Anda di halaman 1dari 26

CRITICAL BOOK REVIEW

MK. FILSAFAT PENDIDIKAN


PRODI S1 PGSD - FIP

Skor Nilai :

FILSAFAT PENDIDIKAN OPERASIONAL


( Dr. Aswasulasikin, M.Pd.)

NAMA MAHASISWA : Suci Maharani


NIM : 1203111035
DOSEN PENGAMPU : Masta M. Sembiring, S.Pd., M.Pd.
MATA KULIAH : FILSAFAT PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
Oktober 2020
EXECUTIVE SUMMARY

Buku yang saya analisis berjudul Filsafat Pendidikan Operasional karya Dr.
Aswasulasikin, M.Pd. adalah buku yang bagus dan lengkap, didalam buku ini memiliki
8 bab yang masing-masing bab ditukis secara rinci. Filsafat Pendidikan digambarkan
sedemikian rupa agar pembaca dapat memahami betul apa sebenarnya filsafat
pendidikan itu.

Buku ini terdiri dari delapan bab. Bab pertama membahas tentang dasar–
dasar filsafat, bab dua tentang pendidikan, bab tiga tentang dasar-dasar filosofis
pendidikan, bab empat tentang hakekat manusia, bab lima tentang filsafat pendidikan
pragmatisme (Jhon Dewey). Selanjutnya bab enam membahas tentang filsafat
pendidikan perenialisme, bab tujuh tentang filsafat pendidikan dan rekonstruktifisme
budaya, bab delapan tentang filsafat pendidikan behaviorisme

Filsafat mulai dengan rasa heran, ingin tahu, bertanya tentang apa saja, dan
berspekulasi tentang jawaban atas semua pertanyaan dan keheranan tersebut.
Sumantri (2003) berpendapat bahwa orang yang berfilsafat diumpamakan orang
yang kakinya berpijak di bumi sedangkan mukanya tengadah ke atas melihat bintang-
bintang di langit.

Karakteristik berfikir filsafat merupakan berfikir secara menyeluruh. Dia


selalu ingin tahu, dengan meng-ajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ‘apa’,
‘mengapa’, ‘bagaimana’, ‘dimana’, ‘bilamana’, sehingga orang yang ber-filsafat
melakukan spekulasi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan semakin meluas
jawabannya bilamana akan mempertanyakan hakikat manusia. Setiap orang dapat
berspekulasi dalam kehidupan sehari-hari, karena spekulasi merupakan kegiatan
yang paling mudah dilakukan dalam berfilsafat, sebab setiap orang memerlukan
imajinasi dan ingin mempertanyakan banyak hal. Akan tetapi dari berbagai
pertanyaan yang diajukan orang, hanya sebagian saja yang termasuk dalam kategori
pertanyaan filosofis. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, berkembang
pula isi dan bentuk peradaban itu sendiri termasuk perkembangan penyelenggaraan
pendidikan. Hal ini sejalan dengan kemajuan manusia pemikiran manusia dalam
pemikiran dan ide-ide tentang pendidikan. Melalui pendidikan, manusia tidak
sekadar sebagai potensi demografikal tetapi secara sadar melaksanakan tugas dan
panggilan eksistensinya sebagai potensi kultural.

Dwi Siswoyo (2007) menjelaskan Sejarah dunia yang sebelumnya dapat


dipandang sebagai sejarah alam Kosmik-Fisikal semata-mata sebuah Sejarah
Kebudayaan. Sejarah manusia menjadi sejarah kemanusiaan, dan tumbuh
berkembang terus menerus sampai dengan saat ini, dan masa yang akan datang.
Proses perkembangan kebudayaan tersebut, pendidikan memiliki fungsi yang sangat
penting, karena menurut Siswoyo pendidikan merupakan suatu fungsi internal dalam
proses kebudayaan itu melalui mana manusia dibentuk dan membentuk dirinya.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penyusunan Critical
Book Review ini dapat diselesaikan. Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas
mata kuliah "Filsafat Pendidikan". Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Masta M Sembiring, S.Pd., M.Pd. sebagai dosen mata kuliah ini yang senantiasa
membimbing kami. Tak lupa juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
orang tua dan para sahabat sehingga dapat terselesaikannya tugas ini.

Penulis menyadari bahwa dalam tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas ini. Penulis berharap Critical Book Report ini
dapat bermanfaat bagi semua orang.

Medan, 15 Oktober 2020

Suci Maharani

(NIM 1203111035)
DAFTAR ISI

EXECUTIVE SUMMARY......................................................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................4
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................6
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR................................................................................................6
B. Tujuan CBR............................................................................................................................6
C. Manfaat CBR..........................................................................................................................6
D. Identitas Buku........................................................................................................................7
BAB II RINGKASAN ISI BUKU..............................................................................................................8
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................................................23
A. Pembahasan Isi Buku...........................................................................................................23
B. Kelebihan dan Kekurangan Buku.........................................................................................24
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................................25
A. Kesimpulan..........................................................................................................................25
B. Rekomendasi.......................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................26
BAB I PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR


Keterampilan membuat CBR pada penulis dapat menguji kemampuan dalam
meringkas dan menganalisi sebuah buku serta membandingkan buku yang dianalisis
dengan buku yang lain, mengenal dan memberi nilai serta mengkritik sebuah karya
tulis yang dianalisis.

Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami.
Terkadang kita memilih satu buku, namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya
dari segi informasi yang terkandung di dalamnya.

Oleh karena itu, penulis membuat Critical Book Report ini untuk
mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi. Selain itu, salah satu faktor
yang melatarbelakangi penulis mereview buku ini adalah agar kita bisa berpikir kritis
dan mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sebuah buku.

B. Tujuan CBR
 Untuk mengkritisi buku " Filsafat Pendidikan Operasional".
 Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan,
 Untuk Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku .
 Mencari dan mengetahui informasi yang ada didalam buku.

C. Manfaat CBR
 Menambah pengetahuan para pembaca
 Memudahkan pembaca dalam memahami isi dari buku
 Menambah wawasan penulis.
 Melatih penulis berpikir kritis.
D. Identitas Buku
1. Judul : Filsafat Pendidikan Operasional
2. Edisi : Pertama
3. Pengarang : Dr. Aswasulasikin, M.Pd.
4. Penerbit : Deepublish
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Tahun terbit : 2018
7. ISBN : 978-602-475-047-3
BAB II RINGKASAN ISI BUKU
BAB I (DASAR-DASAR FILSAFAT)
A. Filsafat Berawal dari Keheranan
Filsafat mulai dengan rasa heran, ingin tahu, bertanya tentang apa saja, dan
berspekulasi tentang jawaban atas semua pertanyaan dan keheranan tersebut. Dalam
berfilsafat, tidak cukup hanya mempertanyakan kemudian berspekulasi tentang
jawaban-jawabannya. Akan tetapi juga perlu mempertanyakan tentang pertanyaan
pertanyaan itu sendiri dan jawaban-jawabannya. Sehingga dalam berfilsafat perlu ada
“spekulasi dan analisis”. Dalam mempelajari filsafat, diperlukan penjelasan
operasional mengenai cara memahami filsafat yaitu metode sistematis dan historis.
1. Metode Sistematis
Metode sistematis merupakan cara mempelajari masalah-masalah secara
terurut atau tersusun (hierarki).
2. Metode Historis
Metode historis merupakan cara mempelajari filsafat berdasarkan urutan
waktu perkembangan pemikiran filsafat yang pernah terjadi sepanjang dapat
dicatat dan memenuhi syarat pencatatan serta penulisan sejarah.
B. Sejarah Perumusan Metode Filsafat
Sumaryono (1999) memaparkan metode filsafat menurut beberapa ahli.
1) Plato (427–347 SM)
Plato membahas filsafat dengan metode dialektik, yaitu: dua orang yang
berdialog saling melemparkan pertanyaan dan memberi jawaban pada
masing-masing secara bergantian.
2) Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles dikenal dengan metode ‘silogis atau logika’. Dengan
menggabungkan pembenaran dan penyangkalan diantara tiga terma, sebuah
kesimpulan yang sangat meyakinkan dapat diperoleh. Jika dua term secara
terpisah membenarkan term ketiga, dapat disimpulkan bahwa kedua term
tersebut saling membenarkan satu sama lain. Tetapi jika satu term
membenarkan term ketiga, maka kedua term tersebut saling menyangkal satu
sama lain.
3) Thomas Aquinas (1225–1274 M)
Metode Thomistik yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas secara rinci
mengetengahkan persoalan yang harus dijawab dalam bentuk sebuah
pertanyaan. Kemudian melangkah kepada pengajuan keberatan-keberatan
untuk menopang jawaban-jawaban baik yang positif maupun yang negatif, dan
selanjutnya sampai pada argumentasi yang bervariasi.
4) Rene Descartes (1596–1650 M)
Descarates menyusun metodenya sendiri yang disebut metode “ragu-ragu”,
sebuah metode yang dipergunakan untuk menghapus keseluruhan bagian
ilmu pengetahuan. Sebagai gantinya dia menciptakan bangunan filosofis baru
dengan masing-masing blok dicoba dan diuji sehingga terbebas dari keraguan.
5) Edmund Husrel (1895 – 1939)
Edmund Husrel merumuskan metode fenomenologi yang mampu
menempatkan filsafat dalam jajaran ilmu-ilmu lain secara tepat.
C. Kebenaran Filsafati
Kebenaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam filsafat, karena
kebenaran merupakan hasil penilaian. Dalam menentukan sesuatu itu benar diukur
berdasarkan dua kemungkinan, yaitu kebenaran apriori (hipotesis) dan kebenaran
aposteriori (empiris);
Menurut Sutarjo (2006) kebenaran filsafati merupakan kebenaran hakiki yang
bersifat subjektif, hasil pemikiran dari berbagai perspektif pemikir itu sendiri.
Dengan demikian hasil pemikiran filsafati tidak dapat dibandingkan, dalam arti baik
buruk dan benar salahnya.
D. Manfaat Filsafat
Pemahaman dasar filsafat pada dasarnya adalah perbincangan dalam mencari
hakikat suatu gejala yang ada. Karena filsafat merupakan landasan dari segala
sesuatu, tumpuan semua hal, untuk menemukan kebenaran. Filsafat membicarakan
akar ilmu pengetahuan ataupun pemahaman lainnya. Sehingga filsafat akan
menyadarkan manusia pada apa yang sudah diyakini, dijalani, digunakan, dan
dilakukan.
BAB II (PENDIDIKAN)
A. Arti Pendidikan
Dalam arti teknis, pendidikan merupakan proses dimana masyarakat, melalui
lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga lembaga lain),
dengan sengaja mentransformasikan budaya budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-
nilai, dan keterampilan keterampilan dari generasi ke generasi.
1. Unsur-unsur dalam Pendidikan
Unsur-unsur esensial yang tercakup dalam pengertian pendidikan adalah
sebagai berikut: (a) Pembinaan kepribadian. (b) Pengembangan potensi-
potensi yang perlu dikembang kan. (c) Peningkatan pengetahuan, pemahaman,
dan keterampilan. (d) Tujuan ke arah mana peserta didik akan diharapkan
dapat mengaktualisasi dirinya secara optimal. (e) Terjalinnya hubungan
(interaksi) antara pendidik dengan peserta didik dalam proses transformasi
pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. (f) Proses sepanjang hayat dan upaya pembentukan diri secara
utuh, untuk mengembangkan segala potensi dan komitmen manusia sebagai
individu, sebagai makhluk sosial, dan sebagai makhluk Tuhan.
2. Manfaat Pendidikan
Pendidikan sangat besar nilainya bagi kehidupan individu, kelompok,
masyarakat, dan suatu bangsa, karena pendidikan sangat berguna untuk:
a) Membentuk pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
maha Esa, memiliki kepercayaan diri, disiplin dan bertanggung jawab.
b) Membentuk manusia yang memiliki kemampuan atau keahlian dalam
meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi kerja.
c) Melestarikan nilai-nilai budaya yang di anut oleh masyarakat, bangsa,
dan negara.
d) Menghubungkan nilai-nilai sejarah masa lalu, masa kini, dan masa yang
akan datang.
B. Dasar-Dasar Pendidikan
Dasar pendidikan adalah landasan berpijak dan arah bagi pendidikan sebagai
wahana pengembangan manusia dan masyarakat. Pendidikan diselenggarakan
filsafat dan pandangan hidup yang berlangsung dalam latar belakang sosial
budaya masyarakat.
C. Macam-Macam Dasar Pendidikan
Pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan berdasarkan landasan pemikiran
filsafat tertentu, sesuai dengan kajian filosofis terhadap manusia yang dipakai sebagai
landasan pendidikan oleh suatu bangsa.
Dalam pelaksanaan nya terdapat beberapa landasan pendidikan yaitu:
1) Landasan Filosofis 6) Landasan IPTEKS
2) Landasan Sosiologis 7) Landasan Politik
3) Landasan Kultural 8) Landasan Ekonomi
4) Landasan Historis 9) Landasan Yuridis
5) Landasan Psikologis
D. Asas Pendidikan
Menurut Sulistiyono (2007) Asas Pendidikan adalah Prinsip atau kebenaran yang
menjadi tumpuan berfikir, mulai dari perencanaan maupun pada pelaksanaan
pendidikan.
E. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
1. Fungsi Pendidikan
Pendidikan berfungsi membatu masyarakat dengan penuh kesadaran untuk
mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kualitas dan
peran dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan hamba Allah.
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tertuang dalam Garis-garis besar Haluan Negara (GBHN)
tahun 1993 yaitu : (a) Hubungan dengan Tuhan; yaitu beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa. (b) Pembentukan Kepribadian; mencakup
berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif.
(c) Profesionalitas; mencakup disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung
jawab, produktif. (d) Kesehatan; yaitu kesehatan rohani dan jasmani.
BAB III (DASAR-DASAR FILOSOFIS PENDIDIKAN)
A. Pendahuluan
Filsafat pendidikan adalah disiplin ilmu yang mempelajari dan terus berusaha
mengungkap masalah masalah pendidikan yang bersifat filosofis agar pendidikan
mempunyai arti dan tujuan yang jelas, karena peran pendidikan sangat besar dalam
membina suatu masyarakat atau bangsa menuju kemajuan sesuai dengan filsafat
yang diyakini.
B. Filsafat pendidikan
1. Pengertian filsafat
Filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahu an atau kebenaran, suka kepada hikmah
dan kebijaksanaan. Orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran,
berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana. Filsafat bukanlah pemikiran dan
bukan pula ajaran tetapi lebih pada aktivitas berfikir sitemis secara alur berfikir
filsafat menuju terbangunnya suatu pemikiran atau pemahaman yang tegas dan
murni tentang sesuatu realitas.
2. Makna Filsafat Pendidikan
Filsafat dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi manusia
untuk dapat memecahkan berbagai problematika di bidang pendidikan. karena itu
bila dihubungkan dengan masalah pendidikan. maka dapat dikatakan bahwa filsafat
merupakan arah dan tujuan pendidikan. Oleh sebab itu filsafat pendidikan dapat
dikatakan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisa filosofis
dalam lapangan pendidikan.
3. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang
berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat
pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan
pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai seperti yang
dicita-citakan.
C. Filsafat Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia terjadi inkonsisten (ketidakkonsistenan) arah dan
tujuannya. Yang ada adalah arahan umum yang ada pada Undang-undang Pendidikan
Nasional dan GBHN, sehingga sulit diaplikasikan dalam pelaksanaan nya. Sehingga
pada akhirnya mengakibatkan tujuan-tujuan pendidikan tidak dapat dicapai dengan
maksimal.
Sebagai konsekuensi maka perkembangan kurikulum di Indonesia mengalami
perubahan atas dasar politis bukan atas dasar kebutuhan masyarakat sebagai
pemakai hasil dari pendidikan itu. Perubahan kurikulum dilakukan secara politis
maksudnya adalah perubahan dilakukan tidak dengan mekanisme yang seharusnya.
Yaitu dimulai dari kajian kebutuhan masyarakat, kajian perkembangan teknologi,
kajian kondisi geografis, dan kajian kondisi sosial.
Tetapi perubahan kurikulum dilakukan secara menyeluruh tergantung dari
kebijakan menteri pendidikan yang menjabat saat itu. Sehingga mengakibatkan
penggantian kurikulum tidak mampu mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu
perlu segera dirintis filsafat pendidikan Indonesia yang sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia yang beranekaragam (multi culture). Yaitu suatu filsafat pendidikan yang
dijabarkan dari falsafah negara yaitu Pancasila.
BAB IV (HAKEKAT MANUSIA)
A. Manusia Sebagai Makhluk
1. Pengertian Manusia
Ilmu-ilmu kemanusiaan termasuk ilmu filsafat telah mencoba menjawab pertanyaan
mendasar tentang manusia, sehingga dapat didefinisikan sebagai berikut: homo
sapiens, homo faber, homo economicus, dan animal educandum. Dari sekian banyak
definisi tentang manusia membuktikan bahwa manusia adalah makhluk multi
dimensional.
2. Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi.
Hal ini menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah sekadar soal praktik
melainkan praktik yang berlandaskan dan bertujuan.
3. Wujud Sifat Hakikat Manusia
a) Kemampuan Menyadari Diri
b) Kemampuan Bereksistensi
c) Pemilikan Kata Hati (Conscience Of Man)
d) Moral
e) Kemampuan Bertanggung Jawab
f) Rasa Kebebasan (Kemerdekaan)
g) Kewajiban dan Hak
h) Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
4. Unsur-unsur Hakikat Manusia
Manusia terdiri dari banyak unsur kodrat yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Dilihat dari segi kedudukannya, susunannya, dan sifatnya masing-masing bersifat
mono dualis, terdiri dari dua unsur (dualis), tetapi merupa-kan satu kesatuan (mono)
yaitu:
 Sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri sekaligus sebagai makhluk Tuhan.
 Unsur raga dan unsur jiwa .
 Unsur individu dan unsur sosial.
B. Dimensi-Dimensi Kemanusiaan
a. Dimensi Keindividualan
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi
berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya sendiri. Tidak ada diri
individu yang identik di muka bumi.
b. Dimensi Kesosialan
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada
dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang
ingin bertemu dengan sesamanya.
c. Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi.
Pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi
kebaikan yang lebih.
d. Dimensi Keberagamaan
Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk
yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan
agama demi keselamatan hidupnya.
e. Dimensi Kesejarahan
Dimensi kesejarahan ini bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah
makhluk historis, makhluk yang mampu menghayati hidup di masa lampau,
Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang menyejarah.
C. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Semua unsur hakikat manusia yang monopluralis atau dimensi-dimensi
kemanusiaan tersebut memerlukan pengembangan agar dapat lebih
menyempurnakan manusia itu sendiri.
Pengembangan semua potensi atau dimensi manusia itu dilakukan melalui dan
dengan pendidikan. Atas dasar inilah melalui pendidikan dan hakikat manusia ada
kaitannya. Dengan dan melalui pendidikan, semua potensi atau dimensi kemanusiaan
berkembang secara optimal. Arah pengembangan yang baik dan benar yakni ke arah
pengembangan yang utuh dan komprehensif.
BAB V (FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME (JHON DEWEY))
A. Kehidupan John Dewey
John Dewey merupakan filosof, psikolog, pendidik dan kritikus sosial Amerika. Ia
dilahirkan di Burlington, Vermont, tepatnya tanggal 20 Oktober 1859.
B. Pembahasan Tentang Pragmatisme
Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada
kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam ruang lingkup dan
waktu tertentu.
Dewey menamakan pragmatisme sebagai instrumentalisme. Instrumentalisme
sebenarnya sebutan lain dari filsafat pragmatisme, selain eksperimentalisme. Bagi
Dewey, Instrumentalisme adalah berpikir logis bergantung pada tujuan kehidupan
praktis. Kehidupan yang dimaksud di sini adalah hubungan dengan situasi yang ada
baik alamiah maupun sosial dan kebutuhan praktis ini sekaligus mengarahkan
pikiran kita.
C. Pemikiran John Dewey Tentang Pendidikan
1. Pengalaman dan Pertumbuhan
Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa
pengetahuan ber pangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali
menuju pengalaman. Untuk menyusun kembali pengalaman pengalaman
tersebut diperlukan pendidikan yang merupa kan transformasi yang terawasi
dari keadaan tidak menentu ke arah keadaan tertentu.
2. Tujuan Pendidikan Pragmatisme
Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan
kepentingan dan kesejahteraan bersama secara bebas dan maksimal.
3. Implementasi Filsafat Pragmatis dalam Pendidikan
Pendidikan yang mengikuti pola filsafat pragmatisme akan berwatak humanis,
dan pendidikan yang humanis akan melahirkan manusia yang humanis pula.
Inti dari filsafat pendidikan yang berwatak pragmatis; pengetahuan yang
benar adalah pengetahuan yang berguna, dan hasil dari pendidikan adalah
berfungsi bagi kehidupannya. Karena itu, pendidikan harus didesain secara
fleksibel dan terbuka. Maksudnya pendidikan tidak boleh mengurung kebebasan
berkreasi anak, lebih-lebih membunuh kreativitas anak.
D. Pandangan Filsafat Pragmatisme Tentang Epistemologi, Ontologi dan
Aksiologi
1. Epistimologi
Inti dari pendidikan pragmatis tentang epistimologi dalam pendidikan adalah
pengalaman, baik pendidik maupun peserta didik d tuntut untuk terlibat
secara aktif dalam proses untuk mendapatkan pengetahuan, karena dengan
terlibat langsung manusia akan melakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi
dan lingkungannya.
2. Ontologi
Objek formal ontologi adalah hakikat realitas sedang kan objek telaah
omtologi adalah the being. Karena nilai merupakan bagian yag sangat penting
dalam menjalakan kehidupan manusia.
3. Aksiologi
Pendidikan bukan hanya mengajarkan atau melatih suatu hal, tetapi juga
menanamkan nilai-nilai kebaikan dan keindahan. Penanaman nilai-nilai atau
biasa disebut dengan pendidikan moral diperoleh dari pengalaman langsung
oleh manusia melalui lingkungannya (lingkungan sosial kemasyarakatan).
BAB VI (FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME)
A. Hakikat Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perenial yang artinya kekal atau terus tiada
akhir, dengan demikian esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang
pada nilai-nilai atau norma yang bersifat kekal atau abadi.
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis di berbagai
bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk
mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu
berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan
teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan
pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
B. Tokoh-Tokoh Perenialisme
1. Plato (427–347 SM)
2. Aristoteles (384 – 322 SM),
3. Thomas Aquinas
C. Filsafat Perenialisme Kaitanya dengan Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi
1. Epistemologi Perenialisme
Dalam bidang epistemologi, perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu
yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung
pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian
antara pikir dengan benda-benda. Benda-benda yang dimaksudkan ialah hal-
hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian.
2. Ontologi Perenialsime
a. Asas Teleologi
Perenialisme dalam bidang ontologi berasas pada teleologi yakni memandang
bahwa realita sebagai subtansi selalu cenderung bergerak atau berkembang
dari potensialitas menuju aktualitas (teleologi).
b. Individual merupakan sesuatu yang esensi, kebetulan dan substansi
Perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek aspek perwujudannya
menurut istilah diatas. Tetapi eksistensi realita tersebut tetap mengandung
sifat asasi sebagai identitasnya, yakni essence (esensi) sebagai wujud realita
itu.
c. Asas supernatul
Paham perenialisme memandang bahwa tujuan akhir atau supremend dari
substansi dunia adalah supernatul, bahkan ia Tuhan sendiri. Namun Tuhan
sebagai sprit murni, sebagai aktualisasi murni hanya dapat dipahami
melalui iman (faith).
3. Aksiologi Perenialisme
Dalam bidang aksiologi, perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan
prinsip-prinsip supernatural, yakni menerima universal yang abadi.
Aspek aksiologis (etika) pendidikan adalah menumbuh kembangkan nilai-nilai
kebaikan dalam perilaku sehingga bisa menjadi matang menuju pada
kedewasaan yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi.
D. Perenialisme dan Pendidikan
Dalam Konteks Perenialisme, masalah utama pendidikan adalah untuk memeriksa
alam manusia dalam merancang program pendidikan berdasarkan pada karakteristik
yang universal. Teori pendidikan perenialisme menekankan ilmu sastra sebagai karya
manusia yang memberikan wawasan yang baik dan indah.
E. Beberapa Prinsip Pendidikan Perenialisme
Adapun prinsip pendidikan perenialisme adalah: Pertama menghendaki pendidikan
kembali kepada jiwa yang menguasai Abad Pertengahan, Kedua Rasio merupakan
atribut manusia yang paling tinggi. Ketiga Siswa seharusnya mempelajari karya-karya
besar literature yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, begitu juga dalam literature
yang berhubungan dengan kehidupan social, terutama politik dan ekonomi.
F. Implikasi Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme Terhadap Disiplin
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori
dasar penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir
(mental dicipline) adalah salah satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam
proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada
umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berfikir. Anak didik yang
diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan
karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.

BAB VII (FILSAFAT PENDIDIKAN DAN REKONSTRUKTIFISME BUDAYA)


A. Sejarah Aliran Filsafat Rekonstruksi
Rekonstruksi merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini
lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saaat sekarang
ini. Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi/mengarahkan
perubahan atau rekonstruksi pada tatanan sosial saat ini.
Reconstructionism budaya, salah satu filosofi pendidikan yang lebih modern,
tajam kontras dengan posisi konservatif Esensialisme dan Perennialism, yang
dianggap oleh reconstructionists sebagai teori reflektif yang mencerminkan mewarisi
pola sosial dan nilai-nilai. Para reconstructionists menegaskan sekolah dan pendidik
harus berdasarkan kebijakan dan program yang akan membawa reformasi tatanan
sosial.
Reconstructionists sosial melihat zaman sekarang sebagai zaman yang dilanda
krisis budaya yang parah yang merupakan konsekuensi dari ketidakmampuan
manusia untuk merekonstruksi nilai-nilai dalam hal persyaratan kehidupan modern.
B. Krisis Budaya
Reconstructionism menegaskan bahwa manusia modern hidup di zaman krisis yang
mendalam dan parah yang disebabkan oleh keengganan untuk menghadapi
keutamaan rekonstruksi budaya.
C. Rekonstruksi Budaya
Sebuah pendidikan rekonstruksionis adalah salah satu memupuk (1) rasa kesadaran
descrimination dalam pengkajian warisan budaya, (2) komitmen bekerja untuk
reformasi sosial secara sengaja, (3) keinginan untuk mengembangkan mentalitas
perencana an yang mampu merencanakan jalannya revisi budaya, (4) pengujian
terhadap rencana budaya dengan memberlakukan program reformasi sosial secara
sengaja. Reconstructionists yakin bahwa semua reformasi sosial muncul dalam
kondisi kehidupan yang ada.
D. Counts’: Beranikah Sekolah Membangun Tatanan Sosial Baru?
Sebuah pernyataan yang jelas tentang perlunya keterlibatan pendidikan dalam
menyelesaikan masalah masalah sosial yang dibuat oleh George S. Counts: Beranikah
Sekolah Membangun Tatanan Sosial Baru?
Counts khawatir bahwa sistem pendidikan, di semua tingkatan, gagal untuk
membekali manusia, baik kognitif dan secara perilaku, untuk menghadapi perubahan
yang terjadi di kawasan budaya atau kualitatif kehidupan. Krisis ini semakin rumit
karena perubahan terjadi multilateral.
Perubahan dalam satu kawasan mempercepat perubahan dan krisis dalam
dimensi lain. Karena kesulitan manusia dalam merekonstruksi lingkungannya secara
rasional dan efisien, kekacauan dan ketidakmampuan terhadap karakteristik periode
penyesuai an yang mendalam. Analysls Counts menitikberatkan pada teori
keterlambatan budaya.
Keterlambatan budaya terjadi ketika keahlian praktis manusia mendahului
kesadaran moral dan organisasi sosialnya. Krisis dalam pengaturan kelembagaan dari
seluruh ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri antara ide-ide warisan dan adat
istiadat, di satu sisi, dan bahan-inovasi teknologi di sisi lain.
E. Sekolah dan Rekonstruksi Budaya
Dalam merumuskan suatu filsafat pendidikan yang layak, filsuf rekonstruksionis
memberikan perhatian terhadap sekolah sebagai lembaga budaya. Namun, hati-hati
dilakukan agar potensi sekolah sebagai alat rekonstruksi tidak berlebihan. Hal ini
diperlukan untuk membedakan antara pendidikan dan sekolah. Pendidikan lebih
informal dan mengacu pada proses total enkulturasi. Sekolah adalah lembaga sosial
khusus, yang didirikan untuk membawa anak anak ke dalam kehidupan kelompok
melalui penanaman secara sengaja tentang keterampilan sosial yang disukai,
pengetahuan dan nilai-nilai.
F. Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Beberapa tokoh rekonstruksi diantaranya adalah :
1) George S. Counts (1889-1974)
2) Theodore Brameld (1904-1987)
3) William O. Stanley
4) Harold Rugg (1886-1960)
5) Ivan Illich (1926-2002)
6) Paulo Freire (1921-1997)
BAB VIII (FILSAFAT PENDIDIKAN BEHAVIORISME)
A. Paradigma Behaviorisme
Paradigma Behaviorisme disebut juga perilaku sosial dapat dilihat dalam berbagai
bentuk pengembangan manajemen pendidikan yang mendasarkan pendidikan pada
pemikiran positivisme, empirisme, teknikrasi, dan manaje rialisme. Hal ini
merupakan reaksi terhadap model pembelajaran sebelumnya yang menganut
perspektif gestalt yang memfokuskan pada cara kerja pemikiran kognitif.
Menurut Sulistiyono (2007) Behaviorisme memiliki beberapa sumber filsafat atau
ideologi sebagai akar dan landasarnya. Filsafat tersebut diantaranya:
1. Filsafat realisme
Dengan realisme behaviorisme memusatkan pada hukum alam. Tugas b
ehaviorisme yaitu mengobservasi kehidupan manusia dan organisme lainnya,
agar ditemukan hukum-hukum perilaku yang nantinya akan dipakai untuk
merekayasa manusia.
2. Filsafat Positifisme
Verifikasi empiris merupakan metodologi sentral bagi perilaku manusia.
3. Filsafat Materialisme
Menurut materialisme, realitas itu ditentukan oleh materi dan gerak, sehingga
mereka menolak tentang daya pikir, spiritualitas, dan kesadaran
B. Tokoh-tokoh Pelopor Behaviorisme
Beberapa tokoh yang mempelopori munculnya paradigma behaviorisme ini yaitu:
1. Ivan Pavlov (1849-1939)
2. Watson (1878-1958)
3. Thorndike (1874-1949)
BAB III PEMBAHASAN

A. Pembahasan Isi Buku


1. Pembahasan Bab I tentang dasar-dasar filsafat, dijelaskan bahwa dalam
berfilsafat, tidak cukup hanya mempertanyakan kemudian berspekulasi
tentang jawaban-jawabannya. Akan tetapi juga perlu mempertanyakan
tentang pertanyaan pertanyaan itu sendiri dan jawaban-jawabannya. Sehingga
dalam berfilsafat perlu ada “spekulasi dan analisis”.
2. Pembahasan Bab II tentang pendidikan, dijelaskan bahwa pendidikan
merupakan proses dimana masyarakat, melalui lembaga-lembaga pendidikan
(sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga lembaga lain), dengan sengaja
mentransformasikan budaya budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai, dan
keterampilan keterampilan dari generasi ke generasi.
3. Pembahasan Bab III tentang dasar-dasar filosofis pendidikan, dijelaskan
bahwa filsafat pendidikan adalah disiplin ilmu yang mempelajari dan terus
berusaha mengungkap masalah masalah pendidikan yang bersifat filosofis
agar pendidikan mempunyai arti dan tujuan yang jelas, karena peran
pendidikan sangat besar dalam membina suatu masyarakat atau bangsa
menuju kemajuan sesuai dengan filsafat yang diyakini.
4. Pembahasan Bab IV tentang hakikat manusia, dijelaskan bahwa manusia
adalah makhluk multi dimensional.
5. Pembahasan Bab V tentang filsafat pendidikan pragmatisme (John Dewey),
dikatakan bahwa bagi Dewey, Instrumentalisme (pragmatisme) adalah
berpikir logis bergantung pada tujuan kehidupan praktis. Kehidupan yang
dimaksud di sini adalah hubungan dengan situasi yang ada baik alamiah
maupun sosial dan kebutuhan praktis ini sekaligus mengarahkan pikiran kita.
6. Pembahasan Bab VI tentang filsafat pendidikan perenialisme, dikatakan
bahwa Perenialisme berasal dari kata perenial yang artinya kekal atau terus
tiada akhir, dengan demikian esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah
berpegang pada nilai-nilai atau norma yang bersifat kekal atau abadi.
7. Pembahasan Bab VII tentang filsafat pendidikan dan rekonstruktifisme
budaya, dikatakan bahwa Rekonstruksi merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada pada saaat sekarang ini. Aliran ini berpendapat bahwa
sekolah harus mendominasi/mengarahkan perubahan atau rekonstruksi pada
tatanan sosial saat ini.
8. Pembahasan Bab VIII tentang filsafat pendidikan behaviorisme, dikatakan
bahwa paradigma behaviorisme disebut juga perilaku sosial dapat dilihat
dalam berbagai bentuk pengembangan manajemen pendidikan yang
mendasarkan pendidikan pada pemikiran positivisme, empirisme, teknikrasi,
dan manaje rialisme.

B. Kelebihan dan Kekurangan Buku


1. Dilihat dari aspek tampilan buku (face value) buku yang di review menarik
karna desain cover yang bagus dan menarik.
2. Dilihat dari aspek layout dan tata letak, serta penggunaan tata tulis, termasuk
penggunaan font : Buku ini rapi, baik itu dari pemilihan font nya jarak antar
kata & line spacing nya.
3. Dari aspek isi buku : Buku ini berisikan materi materi yang sangat lengkap
pembahasannya, serta memuat pendapat para ahli di setiap materinya
4. Dari aspek tata bahasa buku ini menggunakan bahasa yang jelas namun
penjelasan dari beberapa materi agak berbelit belit dan sedikit susah
dipahami.
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah adalah suatu pemikiran yang
dilakukan untuk memcahkan masalah yang berusaha untuk mencari sedalam
dalamnya sebuah pemahaman. Filsafat memiliki hubungan yang tidak dapat
dipisahkan dari filsafat pendidikan karena filsafat dijadikan sebagai media untuk
menyusun proses pendidikan ,menyelaraaskan dan mengharmoniskan dan
menernagkan nilai-nilai dan tujuan yang akan dicapai.dalam pelaksanaan filsafat
pendidikan.

B. Rekomendasi
Sebaiknya buku ini dilengkapi dengan glosarium, sehingga ketika ada kata-
kata yang tidak kita ketahui, kita bisa mencari arti tersebut di glosarium tersebut.
Kemudian, buku ini harusnya diberi gambar-gambar yang unik, tetapi gambarnya
yang berhubungan dengan filsafat pendidikan, sehingga pembaca tidak bosan dalam
membaca buku ini. Selain itu, cover buku atau sampul buku seharusnya dibuat lebih
menarik lagi, supaya banyak yang ingin membaca buku ini.

Saran saya sebaiknya sebagai calon guru kita harus menguasi dan mendalami
filsafat pendidikan agar dapat meningkatkan prestasi anak dalam berbagai hal
kehidupan karena filsafat pendidikan sangat penting dalam peran pendiidkan sebab
masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum,
seperti hakikat  kehidupan yang baik, pendidikan akan berusaha untuk mencapainya.
DAFTAR PUSTAKA

Aswasulasikin. 2018. Filsafat Pendidikan Operasional. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai