkan bahwa ada
perbedaan-perbedaan kualitatif dan kuantitatif di antara
manusia dan kerabatnya. Dalam perjalanan evolusi ada
peningkatan ukuran cerebral cortex yang penting bagi
munculnya intelegensia (Calvin, 1994) (37). Peningkatan ini
terutama terjadi di daerah frontal lobe (38), parietal lobe
(39), dan temporal lobe (40). Sebagai konsekuensi, terjadi
peningkatan ruang serebral (cerebral hemisphere) dan
pelipatan serta pembelitan (twisting and convoluting)
cerebral cortex. Volume intrakranium H. floresiensis
memiliki kemiripan dengan individu H sapiens yang
mikrosefalik, tetapi otak dari H. floresiensis memiliki lobus
temporal yang berukuran relatif besar serta lobus frontal
yang sangat berlipat-lipat (folded) dan berbelit (convoluted)
(Falk et al., 2005) (41), yang keduanya terlibat dalam
fungsi-fungsi mental aras tinggi.
90 Makalah Utama
satu jawaban dari semakin membesar dan kompleksnya
otak mamalia dan primata. Pada manusia, primata lain,
dan dolphin, ekspansi korteks diikuti dengan mengerutnya
otak, membentuk lembah-lembah dalam yang disebut sulci
dan bukit-bukit yang disebut gyri.
Dalam evolusi lanjut, otak semakin membesar,
relatif lebih cepat terhadap berat tubuh. Pembesaran ini
disertai pemisahan/diferensiasi di antara daerah yang telah
ada disertai perubahan-perubahan fungsional, menyebab-
kan pada mamalia, hubungan yang sangat kuat antara
volume otak dengan jumlah daerah-daerah pembeda di
daerah korteks (Chagizi & Shimojo, 2005) (42)
Pada binatang darat, otak bagian depan (forebrain)
membesar dengan cepat, diikuti oleh perubahan-
perubahan anatomis. Perubahan ini dapat dibedakan
secara mikroskopik, dan pemahaman fungsional atas
perubahan tersebut telah diketahui (43).
Pada mamalia, yang tentunya termasuk primata
dan manusia, telencephalon berkembang sangat luar biasa.
Ia berkembang dan berlipat-lipat menjadi ruang serebral
(cerebral hemispheres), dan korteksnya terdiri dari sejumlah
lapisan sel neuron. Ekspansi terbesar terjadi di daerah
neokorteks, terutama ekspansi luas areal. Pembesaran ini
menekan pertumbuhan daerah-daerah korteks lama ke
bagian dalam dari struktur otak, membengkok dan menjadi
yang dinamakan hipokampus (hippocampus). Daerah ini
pada manusia memainkan peran sentral dalam ingatan
spasial, belajar dan emosi. Ekspansi neokorteks terhadap
hipokampus pada lintasan evolusi ke arah manusia dapat
dipahami dari rasio kedua organ ini bahwa pada mamalia
seperti landak (hedgehog) rasio antara neokorteks dan
hippokampus adalah 3:2, sedangkan pada monyet
meningkat menjadi 30:1 (Rose, 2005). Pada tataran fungsi,
serebrum mengambil alih fungsi koordinasi dan kontrol
dari thalamus.
Bagaimana pula dengan daerah thalamus? Ia
berubah fungsi menjadi stasiun relay ke korteks serebral
(cerebral cortex). Namun demikian, hypothalamus dan
pituitary masih tetap memiliki peran vital dalam
mengendalikan mood, emosi, dan pola perilaku kompleks.
Daerah hypothalamus mengandung sejumlah neuron yang
bertalian dan mengatur kesukaan makan (appetite),
keinginan seksual (sexual drive), tidur (sleep), dan perasaan
senang (pleasure). Pituitary mengatur produksi hormon-
hormon kunci dan membentuk perhubungan antara saraf
dan sistem kendali hormonal. Inilah salah satu
pertimbangan penting bagaimana relasi evolusioner
92 Makalah Utama
neuroanatomi terlokalisasi di daerah korteks, yakni lapisan
terluar dari gray matter dari ruang serebral.
Di daerah korteks serebral, jumlah absolut jaringan
korteks berkorelasi dengan sejumlah dimensi perilaku
(Schoenemann, 2006) (33). Fungsi-fungsi mental tertentu
tertuju kuat pada lokasi tertentu, tetapi aspek kesadaran
diri (self) mungkin sulit dilokalisasi karena sinyal-sinyal
citra-saraf (neuroimaging) menyebar di banyak lokasi
(prefrontal cortex, anterior cingulate, postcentral gyrus,
precuneus, occipito-temporal junction, insula, superior
parietal lobule) walaupun sedikit bukti menunjukkan
peranan temporoparietal junction (TPJ) dalam pengalaman
kesadaran seseorang yang memperantarai kesatuan
keruangan tubuh dan diri (Blanke et al., 2005) (44)
Karena kekayaannya ketimbang data-data fosil,
studi neuroanatomi perbandingan telah memberikan
gambaran yang lebih rinci mengenai perubahan-perubahan
otak yang terkait dengan kemampuan mental aras tinggi
pada manusia. Ringkasan atas studi-studi evolusi
perbandingan neuroanatomis disenaraikan di bawah ini
(Schoenemann, 2006).
1. Membandingkan ukuran absolut otak H. sapiens
dengan simpanse menunjukkan rasio 3:1 untuk H.
sapiens.
2. Ukuran tabung pencium (Olfactory bulb) memiliki
ukuran ~1.6 kali, namun kalau angka ini dinormalkan
terhadap ukuran tubuhnya maka ukuran ini hanya
30% dari ukuran yang seharusnya.
3. Ukuran serebellum, yang penting dalam pola dan timing
dari gerak otot memiliki ukuran ~2.9 kali lebih besar
ketimbang simpanse.
4. Korteks visual primer di lobus occipital yang berfungsi
untuk pemrosesan aspek-aspek visualisasi memiliki
ukuran 1.5 kali lebih besar dari pada simpanse, tetapi
sebenarnya hanya 60% dari yang seharusnya menurut
ukuran tubuhnya.
5. Lobus temporal, yang berfungsi dalam auditory,
memory, emotion, conceptual understanding; languange
processing, berukuran lebih besar secara signifikan
berdasarkan keseluruhan volume, volume white matter,
dan luas permukaan jika dibandingkan dengan primata
lain.
6. Daerah lobus frontal yang berperan dalam ingatan kerja
(working memory), fungsi eksekutif, dan proses-proses
attentional, strukturnya telah berekspansi pada primata
dalam waktu yang belum lama berselang, konsisten
dengan perannya dalam fungsi berfikir dan intelektual.
94 Makalah Utama
besar pada manusia ketimbang yang ada pada pongid
(Semendeferi et al., 2001) (49). Apa artinya? Kurang
berkembangnya daerah Brodmann 13 tidak berarti
kurang berkembangnya aspek perilaku, karena
kenyataannya kondisi manusia yang sebenarnya sangat
berhubungan dengan interaksi sosial. Peningkatan di
daerah Brodmann 10 hampir pasti terkait dengan
berbagai dimensi perilaku perencanaan.
Apa yang menjadi setiran-setiran evolusi
neuroanatomis di atas? Tuntutan ekologis? Komunikasi
simbolik? Kompleksitas sosial? Pertanyaan-pertanyaan ini
akan digumuli pada bagian mekanisme evolusi. Tetapi
sebelumnya, bagaimana studi-studi molekuler memberikan
perpektif dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan
ini.
96 Makalah Utama
spesies ini bukan terutama oleh perbedaan fungsi-fungsi
protein tetapi pada pengendalian sintesis protein tersebut
yang dapat berhubungan dengan waktu, lokasi, jumlah,
dan kordinasi ketiganya. Oleh sebab itu, King dan Wilson
(1975) (57) mengusulkan agar pumpun perhatian penelitian
ke depan pada studi yang mendemonstrasikan perbedaan
antara apes dan manusia dalam hal waktu ekspresi gen
selama proses perkembangan, khususnya selama
perkembangan organ-organ yang sangat krusial dalam
proses adaptasi manusia seperti organ otak. Tentunya hal
ini tanpa harus mengesampingkan peran-peran mutasi
pada gen-gen pengkode protein yang terlibat pada fungsi-
fungsi otak (Khaitovich et al., (2005) (58).
Menindaklanjuti agenda di atas, Rockman and Wray
(2002) (59) melaporkan polimorfisme urutan DNA tuas
pengendali bukan pembawa kode genetik (noncoding cis-
regulatory DNA sequences) (60) yang lebih tinggi ketimbang
polimorfisme aras protein pada manusia (Tabel 2). Mutasi-
mutasi yang terjadi di daerah tuas-pengendali (cis-
regulatory regions) penting untuk menunjukkan peran
tuas-pengendali dalam evolusi manusia karena perubahan
tuas pengendali dapat mengubah fungsi gen dengan
mengubah ekspresi, waktu, dan lokasi (Wray, 2007) (61).
Studi selanjutnya oleh Kudaravalli et al., (2009) (62)
yang menghitung statistik skor haplotipe terpadu (iHS) (63)
untuk SNP (single nucleotide polymorphisms) untuk
mempelajari sinyal-sinyal polimorfik molekuler pada tingkat
populasi manusia sekarang, mengindikasikan bekerjanya
seleksi alamiah yang baru dan sedang berlangsung. Mereka
menunjukkan bahwa single nucleotide polymorphisms
(SNPs) yang mempengaruhi ekspresi gen in cis sering
merupakan sasaran penting bekerjanya seleksi alamiah
serta memberi argumentasi bahwa seleksi pada aras
ekspresi gen penting dalam adaptasi manusia.
Penelitian di atas mungkin memberi implikasi
bahwa perbedaan nyata pada tataran morfologis,
keperikelakuan, dan kognitif, termasuk berbahasa dan
berberfikir abstrak, antara manusia dan simpansé dapat
dijelaskan melalui perbedaan dalam tingkat ekspresi gen,
atau bahwa ekspresi gen memberi sinyal kepada kita
bahwa perbedaan kualitatif pada tingkat perilaku dapat
saja ditelusuri pada perbedaan kandungan informasi
genetik yang terekspresi. Bukti-bukti terbaru menunjukkan
bahwa perbedaan-perbedaan dalam tingkat ekspresi gen
dapat memberi sumbangan berarti kepada perbedaan
struktural dan fungsional antar spesies (Tautz, 2000 (64);
Levine & Tjian, 2003 (65); Wang & Chamberlin, 2004 (66)).
98 Makalah Utama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
luar biasa dalam kuantitas ekpresi gen di antara jaringan
dan spesies yang diperbandingkan, terutama pola ekspresi
gen pada tingkat RNA dan protein. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam evolusi ke arah manusia ada perubahan pola
dan kuantitas ekspresi gen. Perbedaan ini dapat karena
duplikasi dan delesi gen, perubahan-perubahan promotor,
perubahan dalam aras faktor transkripsi, komposisi seluler
dari jaringan dan regulasi ekspresi gen.
Telah pula dilakukan analisis profil ekspresi gen di
daerah ACC (anterior cingulated cortex) (70) (Uddin et al.,
2004) (71). Daerah ini adalah bagian yang menjembatani
paleokorteks dengan korteks (walaupun sebenarnya adalah
daerah neokorteks) yang mengandung neuron khusus yang
disebut spindle cell pyramidal neurons dan secara fisiologis
menunjukkan peningkatan aktivitas apabila seorang
individu terlibat dalam kegiatan kognitif seperti dalam
pengambilan keputusan (Hartley and Speer, 2000) (72).
Dari penelitian Uddin et al. (2004), 16.000 gen dari 45.000
gen penelusur pada chip DNA manusia terdeteksi di daerah
ACC (dan 14.000–15.000 untuk gorilla dan simpansé). Hal
menarik bahwa profil ekspresi gen simpansé lebih dekat
dengan manusia ketimbang gorilla. Lebih lanjut ditemukan
pada simpansé, dan terutama manusia, bahwa profil
ekspresi meningkat pada gen-gen yang terlibat dalam
metabolisme energi aerobik (gen-gen rantai transport
elektron) dan gen-gen pensinyalan neuronal. Peningkatan
kebutuhan energi metabolik ini yang terkait dengan
tingginya aktivitas otak diperkuat pula oleh bukti bahwa
rasio sel-sel glia terhadap sel-sel neuron di korteks frontal
manusia mengalami peningkatan (1.65 pada Homo sapiens;
dan 1.20 pada Pan troglodytes) (Sherwood et al., 2006) (73).
Sel-sel glia berperan mengendalikan kecepatan
pengambilan glukosa dan fosforilasi dalam rangka asupan
energi neuron dalam merespons konsentrasi glutamat
dalam sinapsis. Tipe lain dari sel glia berfungsi mensintesis
myelin yang membungkus akson di otak agar terfasilitasi
propagasi jarak jauh sinyal-sinyal potensial.
Catatan Penutup
Otak terutama cerebral cortex dengan fungsi-fungsi
kognitif aras tinggi, adalah hasil dari perjalanan evolusi
yang panjang. Namun demikian, otak adalah juga
fenomena perkembangan. Fungsinya mengalami pema-
tangan dan pencermatan sejalan dengan perkembangan
organisme. Ia adalah hasil dari perjumpaan antara struktur
dasar yang diberikan evolusi dan pengalaman selama
perkembangan ontogenik. Kita telah saksikan, paling tidak
pada aras ekspresi gen bahwa manusia memiliki pola
ekspresi gen yang khas, demikian juga pada kerabat
terdekat manusia, yaitu simpansé. Dengan latar-belakang
pola ekspresi gen yang khas manusia itu, sinyal-sinyal
perkembangan dan sinyal-sinyal lingkungan fisikal dan
kemudian sinyal-sinyal social-kultural serta berbagai
umpan-balik positif dan negatif membentuk fungsi-fungsi
”the present state of the brain”.
Dari apa yang dikatakan di atas, dapatlah kita
pahami peranan sentral dari pembelajaran kultural, yang
bekerja pada aras populasi, yang dalam interaksinya