Anda di halaman 1dari 138

Dr. Fatma Sukmawati, M.Pd. | Ratna Widyaningrum, S.Pd., M.Pd.

Reksiana, MA.Pd. | Nelson Hasibuan, S.Pd.K., M.Th.


Dr. H. Rahmadi, M.Pd. | Fakhrul Kurniawan, S.Pd.
Ema Butsi Prihastari, M.Pd.

KAJIAN
DAN EVALUASI
KURIKULUM
KAJIAN DAN
EVALUASI
KURIKULUM
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002, bahwa :

Kutipan Pasal 113

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
KAJIAN DAN
EVALUASI
KURIKULUM
Dr. Fatma Sukmawati, M.Pd.
Ratna Widyaningrum, S.Pd., M.Pd.
Reksiana, MA.Pd.
Nelson Hasibuan, S.Pd.K., M.Th.
Dr. H. Rahmadi, M.Pd.
Fakhrul Kurniawan, S.Pd.
Ema Butsi Prihastari, M.Pd.

PRADINA PUSTAKA
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Penulis :
Dr. Fatma Sukmawati, M.Pd.
Ratna Widyaningrum, S.Pd., M.Pd.
Reksiana, MA.Pd.
Nelson Hasibuan, S.Pd.K., M.Th.
Dr. H. Rahmadi, M.Pd.
Fakhrul Kurniawan, S.Pd.
Ema Butsi Prihastari, M.Pd.

Proofreader :
Pradina Pustaka

Desain Cover :
Tim Pradina Pustaka

Ukuran :
viii, 129 Hlm
Uk : 15.5 x 23 cm

ISBN : 978-623-8106-08-0
IKAPI : 236/JTE/2022
Cetakan pertama :
Maret 2023

Hak Cipta 2023, Pada Penulis


Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2023 by Pradina Pustaka

Hak cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
Memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit

PENERBIT PRADINA PUSTAKA


Dk. Demangan RT 03 RW 04, Bakipandeyan, Kec. Baki - Sukoharjo 57556
Email : pradinapustaka@gmail.com
Telp : 08191516800
www.pradinapustaka.com
(Grup Penerbitan CV. Pradina Pustaka Grup)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan selalu kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunia-Nya karena para penulis dari berbagai Perguruan
Tinggi di Indonesia mampu menyelesaikan naskah buku dengan Judul
“Kajian dan Evaluasi Kurikulum”. Latar belakang dari penerbit mengadakan
kegiatan Menulis kolaborasi ini adalah untuk membiasakan Dosen menulis
sesuai dengan rumpun keilmuannya.
Buku dengan judul “Kajian dan Evaluasi Kurikulum” merupakan media
pembelajaran, sumber referensi dan pedoman belajar bagi mahasiswa.
Buku ini juga akan memberikan informasi secara lengkap mengenai materi
apa saja yang akan mereka pelajari yang berasal dari berbagai sumber
terpercaya yang berguna sebagai tambahan wawasan. Keberhasilan buku
ini tentu tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak.
Pokok-pokok bahasan dalam buku ini mencakup: Hakikat Evaluasi
Kurikulum; Perbandingan Kurikulum Perspektif Lama dan Baru; Asas,
Komponen dan Pendekatan Kurikulum; Faktor-faktor Penyebab Perubahan
Kurikulum; Teori Pendidikan dan Jenis Kurikulum; Tahapan dan Komponen
dalam Pengembangan Kurikulum; dan Model dan Teknik Evaluasi
Kurikulum.
Akhir kata Dengan terbitnya buku ini, harapan penerbit ialah
menambah referensi dan wawasan baru dibidang pendidikan keperawatan
dan dapat dinikmati oleh kalangan pembaca baik Akademisi, Dosen,
Peneliti, Mahasiswa atau Masyarakat pada Umumnya.
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
BAB 1 HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM ..................................... 1
A. Hakikat Kurikulum ............................................................................ 1
B. Komponen Kurikulum ..................................................................... 4
C. Evaluasi Kurikulum........................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................17
PROFIL PENULIS .....................................................................................18
BAB 2 PERBANDINGAN KURIKULUM PERSPEKTIF LAMA
DAN BARU ............................................................................................. 19
A. Perkembangan Kurikulum di Indonesia ................................20
B. Perbandingan Kurikulum Perspektif Lama dan Baru ......28
C. Kurikulum Merdeka........................................................................29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................31
PROFIL PENULIS .....................................................................................33
BAB 3 ASAS, KOMPONEN DAN PENDEKATAN KURIKULUM 34
A. Asas-asas Pengembangan Kurikulum .....................................34
B. Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum ..........37
C. Pendekatan Pengembangan Kurikulum ................................41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................45
PROFIL PENULIS .....................................................................................48
BAB 4 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN
KURIKULUM ......................................................................................... 49
A. Pendahuluan ......................................................................................49
B. Perubahan Kurikulum di Indonesia.........................................52
C. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Kurikulum ...............56

vi
DAFTAR ISI

D. Kesimpulan .........................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................75
PROFIL PENULIS .....................................................................................81
BAB 5 TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM ............. 82
A. Teori Pendidikan..............................................................................82
B. Jenis-Jenis Kurikulum. ...................................................................92
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................98
PROFIL PENULIS .....................................................................................99
BAB 6 TAHAPAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN
KURIKULUM ....................................................................................... 102
A. Tahapan Pengembangan Kurikulum .................................... 102
B. Komponen Pengembangan Kurikulum ............................... 110
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 114
PROFIL PENULIS .................................................................................. 115
BAB 7 MODEL DAN TEKNIK EVALUASI KURIKULUM .......... 116
A. Model Studi Kasus (Case Study atau Case Studies) ......... 116
B. Model Tyler ..................................................................................... 118
C. Model CIPP ....................................................................................... 120
D. Model Alkin...................................................................................... 124
E. Model Brinkerhoft ........................................................................ 125
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 126
PROFIL PENULIS .................................................................................. 128

vii
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Komponen Kurikulum ..............................................................5
Gambar 2. Implementasi Kurikulum pada Masa Darurat Covid-
19 ..................................................................................................... 27
Gambar 3. Bagan Proses Pengembangan Kurikulum .................. 103
Gambar 4. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan
Tingkatan .................................................................................. 107
Gambar 5. Tahapan Pengembangan Kurikulum Model
Administratif ........................................................................... 110
Gambar 6. Langkah-langkah Model Evaluasi Tyler ...................... 120

viii
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM
Dr. Fatma Sukmawati, M.Pd
Universitas Sebelas Maret

A. Hakikat Kurikulum
Kurikulum dapat dimaknai sebagai program studi, bidang
studi, pengalaman belajar, dokumen perangkat pembelajaran
dan sebagai materi. Kurikulum merupakan suatu rencana
tertulis yang memiliki bentuk nyata dan dapat dipelajari.
Sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum memiliki bentuk
nyata seperti yang tertuang dalam dokumen- dokumen
perangkat pembelajaran. Kurikulum dalam dimensi ini berarti
apabila diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Untuk
mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli
mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan
klasik, pengertian kurikulum lebih ditekankan pada kurikulum
sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran
dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah yang
disebut dengan kurikulum
Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum
dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu sebagai berikut.
Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori
dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan
pendidikan. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai
perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang di dalamnya
memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan
pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis;
dalam bentuk praktik pembelajaran. Kurikulum sebagai suatu
hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai
suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan


tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian
kurikulum menjadi enam bagian: (1) kurikulum sebagai ide; (2)
kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai
pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum itu; (3)
kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum
operasional yang dilaksanakan atau dioperasionalkan oleh
pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum
yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang
diperoleh dari penerapan kurikulum.
Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian kurikulum itu amat beragam tergantung dari sudut
mana kita memandangnya. Akan tetapi, dari semua pengertian
itu kurikulum adalah pengalaman yang akan dihayati siswa
selama menempuh pendidikannya di level pendidikan tertentu.
Lebih lanjut pada Pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan
akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat
peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e.
tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia
kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Kurikulum sebagai produk merupakan hasil perencanaan,
pengembangan, dan perekayasaan kurikulum. Pengertian ini
memiliki keuntungan berupa kemungkinan yang dapat
dilakukan terkait dengan arah dan tujuan pendidikan secara
lebih konkret dalam sebuah dokumen yang untuk selanjutnya
diberi label kurikulum. Oleh karena itu kurikulum dalam arti
produk merupakan hasil konkret yang dapat diamati dalam
bentuk dokumen hasil kerja sebuah tim pengembang kurikulum.

2
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM

Akan tetapi, definisi tersebut juga memiliki kelemahan yakni


adanya pemaknaan yang sempit terhadap kurikulum. Dalam hal
ini kurikulum hanya dipandang sebagai dokumen yang memuat
serentetan daftar pokok bahasan materi dari suatu mata
pelajaran. Belum lagi jika kurikulum hanya dipahami sebagai
produk berupa kemungkinan munculnya asumsi bahwa
perencanaan kurikulum dapat mendeskripsikan semua kegiatan
pembelajaran yang akan terjadi di sekolah. Untuk konteks
lingkup pendidikan dewasa ini rasanya akan kesulitan untuk
dapat mengakomodasi semua fenomena kehidupan yang sangat
dinamis.
Kurikulum sebagai program merupakan kurikulum yang
berbentuk program-program pengajaran yang riil. Dalam
bentuk yang ekstrim, kurikulum sebagai program dapat
termanifestasikan dalam serentetan daftar pelajaran ataupun
pokok bahasan yang diajarkan pada kurun waktu tertentu,
seperti dalam kurun waktu satu semester. Elaborasi atas
interpretasi yang lebih luas dari definisi tersebut dapat
mencakup aspek-aspek akademik yang kemungkinan perlu
dimiliki oleh sekolah dalam kerangka kegiatan pembelajaran
suatu kajian ilmu tertentu. Keuntungan pandangan ini terletak
pada dua hal. Pertama, dapat menunjukkan dan menjelaskan
secara lebih konkret tentang arti sebuah kurikulum. Kedua,
memberikan pemahaman bahwa kegiatan pembelajaran dapat
terjadi dalam latar (setting) dan jenjang yang berbeda.
Sementara itu kelemahannya adalah munculnya asumsi bahwa
apa yang tampak dalam daftar pokok bahasan, itulah yang harus
dipelajari oleh siswa.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional merumuskan kurikulum sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Berdasarkan rumusan tersebut dapat

3
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

diturunkan beberapa ciri kurikulum yang antara lain sebagai


berikut.
1. Curriculum as a subject matter, yang menggambarkan
kurikulum sebagai kombinasi bahan untuk membentuk
kerangka isi materi (content) yang akan diajarkan. Dengan
demikian, dalam pengertian ini isi atau materi merupakan
salah satu dari komponen kurikulum.
2. Curriculum as experience, yang menggambarkan kurikulum
sebagai seperangkat pengalaman yang direncanakan
sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pedidikan.
Pengertian kurikulum ini juga menggambarkan pengalaman
sebagai kegiatan kurikulum.
3. Curriculum as intention, yang menyatakan kurikulum
sebagai suatu rencana, mulai dari tujuan, sasaran dan juga
evaluasinya. Ini berarti kurikulum merupakan program yang
terencana.
4. Curiculum as cultural reproduction, yang menyiratkan
kurikulum sebagai refleksi suatu budaya masyarakat
tertentu.
5. Curriculum as currere, yang menekankan kapasitas individu
untuk berpartisipasi dan mengonsepkan kembali
pengalaman hidup seseorang. Dalam pengertian ini, kuriku-
lum merupakan perspektif pengalaman dan akibat terhadap
kurikulum atau intepretasi terhadap pengalaman hidup.

B. Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu (1)
tujuan; (2) Isi/materi; (3) strategi/metode pembelajaran; (4)
dan evaluasi. Keempat komponen tersebut memiliki keterkaitan
yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Berikut ini adalah uraian
mengenai tiap-tiap komponen kurikulum tersebut.

4
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM

Gambar 1. Komponen Kurikulum


1. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil
yang diharapkan. Dalam sekala makro rumusan tujuan
kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang
dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan
suatu masyarakat yang dicita-citakan. Tujuan pendidikan
memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum
sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur,
yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan
diklasifikasikan menjadi 4, yaitu : a. Tujuan Pendidikan Nasional
( TPN) b. Tujuan Institusional ( TI ) c. Tujuan Kurikuler ( TK ) d.
Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran ( TP )
Tujuan pendidikan nasional selanjutnya dijabarkan ke
dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan
pendidikan tertentu. Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007
dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan

5
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada


tujuan umum pendidikan berikut.
1. 1Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan
kejuruannya.
Tujuan Institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setip lembaga pendidikan. Tujuan institusional merupakan
tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan
dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan,
misalnya standar kompetensi pendidikan dasar, menengah,
kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi. Tujuan Kurikuler
adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau
mata pelajaran. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya
merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga
pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus
dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan
institusional. Tujuan Pembelajaran yang merupakan bagian dari
tujuan kurikuler, dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang
harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari
bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali
pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi
lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan
melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan
tujuan pembelajaran adalah tugas guru.

6
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM

Dalam sebuah kurikulum lembaga pendidikan terdapat dua


(2) tujuan, yaitu sebagai berikut. 1) Tujuan yang dicapai secara
keseluruhan Mata Pelajaran/Bidang Studi. Tujuan ini biasanya
meliputi aspek-aspek pengetahuan (pengetahuan),
keterampilan (psikomotor), sikap (afektif), dan nilai-nilai yang
diharapkan dapat dimiliki oleh para lulusan lembaga pendidikan
yang bersangkutan. Hal tersebut juga disebut tujuan lembaga
(institusional). 2) Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang
studi. Tujuan ini biasanya disebut dengan tujuan kurikuler. Pada
kurikulum yang sekarang berlaku, tujuan ini tertulis dalam
bentuk Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi Mata
Pelajaran, Kompetensi Dasar. Setelah dijabarkan oleh guru
diperoleh Indikator dan Tujuan Pembelajaran.
2. Komponen Isi/ Materi
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan
dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi
kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan
dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya
tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran yang diberikan
maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun
aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum
menentukan isi atau content yang dibakukan sebagai kurikulum,
terlebih dahulu perencana kurikulum harus menyeleksi isi agar
menjadi lebih efektif dan efisien. Kriteria yang dapat dijadikan
pertimbangan, antara lain sebagai berikut :
1. Kebermaknaan (signifikasi): kebermaknaan suatu isi/materi
diukur dari bagaimana esensi atau posisinya dalam kaitan
dengan isi materi disiplin ilmu yang lain. Konten kurikulum
dalam wujud konsep dasar atau prinsip dasar mendapat
prioritas utama dibandingkan dengan konsep atau prinsip
yang kurang fundamental.

7
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

2. Manfaat atau kegunaan: adapun parameter kriteria


kebermanfaatan isi adalah seberapa jauh dukungan yang
disumbangkan oleh isi/materi kurikulum bagi
operasionalisasi kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
3. Pengembangan manusia: kriteria pengembangan manusia
mengarah pada nilai-nilai demokratis, nilai sosial, atau pada
pengembangan sosial.
3. Komponen Metode/Strategi
Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran
yang sangat penting, sebab berhubungan dengan implementasi
kurikulum. Begitu pula dengan pendapat T. Rakjoni yang
mengartikan strategi pembelajaran sebagai pola dan urutan
umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Undang-undang Nomor 20/2003, strategi
pembelajaran di kelas hendaknya dilakukan dengan cara olah
hati, olah raga, olah rasa, dan olah otak. Strategi pembelajaran
yang demikian menyiratkan bahwa strategi yang digunakan
harus mampu melakukan pemberdayaan terhadap seluruh
potensi siswa. Strategi/metode/model pembelajaran sangat
ditentukan oleh karakteristik substansi yang akan diajarkan dan
karakteristik siswanya. Tidak ada satu pun strategi/metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengajarkan semua
substansi pelajaran secara sama baiknya. Substansi (isi)
pelajaran tertentu memiliki karakteristik tertentu, sehingga
hanya cocok untuk diajarkan dengan cara tertentu pula.
4. Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum.
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat
ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan. Sementara itu, dalam
pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan
sebagai evaluasi program, untuk mengakses kinerja kurikulum
secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator

8
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM

kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas


saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility)
program. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu
dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar
siswa.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk
penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk
pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil
evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang
kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam
memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem
pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang
digunakan.

C. Evaluasi Kurikulum
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum
dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang
bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu
penulis mencoba menjabarkan definisi dari evaluasi dan definisi
dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk
memahami evaluasi kurikulum. Pengertian evaluasi menurut
joint committee, 1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang
teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto
dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah
proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data
yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang suatu
program. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi
adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi
dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses
membuat keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi
adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai
rancangan, implementasi dan efektivitas suatu program. Dari
definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis

9
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

untuk menilai rancangan, implementasi dan efektivitas suatu


program.
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka
penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum
adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian
efektivitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau
evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah
untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk
membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan
atau telah dijalankan.
Evaluasi merupakan bagian dari kurikulum, seperti yang
dikatakan Zais (1976) bahwa evaluasi merupakan komponen
keempat dari kurikulum. Evaluasi kurikulum melengkapi
lingkaran pengembangan dan implementasi kurikulum (Brady &
Kennedy, 2007). Sedangkan evaluasi menurut Brown & Green
(2011) merupakan proses untuk menentukan tingkat
kesuksesan individu atau produk berdasarkan data dan
membuat keputusan berdasarkan tingkat keberhasilan itu.
Berbeda dengan apa yang dikemukakan Blaine Worthen &
James Sanders bahwa evaluasi itu sebagai penentuan formal
kualitas, efektivitas, atau nilai dari suatu program, produk,
proyek, proses atau kurikulum. Dari keempat konsepsi evaluasi
tersebut, pendapat Brown & Green memfokuskan evaluasi pada
hasil, sedangkan kurikulum sebagai suatu sistem, evaluasi
mestinya tidak saja mengevaluasi produk implementasi
kurikulum tetapi mengevaluasi komponen lainnya. Seperti
model CIPP Stufflebeam yang mengevaluasi konteks, input,
proses dan produk. Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi
merupakan bagian dari kurikulum dan untuk melakukan
evaluasi perlu melakukan evaluasi yang komprehensif
mencakup konteks, input, proses dan produk. Dalam hal ini
evaluasi yang dilakukan sebatas produk saja berarti hanya
melakukan evaluasi yang sempit.

10
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM

Sehubungan dengan hal itu, evaluasi bukan menilai tetapi


memberikan judgement terhadap nilai, karena evaluasi menurut
Zais (1976) berbeda dengan measurement yang hanya terkait
dengan angka-angka. Prinsip tujuan evaluasi adalah
menentukan seberapa baik suatu kurikulum dilaksanakan
ketika diukur dengan ukuran-ukuran tertentu atau ketika
dibandingkan dengan kurikulum lain (Zais). Sedangkan peran
evaluasi membantu membuat keputusan akhir yang penting
mengenai kurikulum. Evaluasi terkait dengan memberikan
putusan nilai terhadap pemahaman mengenai program tertentu.
Artinya adalah bahwa dengan melakukan evaluasi dapat
mengetahui posisi angka-angka tertentu apakah baik atau
buruk, hal ini dilakukan sebagai rekomendasi dalam membuat
keputusan apakah program yang dijalankan direvisi, dilanjutkan
atau dihentikan.
Ini berarti bahwa evaluasi dilakukan secara komprehensif
mencakup semua komponen kurikulum. Tujuan evaluasi adalah
untuk merekomendasikan, memberikan peringatan, aba-aba
dan semacamnya terhadap kurikulum yang dilaksanakan,
apakah pelaksanaan perlu diperbaiki, dilanjutkan atau
dihentikan dan diganti dengan alternatif lain. Kemudian evaluasi
dapat memberikan informasi yang valid mengenai ketercapaian
tujuan awal yang telah dirumuskan.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan
kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti
tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam
kurikulum tersebut. Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat
disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum
menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur
ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan
penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk
mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan
penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi
atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih

11
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

luas dari evaluasi yaitu mengumpulkan, menganalisis dan


menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru.
Dari beberapa pendapat di atas, kita dapat menyimpulkan
bahwa evaluasi kurikulum harus mencakup:
1. Menilai pencapaian tujuan kurikulum yang sudah ditetapkan
sebelumnya.
2. Bagaimana metode yang digunakan dalam kurikulum itu
efektif atau tidak sehingga bisa mempermudah ketercapaian
tujuan.
3. Melihat pengaruh kurikulum itu pada prestasi dan sikap
peserta didik, apakah kemajuan dan perkembangan mereka
baik atau buruk.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan
persyaratan-persyaratan dan prinsip-prinsip evaluasi
kurikulum. Dengan mengutip pemikiran Doll, dikemukakan
syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of
value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness,
continuity, diagnostics worth and validity and integration.” Adapun
prinsip-prinsip evaluasi kurikulum, sebagaimana dikemukakan
oleh Oemar Hamalik (2008: 255-256) sebagai berikut:
1. Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum
terarah dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara
jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan itu pula yang mengarahkan
berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi
kurikulum.
2. Bersifat obyektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang
sebenarnya, bersumber dari data yang nyata dan akurat,
yang diperoleh melalui instrumen yang andal.
3. Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek
yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh
komponen kurikulum harus mendapat perhatian dan
pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan
pengambilan keputusan.

12
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM

4. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan.


Pelaksanaan dan keberhasilan suatu program evaluasi
kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak
yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru, kepala
sekolah, pengawas, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di
samping merupakan tanggung jawab utama lembaga
penelitian dan pengembangan.
5. Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga,
dan peralatan yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena
itu, harus diupayakan agar hasil evaluasi lebih tinggi, atau
paling tidak berimbang dengan materiil yang digunakan.
6. Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan
dari dalam dan luar sekolah, yang meminta diadakannya
perbaikan kurikulum. Untuk itu, peran guru dan kepala
sekolah sangatlah penting, karena mereka yang paling
mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan
kurikulum.
Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan
dalam evaluasi kurikulum, yaitu: (1) pendekatan penelitian
(analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan (3)
pendekatan campuran multivariasi. Di samping itu, terdapat
beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model
CIPP (Context, Input, Process, dan Product) yang bertitik tolak
pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: karakteristik peserta
didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang
digunakan prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu
sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja
(performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah
kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan
judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang
dievaluasi sebagai berikut.
1. Context; yaitu situasi atau latar belakang yang
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan

13
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

yang akan dikembangkan dalam program yang


bersangkutan, seperti: kebijakan departemen atau unit kerja
yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit
kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang
dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan
sebagainya.
2. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk
keperluan pendidikan, seperti: dokumen kurikulum, dan
materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar,
sarana, dan prasarana, media pendidikan yang digunakan
dan sebagainya.
3. Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan
tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar,
pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar,
pengelolaan program, dan lain-lain.
4. Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program
pendidikan, mencakup: jangka pendek dan jangka lebih
panjang.
Secara umum, manfaat evaluasi kurikulum dapat
dikelompokkan berdasarkan sasarannya, yaitu:
1. Bagi guru, evaluasi berguna untuk menilai sejauh mana
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, apakah
berhasil atau tidak,
2. Bagi pengguna Kebijakan, evaluasi kurikulum berguna untuk
menilai sejauh mana kurikulum itu telah dilaksanakan oleh
semua sekolah, apakah berhasil atau tidak,
3. Bagi orang tua dan masyarakat, evaluasi kurikulum berguna
untuk menilai dan mengukur sejauh mana kurikulum yang
telah dilaksanakan itu menunjukkan hasil nyata sesuai
dengan harapan dan aspirasi para orang tua dan
masyarakat.

14
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM

Selain itu, ada juga pendapat lain mengenai manfaat


daripada evaluasi kurikulum, yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui sejauh mana keuntungan dan kelemahan
dari tujuan yang telah dicapai,
2. Untuk mengambil keputusan antara menerima, merevisi
atau menolak program yang sudah dibuat,
3. Untuk menyaring data guna mendukung keputusan yang
diambil.
Fungsi evaluasi kurikulum yang pertama dikemukakan oleh
Tyler (1949). Ia menyebutkan bahwa hasil evaluasi adalah
untuk memperbaiki kurikulum. Dalam pendapat tersebut belum
terlihat jelas suatu konsepsi fungsi evaluasi yang bulat.
Kemudian Cronbach (1963) dalam tulisannya yang berjudul
“Course Improvement through evaluation” menyebutkan ada dua
fungsi evaluasi kurikulum yang berbeda yaitu memberikan
bantuan untuk memperbaiki kurikulum dan untuk memberikan
penghargaan. Tetapi sebagaimana tertera dalam judul tulisan
tersebut, bagi Cronbach pada waktu itu yang lebih penting ialah
fungsi evaluasi dalam menentukan aspek-aspek kurikulum yang
harus diperbaiki. Sedangkan fungsi evaluasi untuk memberikan
penghargaan kepada program yang sudah ada di lapangan
hanya sebagai fungsi dampak bawaan.
Tulisan yang berjudul The methodologi of evaluation itu
membahas masalah fungsi evaluasi secara lebih konseptual.
Dalam kalimat pembukaannya, Scriven mengatakan bahwa
konsepsi evaluasi pada waktu itu tidak mantap baik secara
filosofis maupun secara praktis. Scriven menyatakan bahwa
fungsi evaluasi kurikulum terbagi menjadi dua yaitu fungsi
formatif dan fungsi sumatif. Formatif adalah fungsi evaluasi
untuk memberikan informasi dan pertimbangan sebagai upaya
untuk memperbaiki suatu kurikulum (curriculum improvement).
Perbaikan ini dapat dilakukan pada waktu konstruksi kurikulum
maupun saat implementasi kurikulum. Fungsi formatif hanya

15
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

dapat dilakukan ketika kurikulum masih dalam proses


pengembangan. Hal ini senada dengan pendapat Cohen (1978)
bahwa dalam proses pengembangan konstruksi kurikulum,
maka fungsi evaluasi hanya dapat dilakukan pada waktu
pengembangan dokumen kurikulum belum selesai atau masih
dalam keadaan “fluid” (Hasan, 2009: 47). Pada waktu itu
evaluasi kurikulum memberikan masukan langsung kepada para
pengembang kurikulum mengenai aspek pengembangan yang
belum memenuhi kriteria. Fungsi formatif suatu kurikulum
hanya dapat dilaksanakan ketika evaluasi itu berkenaan dengan
proses dan bukan berfokus pada hasil. Informasi atau data dari
suatu hasil kurikulum dapat digunakan untuk memperbaiki
proses pada waktu konstruksi maupun pada waktu
implementasi kurikulum. Sumatif adalah fungsi evaluasi untuk
memberikan pertimbangan terhadap hasil pengembangan
kurikulum. Hasil pengembangan kurikulum dapat berupa
dokumen kurikulum, hasil belajar, ataupun dampak kurikulum
terhadap sekolah dan masyarakat. Dengan adanya fungsi
sumatif ini, evaluator dapat memberikan pertimbangan apakah
suatu kurikulum perlu dilanjutkan karena keberhasilannya dan
masih dianggap relevan dengan perkembangan serta tuntutan
masyarakat, atau suatu kurikulum sudah harus diganti karena
kegagalan dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan masyarakat.
Jadi, menurut Scriven fungsi evaluasi kurikulum tidak hanya
pada hasil tetapi juga proses pengembangan dan implementasi
kurikulum tersebut.

16
BAB 1
HAKIKAT EVALUASI KURIKULUM

DAFTAR PUSTAKA
Bahm, Archie, J. 1980. What Is Science, Reprinted from my
Axiology; The Science Of Values. 44-49, New Mexico: World
Books.
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hasan, Said Hamid. 2009. Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Sekolah
Pascasarjana UPI dan PT. Remaja Rosdakarya.
Jujun S. Suriasumantri. 1982. Filsafah Ilmu: Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
Ornstein, Allan C. dan Hunkins, Francis P. 1988. Curriculum,
Foundations, Principles, and Issues. Needham Heights: Allyn
& Bacon
Norman, G.R, Schdmidt H.G. Effectiveness of problem based
learning curricula: theory, practice and paper darts.
Medical Education
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Saridudin. (2021). Pengembangan Pendidikan Karakter Dalam
Pembelajaran PAI Pada Sekolah Menengah. OSF Preprints, 1.
https://doi.org/10.31219/osf.io/7p54a.
Saridudin, S. (2020). Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Diniyah Formal (PDF) Di Pesantren Ulya Zainul Hasan
Probolinggo. EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama
Dan Keagamaan, 18(1), 84–99.
http://dx.doi.org/10.32729/edukasi.v18i1.690
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fak. Ilmu Pendidikan
UPI. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Wibisono, S, Koento, dkk. 1997. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Klaten: Intan Pariwara.

17
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

PROFIL PENULIS
Dr. Fatma Sukmawati, M.Pd. Penulis
merupakan dosen Program Studi Teknologi
Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS). Penulis lahir di Kebumen
pada tanggal 4 Januari 1989. Perjalanan
pendidikan diawali di MIN 1 Kebumen lulus
tahun 2001, Kemudian melanjutkan
pendidikan di SMP N 1 Kebumen lulus 2004. Melengkapi
pendidikan menengah di SMAN 1 Kebumen lulus tahun 2007.
Tahun 2007 melanjutkan pendidikan Sarjana S-1 Pendidikan
Biologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta lulus tahun
2011. Tahun 2012 melanjutkan pendidikan Magister (S2)
Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) lulus
tahun 2014. Tahun 2016 melanjutkan pendidikan Doktoral (S3)
Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang (UM) lulus
tahun 2020. Melakukan kegiatan perkuliahan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat di bidang pengembangan dan produksi
media pembelajaran, desain grafis media pembelajaran dan
berbagai bidang Kawasan teknologi Pendidikan.

18
BAB 2
PERBANDINGAN KURIKULUM
PERSPEKTIF LAMA DAN BARU
Ratna Widyaningrum, S.Pd., M.Pd.
Universitas Slamet Riyadi

Istilah kurikulum (curriculum), pada awalnya digunakan


dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere
(tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai
jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start
sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan.
Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang
harus ditempuh oleh seorang peserta didik dari awal sampai
akhir program pelajaran untuk memperoleh ijazah. Berdasarkan
rumusan tersebut dapat disimpulkan dua hal pokok, yaitu (1)
adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik
dan (2) tujuan utamanya, yaitu untuk memperoleh ijazah.
Implikasi pengertian tersebut terhadap praktik pengajaran
adalah bahwa untuk memperoleh ijazah atau sertifikat setiap
peserta didik harus menguasai seluruh mata pelajaran yang
diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat
penting dan menentukan. Keberhasilan peserta didik ditentukan
oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan
biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah
mengikuti suatu tes atau ujian. Pengertian di atas merupakan
pengertian kurikulum secara sempit atau sederhana. Namun,
pengertian kurikulum senatiasa berkembang sesuai dengan
perkembangan praktik dan teori pendidikan (Hernawan &
Susilana, 2015).
UU no 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

,isi dan bahan pelajaran serta cara yang di gunakan sebagai


pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan Pendidikan Nasional”.

A. Perkembangan Kurikulum di Indonesia


Kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada
tahun 1945 telah mengalami beberapa kali perkembangan
diantaranya adalah kurikulum 1947, kurikulum 1954,
kurikulum kurikulum 1968, kurikulum 1973 (Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan), kurikulum 1975, kurikulum 1984,
kurikulum 1994, kurikulum 1997 (revisi kurikulum 1994),
kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), kurikulum
2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), kurikulum 2013,
kurikulum darurat Covid-19 yang merupakan penyederhanaan
implementasi Kurikulum 2013, serta saat ini Kurikulum
Merdeka Belajar.
1. Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947)
Pelaksanaan kurikulum 1947 tidak menekankan pada
aspek kognitif namun hanya mengutamakan pendidikan
karakter seperti membangun rasa nasionalisme. Aspek
selanjutnya yang menjadi tujuan utama dalam kurikulum
Rentjana pelajaran 1947. Struktur program dalam Rentjana
pelajaran 1947 dibagi menjadi dua bagian, yaitu struktur
program menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
Adapun struktur mata pelajaran pada kurikulum Rentjana
pelajaran 1947 bersifat terpisah-pisah atau dalam konteks
kurikulum disebut dengan separated curriculum (Alhamuddin,
2019).
Kurikulum pada masa ini masih dipengaruhi oleh sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang sehingga hanya
meneruskan kurikulum yang pernah dilakukan sebelumnya oleh
Belanda. Bentuk Rencana Pelajaran tahun 1947 memuat dua hal
pokok yaitu 1) Daftar Mata Pelajaran dan Jam Pengajarannya,
dan 2) Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Rencana

20
BAB 2
PERBANDINGAN KURIKULUM PERSPEKTIF LAMA DAN BARU

pelajaran 1947 mengurangi pendidikan intelektual, namun


diutamakan pendidikan watak atau perilaku (value, attitude)
meliputi: 1) Kesadaran bernegara dan bermasyarakat, 2) Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, 3)
Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani (Ritonga,
2018).
2. Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952)
Kerangka kurikulum 1952 relatif sama dengan kurikulum
1947. Namun demikian, sistem pendidikan nasional sudah
menjadi tujuan kurikulum ini. UU No. 4 tahun 1950 tentang
dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah
mempengaruhi munculnya. Dalam konteks Rentjana Pelajaran
Terurai 1952, mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang study, yaitu: 1) Moral, 2) Kecerdasan, 3)
Emosionalistik/artistik 4) Keterampilan dan 5) Jasmani.
Sistem penilaian berdasarkan kurikulum 1952 hampir
sama dengan kurikulum 1947, yakni dilakukan melalui ulangan
harian, ulangan umum catur wulan, dan ujian penghabisan.
Ulangan hatian dan ulangan umum catur wulan dipakai sebagai
dasar untuk menentukan apakah seorang siswa naik atau
tinggal kelas. Apabila seorang siswa belum mencapai minimal
nilai 6 dalam ulangan umum catur wulan, yang bersangkutan
mengikuti ulangan perbaikan (her). Ujian penghabisan yang
kemudian diubah namanya menjadi Ujian Negara dilakukan
sekitar tahun 1958, digunakan untuk menentukan kelulusan
(Ritonga, 2018)
3. Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964)
Kurikulum di Indonesia pada tahun 1964 mengalami
penyempurnaan kembali. Konsep pembelajaran aktif, kreatif
dan produktif menjadi isu-isu yang dikembangkan pada
Rentjana Pendidikan 1964. Konsep tersebut mewajibkan setiap
sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri
pemecahan pemecah masalah (problem solving) terhadap

21
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

berbagai masalah yang ada. Cara belajar yang digunakan


kurikulum 1964 adalah sebuah metode yang disebut dengan
gotong royong terpimpin. Selain itu, hari krida ditetapkan pada
hari sabtu oleh pemerintah. Hari Krida artinya pada hari
tersebut peserta didik diberikan kebebasan untuk berlatih
berbagai kegiatan disesuaikan dengan minat dan bakat masing-
masing. Seperti kegiatan kebudayaan, kesenian, olahraga dan
berbagai bentuk permainan. Kurikulum 1964 direncana agar
mampu menjadi alat untuk mencetak manusia Indonesia
Pancasilais yang sosialis dengan sifat-sifat seperti yang
termaktub dalam Tap MPRS No. II tahun 1960.
4. Kurikulum 1968
Sifat politis melekat erat pada awal munculnya kurikulum
1968, mengganti kurikulum 1964 yang dicitrakan sebagai hasil
dari pemerintahan “Orde Lama”. Kelahiran kurikulum 1968
karena adanya pertimbangan politik ideologis yang dianut
pemerintah saat itu, yaitu orde baru. Correlated subject
curriculum menjadi ciri khas struktur kurikulum 1968, artinya
bahwa materi pada jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi
untuk jenjang pendidikan pada jenjang selanjutnya.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum
1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum
pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kuri-
kulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
(Muhammedi, 2016).
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang bersifat
sentralistik atau dibuat oleh pemerintah pusat dan sekolah-
sekolah hanya menjalankan. Kurikulum 1975 berprinsip tujuan
dari pendidikan harus efektif dan efisien. Kurikulum 1975
banyak mendapatkan kritik dari pelaksana di lapangan. Guru

22
BAB 2
PERBANDINGAN KURIKULUM PERSPEKTIF LAMA DAN BARU

dibuat sibuk menulis perincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Menganut pendekatan sistem
instruksional yang dikenal dengan (PPSI). Perubahan tingkah
laku peserta didik menjadi tujuan utama dari kurikulum 1975
sehingga menggunakan landasan teori belajar behavioristik.
Sistem penilaian dalam kurikulum 1975 dilakukan setiap
akhir pelajaran atau pada akhir satuan pembelajaran. Hal ini
yang membedakan antara sistem penilaian pada kurikulum
1975 dan kurikulum sebelumnya. Sistem penilaian kurikulum
ini dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan
dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan sendirinya
guru-guru dituntut melakukan penilaian pada setiap akhir
satuan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984 (Kurikulum 1975 yang Disempurnakan)
Subjek belajarnya adalah peserta didik. Model seperti ini
yang dinamakan aktif learning karena peserta didik yang akan
selalu aktif dalam pembelajaran. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.
7. Kurikulum 1994 (Separated Subject Curriculum)
Kurikulum 1994 dilaksanakan sesuai dengan Undang-
Undang no.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tujuan pengajaran kurikulum ini yaitu lebih berorientasi pada
materi pelajaran dan keterampilan menyelesaikan soal dan
pemecahan masalah. Kurikulum 1994 merupakan kurikulum
yang berorientasikan pada mata pelajaran yang dikenal dengan
yang dikenal dengan sebutan Separate Subject Curriculum, yang
di organisasikan dalam mata pelajaran yang terpisah-pisah
sehingga sering juga disebut sebagai Separate Subject
Curriculum.
8. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep
pendekatan, strategi kurikulum yang menekankan pada
penguasaan berbagai kompetensi tertentu. Peserta didik tidak

23
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

hanya menguasai pengetahuan dan pemahaman, tetapi juga


keterampilan, sikap, minat, motivasi dan nilai-nilai agar dapat
melakukan sesuatu dengan penuh tanggung jawab.
Menurut Depdiknas (2022) dalam Insani (2019)
menjelaskan bahwa KBK memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu: 1)
Memperhatikan hal-hal yang sudah diperoleh peserta didik
selama pelaksanaan pembelajaran, 2) Hasil akhir yang
diharapkan peserta didik memiliki sikap religius dan
keterampilan, 3) Menggunakan metode yang bervariasi, 4)
Menggunakan sumber belajar dari berbagai sumber dan tidak
hanya mengandalkan guru, 5) Penilaian berdasarkan proses dan
hasil peserta didik.
9. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau dikenal dengan
istilah KTSP sering juga disebut dengan KBK yang
disempurnakan. Unsur standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang melekat pada KBK serta adanya prinsip yang sama
dalam pengelolaan kurikulum yakni disebut dengan Kurikulum
Berbasis Sekolah (KBS).
KTSP mempunyai karakteristik yang sama dengan KBK
yaitu guru bebas untuk melakukan perubahan, revisi dan
penambahan dari standar yang sudah di buat pemerintah, mulai
dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban
belajar, kalender pendidikan sampai pengembangan silabus.
Badan standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah membuat
Standar Kompetensi dan kompetensi dasar, yang diturunkan
dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang di jadikan rujukan
harus dari kompetensi inti dan Standar kelulusan sedangkan
yang menjadi prinsip pengembangan adalah KBS yang dirancang
untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam
merencanakan, melaksanakan dan mengelola serta menilai
proses dan hasil pembelajaran sesuai dengan daerahnya

24
BAB 2
PERBANDINGAN KURIKULUM PERSPEKTIF LAMA DAN BARU

masing-masing. KTSP merupakan salah satu model kurikulum


bersifat desentralisasi.
10. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan
karakter, dengan harapan melahirkan insan yang produktif,
kreatif, inovatif dan berkarakter. Meningkatkan proses dan hasil
belajar yang diarahkan kepada pembentukan budi pekerti dan
peserta didik yang berakhlak mulia sesuai dengan standar
kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan adalah
tujuan pendidikan karakter pada kurikulum 2013. Kurikulum
2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap anak didik secara holistik. Kompetensi
pengetahuan, ketrampilan dan sikap ditentukan oleh rapor dan
merupakan penentuan kenaikan kelas dan kelulusan anak didik.
Filosofi Kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui
penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi dengan langkah-langkah pembelajaran pendekatan
ilmiah 1) mengamati; 2) menanya; 3) mencoba; 4) menalar; 5)
mencipta; dan 6) mengkomunikasikan. Empat perubahan dalam
Kurikulum 2013 yaitu 1) konsep kurikulum; 2) buku yang
dipakai; 3) proses pembelajaran; dan 4) proses penilaian. Untuk
konsep kurikulum yaitu seimbang antara hardskill dan softskill,
dimulai dari Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar
Proses, dan Standar Penilaian. Kemudian untuk buku yang
dipakai yaitu berbasis kegiatan (activity base) dan untuk SD
ditulis secara terpadu (tematik terpadu) (Kristiawan, 2019).
Menurut Sobirin (2016) menjelaskan bahwa kurikulum
2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: 1)
Mengembangkan secara seimbang antara kognitif, afektif dan
psikomotor; 2) Peserta didik menerapkan apa yang sudah di
dapat disekolah dalam kehidupan sehari-hari; 3)
Mengembangkan afektif, kognitif dan psikomotorik serta

25
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan


masyarakat; 4) Memberi kesempatan yang banyak kepada
peserta didik untuk mengembangkan aspek afektif, kognitif dan
psikomotorik; 5) Kompetensi inti dijabarkan menjadi
kompetensi dasar; 6) Kompetensi dasar yang diturunkan dari
kompetensi inti harus sesuai dan sinkron; 7) Kompetensi dasar
dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran dan jenjang
vertikal).
11. Kurikulum Darurat Covid-19
Adanya pandemi Covid-19 di tahun 2020 menyebabkan
perubahan kebijakan dalam bidang pendidikan, salah satunya
adalah pembelajaran dilakukan secara daring atau jarak jauh
untuk mencegah penularan virus. Hak pendidikan yang tidak
terpenuhi, menjadikan pemerintah untuk menetapkan kebijakan
Kurikulum Darurat. Kurikulum Darurat merupakan rancangan
kurikulum dengan menyederhanakan Kurikulum Nasional yang
diperkirakan dapat memenuhi hak pendidikan dalam situasi
pandemi COVID-19. Penyederhanaan tersebut terletak pada
pengurangan kompetensi dasar bagi setiap mata pelajaran.
Untuk mendukung keefektifan kurikulum tersebut, pemerintah
telah menyiapkan modul dan asessmen untuk menjadi acuan
pembelajaran pada jenjang tertentu. Hal ini dilakukan untuk
mencapai keefektifan pembelajaran tanpa merasa terburu-buru
untuk mengejar target Kurikulum Nasional. Sehingga peserta
didik diharapkan paham dan menjadikannya wawasan sekaligus
syarat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi (Sanjaya & Rastini, 2021).

26
BAB 2
PERBANDINGAN KURIKULUM PERSPEKTIF LAMA DAN BARU

Gambar 2. Implementasi Kurikulum pada Masa Darurat Covid-19


Sumber: Kemendikbud Ristek 2021
12. Kurikulum Merdeka
Sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran,
Kurikulum Merdeka (yang sebelumnya disebut sebagai
kurikulum prototipe) dikembangkan sebagai kerangka
kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi
esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta
didik. Karakteristik utama dari kurikulum ini yang mendukung
pemulihan pembelajaran adalah: 1) Pembelajaran berbasis
projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai
Profil Pelajar Pancasila, 2) Fokus pada materi esensial sehingga
ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi
kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi, 3) Fleksibilitas
bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi
sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan
penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal (Kemendikbud,
2023).

27
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

B. Perbandingan Kurikulum Perspektif Lama dan Baru


Perubahan kurikulum di Indonesia terjadi karena adanya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK
dalam masyarakat. Kurikulum sebagai seperangkat rencana
pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Dari perspektif historis
dari masa ke masa, determinan paradigma politik dan
kekuasaan mempengaruhi sistem pendidikan Indonesia. Namun,
seiring dengan perkembangan zaman, dengan berbagai alasan
dan rasionalisasi kurikulum Indonesia terus mengalami
pergantian dari periode ke periode. Menurut perspektif
kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Kurikulum memiliki lima komponen utama yaitu: 1) tujuan; 2)
isi/materi; 3) metode atau strategi pencapaian tujuan
pembelajaran; 4) organisasi kurikulum; dan 5) evaluasi
(Alhamuddin, 2014).
Pandangan lama menganggap kurikulum sebagai kumpulan
dari mata pelajaran atau bahan ajaran yang harus disampaikan
guru atau dipelajari peserta didik, sedangkan pandangan yang
kemudian lebih menekankan pada pengalaman belajar. Selain
itu, ada yang mengklasifikasikan konsep-konsep kurikulum
berdasarkan pandangan tradisional dan pandangan modern.
Pandangan tradisional menganggap kurikulum tidak lebih dari
sekadar rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran
apa yang harus ditempuh peserta didik di suatu sekolah, itulah
kurikulum, sedangkan pandangan modern menganggap
kurikulum lebih dari sekadar rencana pelajaran. Kurikulum
dianggap sebagai sesuatu yang nyata terjadi dalam proses
pendidikan di sekolah (Hernawan & Susilana, 2015).

28
BAB 2
PERBANDINGAN KURIKULUM PERSPEKTIF LAMA DAN BARU

C. Kurikulum Merdeka
Landasan utama perancangan Kurikulum Merdeka adalah
filosofi Merdeka Belajar yang juga melandasi kebijakan-
kebijakan pendidikan lainnya, sebagaimana yang dinyatakan
dalam Rencana Strategis Kementerian pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2020-2024 (Permendikbud Nomor 22
Tahun 2020). Permendikbud tersebut mengindikasikan bahwa
Merdeka Belajar mendorong perubahan paradigma, termasuk
paradigma terkait kurikulum dan pembelajaran. Dalam
mendukung upaya ini, “kurikulum yang terbentuk oleh
Kebijakan Merdeka Belajar akan berkarakteristik fleksibel,
berdasarkan kompetensi, berfokus pada pengembangan
karakter dan keterampilan lunak (soft skills), dan akomodatif
terhadap kebutuhan dunia” (Permendikbud Nomor 22 Tahun
2020, p.55). Filosofi Merdeka Belajar yang dicetuskan oleh Ki
Hajar Dewantara juga menjadi landasan penting dalam
merumuskan prinsip perancangan kurikulum (Anggraena et al.,
2022).
Tujuan tersebut memadukan kemampuan kognitif
(pikiran), kecerdasan sosial-emosional (perasaan), kemauan
untuk belajar, bersikap, dan mengambil tindakan (disposisi atau
afektif) untuk melakukan perubahan. Budi Pekerti mengarah
pada pengembangan kemampuan untuk menjadi pembelajar
sepanjang hayat (lifelong learning) yang memiliki kemampuan
untuk mengatur diri menentukan arah belajar. Visi Ki Hajar
Dewantara semakin relevan dan semakin mendesak untuk
dicapai oleh generasi muda Indonesia saat ini. Untuk
menghasilkan kurikulum yang sejalan dengan Tujuan
Pendidikan Nasional dan visi pendidikan Menurut Dewantara,
kemerdekaan merupakan tujuan pendidikan sekaligus sebagai
prinsip yang melandasi strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Kemerdekaan sebagai tujuan belajar, menurut Dewantara,
dicapai melalui pengembangan budi pekerti menjadi pegangan
dalam proses perancangan kurikulum adalah sebagai berikut: 1)

29
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Sederhana, mudah dipahami dan diimplementasikan, 2) Fokus


pada kompetensi dan karakter semua peserta didik, 3) Fleksibel,
4) Selaras, 5) Bergotong royong, dan 6) Memperhatikan hasil
kajian dan umpan balik.
Implementasi kebijakan merdeka belajar bertujuan
meningkatkan kualitas pendidikan agar dapat bersaing di era
revolusi industry 4.0 dan persaingan global. Kebijakan merdeka
belajar meliputi empat pokok kebijakan yaitu ujian sekolah
berstandar nasional, asesmen kompetensi minimum dan survei
karakter, penyederhanaan RPP, dan peraturan penerimaan
peserta didik zonasi diperluas (Agustinus Tangga Daga, 2022).

30
BAB 2
PERBANDINGAN KURIKULUM PERSPEKTIF LAMA DAN BARU

DAFTAR PUSTAKA
Agustinus Tangga Daga. (2022). Penguatan Peran Guru Dalam
Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar Di Sekolah Dasar.
ELSE (Elementary Scholl Educarion Journal) Jurnal Pendidikan
Dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 6(1), 1–24.
Alhamuddin. (2014). Sejarah Kurikulum di Indonesia. Nur El-Islam,
1, 48–58.
Alhamuddin. (2019). Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum Di
Indonesia Sejak Zaman Kemerdekaan Hingga Reformasi (1947-
2013) (Cetakan Pe). Prenad Media Group.
Anggraena, Y., Felicia, N., Ginanto, D. E., Pratiwi, I., Utama, B.,
Alhapip, L., & Widiaswati, D. (2022). Kurikulum Untuk
Pemulihan Pembelajaran. Pusat Kurikulum dan Pembelajaran
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknolog.
Hernawan, A. H., & Susilana, R. (2015). Konsep Dasar Kurikulum
(pp. 1–16).
Insani, F. D. (2019). Sejarah Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
Sejak Awal Kemerdekaan Hingga Saat Ini. As-Salam: Jurnal
Studi Hukum Islam & Pendidikan, 8(1), 43–64.
https://doi.org/10.51226/assalam.v8i1.132
Kemendikbud. (2023). Latar Belakang Kurikulum Merdeka.
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-
us/articles/6824331505561-Latar-Belakang-Kurikulum-
Merdeka
Kristiawan, M. (2019). Analisis Pengembangan Kurikulum (Vol. 1).
Muhammedi. (2016). Perubahan kurikulum di indonesia : studi
kritis tentang upaya menemukan kurikulum pendidikan islam
yang ideal. Raudhah, IV(1), 49–70.
Ritonga, M. (2018). Politics and Policy Dynamics of Changing the
Education Curriculum in Indonesia until the Reformation
Period. Bina Gogik, 5(2), 1–15.
Sanjaya, J. B., & Rastini, R. (2021). Implementasi Kurikulum Darurat
di Masa Pandemi COVID-19 Dalam Upaya Pemenuhan Hak

31
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Pendidikan. JIL : Journal of Indonesian Law, 1(1), 161–174.


https://doi.org/10.18326/jil.v1i2.161-174
Sobirin, M. (2016). Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di
Sekolah Dasar (Taslim (ed.); Cetakan Pe). Deepublish.

32
BAB 2
PERBANDINGAN KURIKULUM PERSPEKTIF LAMA DAN BARU

PROFIL PENULIS
Ratna Widyaningrum. Tahun 2007
penulis menempuh S1 di Program Studi
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
dan selesai pada tahun 2011. Semasa kuliah
penulis aktif sebagai asisten pada
laboratorium tumbuhan, microbiologi, dan
biokimia. Di tahun 2013 menyelesaikan
Pendidikan S-2 pada Program Studi Pendidikan Sains
Universitas Sebelas Maret. Sejak 2014 menjadi salah satu dosen
di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas
Slamet Riyadi. Penulis telah melakukan penelitian-penelitian di
bidang sekolah dasar yang terkait dengan pembelajaran sains
dan kearifan lokal. Sejak 2018 menjadi reviewer di jurnal
Sinektik Prodi PGSD FKIP UNISRI dan saat ini penulis sebagai
Sekretaris Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UNISRI.
Beberapa book chapter yang pernah ditulis antara lain: Model-
Model Pembelajaran dan Perencanaan Pembelajaran di Sekolah,
Inovasi Pembelajaran di Abad 21, Dasar-Dasar Pendidikan, dan
Microteaching.
Email Penulis : ratnawidya133@gmail.com

33
BAB 3
ASAS, KOMPONEN DAN
PENDEKATAN KURIKULUM
Reksiana, MA.Pd
Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

A. Asas-asas Pengembangan Kurikulum


Seiring berjalannya waktu kurikulum di Indonesia telah
banyak mengalami perubahan-perubahan yang signifikan dan
mengalami perkembangan. Perkembangan kurikulum itu
sendiri merupakan arah kurikulum dari masa saat ini ke tujuan
pendidikan sesuai harapan guna menjadikan peserta didik
mampu untuk menghadapi perkembangan masa depannya.
Perkembangan kurikulum di Indonesia tentu harus adaptif,
aplikatif serta antisipatif sehingga dibutuhkanlah asas-asas
sebagai pondasi prinsip perkembangannya. (Junaedi, Wahab,
and Sudarmono 2021)
Menurut Hidayat asas kurikulum dapat dijadikan sebagai
landasan untuk kurikulum tersebut dibuat, disusun serta
dikembangkan. Dalam pengembangannya asas-asas kurikulum
berperan sebagai landasan pengebangan yang disesuaikan
dengan sesuai prinsip-prinsip pendidikan yang dibutuhkan.
Dengan adanya asas ini kurikulum memiliki pondasi yang kuat
baik itu kurikulum pada pendidikan umum maupun pendidikan
agama Islam. (Hidayat 2016).
Menurut Zuhri pengertian asas adalah sesuatu yang paling
fundamental yang berkaitan dengan pemikiran, tujuan atau cita-
cita dan hukum pokok dari sesuatu. (Zuhri 2016). Rahmawati
dan Suheri mengatakan asas-asas pengembangan kurikulum
terdiri dari filosofis, psikologis, dan sosilogis. (Yeni Tri Nur
Rahmawati & Suheri 2020).
BAB 3
ASAS, KOMPONEN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

Halim menjelaskan asas-asas dalam pengembangan


kurikulum terdari beberapa aspek seperti: pertama, asas
teologis yaitu pandangan tentang agama dengan berparadigma
pada nilai-nilai multikulturalisme dalam kurikulum. Kedua, asas
filosofis yakni landasan berpikir radikal yang mengiringi
pemikiran tentang pengembangan Pendidikan. Ketiga, asas
yuridis ialah suatu aturan yang diharapkan sebagai jaminan
bahwa pengembangan yang dilakukan masih sejalan dan searah
dengan hukum suatu negara dan masyarakat. keempat, asas
sosiologis ialah suatu pondasi pemikiran yang didasarkan pada
realitas sosial sebagai pijakan dalam mengembangkan
kurikulum pendidikan. (Halim 2017).
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata terdapat empat dasar
atau asas utama dalam pengembangan kurikulum yaitu;
landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya
dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Nana Syaodih
Sukmadinata 2004).
Menurut Qolbi dan Hamami terdapat lima asas
pengembangan kurikulum yaitu: asas teologi, asas filosofis, asas
psikologi, asas sosial-budaya serta asas ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kelima asas ini dapat menjadi pondasi dalam
pengembangan kurikulum pendidikan termasuk pendidikan
agama Islam. (Qolbi and Hamami 2021).
Hamalik menyebutkan implementasi asas-asas tersebut
dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
secara teoritis dan praktis dapat menjadi acuan bagi pihak yang
berwenang dalam mengembangkan kurikulum pendidikan. Pada
asas teologi para pemilik kepentingan dapat menggunakan dua
sumber pokok utama dalam Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
(Oemar Hamalik 2010)
Sementara pada asas psikologi pengembang kurikulum
dapat mengidentifikasi kemampuan peserta didik sesuai jenjang
dan potensinya. Dalam asas sosial-budaya pengembang

35
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

memanfaatkan atribut budaya dalam pengenalannya. Pada asas


ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu memaksimalkan
perkembangan teknologi dengan proses pembelajaran.(Qolbi
and Hamami 2021)
Implemantasi asas atau landasan filosofis dalam
pengembangan kurikulum menurut Zuhairini dkk. berpijak pada
aliran-aliran filsafat, baik Barat maupun Islam. landasan ini
sebagai langkah untuk memberi nuansa terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan. Asas filsafat ini
berupa Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme,
Eksistensialisme filsafat progresivisme dan filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan
model kurikulum interaksional. (Zuhairini, dkk. 1995).
Sementara menurut Sukmadinata implementasi pada asas
psikologi yaitu dikaitkan dengan aliran-aliran psikologi belajar.
Asas ini merupakan ilmu yang mempelajari perilaku individu
dalam konteks belajar. Psikologi Belajar mengkaji tentang
hakikat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum. Selain itu, siswa merupakan sasaran dan sekaligus
target kurikulum, maka asas psikologis menjadi aspek yang
penting dalam merencanakan dan menyusun kurikulum. (Nana
Syaodih Sukmadinata 2004).
Sementara, pada asas sosial budaya dapat dikaitkan dengan
tatanan nilai-nilai yang mengatur cara kehidupan dan
berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat
bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan
lainnya. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-
nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang
sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan
zaman. (Nasution 1999).

36
BAB 3
ASAS, KOMPONEN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

Implementasi pada asas ilmu pengetahuan dan teknologi


dapat dikaitkan dengan adanya pergeseran tatanan sosial,
ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru
antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal. Saat ini ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh
masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan
kurikulum yang adaptif serta kemampuan meta-kognisi dan
kompetensi untuk berpikir dan bagaimana belajar dalam
mengakses dunia informasi. (Bahri 2011).
Dengan demikian, berdasarkan pembahasan di atas dapat
ditarik kesimpulan, jika asas-asas dalam pengembangan
kurikulum meliputi asas teologi, filsafat, psikologi, sosial budaya
dan ilmu teknologi, bahkan adanya saat ini asas mulitkultural.
Pentingnya beberapa asas ini dalam pengembangan kurikulum,
karena kurikulum merupakan kumpulan seperangkat nilai yang
diinternalisasikan kepada subjek didik, baik nilai-nilai dalam
bentuk kognitif, afektif maupun psikomotorik. Kelima asas ini
harus dipedomani dan diimplementasikan dengan baik untuk
menghasilkan muatan kurikulum yang bermutu dan sesuai
harapan.

B. Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum


Komponen-komponen pengembangan kurikulum
merupakan bagian penting yang saling berkaitan sehingga bisa
menjadi kesatuan yang saling mendukung dari kurikulum.
Dalam penyusunannya komponen-komponen ini dibuat atas
jajaran garis besar dasar kerja, sampai ke pedoman
pelaksanaan. (Setiyadi, Sari, and Yani 2020).
Secara umum pemaknaan komponen kurikulum dalam
dunia pendidikan menurut Syaodih Sukmadinata teridentifikasi
dalam anatomi batang tubuh kurikulum itu sendiri. Hal ini
menurutnya komponen kurikulum terdiri tujuan, isi atau materi,
proses atau sistem penyampaian, media, dan evaluasi,

37
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

komponen-komponen ini berkaitan erat satu dengan lainnya.


(Nana Syaodih Sukmadinata 2004).
Menurut Nazri dkk. komponen-komponen kurikulum
pembelajaran, meliputi tujuan (orientasi pembelajaran),
isi/materi, proses pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi
kurikulum. Semua komponen ini tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya, karena secara terintegrasi harus dilaksanakan
untuk mencapai kurikulum yang diharapkan oleh suatu lembaga
pendidikan. (Nazri et al., 2022)
Komponen tujuan menurut Hamalik berhubungan erat
dengan arah atau hasil yang diharapkan, baik secara mikro
maupun makro. Hal ini tentunya mengacu pada tujuan
pendidikan mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan
khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur, yang dalam
dunia pendidikan dikenal dengan dinamakan kompetensi.
(Oemar Hamalik 2010).
Terkait dengan komponen isi, menurut Dakir komponen isi
adalah suatu materi yang didesain untuk mencapai komponen
tujuan. Komponen ini berisi bahan-bahan kajian yang terdiri
dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan
yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna
mencapai komponen tujuan. Komponen isi/materi harus
dikembangkan untuk mencapai komponen tujuan. Dengan
demikian komponen-komponen yang lainnya haruslah dilihat
dari sudut hubungan yang fungsional. (Dakir 2010)
Dalam undang-undang Sisdiknas pasal Bab X pasal 36 dan
37 secara jelas materi atau isi kurikulum telah ditetapkan bahwa
“Isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang
bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional. (Siskdiknas, 2003).
Terkait dengan materi atau isi kurikulum, Abdullah Idi
menyebutkan bahwa terdapat beberpa aspek yang harus

38
BAB 3
ASAS, KOMPONEN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

termuat dalam isi kurikulum yaitu 1) materi kurikulum berupa


bahan pembelajaran berupa materi/topik-topik pelajaran yang
dapat dikaji oleh siswa dalam proses belajar. 2) materi
kurikulum mengacu pada capaian tujuan dari masing-masing
satuan pendidikan. 3) materi kurikulum berorientasi pada
capaian tujuan pendidikan nasional. (Abdullah Idi 2014).
Selanjutnya komponen strategi dan metode yang juga
komponen yang memiliki peran yang sangat penting dalam
pengembangan kurikulum. Komponen ini erat kaitannya dengan
implementasi kurikulum. Strategi pembelajaran merupakan
pola dan urutan umum, atau seperangkat rencana atau aturan
tentang setting pembelajaran untuk mewujudkan kegiatan
belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sementara metode atau cara untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan belajar nyata agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. (Rusman
2018).
Komponen selanjutnya yaitu evaluasi yang ditujukan untuk
menilai pencapaian tujuan yang telah ditentukan serta menilai
proses pelaksaan kegiatan pembelajaran secara komprehensif.
Dengan adanya evaluasi setiap kegiatan pembelajaran harus
adanya umpan balik dan capaian dari setiap rumusan tujuan dan
proses pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi pembelajaran
tersebut dilaksanakan untuk mengadakan berbagai usaha
penyempurnaan pada setiap komponen, seperti perumusan
tujuan mengajar, penentuan sekuens atau materi bahan ajar,
strategi, dan media mengajar dan lainnya. (Bisri 2020)
Komponen-komponen pengembangan kurikulum,
disebutkan oleh Syafaruddin & Amiruddin sebagai organisasi
kurikulum yang merupakan asas yang sangat penting bagi
proses pengembangan kurikulum. Komponen-komponen ini
berisi tentang tujuan, bahan atau materi, cara penyampaian,
strategi dan metode yang akan disajikan kepada terdidik dan

39
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi


kurikulum. (Syafaruddin & Amiruddin 2017).
Terkait dengan hal ini menurut Rusman, organisasi
kurikulum sangat perlu memperhatikan pengaturan bahan
materi atau kajian yang ada dalam kurikulum. Selain itu, yang
menjadi sumber bahan pelajaran dalam kurikulum adalah nilai
budaya, nilai sosial, aspek siswa dan masyarakat serta ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ada beberapa faktor yang
dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum, diantaranya
berkaitan dengan ruang lingkup, urutan bahan kajian/materi,
kontinuitas, keseimbangan, dan keterpaduan, kontinuitas,
keseimbangan, dan keterpaduan. Keseluruhan komponen-
komponen ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena
akan menjadi penentu utama dalam pengembangan kurikulum.
(Rusman 2018).
Pada komponen tujuan yang harus diperhatikan ialah
sasaran peserta didik yang tepat, sehingga kurikulum yang
dibuat tidak hanya diperbaharui setiap saat namun juga bisa
membawa manfaat. Sementara pada komponen pengembangan
belajar yang harus diperhatikan yakni kegiatan belajar
merupakan suatu unit tujuan dan belajar dilakukan secara terus
menerus. Pada komponen pengembangan bahan ajar harus
melakukan organisasi materi. Selanjutnya pada komponen
evaluasi bertujuan untuk memeriksa sejauh mana ketercapaian
kurikulum yang telah dibuat dan dilaksanakan. Hasil dari
evaluasi kurikulum tersebut dapat digunakan oleh kepala
sekolah dan guru-guru serta para pelaksana pendidikan lainnya
untuk membantu dan memahami perkembangan peserta didik.
(Wahyudin 2014)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami dengan
jelas bahwa komponen-komponen atau organisasi kurikulum
sejatinya ialah bagian dari perencanaan kurikulum yang harus
terintegrasi satu sama lain. Hal ini tentunya dilihat dari peranan

40
BAB 3
ASAS, KOMPONEN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

komponen-komponen kurikulum tersebut sebagai pengaturan


materi/isi kurikulum, khususnya berkaitan dengan bahan mata
pelajaran dan. Dengan adanya komponen-komponen tersebut
dan akan memudahkan pengembang kurikulum dalam membuat
perencanaan tepat, mengorganisir kurikulum, memudahkan
guru dalam melaksanakan pengajaran, serta anak didik juga
mudah memahami atau mengusai materi dan memiliki
keterampilan yang ditargetkan dalam capaian pembelajaran
nasional.

C. Pendekatan Pengembangan Kurikulum


Penggunaan suatu jenis pendekatan (approach) atau
orientasi pada umumnya menentukan bentuk dan pola yang
dipergunakan oleh kurikulum. Istilah pendekatan menurut
Hamalik dapat dimaknai sebagai titik tolak atau sudut pandang
seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. (Oemar Hamalik 2010)
Pendekatan dalam pengembangan kurikulum ialah suatu
cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat
dengan mengikuti langkah- langkah pengembangan yang
sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
(Nurhalimah 2020)
Pendekatan pengembangan kurikulum menurut Hidayat
ialah cara kerja dengan menerapkan strategi dam metode yang
relevan, serta harus mengikuti langkah-langkah pengembangan
yang sistematis guna mendapatkan menghasilkan kurikulum
yang lebih baik. Selain itu, suatu pendekatan (approach)
digunakan untuk menentukan bentuk dan pola pada kurikulum
tersebut. (S. Hidayat 2013).
Beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum
diantaranya yaitu: (1) Pendekatan bidang studi, (2) Pendekatan
Integratif, (3) grass roots, (4) Pendekatan rekonstruksi sosial,

41
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

(5) Pendekatan teknologis, (6) Pendekatan Humanistik. (Zainal


Arifin 2011)
Pendekatan menggunakan aspek bidang studi atau mata
pelajaran yang dijadikan acuan dasar untuk membuat
organisasi kurikulum. Sebagai contoh bidang studi Bahasa
Indonesia, IPA, IPS, Matematika, Kesenian, Olahraga Pendidikan
Agama Islam, dan lainnya seperti yang tertera pada kurikulum
kita saat ini. (Nasution, 1989).
Menurut Fithriyah dalam pendekatan ini yang menjadi
patokan utama ialah penguasaan bahan kajian dan proses dalam
menentukan disiplin ilmu tertentu. Masing-masing bidang studi
dapat berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu atau rumpun
ilmu, tersimpan dalam kotak-kotak mata pelajaran dan terlepas
satu sama lain. Berbagai mata pelajaran tersebut tidak
mempunyai hubungan maupun kaitan satu dengan yang lainnya.
(Fithriyah 2020).
Sementara Muhaimin menyebutkan penggunaan
pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum
didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan
cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa
yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk
persiapan pengembangan disiplin ilmu. (Huda 2018)
Menurut Sukmadinata terdapat ada tiga pendekatan dalam
perkembangan Kurikulum Subjek Akademis: pertama,
melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan yang sudah ada.
Kedua yaitu studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini
berorientasi pada respons terhadap perkembangan masyarakat
yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih
komprehensif-terpadu. (Nana Syaodih Sukmadinata 2004)
Ketiga, ialah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-
sekolah fundamentalis. Pada aspek ini pada guru mengajar
berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan

42
BAB 3
ASAS, KOMPONEN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah


matematis. Pada bidang studi lain seperti ilmu kealaman, ilmu
sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan
kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan. (Nana
Syaodih Sukmadinata 2004).
Selanjutnya pada pendekatan humanistik berpusat pada
siswa, atau yang dikenal dengan istilah student centered.
Pendekatan ini berorientasi pada perkembangan afektif dan
psikomotorik siswa sebagai pra-syarat dan sebagai bagian
integral dari proses belajar. (Huda 2019)
Abdullah Idi mengatakan dalam pendekatan humanistik ini
yang lebih diprioritaskan ialah pengalaman belajar siswa yang
diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan
kemampuan anak. Dalam pendekatan ini materi bukanlah
tujuan utama. Selain itu keberhasilan pendidikan tidak semata-
mata diukur dengan lancarnya proses transmisi nilai saja,
melainkan lebih dari itu, bahwa sikap dan tata nilai yang lebih
diutamakan. (Abdullah Idi 2014).
Kemudian pendekatan Teknologis ialah pendekatan yang
menekankan pada efektivitas suatu program metode dan
material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan.
Dalam hal ini teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua
cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi menitikberatkan
pada suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau
tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan
dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan
instruksional. (Oemar Hamalik 2010)
Sementara pada pendekatan Rekontruksionalisme
menekankan pada hubungan kurikulum dengan sosial
masyarakat dan politik perkembangan ekonomi, dan sosial
seperti masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan dalam
intelektual masyarakat, dan kemampuan menentukan
kemampuan sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.

43
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Pendekatan ini lebih banyak digunakan pada daerah-daerah


yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum
tinggi. (Siti Halimah 2007),
Selanjutnya, dalam pendekatan grass roots, bertitik tolak
pada inisiatif dari lapangan atau dari guru-guru sebagai
pelaksana, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih
luas. Pendekatan ini juga dinamakan kurikulum dari bawah ke
atas. Selain itu, pendekatan ini lebih banyak digunakan untuk
penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement),
walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan
dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum
construction). (Fithriyah 2020)
Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan,
bahwa terdapat beberapa pendekatan dalam pengembangan
kurikulum seperti: pendekatan Bidang Studi, Pendekatan
Integratif, Grass Roots, pendekatan Rekontruksi Sosial,
Pendekatan Teknologis, dan Pendekatan Humanistik dan
lainnya. Dari beberapa pendekatan ini pengembang kurikulum
dapat menggunakan salah satu diantaranya dan harus
menyesuaikan dengan keadaan dan situasi sosial, sehingga
pendekatan yang digunakan dapat berperan secara maksimal
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Selain itu,
jika melihat implementasi dari berbagai pendekatan tersebut,
dapat dikatakan yang yang lebih sering digunakan dalam
mengembangkan kurikulum di Inodensia yaitu pendekatan yang
berorientasi pada siswa dan pendekatan subjek akademis/mata
pelajaran.

44
BAB 3
ASAS, KOMPONEN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi. 2014. Pengembangan Kurikulum: Teori Dan
Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bahri, Syamsul. 2011. “Pengembangan Kurikulum Dasar Dan
Tujuannya.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 11(1).
Bisri, Mohamad. 2020. “Komponen-Komponen Dan Model
Pengembangan Kurikulum. ”Prosiding Pascasarjana IAIN
Kendiri 3(1):99–110.
Dakir. 2010. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum.
Jakarta: Rineka Cipta.
Fithriyah, Musa’adatul. 2020. “Pendekatan-Pendekatan Dalam
Mengembangkan Kurikulum Pendidikan Dasar.” At-
Thullab : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
1(2):200. doi: 10.30736/atl.v1i2.87.
Halim, Abdul. 2017. “Asas- Asas Pengembangan Kurikulum.”
Kuttab 1(September):1–23.
Hidayat, Rahmat. 2016. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: LPPPI.
Huda, Mohammad Nurul. 2018. “Peran Kompetensi Sosial Guru
Dalam Pendidikan.” World Development 1(1):1–15.
Huda, Nurul. 2019. “Pendekatan–Pendekatan Pengembangan
Kurikulum.” Qudwatunâ : Jurnal Pendidikan Islam
II(September):175–97.
Junaedi, Junaedi, Abdul Wahab, and Muh. Aidil Sudarmono.
2021. “Proses Dan Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.” Edukatif : Jurnal
Ilmu Pendidikan 3(2):278–87. doi:
10.31004/edukatif.v3i2.278.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2004. Pengembangan Kurikum;
Teori Dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nasution. 1989. Kurikulum Dan Pengajaran. Bandung: PT.Bumi
Aksara.

45
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Nasution, S. 1999. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.


Nazri, Elfin. 2022. “Komponen-Komponen Kurikulum Sekolah
Dasar.” Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan 4(1):1289–98.
Nurhalimah, Nurhalimah. 2020. “Telaah Komponen Dan
Pendekatan Pengembangan Kurikulum.” Islamika
11(2):65–90. doi: 10.33592/islamika.v11i2.433.
Oemar Hamalik. 2010. “Manajemen Pengembangan Kuri.”
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Qolbi, Satria Kharimul, and Tasman Hamami. 2021.
“Impelementasi Asas-Asas Pengembangan Kurikulum
Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam.” Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan 3(4):1120–32. doi:
10.31004/edukatif.v3i4.511.
Rusman. 2018. Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Ke-7. Jakarta: Rajawali Pers.
S. Hidayat. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Setiyadi, Bradley, Yulia Sari, and Mince Andri Yani. 2020.
“Komponen Pengembangan Kurikulum.” Likhitaprajna
Jurnal Ilmiah 22(April):13–21.
Siti Halimah. 2007. Telaah Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syafaruddin & Amiruddin. 2017. Manajemen Kurikulum. Cetakan
ke. Medan: Perdana Publishing.
Wahyudin. 2014. Manajemen Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Yeni Tri Nur Rahmawati & Suheri. 2020. “Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam.” Islamic Akademik:
Jurnal Pendidikan Dan Keislaman 2(1):64–76.
Zainal Arifin. 2011. Pengantar Kurikulum. Bandung: PT.Rosda
Karya.
Zuhairini, Dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam,. Jakarta: Cet. Ke-
2 Bumi Aksara.

46
BAB 3
ASAS, KOMPONEN DAN PENDEKATAN KURIKULUM

Zuhri. 2016. Convergentive Design: Kurikulum Pendidikan


Pesantren Konsepsi Dan Aplikasinya. Yogyakarta: Depublish.

47
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

PROFIL PENULIS
Reksiana, kelahiran Kemang, 07
Februari 1988. Saat ini sedang menempuh
pendidikan doktoral di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Pendidikan S1 ditempuh di Institut
Ilmu Al-Qur’an Jakarta dan Pendidikan S2 di
tempuh di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi PAI S1 di di
Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta. Menjadi pengurus inti pada
organisasi nasional seperti Perkumpulan Prodi PAI Indonesia
(PP PAI Indonesia). Sebagai penelaah/penyelia utama buku
Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti SMP : Buku Guru tahun
2016. Penulis buku yang berjudul: “Pengaruh Mikrosistem
Pendidikan terhadap Karakter Remaja terindeks Perpustakaan
Nasional (PNRI), 2016”. Sebagai Penilai Buku PAI Balitbang
LKKMO Kemenag tahun 2021 dan 2022. Menjadi presenter
seminal nasional dan internasional, dan menulis di berbagai
jurnal terindek SINTA 2, SINTA 3 dan SINTA 5 di antaranya:
Prosiding Internasional Seminar on Islamic Studies (INSIS)
2022: dengan judul: “Implementation of School Featured
Programs in Achieving Student Learning Achievement at State
Islamic Junior High School Student.” Prosiding Seminar Nasional
pada: The 2 nd Annual Conference on Islamic Religious Education
(ACIRE) 2022 oleh PP PAI Indonesia. Judul: Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia (Telaah terhadap
Kebijakan Kurikulum di Madrasah). Jurnal Pendidikan Agama
Islam UIN Yogyakarta: “Diskursus Terminologi Model,
Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran PAI, 2019.”
Terideks: SINTA 3. Judul: Implementasi Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) Berbasis Alam. Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Agama Islam Vol. 11 N0.2 Tahun 2022.

48
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
PERUBAHAN KURIKULUM
Nelson Suryadi Hasibuan, S.Pd.K., M.Th
STT Ekumene Jakarta

A. Pendahuluan
Kurikulum secara Bahasa dikutip dari bahasa Latin yakni
currere (infinitive) atau corro (present active), yang memiliki arti
run, hurry, (transitive) dan of a race (transitive), curir artinya
pelari dan curere bermakna landasan pacu. Selanjutnya istilah
tersebut diadopsi ke dalam bahasa Inggris, melahirkan istilah
‘course’, ‘racecourse’ atau ‘racetrack’. Istilah ‘course’ berarti “a
direction or route taken or to be taken”, atau dikenal dengan
lapangan pacuan kuda atau jarak tempuh untuk lomba lari.
Kurikulum diartikan pula sebagai running course, specially a
chariot race course. Dalam bahasa Prancis disebut “courier”
bermakna “to run” (berlari). Perspektif klasik, lebih menekankan
kurikulum sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah.
Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh pada
sebuah jenjang pendidikan tertentu di sekolah, itulah kurikulum
(Eko, 2011). Setelah membahas bab sebelumnya; asas,
komponen dan pendekatan kurikulum, pembahasan selanjutnya
dalam bab lima (5) adalah faktor-faktor penyebab perubahan
kurikulum, akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini.
Secara lebih luas daripada itu, kurikulum diartikan
merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan di sekolah dalam
rangka memengaruhi anak dalam belajar untuk mencapai suatu
tujuan, termasuk didalamnya kegiatan belajar mengajar,
mengatur strategi dalam proses belajar, cara mengevaluasi
program pengembangan pengajaran (Wahyuni, 232). Kurikulum
sebagai rencana pembelajaran merupakan suatu program dan
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

rencana pendidikan yang disesuaikan untuk membelajarkan


siswa. Dengan program dan rencana yang telah dibuat siswa
melakukan aktivitas belajar untuk mengembangkan dan
merubah tingkah laku sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam rencana pembelajaran yang dibuat guru
harus merancang keterlibatan siswa secara aktif untuk
melkaukan aktivitas belajar. Dalam hal ini kurikulum dirancang
untuk memberikan pengalaman belajar serta mengembangkan
kecakapan hidup siswa. Kurikulum sebagai pengalaman belajar
mengisyaratkan bahwa kegiatan belajar tidak hanya
berlangsung dalam ruangan kelas, akan tetapi juga bisa
berlangsung di luar ruangan kelas. Dengan demikian semua
kegiatan belajar yang dilakukan baik di dalam ruangan kelas
maupun di luar kelas disebut kurikulum (Syah, 2007).
Kurikulum merupakan salah satu aspek krusial dalam
menentukan keberhasilan pendidikan suatu negara. Taba
(1962) memberikan pengertian kurikulum adalah sebagai
rencana untuk belajar. Wheeler (1967) mengatakan bahwa
kurikulum adalah pengalaman yang terencana yang diberikan
kepada para pembelajar dibawah bimbingan sekolah. Foshay
(1969) mengatakan bahwa kruikulum adalah sejumlah
pengalaman belajar di bawah bimbingan sekolah. (Tanner &
Tanner, 1975) mendefinisikan bahwa kurikulum sebagai
bimbingan pengalaman pembelajaran yang terencana dan hasil
belajar yang diinginkan diformulasikan melalui penyatuan
kembali pengetahuan dan pengalaman yang sistematis dibawah
bantuan sekolah untuk para siswanya secara terus menerus
tumbuh dalam kemampuan personal akademik dan sosial.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum
merupakan acuan instansi pendidikan dalam melaksanakan
proses pendidikan untuk mencapai tujuan tertentu. Perubahan
kurikulum membuahkan suatu tantangan pada pemerintah
(Retnawati, Hadi, & Nugraha, 2016). Masa peralihan sangat
mungkin diawali dengan ketidaklancaran implementasi dari

50
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

berbagai inti. Eraslan (2013) mengungkapkan bahwa salah satu


tantangan yang dihadapi dalam masa peralihan adalah
keterbatasan kemampuan dan wawasan guru mengenai sitem
penilaian. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah
mengadakan berbagai program pelatihan dan workshop. Agenda
tersebut bertujuan untuk memastikan pemahaman dan
keyakinan guru terhadap ide pokok kurikulum. Keyakinan dan
pemahaman pada ide pokok kurikulum memiliki peran besar
dalam menunjang kemampuan guru untuk mengembangkan
pembelajaran sesuai amanat kurikulum yang berlaku (Setiadi,
168).
Hernawan dan Cynthia (2011) menyatakan bahwa
kurikulum berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan, yaitu
memiliki peran konservatif, kreatif, kritis, dan evaluasi. Sejalan
dengan hal tersebut, hasil penelitian Triwiyanto (2013)
memperlihatkan bahwa kurikulum dan pembelajaran berpusat
pada potensi perkembangan kebutuhan peserta didik dan
lingkungan secara nasional dan internasional, beragam dan
terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan seni, relevan dengan kebutuhan hidup, menyeluruh dan
berkesinambungan, belajar sepanjang hayat, seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah, berkelanjutan
dan mampu bersaing di dunia internasional, serta eksistensi
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Nasution
(2012) menyatakan bahwa tiap kurikulum mencerminkan
keinginan, cita-cita, tuntunan, dan kebutuhan masyarakat.
Sekolah didirakan oleh dan untuk masyarakat, sudah
sewajarnya pendidikan memerhatikan dan merespons suara
masyarakat. Menurut Harrick, bahwa sumber kurikulum itu ada
tiga yaitu; 1) pengetahuan sebagai sumber yang akan
disampaikan kepada anak dan disajikan dari berbagai bidang
studi. 2) masyarakat sebagai sumber kurikulum di mana sekolah
merupakan agen masyarakat. 3) individu yang dididik sebagai
sumber kurikulum di mana kurikulum disusun dengan maksud

51
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

untuk membantu perkembangan anak seoptimal mungkin


(Widiyono, 2015).

B. Perubahan Kurikulum di Indonesia


Sejak adanya kurikulum tahun 1945, kurikulum di
Indonesia telah berulang kali diperbarui dan disempurnakan.
Penyempurnaan dilakukan berdasarkan perkembangan-
perkembangan yang ada baik dari segi, teknologi yang semakin
canggih, perkembangan peserta didik, dan tuntutan standar
yang ingin dicapai. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kurikulum membawa kebaikan dalam setiap
penyempurnaannya, sehingga perubahan kurikulum saat ini
menjadi kurikulum 2013 (Bahri, 2011).
Indonesia telah banyak mengalami perubahan kurikulum,
di antaranya kurikulum 1947, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984,
1994, 1997, 2004, 2006, dan terakhir 2013. Perubahan
kurikulum sering dipengaruhi oleh faktor politik. Contohnya
kurikulum 1964 disusun untuk meniadakan MANIPOL-USDEK,
kurikulum 1975 digunakan untuk memasukkan Pendidikan
Moral Pancasila, dan kurikulum 1984 digunakan untuk
memasukkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB). Kurikulum 1994, di samping meniadakan mata
pelajaran PSPB juga untuk mengenalkan kurikulum SMU yang
menjadikan pendidikan umum sebagai pendidikan persiapan ke
perguruan tinggi (Soedijarto, 2011).
Kurikulum pada jenjang Pendidikan Tinggi di Indonesia,
mengalami pula perubahan dan perkembangan, sehingga
berdampak pada proses pendidikan dan evaluasi. Semua
mengarah pada perubahan dari Kurikulum Nasional 1994 (Kep
Mendikbud No.56/U/1994) menjadi Kurikulum Inti dan
Institutional (Kep Mendiknas No. 232/U/2000) atau Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) serta Perpres No. 8 tahun 2012
tentang KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia)
(Marlina, 2013). Inovasi kurikulum dilakukan secara bertahap

52
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

atau berjenjang antara lain yaitu: Inovasi kurikulum pada


tingkat nasional, inovasi kurikulum tingkat institusi, inovasi
kurikulum pada tingkat mata pelajaran, dan inovasi kurikulum
pada tingkat pembelajaran di kelas (Fajri, 2019).
Kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran memberikan makna bahwa di dalam kurikulum
terdapat panduan interaksi antara pendidik/guru dan peserta
didik. Dengan demikian, kurikulum berfungsi sebagai “jantung”
dari proses pendidikan di sekolah untuk memberdayakan
potensi peserta didik. Panduan interaksi antara guru dan
peserta didik biasanya disebut dengan pembelajaran.
Pembelajaran akan lebih optimal jika didukung kurikulum
sebagai pedoman atau panduannya. Keberadaan kurikulum ini
menjadi sangat vital di antara komponen pendidikan lainnya
karena kurikulum merupakan jantung pendidikan. Kurikulum
pada pendidikan, seperti jantung pada manusia yang memompa
dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh pada manusia sehingga
persediaan oksigen dapat tercukupi. Kurikulum juga berperan
sebagai energi untuk komponen pendidikan lainnya, energi yang
mendukung untuk keberhasilan tujuan dari tiap-tiap komponen
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebaliknya, Lie
(2013) menganggap kurikulum bukan merupakan segala
sesuatunya dalam suatu sistem pendidikan. Kurikulum
merupakan alat mencapai suatu tujuan dan membutuhkan
keandalan penggunanya. Sama seperti kendaraan, banyak
ketidaksempurnaan dalam setiap kurikulum. Dalam perspektif
kepentingan bangsa dan negara, kendaraan kurikulum ini akan
berfungsi dan berperan baik jika para pelaku dan pemerhati
memiliki kejelasan tujuan dan visi bersama, peta jalan yang
benar, serta keandalan dalam pemanfaatan kendaraan, yang
biasa diaplikasikan dalam pembelajaran.
Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan
ilmu pengetahuan, kehidupan masyarakat mengalami banyak
perubahan pada setiap aspeknya. Perubahan kehidupan

53
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

manusia adalah suatu hal wajar terjadi, bahkan para filosofi


sendiri berpendapat tidak ada satupun di dunia ini yang abadi
kecuali perubahan. Perubahan dapat terjadi pula pada dunia
pendidikan. Perkembangan pendidikan dapat berjalan seiring
dengan perubahan dan dinamika sosial masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian inovasi sangat dibutuhkan dalam pendidikan,
terutama dalam mengatasi masalah yang akan menghambat
proses pendidikan (Fatimah, 2021). Perubahan kurikulum
dalam konteks pendidikan adalah sebuah keniscayaan. Karena
pendidikan tak dapat teralienasi dengan konteks sosial, budaya,
dan masyarakat di sekelilingnya. Demikian pula, kurikulum
pendidikan harus selalu beradaptasi dengan perkembangan
zaman. Jadi apabila lingkungan konteks politik, sosial, budaya,
ekonomi, dan ilmu pengetahuan suatu masyarakat berubah
maka, kurikulum pendidikan harus mengikuti perubahan
tersebut. Apabila kurikulum pendidikan tidak dapat beradaptasi
dengan perkembangan yang ada, maka output pendidikan pun
tidak akan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat
berakibat buruk bagi keberlanjutan lembaga pendidikan pada
masa mendatang. Apabila lembaga pendidikan membutuhkan
input dari masyarakat dan masyarakat pula merupakan
pengguna output lembaga pendidikan. Jika kondisi demikian
terjadi, maka lembaga pendidikan tidak memiliki peran dan
fungsi sosial lagi di masyarakat (Azis, 2018). Keputusan
mengubah, mengembangkan dan kemudian melaksanakan suatu
kurikulum merupakan pekerjaan sosiokultural dan ini bukanlah
sekedar proses teknis semata, akan tetapi melibatkan semua
unsur dari mulai pemerintah, pimpinan lembaga pendidikan,
masyarakat, tenaga pendidik, bahkan para ahli di bidang
pendidikan. Dari mulai penyusunan hingga sosialisasi dan
implementasi kurikulum baru (Suwarno, 2011).
Beberapa ciri perubahan kurikulum diidentifikasikan Smith
dan Lovat (1995) sebagai berikut: (1) perubahan cenderung
menantang kepercayaan, persepsi, metode tradisional yang

54
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

sudah lama mengakar dalam diri pendidik sehingga tidak


mudah mengubahnya. Selain itu, perubahan mengusik perasaan
pendidik sebagai kepercayaan diri, kapasitas, kompetensi dan
praktik pendidikan. Perasaan (seperti antisipasi, khawatir, takut
dan lainnya) bisa menghambat adopsi inovasi, dan karena itu,
perlu ditanggulangi sebelum implementasi; (2) perubahan
melibatkan konflik, karena ada yang baru dan ada yang lama;
penyokong yang lama mempertahankan kurikulum yang ada,
dan yang baru mempromosikan perubahan kurikulum; (3)
perubahan biasanya menambah anggaran, sebagai
bagaimanapun, perubahan yang efektif mensyaratkan sumber
daya tambahan; dan (4) perubahan bukan suatu peristiwa
sesaat, tetapi serangkaian peristiwa yang berlangsung lama
(Smith & Lovat, 1995; 2014-05). Selama perubahan berjalan,
lanjut Smith & Lovat, perasaan, konflik dan kebutuhan untuk
menjaga keberlangsungan perubahan memerlukan sumber daya
dan bantuan lebih besar. Lama-kelamaan, sumber daya dan
bantuan itu bisa makin berkurang. Jadi, perubahan adalah suatu
proses yang dinamik (Ansyar, 406).
Ornstein & Hunkins (2013) menyadur pendapat Warren
Bennis (1989), mengklasifikasikan perubahan atas tiga kategori
(1) planned change, perubahan terencana; tipe perubahan yang
ideal karena semua terlibat dalam perencanaan dan penetapan
arah perubahan dan semua mengikuti prosedur yang jelas
tentang kegiatan yang dilakukan; (2) coercion, perubahan yang
ditetapkan dari atas dan dikontrol beberapa orang saja, tanpa
mengikutsertakan orang lain; dan (3) interaction change,
perubahan melalui interaksi yang melibatkan semua orang yang
memiliki kedudukan yang sama dalam menetapkan tujuan dan
prosedur perubahan; beberapa prosedur perubahan
dikembangkan dengan hati-hati, tetapi beberapa ada yang
kurang dielaborasi sehingga tidak jelas bagaimana perubahan
itu harus dilakukan. Tetapi, kelemahan kategori ketiga bisa

55
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

diminimalkan melalui interaksi dalam budaya sekolah


kolaboratif.

C. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Kurikulum


Pengertian perubahan adalah: (a) pergantian keadaan dari
yang lama kepada yang baru. Perubahan ialah perbedaan
keadaan dari fase tertentu menuju fase yang lain. Tidak semua
perubahan itu baik, namun menuju hal yang lebih baik mesti
harus ada perubahan, (b) perubahan ialah mentransformasikan
beberapa elemen penting dalam organisasi sehingga merubah
elemen penting dalam organisasi, bergantinya alat-alat dan
segala macam hal yang tujuannya untuk merubah hasil kerja.
Berdasarkan kedua pengertian perubahan tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa perubahan adalah perbedaan bentuk
dari semula menjadi bentuk lain yang memiliki nilai lebih dari
yang semula. Jadi, perubahan dalam konteks kurikulum ialah:
perubahan yang dilakukan dengan sengaja, terstruktur dan
dilakukan dari atas ke bawah secara menyeluruh dalam sebuah
organisasi (sekolah). Yang dipelajari pada dasar pengembangan
kurikulum berkaitan dengan faktor-faktor perubahan dan
kendala dalam perubahan (Winarso, 2017).
Dunia pendidikan selalu mengalami perubahan yang
sejalan dengan arah perkembangan zaman. Kekacauan dan
ketidakstabilan pendidikan disebabkan berbagai hal dan
kondisi, salah satunya dengan adanya pandemik Covid-19.
Pandemik ini memperparah keadaan pendidikan yaitu dengan
terjadinya krisis pembelajaran dan ketidakmaksimalan dalam
pembelajaran (Learning Loss). Menurut Andriani, et al., (2021)
masa pandemik ini memaksa 1,7 miliar siswa menjalani
pembelajaran yang tidak dilakukan secara langsung serta
menemui berbagai kesulitan dan kerugian dalam pembelajaran.
Learning Loss mengakibatkan hilangnya kepekaan komunikasi
antara guru dan siswa dalam berkolaborasi secara aktif di dalam
sebuah proses pembelajaran. Problematika dan dilemma yang

56
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

harus dilewati dan disikapi tersebut memerlukan berbagai


kebijakan dan solusi strategis.
Lase (2015) mengutip pendapat Husen dan Postlethwaite
mengungkapkan bahwa untuk melakukan kajian perubahan
kurikulum dapat dilihat dari dua segi, yaitu berkaitan dengan
hakikat perubahan dan proses serta tahapan perubahan.
Hakikat perubahan kurikulum berkait erat dengan masalah
perubahan (reform), inovasi (innovation), dan pergerakan
(movement). Proses dan tahapan perubahan berkaitan erat
dengan pengembangan (development), penyebaran (diffusion),
diseminasi (dissemination), perencanaan (planning). Adopsi
(adoption), penerapan (implementation) dan evaluasi
(evaluation). Muhammedi (2016), menyadur pendapat Soetopo
dan Soemanto mengungkapkan bahwa perubahan kurikulum
dapat bersifat sebagian, tetapi dapat pula bersifat menyeluruh.
Perubahan sebagian adalah perubahan yang terjadi hanya pada
komponen tertentu saja dari bagian kurikulum. Misalnya
perubahan dalam metode mengajar, maka yang berubah dalam
hal itu saja, tidak ada perubahan yang lain. Berbeda halnya
dengan perubahan menyeluruh, artinya semua komponen atau
aspek dalam kurikulum terdapat perubahan. Salah satu prinsip
dalam perubahan kurikulum adalah relevansi, dimana sebuah
kurikulum harus relevan terhadap keberadaan kurikulum itu
sendiri dan pada tujuan, isi, serta proses belajar dengan
tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Dengan
demikian tidak menutup kemungkinan kurikulum harus terus
akan bersinergi searah perkembangan hidup manusia.
Suatu era dengan speksifikasi tertentu sangat bersar
pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja.
Perubahan-perubahan yang dapat terjadi selain karena
perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan
oleh perkembangan yang luas biasa dalam ilmu pengetahuan,
psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya ialah
perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara

57
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang


tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka
(Majir, 2017). Kemerosotan pendidikan sudah terasa selama
bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding
sebagai penyebabnya. Perubahan kurikulum sebaiknya melihat
keperluan masa depan, serta menekankan kembali pada bentuk
asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-
penyimpangan dan praktik yang salah atau memperkenalkan
prosedur yang lebih baik, suatu perombakan menyeluruh dari
suatu sistem kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, sosial dan
tentu saja pendidikan. Perubahan kurikulm adalah upaya
perbaikan pada bidang pendidikan. Perubahan atau reformasi
dalam kurikulum diibaratkan sebagai pohon yang terdiri dari
empat bagian yaitu akar, batang, cabang dan daunnya. Akar
reformasi yang merupakan landasan filosofi yang tak lain
bersumber dari cara hidup (way of life) masyarakatnya. Akar
reformasi adalah masalah sentralisasi, desentralisasi, masalah
pemerataan mutu dan siklus politik masyarakat setempat.
Sebagai batasannya adalah berupa mandat dari pemerintah dan
standar-standarnya tentang struktur dan tujuannya. Dalam hal
ini isu-isu yang muncul adalah masalah akuntabilitas dan
prestasi sebagai prioritas utama. Cabang-cabang reformasi
adalah manajemen lokal (on-site management), pemberdayaan
guru, perhatian pada daerah setempat. Sedangkan daun-daun
reformasi adalah keterlibatan orang tua peserta didik dan
keterlibatan masyarakat untuk menentukan misi sekolah yang
dapat diterima dan bernilai bagi masyarakat setempat (Winarso,
2015). Terdapat tiga kondisi untuk terjadinya reformasi
pendidikan yaitu adanya perubahan struktur organisasi, adanya
mekanisme monitoring dari hasil yang diharapkan secara
mudah yang biasa disebut akuntabilitas dan terciptanya
kekuatan untuk terjadinya reformasi (Oemar, 2008).
Dengan demikian perubahan kurikulum seharusnya
merupakan upaya perbaikan dalam tataran konsep pendidikan,

58
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

perundang-undangan, peraturan dan pelaksanaan pendidikan


serta menghilangkan praktik-praktik pendidikan di masa lalu
yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala aspek
pendidikan di masa mendatang menjadi lebih baik. Hal tersebut
harus dilakukan secara sinergis dengan pemerintah pusat dan
daerah, agar tercapai tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Adapun beberapa faktor yang memengaruhi perubahan sebuah
kurikulum yang menyangkut masa depan diantaranya; arus
globalisasi, masalah mutu pendidikan, kemajuan teknologi dan
informasi, konvergensi ilmu dan teknologi (ependidikansites,
2016) serta pengaruh politik (Anugrah dkk, 2021).
1. Arus Globalisasi
Memasuki abad XXI, tantangan besar yang dihadapi oleh
seluruh bangsa pada era yang oleh banyak orang disebut
sebagai era globalisasi saat ini adalah ketatnya kompetisi di
berbagai bidang. Kompetisi ini akan memasuki seluruh dimensi
kehidupan dan menjamah wilayah geografis di berbagai belahan
dunia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan
manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat
dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan
manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa
manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat.
Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka perlu
terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya
manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara
terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses
pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam
menjalani era globalisasi tersebut (Tien, 2015).
Di era kehidupan global yang penuh persaingan saat ini,
pendidikan tinggi di Indonesia menghadapi tantangan yang
sangat penting untuk terus meningkatkan mutu kompetitif

59
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Sufyarma


(2004) mengemukakan bahwa era globalisasi adalah era
persaingan mutu. Maka perguruan tinggi di era globalisasi harus
berbasis pada mutu, bagaimana perguruan tinggi dalam
kegiatan jasa pendidikan maupun pengembangan sumber daya
manusia yang memiliki keunggulan.
Menurut Risdianto (2019) globalisasi secara luas dipahami
sebagai peregangan kegiatan sosial, politik dan ekonomi lintas
batas sehingga kejadian, keputusan dan kegiatan yang
berlangsung di suatu tempat atau suatu wilayah memiliki arti
penting bagi masyarakat keseluruhan. Pendidikan merupakan
upaya terencana dalam proses pembimbingan dan
pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh
menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif,
berilmu, sehat, dan berakhlak mulia baik dilihat dari aspek
jasmani maupun rohani. Manusia yang berakhlak mulia, yang
memiliki moralitas tinggi sangat dituntut untuk dibentuk atau
dibangun.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan dapat
menghindari arus globalisasi karena membawa pengaruh dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
begitu pesat. Perkembangan Teknologi dan Informasi itu sendiri
merupakan faktor utama yang menyebabkan masuknya budaya
lain ke Indonesia dan mempengaruhi gaya dan adat istiadat
yang sudah diwariskan secara turun temurun. Globalisasi akan
menjadi suatu ancaman dalam karakter bangsa Indonesia
khususnya usia-usia yang masih labil terhadap perkembangan
moral peserta didik. Proses globalisasi yang berkembang pesat
menjadikan generasi muda kehilangan kepribadian sebagai
bangsa Indonesia yang cinta tanah air. Menurut Kholillah, dkk
(2022) hal ini ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari seperti
cara berpakaian dan selera makan. Yang lebih memprihatinkan
adalah pergaulan bebas antar remaja. Proses globalisasi juga
mempengaruhi karakter seperti tidak peduli dengan lingkungan

60
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

sekitar, menjadi indiividualisme, dan bahkan membanggakan


budaya luar. Perkembangan Teknologi dan Informasi
merupakan faktor pendukung utama arus globalasi.
Perkembangan teknologi dewasa ini begitu cepat sehingga
informasi dengan berbagai bentuk dapat tersebut luas ke
seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari
kehadirannya. Akibat globalisasi tentunya membawa pengaruh
terhadap suatu negara termasuk Indonesia, khususnya terhadap
perkembangan moral peserta didik.
Pengaruh negatif globalisasi yang berkaitan dengan
perkembangan moral peserta didik antara lain dalam bidang
budaya dan sosial, banyak dikalangan remaja telah hilang nilai-
nilai nasionalisme bangsa, misalnya sudah tidak kenal sopan
santun, cara berpakaian, dan gaya hidup mereka cenderung
meniru budaya barat. Munculnya sikap individualisme, kurang
peduli terhadap orang lain sehingga sikap gotong royong
semakin luntur. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-
langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi
terhadap nilai-nilai nasionalisme bangsa, khususnya terhadap
perkembangan moral peserta didik. Langkah-langkah untuk
mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi perkembangan
moral peserta didik antara lain:
1. Menanamkan sikap kepada peserta didik untuk mencintai
produk dalam negeri melalui pembelajaran di sekolah;
2. Menumbuhkembangkan nilai-nilai Pancasila yang
merupakan dasar negara kita terhadap peserta didik;
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama tidak hanya
tanggung jawab guru agama, melainkan merupakan
tanggung jawab oleh semua guru bidang studi;
4. Menginformasikan kepada peserta didik untuk menyeleksi
arus globalisasi dalam segala bidang, melalui pembelajaran
(Inanna, 2018).

61
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Sebagai Negara yang berideologi Pancasila, sudah


seharusnya guru memberikan bimbingan sila-sila Pancasila.
Pembinaan moral Pancasila adalah pokok yang menjadi dasar
acuan untuk membina moral manusia-manusia Indonesia,
karena Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia,
dan juga sebagai pembentuk karakter bangsa. Arus globalisasi
yang berkembang pesat tantangan yang cukup
mengkhawatirkan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena
terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari
mancanegara masuk ke Indonesia. Ketidaksiapan bangsa dalam
mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral
yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah
globalisasi.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Amanah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun
2003 tersebut bermaksud agar pendidikan tidak hanya
membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga
berkepribadian, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa
yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafaskan
nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan memegang
peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan
merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri (Tien,
2015). Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia, maka kalangan swasta sama-sama telah
dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui
berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas
antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum
dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi
guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Kurikum hendaknya merupakan alat yang ampuh dalam
upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia. Ada dua

62
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

pendapat tentang keadaan mutu pendidikan di sekolah-sekolah


dewasa ini. Pertama, di satu pihak berpendapat, bahwa mutu
pendidikan menurun, bahkan lebih menurun dibandingkan
dengan sepuluh tahun yang lalu. Alasan yang mendasari
pendapat ini adalah dilihat dari tingkat kecakapan dan
kepandaian berhitung, kemampuan membaca kurang atau
terlambat, tidak dapat bekerja, kurang bisa bergaul,
pengetahuan dan keterampilan praktis sangat kurang, kurang
berdisiplin dan lemah bertanggung jawab. Mereka
mengemukakan macam-macam tingkah laku yang menunjukkan
lemahnya hasil pendidikan sekolah-sekolah dewasa ini. Kedua,
disi lain justru berpendapat sebaliknya mutu pendidikan kita
justru lebih tinggi. Hal ini dibuktikan luasnya pengetahuan para
lulusan berhubung luas dan banyaknya mata pelajaran yang
telah dan harus dipelajari, anak-anak sekarang diajar oleh guru-
guru yang berpendidikan dan pengalaman lebih tinggi dan luas,
mereka dibantu oleh pengadaan sarana dan prasarana yang
memadai, para lulusan siap tempur untuk menempuh ujian
masuk perguruan tinggi. Belum dipertimbangkan banyaknya
sumber-sumber belajar yang dapat mereka serap melalui media
masa yang canggih (Winarso, 2017).
Berbicara tentang mutu bukan persoalan yang sederhana
dan mudah, sebab mutu sifatnya abstrak. Tjiptono & Diana
(1995) menjelaskan konsep mutu sendiri sering dianggap
sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk yang terdiri atas
kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Peningkatan mutu
sebenarnya merupakan masalah yang erat kaitannya dengan
kebijakan, komitmen, dan prioritas dari pengembangan lembaga
pendidikan tinggi (Fitrah dkk, 2018). Masalah mutu pendidikan
di Indonesia belum membaik, walaupun telah dilakukan
berbagai upaya untuk memperbaikinya. Misalnya perumusan
dan penetapan berbagai regulasi yang mengatur pendidikan,
revisi kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang
dilakukan secara periodik, desentralisasi pengelolaan

63
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

pendidikan, peningkatan kualitas akademik dan profesionalitas


guru dan dosen, perbaikan kesejahteraan guru dan dosen,
perbaikan dan peningkatan sarana prasarana pendidikan di
semua satuan pendidikan, perbaikan manajemen pembelajaran
yang berbasis pada standar mutu pengelolaan, mulai dari
pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi (Gemnafle,
2021).
Namun demikian, harus disadari bahwa mutu pendidikan
di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Masih banyak para
lulusan yang belum memenuhi tuntutan mutu dilihat dari
kebutuhan pasaran kerja, norma-norma sosial yang berlaku,
penguasaan nilai-nilai budaya nasional dan daerah, terutama
anak-anak yang bersekolah di desa, kurangnya dalam berbagai
unsur penunjang menyebabkan mereka tidak mungkian belajar
secara efektif, dan pada gilirannya diakui bahwa mutu
pendidikannya pun masih diragukan.
3. Kemajuan Teknologi dan Informasi
Sistem pendidikan Nasional Indonesia yang diatur melalui
Undang-undang No. 20 Tahun 20003 oleh Sekretaris Negara
Republik Indonesia pada tanggal 8 Juli 2003 di Jakarta. Sistem
pendidikan Indonesia terus meningkatkan perubahan dengan
tujuan menciptakan sistem pendidikan yang lebih bermutu,
dengan kurikulum yang lebih baik untuk melahirkan lulusan
yang lebih baik pula. Dalam konteks pendidikan yang
mengaktulisasikan visi pembelajaran abad 21, UNESCO
menawarkan empat pilar dalam bidang pendidikan, yakni: 1)
Learning to know, 2) Learning to do, 3) Learning to live together,
4) Learning to be. Pendidikan yang membangun kompetensi
“partnership 21st Century Learning” yaitu menuntut peserta
didik agar menguasai keterampilan, pengetahuan, dan
kemampuan di bidang media, teknologi dan informasi (Sajidan,
2018).

64
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka perlu membangun


perubahan pada sistem dan isi pendidikan yang terwujud dalam
pembaruan kurikulum. Asas perkembangan pendidikan dan
pembelajaran akan selalu mengikuti perkembangan IPTEK.
Pengaruh langsung dari kemajuan IPTEK di sini adalah
memberikan materi atau bahan yang disampaikan dalam
pendidikan. Oleh karena itu, kajian ini berfokus pada landasan
IPTEK dalam pengembangan kurikulum. Tujuan penelitian agar
kurikulum sebagai pusat muatan nilai tidak mengalami
disparitas kualitas pendidikan, sehingga tidak melahirkan
output pendidikan yang ‘kelabakan’ dalam beradaptasi dengan
konteks sosial (Camelia, 2020). Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi di masa kini sangat
mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia termasuk
pendidikan. Setiap institusi pendidikan tidak dapat menghindari
berbagai perubahan yang terjadi dan sebagai hasilnya,
kurikulum di masing-masing institusi juga akan mengalami
perubahan. Pada dasarnya, pengembangan dan penyesuaian
kurikulum bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan para peserta didik
dan menyediakan kegiatan- kegiatan pembelajaran yang efektif
(Madya, 2007). Kurikulum yang efektif seharusnya
merefleksikan landasan filosofinya, tujuan, pengalaman belajar,
sumber-sumber belajar, dan penilaian-penilaian pembelajaran
dan hal-hal tersebut yang akan menjadi pertimbangan bagi para
perancang kurikulum sehingga dapat memenuhi kebutuhan
pendidikan.
Di Indonesia sendiri pembangunan industri sampai saat ini
belum sepenuhnya didukung oleh potensi unggul baik
pendidikan, termasuk sumber daya manusianya. Hal ini
ditunjukkan oleh Indeks Pendidikan, data yang digunakan untuk
mengukur indeks pendidikan terbatas pada data melek huruf
dan gross enrolment ratio dari Sekolah Dasar, Menengah hingga
Perguruan Tinggi (SD, SM dan PT). IPTEK belum sepenuhnya

65
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia khususnya pendidik


dan peneliti yang belum mengembangkan penelitian secara
optimal (Nazwirman, 2010). Pengajar harus terus mengikuti
perkembangan IPTEK supaya bisa menyampaikan materi
pembelajaran yang mutakhir dan bermanfaat bagi kehidupan
peserta didik saat ini dan masa depan. Dengan demikian,
menjadi searah dengan upaya pembaruan kurikulum yang
seiring dengan kemajuan IPTEK dalam hampir semua bidang
kehidupan.
Perkembangan IPTEK juga sebagai pemacu kemajuan
pembangunan. Perkembangan IPTEK secara langsung
berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di
dalamnya mencakup pembaruan isi atau materi pendidikan,
penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan
sistem evaluasi. Materi pelajaran sepatutnya hasil
perkembangan IPTEK kontemporer, baik berhubungan dengan
hasil perolehan informasi, ataupun cara memperoleh informasi
tersebut dan memanfaatkannya untuk masyarakat. Tentu dalam
proses pengembangan kurikulum harus tetap mengacu kepada
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Dukungan IPTEK kepada
pembangunan dapat diwujudkan masyarakat maju, mandiri dan
sejahtera. Perkembangan IPTEK semakin cepat dan persaingan
antar-bangsa makin meluas. Oleh karena itu dibutuhkan
pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan IPTEK yang mana
akan memberi implikasi terhadap perkembangan SDM.
Tercapainya kemampuan SDM agar dapat memanfaatkan,
mengembangkan dan menguasai IPTEK, maka ada beberapa hal
yang dijadikan sebagai dasar, yaitu: a) Pembangunan IPTEK
selayaknya berada dalam keseimbangan yang efektif juga
dinamis dengan pembinaan SDM, pelaksanaan penelitian,
pengembangan sarana prasarana IPTEK, b) Penyusunan IPTEK
terarah pada peningkatan kehidupan bangsa dan kualitas
kesejahteraan, c) Pembangunan IPTEK sepadan dengan nilai-
nilai agama, kondisi sosial budaya, nilai luhur, dan lingkungan

66
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

hidup, d) Penyusunan IPTEK harus berdasar pada upaya


peningkatan efektivitas penelitian, efisiensi, produktivitas dan
pengembangan yang lebih tinggi, e) Pembangunan IPTEK harus
dapat memberikan solusi penyelesaian masalah konkret
(Hamalik, 2013).
4. Konvergensi Ilmu dan Teknologi
Fenomena konvergensi, apa yang sebenarnya terjadi?
Terjadinya konvergensi teknologi, mendorong konvergensi
media, yang selanjutnya mendorong konvergensi antar-pelaku-
komunikasi (khalayak & komunikator). Kesemua fenomena ini
bermula dari teknologi, suatu bidang yang “tidak disukai” oleh
pemerhati komunikasi manusia, namun harus dimengerti untuk
memahami perubahan komunikasi yang sedang dan akan terjadi
(Dahlan, 2012). Harus disadari bahwa teknologi masih akan
berkembang lebih lanjut karena pada dasarnya sifat manusia
teknologi akan selalu berusaha menembus batasan kemampuan
manusia yang umum untuk menemukan hal-hal yang lebih baru
lagi. Dengan demikian manusia pemakai teknologi pun akan
selalu menginginkan kebutuhan baru yang belum, namun
demikian, dapat terjangkau pada suatu ketika. Di samping itu,
perkembangan dan kemajuan teknologi selalu mendorong
pengembangan lebih jauh kebutuhan manusia. Misalnya dalam
mencari jawaban terhadap fenomena alam, perubahan zaman,
atau kejadian sehari-hari, sehingga manusia memerlukan
informasi lebih banyak, yang terkait dengan lebih banyak hal.
Dengan disertai data penunjang yang makin kompleks, yang
dianggap mungkin diperlukan sewaktu-waktu, yang pada
akhirnya juga memerlukan teknologi penyimpanan yang lebih
besar kemampuannya, dengan ukuran yang lebih kecil supaya
dapat sewaktu-waktu diakses, dengan lebih cepat (Dahlan,
2012).
Menurut Jenkins (2009), konvergensi teknologi adalah
menyatunya berbagai teknologi yakni ketika satu atau lebih
media yang berbeda ditransformasikan ke dalam bentuk digital.

67
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Konvergensi juga merupakan aplikasi dari teknologi digital,


yaitu integrasi teks, suara, angka dan gambar. Adapun
pengetahuan merupakan suatu informasi yang disadari dan
diketahui seseorang. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara
mengalami atau mendapatkan dari orang lain. Akan tetapi
pengetahuan belum bisa disebut ilmu jika kebenarannya belum
teruji. Hartanto, (2013) mengemukan bahwa, kunci konvergensi
adalah digitalisasi, karena seluruh bentuk informasi maupun
data diubah dari format analog ke format digital sehingga
dikirim ke dalam satuan bit (binary digital). Karena informasi
yang dikirim merupakan format digital, konvergensi mengarah
pada penciptaan produk-produk yang aplikatif yang mampu
melakukan fungsi audiovisual sekaligus komputasi. Maka jangan
heran jika sekarang ini komputer dapat difungsikan sebagai
pesawat televisi, atau telepon genggam dapat menerima suara,
tulisan, data maupun gambar empat dimensi (4G).
Teknologi hakikatnya merupakan implementasi dari ilmu
pengetahuan dan menduduki peranan penting dalam kehidupan
manusia. Teknologi lahir dari karya pikir manusia melalui
proses ilmiah guna mencapai tujuan yang optimal, teknologi
juga dapat diartikan sebagai sarana manusia untuk
menyediakan kebutuhan. Tujuannya ialah menciptakan suatu
kondisi yang efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku
manusia. Salah satu indikator kemajuan peradaban manusia
salah satunya dari diukur dari kemajuan IPTEK. Teknologi
dibuat untuk mendukung kehidupan manusia di semua aspek.
Adanya teknologi memudahkan manusia dalam
mengembangkan sumber daya alam yang ada, namun sering kali
melampaui batas sehingga sering terjadi ketidakseimbangan
dalam penggunannya dan kerakusan manusia yang
menyebabkan terjadinya bencana alam. Dalam pengembangan
kurikulum, tidak hanya menyertakan orang yang terlibat
langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya
melibatkan banyak orang, di antaranya: politikus, pengusaha,

68
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

orang tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya


yang memiliki kepentingan dengan pendidikan. Dalam hal ini,
lembaga sekolah bertanggungjawab menerapkan kerangka kerja
dalam mengoptimalkan kurikulum. Di dalam kerangka kerja
tersebut berisi informasi mengenai: 1) Apa yang harus dipelajari
dan dipahami peserta didik (subyek), 2) Apa kompetensi
peserta didik, 3) Berapa lama mereka dapat belajar (jam
belajar), dan 4) Dengan cara bagaimana peserta didik belajar
(tatap muka, tugas, individu, tugas terstruktur). Pada hakikatnya
kurikulum mengarah pada tujuan pendidikan nasional yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa. Cerdas yang ingin dicapai di
sini bukan hanya pandai dan terampil tetapi mempunyai
kemampuan dan kemauan untuk memanfaatkan kepandaian
serta keterampilan tersebut dalam menyelesaikan berbagai
persoalan dalam kehidupan bermasyarakat (Camelia, 2020).
Konsep belajar terbuka di sekolah atau berbasis aneka
sumber (resource based learning) akan mengubah fungsi guru di
kelas yang bukan satu-satunya sumber belajar. Guru tidak
memiliki satu sumber belajar (buku) dan satu metode
(ceramah) tetapi dapat melakukan variasi dalam pembelajaran
sehingga siswa menjadi aktif. Sumber belajar terbuka bisa
bersumber dari internet, radio, televisi, tape recorder, CD
player, komputer, dan laboratorium alam (masyarakat).
5. Pengaruh Politik
Fungsi politik secara khusus bisa diaktualisasikan lewat
proses pembelajaran. Dari sekian banyaknya negara totaliter
dan negara berkembang, pemimpin politik amat menyadari
fungsi pendidikan guna meraih tujuan-tujuan politik. Mereka
mengupayakan solusi dalam mengontrol sistem pendidikan dan
menitipkan pesan-pesan politik dengan metode dan bahan ajar
(curriculum content) pendidikan. Dari generasi ke generasi
negarawan dan pemimpin politik menyadari dampak yang akan
muncul pada sistem pendidikan pada kehidupan politik. Mereka
sadar jika negara tidak bisa mengabaikan sekolah apabila akan

69
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

meraih tujuannya, termasuk tujuan dalam mempertahankan


kedudukan. Mengingat banyaknya peluang di berbagai unsur
kependidikan pada kebutuhan politik tertentu, maka tidak usah
heran jika pendidikan sering memerankan peran sentral untuk
menemukan jalan perubahan politik. Kurikulum pendidikan
yang tidak sesuai dengan peserta didik dan sekolah bisa
memberikan dampak negatif dalam pendidikan
(www.kompasiana.com).
Salah satu faktor yang berperan dalam pengembangan
kurikulum adalah faktor politik, hal ini juga dikemukakan oleh
(spindler, 1987) tantangan yang dihadapi para pendidik,
pengembang kurikulum, tidak hanya teoretis dan praktis, tetapi
juga politik dan sosial. Selain itu Francis P (Hunkins & Ornstein,
1989) menyatakan, “Pengembangan Kurikulum juga merupakan
proses politik. Hal ini membutuhkan dan berurusan dengan
orang-orang berbagai basis kekuatan dan pandangan tentang
apa yang membuat pendidikan menjadi baik.” Pengaruh politik
dalam pengembangan kurikulum dapat terlihat dari setiap
pergantian pimpinan sebuah negara, maka kurikulum
pendidikan akan selalu dikaji kembali. Perubahan kurikulum
yang ada di berbagai negara tidak pernah lepas dari kondisi
politik yang sedang berlaku di negara tersebut. Untuk itu, tidak
menutup kemungkinan kurikulum akan berubah sewaktu-
waktu sesuai dengan kondisi politik negara pada saat itu
(Anugrah dkk, 2021). Faktor politik dalam kurikulum dipandang
sebagai bagian dari keseluruhan proses pemerintahan dan
melibatkan keputusan tentang konten seperti pengetahuan apa
yang harus dimasukkan atau dikeluarkan dari kurikulum
(Joseph, 2015). Connelly, dkk (2008) mengemukakan bahwa
“politik mengatur hampir setiap aspek pendidikan dalam
kaitannya dengan apa saja yang disediakan sekolah, bagaimana
menyediakannya, kepada siapa, dalam bentuk apa, oleh siapa,
dan dengan sumber daya apa.” Senada dengan hasil penelitian
Sukasni dan Efendy (2017) yang menyatakan bahwa dampak

70
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

politik terhadap sistem pendidikan dapat menyebabkan adanya


ketidakberesan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional
di Indonesia.
Adakalanya pengaruh kebijakan pemerintah terhadap
perubahan kurikulum terkadang tidak diimbangi dengan
kesiapan dalam pelaksanannya, hal tersebut berdampak
terhadap implementasi kurikulum yang telah ditetapkan.
Akibatnya kurikulum tersebut tidak dapat dilaksanakan sesuai
dengan yang diharapkan. Beberapa faktor penyebab terjadinya
permasalahan tersebut antara lain ketidaksiapan pendidik,
dukungan sarana prasarana yang tidak memadai, dan kondisi
geografis yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum yang
direncanakan. Banyaknya kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan kurikulum tersebut akibatnya para pendidik
kembali pada penerapan proses pembelajaran yang lama.
Dengan demikian tujuan perubahan kurikulum tidak tercapai
dengan baik (Anugrah dkk, 2021).
Pengaruh politik dalam perubahan kurikulum sangat besar
dampaknya terhadap substansi kurikulum. Pengaruh tersebut
mulai dari tingkat nasional hingga tingkat pengambilan
keputusan terendah yaitu tingkat kabupaten/kota. Hal tersebut
senada dengan temuan penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa besar pengaruh politik dalam pengembangan kurikulum
dan evaluasi baik dari tingkat makro dan mikro (Nkyabonaki,
2013). Pengaruh politik terhadap kurikulum dalam sistem
pendidikan nasional secara aktual adalah adanya penghapusan
beberapa mata pelajaran, pengurangan dan penggabungan
materi pelajaran dengan tujuan efisiensi dan efektivitas
pendidikan (Fadlilah dkk, 2019). Perubahan politik ternyata
sering diikuti dengan adanya perubahan kebijakan-kebijakan
dalam pengembangan kurikulum pada sistem pendidikan
nasional. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh politik
yang cukup kuat dengan sistem pendidikan nasional di
Indonesia. Perubahan kurikulum yang sering dilakukan tidak

71
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

menjamin dapat menjadikan pendidikan itu berkualitas,


meskipun perubahan kurikulum itu sudah disesuaikan dengan
tuntutan perubahan zaman. Direktur Jenderal Pendidikan Tingi
(Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nizam
mengingatkan prinsip yang paling penting dalam
pengembangan kurikulum yaitu learning outcomes dan
berkualitas global. Pada saat implementasi kurikulum faktor
kemampuan guru sangat mempengaruhi ketercapaian target
yang diharapkan. Implementasi tersebut dipengaruhi oleh
kemampuan, komitmen, persepsi, dan interpretasi guru-guru
terhadap kurikulum tersebut. Menurut (Lundeberg & Levin,
2003) persepsi dan interpretasi guru terhadap kurikulum
berakar pada pengetahuan dan pengalaman guru itu sendiri.
Pengetahuan dan pengalaman guru ikut menentukan persepsi
mereka apakah terlepas persepsinya itu benar atau salah,
persepsi akan mempengaruhi komitmen dan perilaku individu
yang bersangkutan.
Di Indonesia untuk sekolah sendiri kurikulum di atur pada
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Sistem
Pendidikan Nasional tentang Pemerintah Daerah memiliki
otonomi dan memberikan kewenangan memiliki hak dan
kewajiban untuk mengelola urusan pemerintah di bidang
tertentu termasuk masalah pendidikan. Makna otonomi
pendidikan adalah mengembalikan tanggung jawab pendidikan
kepada stakeholders, yaitu masyarakat itu sendiri. Dalam
otonomi pendidikan, masyarakat secara langsung
bertanggungjawab atas keberadaan dan proses pendidikan yang
dimiliki (Muhaimin, 2009). Pemberian wewenang dalam bidang
pendidikan kepada pemerintah daerah akan sejalan dengan
proses pewarisan budaya, hal tersebut sesuai dengan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab 1
Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 16 menyebutkan bahwa
“Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan

72
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya,


aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Politik memainkan
peran dalam memutuskan apa yang akan diajarkan, bagaimana
seharusnya diajarkan, bagaimana siswa harus dinilai, serta
membiayai seluruh proses pengembangan dan implementasi
kurikulum (Marsh & Wills, 1995). Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya, bahwa perubahan kurikulum itu pertama-tama
dipicu oleh kemauan para pemimpin politik yang kemudian
memanfaatkan kewenangannya agar melaksanakan apa yang
telah diputuskan oleh para pemimpin politik tersebut. Politik
ikut menentukan tujuan pendidikan, menentukan konten,
pengalaman belajar, dan strategi evaluasi dalam pendidikan.
Materi atau cakupun kurikulum dan interpretasinya, adakalanya
dipengaruhi oleh keputusan politik, termasuk sistem ujiannya
(dalam menentukan anggarannya).

D. Kesimpulan
Untuk mewudukan pendidikan Indonesia yang lebih baik
perubahan dan implementasi kurikulum pendidikan hendaknya
tidak terlepas dari RENSTRA dan ROADMAP Pendidikan
Nasional dalam menyiapkan generasi emas 2045. Kurikulum
sebagai program dalam pendidikan harus berlandaskan pada
peningkatan mutu sumber daya manusia sehingga dapat
membangun bangsa. Perubahan dan impementasi kurikulum
hendaknya juga dapat merangkul berbagai stakeholders dalam
dunia pendidikan agar kurikulum yang telah dikembangkan
dapat diimplementasikan sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Upaya tersebut dapat berupa peningkatan peran serta guru dan
pemangku kepentingan lain untuk berpartisipasi aktif dalam
memberikan umpan balik pelaksanaan kurikulum. Penyiapan
tenaga pendidik dan kependidikan untuk mampu melaksanakan
kurikulum secara baik, evaluasi pelaksanaan kurikulum secara
ketat, komprehensif dan berkelanjutan, penguatan kerjasama

73
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

antara guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah untuk


mendukung efektivitas pembelajaran.
Arus globalisasi yang berkembang pesat tantangan yang
cukup mengkhawatirkan bagi dunia pendidikan Indonesia,
karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga
pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Ketidaksiapan
bangsa dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas
dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah
dalam kancah globalisasi. Sumber daya manusia menjadi salah
satu faktor yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Pendidik harus terus mengikuti perkembangan
IPTEK supaya bisa menyampaikan materi pembelajaran yang
mutakhir dan bermanfaat bagi kehidupan peserta didik saat ini
dan masa depan dan dengan bantuan teknologi juga dapat
dipergunakan sebagai sarana manusia untuk menyediakan
kebutuhan. Tujuannya ialah menciptakan suatu kondisi yang
efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia
serta peran politik yang diharapkan pada perubahan kurikulum
adalah menghasilkan kebijakan-kebijakan yang dapat
mendukung tujuan dalam memajukan bangsa.

74
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

DAFTAR PUSTAKA
Adriani, W, dkk. Learning Loss Dalam Pembelajaran Daring Di
Masa Pandemi Corona, Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang, 2022.
Ansyar, Mohamad. (2010). Kurikulum: Hakikat, Fondasi, Desain
dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.
Anugrah, Septriyan. dkk. Peran Politik terhadap Perkembangan
dan Implementasi Kurikulum.
Pedagogi: Jurnal Ilmu Pendidikan. Volume 21 No. 2, November
2021.
Azis, Rosmiyati. Implementasi Pengembangan Kurikulum. Jurnal
Inspiratif Pendidikan Alaudin Makasar, Vol. 7, No. 1, 2018.
DOI: https://doi.org/10.24252/ip.v7i1.4932
Bahri, Samsul. Pengembangan Kurikulum Dasar dan Tujuannya.
Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. XI, No. 1, 2011. DOI:
http://dx.doi.org/10.22373/jiif.v11i1.61
Camelia, Farrah. Analisis Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dalam Pengembangan Kurikulum. Susunan
Artikel Pendidikan, Vol. 5 No. 1 Agustus 2020. DOI:
http://dx.doi.org/10.30998/sap.v5i1.6474
Dahlan, M. Alwi. Konvergensi Teknologi dan Media: Implikasi
Bagi Komunikasi Korporat Masa Depan. Jurnal InterAct,
Vol. 1, No. 1, Mei 2012. https://core.ac.uk/download
/pdf/296261563.pdf
Eko Suwarno. Perubahan Kurikulumz: Refleksi dan Tantangan
Bagi Jurusan Teknik Sipil dalam Pengembangan Kurikulum.
Journal of. Applied Behavioral Science. Vo. 34, No. 3. 2011.
http://journal.um.ac.id/index.php/teknologi-
kejuruan/article/view/3034/418
Eraslan, A. Teacher’s Reflections on the Implementastion of the
New Elementary School Mathematics Curriculum in
Turkey. HU Journal of Education, 28 (2), 152-162.

75
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

http://www.efdergi.hacettepe.edu.tr/yonetim/icerik/maka
leler/173-published.pdf
Fadlilah, Wening Dwi Hastuti, dkk. (2019). Politik dan Sistem
Pendidikan Nasional: Pengaruh Politik terhadap
Implementasi Kurikulum di Indonesia. In Doctoral
Dissertation. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/70938/
Fajri, Karima Nabila. Proses Pengembangan Kurikulum.
Islamika: Jurnal Keislaman dan Ilmu Pendidikan. Volume 1,
Nomor 3, Juli 2019. DOI: 10.36088/islamika.v1i2.193
Fatimah, Ima Frima. Strategi Inovasi Kurikulum. EDUTEACH:
Jurnal Edukasi dan Teknologi Pembelajaran, Vol. 2 No. 1
(2021). https://doi.org/10.37859/eduteach.v2i1.2412
Fitrah, Muh, dkk. Urgensi Sistem Penjaminan Mutu Internal
Terhadap Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Vol. 4, No. 1
(2018). DOI: https://doi.org/10.25078/jpm.v4i1.400
Gemnafle, Mathias & Batlolona, John Rafafy. Manajemen
Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Profesi Guru Indonesia,
Vol. 1, No. 1, (2021). DOI:https://doi.org/10.30598/
jppgivol1issue1page28-42
Hamalik, Oemar. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum.
Bandung: RemajaRosda Karya.
Hamalik, Oemar. (2013). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Hartanto, Eko. Dampak Globalisasi dan Konvergensi Media Pada
Sistem Pendidikan di Indonesia. UG Jurnal Vol. 7 No. 09
Tahun 2013. http://www.ejournal.gunadarma.ac.id/index.
php/ugjournal/article/viewFile/1446/1229
Hernawan, Asep Herry & Cynthia, Riche. (2011). Pengertian,
Dimensi, Fungsi, dan Peranan Kurikulum. Jakarta: Rajawali
Press.
Inanna. Peran Pendidikan Dalam Membangun Karakter Bangsa

76
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

Yang Bermoral. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Volume 1


Nomor 1 Januari 2018. https://ojs.unm.ac.id/JEKPEND
/announcement
Jenkins, Henry. et. Al. (2009). Confronting The Challengers of
Participtory Culture: Media Education for the 21st Century.
Massachusetts: MIT Press. Collide. New York: New York
University Press.
Joseph, Stephen. Curriculum Politics in Higher Education: What
Educators Need to do to Survive. International Journal of
Higher Education, 4 (3), 2015. https://files.eric.ed.gov/
fulltext/EJ1060563.pdf
Kholillah, Mustika Khoirunnisa, dkk. Peran Pendidikan dalam
Menghadapi Arus Globalisasi. Jurnal Pendidikan:
Edumaspul, Vol. 6, No. 1 (2022). DOI: https://doi.org/
10.33487/edumaspul.v6i1.2508
Lase, Famahato. Dasar Pengembangan Kurikulum Menjadi
Pengalaman Belajar. Jurnal PG-PAUD STKIP Pahlawan
Tuanku Tambusai. Vol. 1 No. 2. 2015.
Lundeberg, Mary & Levin, Barbara. Prompting the Development
of Preservice Teachers “Beliefs Through Cases, Action
Research, Problem-Based Learning, and Technology”, ini
JRaths and A McAninch (eds), Teacher Beliefs and
Classroom Performance: The Impact of Teacher Education.
Information Age Publishing, Greenwich CT.
https://www.researchgate.net/publication/288939626_Prompt
ing_the_development_of_preservice_teachers%27_beliefs_throug
h_cases_action_research_problem_based_learning_and_technolo
gy
Marlina, Anatomi Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah. Jurnal Dinamika Ilmu. Vol. 13. Nomor 2. 2013. DOI:
https://doi.org/10.21093/di.v13i2.22
Marsh, C. J & Wills, G. (1995). Curriculum: Alternative
Approaches, on Going Issues. Prentice Hall.

77
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Muhaimin. (2009). Pengembangan Model Kurikulum Tingkat


Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah dan Madrasah.
Jakarta: Rajawali Press.
Muhammedi. Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kriten
tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam
yang Ideal. Raudhah: Vol. IV, No. 1, 2016.
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/raudhah/articl
e/view/61/40
Nasution, S. (2012). Kurikulum & Pengajaran. Jakarta: Bumi
Aksara.
Nazwirman, Pembangunan IPTEK di Indoensia, Cakrawala, Vol.
10, No. 1, 2010. DOI:https://doi.org/10.31294/
jc.v10i1.5596
Nkyabonaki, Jason. The Space of Politics in Tanzania’s
Curriculum. Scholarly Journal of Scientific Research and
Essay (SJSRE), 2 (7), 2013.
https://www.semanticscholar.org/paper/The- space-of-
politics-in-Tanzania-%60-s-Curriculum-
Nkyabonaki/6aed87b251bbe09805bf8dd2e8457d218cd45
a89
Ornstein, Allan C. & Hunkins, Francis P. (2018). Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues. Person Education
Limited.
Putri, Martira dkk. Manajemen Kurikulum Program Basic
Technology Education (Pendidikan Teknologi Dasar) di
SMP AL Kautsar Bandar Lampung. Jurnal Manajemen
Pendidikan. Vol 4, No 2 (2016).
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JMMP/article/view
/11199
Retnawati, Hadi, & Nugraha. Vocation High School Teacher’s
Difficulties in Implementing the Assesment in Curriculum
2013 in Yogyakarta Province of Indonesia. Internasional
Journal of Instruction, Vol. 9, No. 1 Januari 2016.

78
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

DOI:10.12973/iji.2016.914a
Risdianto, Eko. Analisis Pendidikan Indonesia di Era Revolusi
Industri 4.0. https://www.researchgate.net/publication/
332415017_ANALISIS_PENDIDIKAN_INDONESIA_DI_ERA_R
EVOLUSI_INDUSTRI_40
Sajidan, Rer Nat, dkk. (2018). Peningkatan Proses Pembelajaran
dan Penilaian Pembelajaran Abad 21 dalam Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran SMK. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah. https://repositori.
kemdikbud.go.id/10842/
Setiadi, Hari. Pelaksanaan Penilaian Pada Kurikulum 2013.
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Volume 20, No. 2,
Desember 2016. DOI:10.21831/pep.v20i2.7173
Soedijarto. (2011). Konsep & Moral Pengembangan Kurikulum.
Bandung: Reamaja Rosdakarya. Sufyarma. (2004). Kapita
Selekta Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukasni Agnes dan Hady Efendy. The Problematic of Education
System in Indonesia and Reform Agenda. International
Journal of Education 9 (3), 2017. DOI:https://doi.org
/10.5296/ije.v9i3.11705
Syah, Darwyn. (2007). Perencanaan Sistem Pengajaran
Pendidikan Agama Islam. Gaung Persada Press.
Tien, Yean Chris. Manajemen Peningkatan Mutu Lulusan.
Manajer Pendidikan: Jurnal Ilmiah Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana. Vol. 9, No.4, 2015.
https://doi.org/10.33369/mapen.v9i4.1159
Triwiyanto, Teguh. Standar Nasional Pendidikan sebagai
Indikator Mutu Layanan Manajemen Sekolah. Jurnal Ilmu
Pendidikan, Vol. 19, No. 2 (2013). http://journal.um.ac.id
/index.php/jip/article/view/4208
Triwiyanto, Teguh. (2015). Manajemen Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Wahyuni, Fitri.

79
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Kurikulum dari Masa Ke Masa (Telaah Atas Pentahapan


Kurikulum Pendidikan di Indonesia) Al-Adabiya, Vol. 10 No.
2, Juli-Desember 2015.
Widiyono, Ibnu Prasetyo, dkk. Dampak Perubahan Kurikulum
Terhadap Praksis Penjaskos Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Journal of Physical Education and Sports. 2015.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpes/article/vie
w/6912
Winarso, Widodo. (2015). Dasar Pengembangan Kurikulum
Sekolah. Cirebon: CV Cofident. https://ependidikansites.
blogspot. com/2016/03/faktor-yang-mempengaruhi-peru-
bahan-kurikulum.html diakses 21 Januari 2023
https://www.kompasiana.com/junita21325/629f5d1d215
4ae312149cc25/pengaruh-politik-terhadap-perubahan-
kurikulum diakses 29 Januari 2023

80
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KURIKULUM

PROFIL PENULIS
Nelson Suryadi Hasibuan dilahirkan
di desa Cinta Maju Dusun 7 Kec. Talawi
Kab. Asahan, Sumatera Utara 24 April
1987, sebagai anak ke delapan dari
delapan bersaudara. Ia menyelesaikan
pendidikan hingga tingkat SMA di SMA
Negeri 1 Talawi-Batu-Bara, dan kemudian
menempuh studi di STT Kharisma
Bandung pada bidang studi Teologi
Jurusan Pendidikan Agama Kristen (PAK)
tahun 2012. Kemudian melanjutkan kembali di kampus yang
sama pada bidang studi Teologi, konsentrasi Pendidikan Agama
Kristen. Konsentrasi Pendidikan Agama Kristen tahun 2015.
Dari tahun 2011-2015 mengajar di berbagai sekolah
Kristen dan Negeri di Bandung sebagai guru Agama Kristen. Dan
tahun 2015-2018, ia menjadi tenaga pengajar tetap di bidang
pendidikan Kristen dan wakil ketua 1 bidang Akademik di
Sekolah Tinggi Teologi Mawar Saron Lampung. Buku yang
ditulis yaitu, CTL dan PAK: Perubahan Paradigma Pendidik
Kepada Praktik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam
Pendidikan Agama Kristen (PAK) tahun 2018. Tahun 2019
sampai sekarang bekerja sebagai dosen tetap di Sekolah Tinggi
Teologi Ekumene Jakarta serta sedang menyelesaikan disertasi,
Doktor Pendidikan Agama Kristen di Universitas Kristen
Indonesia Jakarta.

81
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS
KURIKULUM
Dr. H. Rahmadi, M.Pd
Universitas Mulawarman Samarinda

A. Teori Pendidikan
1. Pengertian Teori
Teori merupakan suatu set atau system pernyataan (a set of
statement) yang menjelaskan serangkaian hal ketidak-
sepakatannya terletak pada karakterristik pernyataan tersebut.
Ada tiga kelompok karakteristik utama system pernyataan suatu
teori. Pertama, pernyataan suatu teori bersifat memadukan
(unifying statement) Kedua, pernyataan tersebut berisi kaidah-
kaidah umum (universal preposition). Ketiga, pernyataan
bersifat meramalkan (predictive statement). Kaplan (1964,
hlm.295). Teori menjelaskan suatu kejadian. Kejadian ini bias
sangat luas atau sangat sempit. Suatu kejadian yang dijelaskan
oleh suatu teori menunjukkan suatu set yang universal. Set
universal ini terbentuk oleh tiga bagian. Bagian pertama,
kejadian yang diketahui, yang dinyatakan sebagai fakta, hukum
atau prinsip. Bagian kedua yang dinyatakan sebagai asumsi,
proposisi, dan postulat. Bagian ketiga adalah bagian dari set
universal atau bagian dari keseluruhan yang belum diketahui.
2. Pengertian Pendidikan
Pengertian Pendidikan menurut beberapa ahli dan
menurut undang-undang sebagai berikut :
1. Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M)
“Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang


memungkinkan tercapainya kesempurnaan.”
2. Aristoteles (filosof terbesar Yunani, guru Iskandar
Makedoni, yang lahir pada 384 SM-322 SM) “Pendidikan itu
ialah menyiapkan akal untuk pengajaran”.
3. Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup
tahun 106 H- 143 H) “Pendidikan itu ialah yang kita
butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan
menguatkan semua indera kita seperti makanan dan
minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai
peradaban yang tinggi yang merupakan santapan akal dan
rohani.”
4. Rousseau (filosof Prancis, 1712-1778 M) “Pendidikan ialah
pembekalan diri kita dengan sesuatu yang belum ada pada
kita sewaktu masa kanak-kanak, akan tetapi kita
membutuhkannya di waktu dewasa”.
5. John Dewey (filosof Chicago, 1859 M - 1952 M) "Pendidikan
adalah membentuk manusia baru melalui perantaraan
karakter dan fitrah, serta dengan mencontoh peninggalan-
peninggalan budaya lama masyarakat manusia."
6. UUSPN No. 20 tahun 2003. Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

3. Fungsi Teori
Ada tiga fungsi teori yang sudah disepakati para ilmuwan
yaitu: (1) mendeskripsikan,(2) menjelaskan, dan (3)memprediksi.
Fungsi yang lebih besar dari suatu teori adalah melahirkan teori
baru. Mouly (1970,hlm.70-71) mengemukakan ciri-ciri suatu
teori yang baik,yaitu:

83
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

a. A theoretical system must permit deduction which be


tested empirically
b. A theory must be compatible both with observation and
with previously validated theories,
c. Theories must be stated in simple term, thet theory is best
which explains the most in the simplest form,
d. Scientific theories must be based on empirical facts and
relationships.
4. Pengertian Teori Pendidikan
Teori Pendidikan adalah suatu usaha untuk menjelaskan
bagaimana sesuatu terjadi dan atau digunakan dalam proses
belajar mengajar. Teori pendidikan berasal dari tahap
pengamatan atau eksperimen melalui metode yang sistematis
terhadap proses pendidikan yang ada.
Teori pendidikan merupakan sebuah pandangan atau
serangkaian pendapat yang berkaitan dengan pendidikan yang
disajikan dalam sebuah sistem konsep. Teori
pendidikan berkaitan dengan bagaimana sebuah proses
pendidikan dijalankan, siapa target pendidikan, dengan cara apa
proses pendidikan berlangsung, dan bagaimana
pengembangannya.
Hal ini dikarenakan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari
masyarakat, karenanya proses pendidikan perlu
memperhatikan keberadaan dan perkembangan masyarakat
serta lembaga lain baik itu langsung maupun tidak, berpengaruh
terhadap kelangsungan pendidikan termasuk dengan kebijakan
dan politik pendidikan.

5. Klasifikasi Teori Pendidikan


1. Teori Umum Pendidikan
a. Teori Umum Pendidikan Preskriptif

84
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang


keseluruhan aspek-aspek pendidikan, yang menyajikan
konsep-konsepnya bertujuan menerangkan bagaimana
sebaiknya/seharusnya peristiwa-peristiwa pendidikan
diselenggarakan.
b. Teori Umum Pendidikan Deskriptif
Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang
keseluruhan aspek-aspek pendidikan, yang menyajikan
konsep-konsepnya bertujuan menerangkan bagaimana
peristiwa-peristiwa pendidikan telah dan sedang terjadi
dalam masyarakat. Teori pendidikan Yang termasuk
dalam kelompok ini yaitu :
• Pendidikan Luar Negeri atau Pendidikan
Internasional
• Pendidikan Perbandingan atau Pendidikan
Komparatif, dan
• Pendidikan Historis atau Sejarah Pendidikan
2. Teori Khusus Pendidikan
a. Teori Khusus Pendidikan Preskriptif
Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang
sesuatu aspek pendidikan, yang menyajikan konsep-
konsepnya bertujuan menjelaskan bagaimana
seharusnya sesuatu kegiatan pendidikan dilakukan.
Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini
adalah Teknologi Pendidikan, yang antara lain
mencakup studi-studi tentang :
1) Manajemen Pendidikan (Perencanaan pendidikan,
Kepemimpinan Pendidikan, Organisasi Pendidikan,
dan Supervisi Pendidikan),
2) Penyusunan dan Pengembangan Kurikulum
Pendidikan. Studi tentang cara-cara perencanaan,

85
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

pelaksanaan, dan penilaian program-program


pendidikan atau kurikulum lembaga pendidikan.
3) Model-model mengajar
(a) Model-model pemrosesan informasi yang
berorientasi pada kemampuan memproses
informasi dari siswa dan cara-cara mereka
dapat meningkatkan kemampuan mereka
menguasai informasi.
(b) Model-model pengembangan Pribadi yang
berorientasi pada individu dan
pengembangan pribadi,
(c) Model-model Interaksi sosial yang
berorientasi pada hubungan-hubungan
individu dengan masyarakat atau dengan
orang lain.
(d) Model-model pengubahan tingkah laku yang
berorientasi pada pengubahan tingkah laku
melalui pengontrolan dan penguatan yang
terus menerus terhadap perangsang.
4) Didaktik dan Metodik
5) Evaluasi Pendidikan, dan
6) Riset Pendidikan.
b. Teori Khusus Pendidikan Deskriptif Teori ini adalah
seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek
pendidikan, yang penyajian konsep-konsepnya
bertujuan menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa
pendidikan telah , sedang, dan diperkirakan terjadi
dalam masyarakat. Teori pendidikan yang termasuk
dalam kelompok ini adalah Ilmu-ilmu Pendidikan, yang
antara lain yaitu: 1) Pedagogik, 2) Orthopedagogik, 3)
Psikologi Pendidikan, 4) Sosilogi Pendidikan, 5) Ilmu
Pendidikan Demografis 6) Andragogi . 7) Antropologi

86
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

Pendidikan dan Etnografi Pendidikan 8) Ekonomika


Pendidikan 9) Politika Pendidikan dan 10) Ilmu
Administrasi Pendidikan
Dalam sebuah teori pendidikan memiliki pembahasan-
pembahasan penting, antara lain:
a. Pembahasan tentang nilai apa yang layak dalam sebuah
proses pendidikan. Nilai ini berhubungan dengan
pengetahuan dan keterampilan apa yang layak dipelajari
dan apa tujuan serta arah pendidikan.
b. Pembahasan tentang konsep dan jenis pengetahuan,
pengetahuan seperti apa yang ada dalam sebuah proses
pendidikan, bagaimana sebuah pengetahuan itu
ditemukan, apa perbedaannya dengan keyakinan
(asumsi awal) atau pendapat, dan seterusnya.
c. Pembahasan tentang hakikat peserta didik dari sisi
kemanusiaan, peran dan posisi peserta didik dalam
pendidikan, potensi manusia yang belajar, dan
bagaimana manusia dengan potensinya dapat
berkembang melalui pendidikan.
d. Pembahasan tentang konsep dan hakikat belajar,
bagaimana siswa belajar, tujuan belajar, metode belajar,
konten, serta proses pembelajaran.
e. Pembahasan sekitar target dan sasaran pendidikan, dan
peluang serta kesempatan belajar.
Teori pendidikan merupakan landasan dalam
pengembangan praktik-praktik pendidikan, misalnya
pengembangan kurikulum, proses pembelajaran, dan
manajemen sekolah. Kurikulum dan pembelajaran memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu
kurikulum dan rencana pembelajaran disusun dengan mengacu
pada teori pendidikan menurut Abdul Kadir (2012)
mengemukakan 4 (empat) teori pendidikan yaitu :
1. Pendidikan klasik (classical education)

87
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat


klasik, seperti Perenialisme, Essensialisme, dan
Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan
berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan
meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih
menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi
pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu
pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli
tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis.
Dalam praktiknya, pendidik mempunyai peranan besar dan
lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran
yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari
pendidik. Pendidikan klasik menjadi sumber bagi
pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu
suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan
yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide
dan proses ”penelitian”, melalui metode ekspositori dan
inkuiri.
2. Pendidikan pribadi (personalized education).
Teori pendidikan pribadi bertolak dari asumsi bahwa
sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi
tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari
kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta
didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik
hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai
pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan
pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh
pendahulunya- Francis Parker dan John Dewey –
memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan
yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman
peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan
kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah

88
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia


dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan.
Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan
membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan
kemampuan dan kecepatannya masing-masing.
Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-
pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang
setiap individu dalam keadaan fitrah,– memiliki nurani
kejujuran, kebenaran dan ketulusan.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi
pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model
kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan
mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan
dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan
reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek
intelektual (kurikulum subjek akademis),
3. Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan
yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik
tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan
informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda.
Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah
pembentukan dan penguasaan kompetensi atau
kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan
pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan
teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang
khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan
keterampilan-keterampilan yang mengarah kepada
kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain
program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan
menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta
didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk
menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan

89
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan


barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru
berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning),
lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada
penyampaian dan pendalaman bahan.
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk
pengembangan model kurikulum teknologis, yaitu model
kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan
kompetensi bagi para peserta didik, melalui metode
pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik,
sehingga mereka dapat menguasai keterampilan-
keterampilan dasar tertentu.
4. Pendidikan interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep
pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia
sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan
bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai
salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan
interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan
interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari
peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga
terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran
dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan
lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk
dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih
sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan
pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut,
memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta
memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang
melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat
rekonstruksi sosial.
Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk
pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu

90
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

model kurikulum yang memiliki tujuan utama


menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman,
hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang
dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial
yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk
memecahkannya.
Pembahasan mengenai teori pendidikan, dikenal ada tiga
macam aliran:
1. Aliran Nativisme
Dengan tokohnya adalah Schopenhaver, ia mengatakan
bahwa bakat mempunyai peranan yang penting, tidak ada
gunanya orang mendidik kalau bakat anak memang jelek.
Sehingga pendidikan diumpamakan dengan “mengubah
emas menjadi perak” adalah suatu hal yang tidak mungkin.
2. Aliran Empirisme
Dengan tokohnya adalah John Locke, ia mengatakan
bahwa pendidikan itu perlu sekali. Teorinya terkenal dengan
istilah “ teori tabularasa”. Ini artinya bahwa kelahiran anak
diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang dapat
diwarnai setiap orang (penulis). Dalam konteks pendidikan
“warna” terhadap anak didik.
3. Aliran Convergensi
Dengan tokohnya Wiliam Stern, aliran ini mengakui
kedua aliran sebelumnya. Oleh karena itu pendidikan sangat
perlu, namun bakat (pembawaan) yang ada pada anak didik
juga mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Aliran ini
seolah-olah merupakan campuran dari aliran nativisme dan
aliran empirisme. Aliran ini sekarang banyak dianut.

91
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

B. Jenis-Jenis Kurikulum.
1. Jenis Kurikulum
Jika dilihat dari sudut pendidik/guru sebagai pengembang
kurikulum dikenal jenis-jenis kurikulum sebagai berikut:
a. Open curriculum (kurikulum terbuka), Guru memiliki
kebebasan untuk mengembangkan kurikulum sesuai
dengan keinginan dan kemampuannya.
b. Close curriculum (kurikulum tertutup), kurikulum sudah
ditentukan secara pasti mulai tujuan, materi, metode
dan evaluasinya, sehingga guru tinggal melaksanakan
apa adanya.
c. Guide curriculum (kurikulum terbimbing), kurikulum
setengah terbuka, setengah tertutup. Rambu-rambu
pengajar telah ditentukan dalam kurikulum, akan tetapi
guru masih diberi kemungkinan untuk mengembangkan
lebih lanjut dalam kelas.

Sedangkan Nasution mengatakan bahwa jenis-jenis


kurikulum ada 3 (tiga), yaitu:
1. Separate subject curriculum
Semua bahan pelajaran yang disajikan dalam
subject/mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang satu lepas
dari yang lain.
Subject atau mata pelajaran ialah hasil pengalaman
umat manusia sepanjang masa, atau kebudayaan dan
pengetahuan yang dikumpulkan oleh manusia sejak dahulu,
lalu disusun secara logis dan sistematis, disederhanakan
dan disajikan kepada peserta didik sesuai dengan usianya
masing-masing.

92
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

Keuntungan-keuntungan :
a. Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis dan
sistematis
b. Sederhana, mudah direncanakan dan dilaksanakan
c. Mudah dinilai
d. Dipakai di Perguruan Tinggi
e. Sudah menjadi tradisi
f. Memudahkan guru
g. Mudah diubah

Kekurangan-kekurangan :
a. Memberikan mata pelajaran yang lepas-lepas
b. Tidak memperhatikan masalah-masalah sosial yang
dihadapi anak-anak sehari-hari
c. Menyampaikan pengalaman umat manusia yang lampau
d. Tujuannya terlampau terbatas
e. Kurang mengembangkan kemampuan berpikir
f. Statis dan ketinggalan zaman

2. Corelated curriculum
Masing-masing mata pelajaran mempunyai hubungan/
korelasi 3 macam yaitu :
a. Korelasi secara incidental
b. Hubungan yang lebih erat, satu pokok bahasan dilihat
dari berbagai sudut mata pelajaran
c. Mata-mata pelajaran yang difusikan/disatukan, dengan
menghilang-kan batas-masing-masing. Misalnya IPS, IPA,
Matematika, Kesenian (Broad field curriculum)

Keuntungan-keuntungan :

93
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

a. Peserta didik mendapat informasi yang


utuh/terintegrasi
b. Minat peserta didik bertambah
c. Pengertian peserta didik tentang sesuatu lebih
mendalam dan luas
d. Memungkinkan peserta didik menggunakan
pengetahuannya lebih fungsional

Kekurangan-kekurangan :
a. Tidak menghubungkan dengan masalah yang actual
b. Guru sering tidak menguasai pendekatan interdisipliner

3. Integrated kurikulum
Dalam integrated curiculum meniadakan batas-batas
antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan
pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan sehingga
diharapkan akan membentuk anak-anak menjadi pribadi
yang terintegrated.
Keuntungan-keuntungan :
a. Merupakan suatu keseluruhan yang bulat
b. Menerobos batas-batas mata pelajaran
c. Didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik
d. Life centered
e. Perlu waktu panjang
f. Peserta didik dihadapkan pada situasi-situasi yang
mengandung problema
g. Dengan sengaja memajukan perkembangan sosial pada
peserta didik
h. Direncanakan bersama oleh guru dan peserta didik

Kelemahan-kelemahan :
a. Guru-guru tidak disiapkan untuk menjalankan
kurikulum seperti ini

94
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

b. Dianggap tidak mempunyai sistem organisasi yang logis


– sistematis
c. Memberatkan tugas guru
d. Tidak memungkinkan ujian umum
e. Alat-alat bantu proses pembelajaran sangat kurang.
2. Hakikat dan Fungsi Teori Kurikulum
Ide tentang pendidikan dan sekolah tidak lepas dari
gagasan dan teori kurikulum, meski tidak dirumuskan secara
komprehensif. Dalam literatur pendidikan, ada banyak
perspektif dalam memandang teori kurikulum ini. Perspektif-
perspektif itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga pandangan,
yaitu :
a. Positivis, memandang teori sebagai cara untuk
menjelaskan fenomena yang bisa menghasilkan
penilaian yang objektif.
b. Instrumentalis atau realis, memandang ilmu
pengetahuan sebagai upaya empiris dan rasional yang
digunakan untuk menjelaskan dan memprediksikan
(memperkirakan) sesuatu berdasarkan hukum
hubungan-hubungan sebab akibat (kausalitas).
c. Kontemporer, lebih terbuka memandang teori, yakni
dari kemampuannya menjelaskan suatu fenomena dan
dari bermanfaatnya suatu teori untuk
diimplementasikan.
Dari perbedaan-perbedaan perspektif tersebut, teori
kurikulum dapat dirumuskan sebagai seperangkat konsep-
konsep yang berkaitan dengan pendidikan yang memberikan
perspektif yang sistematis dari fenomena-fenomena kurikular.
Apa fungsi teori kurikulum? Dari perbedaan-perbedaan
perseptif sebagaimana dijelaskan, fungsi teori yang utama
adalah untuk menggambarkan (to describe), menjelaskan (to
explain), dan memperkirakan (to predict). Namun, pemikir-
pemikir kontemporer menambah beberapa fungsi teori, yakni

95
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

seperti Michel Apple, yang menambahkan fungsi


kebermanfaatan bagi masyarakat. Fungsi dari teori biasanya
dikaitkan dengan kemapanan dan kedewasaan suatu teori itu.
Faix (1964) mengklasifikasikan perkembangan-perkembangan
teori seperti disarikan dalam tabel di bawah ini :
Teori ini masih mengandalkan hipotesis-hipotesis
Tahap Satu Teori dasar dengan menggunakan beberapa variabel dan
(basic theory) konsep. Teori ini belum dikorelasikan dengan data-
data empiris di lapangan.
Teori ini sudah memuat berbagai hipotesis yang
Teori Menengah
telah diuji secara empiris. Hubungan-hubungan
Tahap Dua (middle range
antar variabel juga sudah dibuat berdasarkan
theory)
hukum-hukum kausalitas.
Teori ini merupakan sistem teoretis yang luas yang
Tahap Tiga Teori Umum memberikan skema-skema untuk menjelaskan
(general theory)
suatu penelitian atau kajian.
Kurikulum formal ialah rancangan di mana aktivitas
pembelajaran dijalankan supaya matlamat atau objektif
pendidikan dan sekolah tercapai. Ia merupakan satu set
dokumen untuk dilaksanakan. Ia mengandungi hal sebenar yang
berlaku dibilik darjah dan apa yang telah disediakan dan dinilai.
Setiap sekolah ada kurikulum terancang yaitu satu set objektif
yang berstruktur dengan kandungan dan pengalaman belajar
serta hasil yang dijangkakan. Ia merupakan rancangan eksplisit
dan operasional yang dihasratkan, lazimnya dikelolakan
mengikut mata pelajaran dan gred, di mana peranan guru
didefinisikan dengan jelas.
Kurikulum tersembunyi adalah sesuatu yang tidak
terancang dan tidak formal. Ia mungkin disebut sebagai
kurikulum ”tak resmi” atau ”terlindung” atau ”tak formal”.
Kurikulum ini berproses di luar konteks pengajaran resmi. Ia
merupakan perlakuan dan sikap yang dibawa ke dalam kelas
dan sekolah tanpa disadari dan disebut karena tidak dinyatakan
secara eksplisit. Ia terdiri dari peraturan tidak bertulis,
konvokesyen, adat resam dan nilai budaya. Ia dibentuk oleh

96
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

faktor-faktor seperti status sosioekonomi dan latar belakang


pengalaman guru dan peserta didik.

97
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir.2012. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta : Kencana
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan
Islam , Jakarta: Ciputat Pers
Drake, M. Susan. 2013. Mencipatakan Kurikulum Terintegrasi
yang Brbasis Standar “Seri Standar Kurikulum Inti , Jakarta :
PT. indeks
Mudyahardjo Redja. 2013. Pengantar Pendidikan. Jakarta :
Rajawali Pers.
Nasution, S. 2008. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Pidarta, Made. 2007. Prof. Dr., Landasan Kependidikan. Jakarta :
Rineka Cipta
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Imlementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada
Media
Taufik, M, M.Pd.. 2002. Pengantar Pendidikan. Bandung :
Mujahid Press
Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Triwiyanto, Teguh, dkk. 2015. Pengantar Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara
Yulaelawati, Ella. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran “ Filosofi
Teori dan Aplikasi”. Bandung : Pakar Raya Pustaka

98
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

PROFIL PENULIS
Dr. H. Rahmadi, M.Pd lahir di
Polewali Mandar, Sulawesi Barat, 18
Maret 1963. adalah putra dari Abdul
Hamid Gasri (Alm), dan Narsi Puanna
Hanafiah (Alm), dan sebagai putra ke
empat dari tujuh orang bersaudara.
Menikah dengan Dra. Hj. Rabiatul
Adawiyah Siradj, di karuniai dua orang anak yaitu (1)
Muhammad Luthfi Zul Fauzi, S.Ikom (Alumni UII Yogyakarta),
dan (2) Zhafirah Nur Amalina, S.Ikom (Alumni UMM Malang).
Riwayat pendidikan formal : SDN Baula, Kolaka di
Sulawesi Tenggara, SMPN Tinambung-Polmas, SMAN 165
Majene, melanjutkan jenjang perguruan tinggi Diploma Tiga
Pendidikan Geografi FPIPS IKIP Ujung Pandang, S1 Pendidikan
Geografi FPIPS IKIP Surabaya, Magister (S2) Program
Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta,
dan Doktor (S3) Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta.
Riwayat Pekerjaan : (1) Pendidik pada SMA 1986 s.d.
1998, di samping sebagai pendidik juga Instruktur PKG IPS-
Geografi SMP/SMA Region Kalimantan Timur 1990 s.d. 1997,
(2) Pengawas Sekolah Menengah 1998 s.d. 2006, (3) Pejabat
struktural eselon IV dan III pada Dinas Pendidikan Kutai
Kartanegara 2006 s.d. 2014, (4) Staf Peneliti pada Balitbangda
Kab. Kutai Kartanegara tahun 2014 s.d. 2017. (5) Dosen luar
biasa pada Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas
Mulawarman Samarinda 2014-2017. (7) Dosen tetap Program
Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Mulawarman
Samarinda 2017 sampai sekarang. (8) Dosen Luar Biasa pada
Program Pascasarjana dan S1 UINSI (Universitas Islam Negeri
Sultan Aji Muhammad Idris) Samarinda, 2014 sampai sekarang.

99
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Pendidikan dan Pelatihan Yang Pernah diikuti, khususnya


yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi pendidik baik
yang dilaksanakan di dalam maupun di luar negeri kurang lebih
30 lebih kegiatan yang dan semuanya bersertifikat.
Pengalaman Sebagai Pelatih (Instruktur/Narasumber)
dalam berbagai Pelatihan, yang dilaksanakan secara regional
maupun lintas provinsi khususnya dibidang pengembangan
kompetensi para pendidik dan manajemen pengelolaan satuan
pendidikan dengan berbagai jenis pelatihan kurang lebih 23
kegiatan.
Pengalaman Organisasi : (1) Ikatan Geograf Indonesia
Tahun 1991 sampai sekarang (IGI), (2) Asosiasi Pengawas
Sekolah Indonesia (APSI) (3) Badan Akreditasi Sekolah (BAS)
Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2003 s.d. 2007, (4) Ketua
Bidang Pendidikan GOPTKI Kabupaten Kutai Kartanegra Tahun
2007 s.d. 2011, (5) Dewan Pendidikan Kabupaten Kutai
Kartanegra Tahun 2009 s.d. 2013 (6) PGRI sampai sekarang. (7)
Ketua III Dewan Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur Tahun
2014 s.d. 2019. (8) Ketua Badan Akreditasi Nasional PAUD dan
PNF Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016 s.d. 2021. Dll.
Buku yang sudah diterbitkan : (1) Lembar Panduan
Belajar Mandiri (LPBM) IPS-Geografi Kelas 1 s.d. 3 SLTP/MTs;
1999. Penerbit Agung Klaten (2) Birokrasi Dan Disiplin Kerja;
2010. Penerbit Bimotory. Yogyakarta. (3) book chapter “Inovasi
Pembelajaran di Abad 21”; 2022. Pradina Pustaka, Sukoharjo.
(4) book chapter “Dasar-dasra Pendidikan”; 2022. Pradina
Pustaka, Sukoharjo. (5) book chapter “Psikologi Pendidikan”;
2022. Pradina Pustaka, Sukoharjo. (6) book chapter “Supervisi
Pendidikan”; 2022. Azka Pustaka, Pasaman Barat-Sumbar. (7)
book chapter “Teori Komunikasi Pendidikan” 2022. Pradina
Pustaka, Sukoharjo. (8) book chapter “Manajemen Pendidikan
Islam”; 2023 Pradina Pustaka, Sukoharjo, dalam proses (9) book
chapter “Difusi Inovasi Pendidikan”; 2023 Pradina Pustaka,

100
BAB 5
TEORI PENDIDIKAN DAN JENIS KURIKULUM

Sukoharjo, dalam proses. (10) book chapter “Kajian dan


Evaluasi Kurikulum” Pradina Pustaka, Sukoharjo dalam proses.
(11) book chapter “Pengantar Teknologi Pendidikan” Pradina
Pustaka, Sukoharjo dalam proses. (12) book chapter
“Manajemen Pendidikan”; 2023. Azka Pustaka, Pasaman Barat-
Sumbar. dalam proses. (13) “Pengantar Pendidikan” Teori dan
Aplikasi; 2023. Azka Pustaka, Pasaman Barat-Sumbar. dalam
proses. 14. “Belajar dan Pembelajaran” Konsep Dasar dan
Aplikasi dalam Pembelajaran; 2023. Azka Pustaka, Pasaman
Barat-Sumbar. dalam proses.

101
BAB 6
TAHAPAN & KOMPONEN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Fakhrul Kurniawan, S.Pd.
SMA Kartika XIX-1 Bandung

A. Tahapan Pengembangan Kurikulum


Secara umum, kurikulum dapat didefinisikan dalam dua hal
yaitu kurikulum sebagai rencana isi dari tahapan pembelajaran
yang didesain oleh institusi pendidikan untuk peserta didik
melalui kompetensi yang harus dicapai (kurikulum dalam hal ini
disebut sebagai kurikulum formal/kurikulum terencana).
Selanjutnya, kurikulum merupakan seluruh pengalaman di
bawah arahan dari institusi pendidikan yang dibawa ke dalam
kondisi belajar (kurikulum dalam hal ini disebut sebagai hidden
curriculum).
R. Ibrahim (2005) mengelompokkan kurikulum menjadi
tiga dimensi, yaitu kurikulum sebagai substansi, kurikulum
sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Dimensi
pertama menempatkan kurikulum sebagai rencana kegiatan
pembelajaran peserta didik melalui tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Dimensi kedua menempatkan kurikulum sebagai
komponen dari sebuah sistem pendidikan maupun sistem
persekolahan yang dibentuk dari beberapa tahapan seperti
perencanaan/penyusunan, pelaksanaan, penilaian/evaluasi, dan
penyempurnaan/pengembangan. Dimensi ketiga menempatkan
kurikulum sebagai konsep dasar dari sebuah bidang studi/mata
pelajaran (Hernawan dan Riche, 2017, hlm. 5-6).
1. Tahapan Pengembangan Kurikulum Secara Umum
Pengembangan kurikulum merupakan suatu hal untuk
memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum terkhusus pada
BAB 6
TAHAPAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM

dimensi kurikulum sebagai sistem. Hamalik (2012) menyatakan


bahwa pengembangan kurikulum dimaknai sebagai suatu
proses yang menyeluruh dan sistematis sebagai bentuk
kebijakan nasional dalam pendidikan yang disesuaikan dengan
visi, misi, dan strategi pendidikan nasional. Proses
pengembangan kurikulum mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi (Fajri, 2019). Tujuan
pengembangan kurikulum adalah memberikan pedoman bagi
pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum
khususnya pengembang kompetensi peserta didik yang
dilakukan secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan
perkembangan masyarakat.
Pengembangan kurikulum yang dimaknai sebagai sebuah
proses dalam pelaksanaannya menurut Hasan (dalam
Muhaimin, 2012, hlm. 12) dapat digambarkan melalui bagan
berikut:

Gambar 3. Bagan Proses Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum terdiri dari input, proses, dan
output. Input pengembangan kurikulum bisa berupa ide yang
kemudikan dikembangkan dalam bentuk program. Ide dalam
input pengembangan kurikulum bisa berasal dari beberapa
aspek diantaranya rumusan visi pendidikan secara nasional,
kebutuhan stakeholders dan studi jenjang berikutnya, hasil
monitoring dan evaluasi kurikulum yang sebelumnya
digunakan, tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan

103
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

teknologi, pandangan ahli keilmuan pendidikan, serta


perkembangan masyarakat dari berbagai bidang.
Selanjutnya ide yang telah menjadi rancangan program
akan diproses dan dikembangkan dalam bentuk rencana
pembelajaran atau RPP. Rencana pembelajaran tersebut berisi
langkah-langkah pembelajaran di persekolahan untuk peserta
didik. Rencana pembelajaran tidak hanya dikembangkan dari
rancangan program pendidikan secara nasional, tetapi bisa
dikembangkan dari pengalaman-pengalaman belajar pendidik
atau peserta didik, hal ini disebut sebagai pengembangan
kurikulum melalui hidden curriculum.
Setelah rencana pembelajaran tersebut diterapkan, tahap
selanjutnya adalah monitoring dan evaluasi sehingga
pengembangan kurikulum tersebut dapat diketahui kualitas,
tingkat efektivitas, dan tingkat efektivitasnya. Dari hasil
monitoring dan evaluasi, muncullah rekomendasi untuk proses
pengembangan kurikulum berikutnya, apakah kurikulum
tersebut layak dilanjutkan, perlu pengembangan berkelanjutan,
atau perlu diganti dengan kurikulum yang baru sesuai dengan
perkembangan yang ada dari beberapa aspek.
2. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Tingkatan
Menurut Arifin (2013, hlm. 41-43) pengembangan
kurikulum memiliki tahapan yang berjenjang atau secara
tingkatan yang terdiri dari 4 (empat) tingkat yaitu:
1. Pengembangan kurikulum tingkat nasional.
Pengembangan kurikulum tingkat nasional dirumuskan
berdasarkan visi dan tujuan pendidikan nasional.
Pengembangan kurikulum pada tingkat nasional mengkaji
mengenai pendidikan dari berbagai jenis, yaitu pendidikan
formal, pendidikan informal, serta pendidikan non-formal.
Dalam prosesnya, pengembangan kurikulum tersebut dapat
diimplementasikan dengan dua hal yaitu secara vertikal dan
secara horizontal. Implementasi pengembangan kurikulum

104
BAB 6
TAHAPAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM

secara vertikal artinya tahapan pengembangan kurikulum


yang didasarkan pada jenjang pendidikan mulai dari yang
terendah sampai tertinggi (dari PAUD, TK. SD, SMP, SMA.
Sampai Perguruan Tinggi). Sedangkan implementasi
pengembangan kurikulum secara horizontal artinya tahapan
pengembangan kurikulum yang didasarkan pada pendidikan
sederajat (misalnya SMP, MTs, dan Pendidikan Kesetaraan
Paket B).
2. Pengembangan kurikulum tingkat institusi.
Pengembangan kurikulum pada tingkat ini biasanya
diimplementasikan pada institusi pendidikan/sekolah
dan/atau dinas pendidikan daerah. Secara umum
perumusan pengembangan kurikulum pada tingkat ini
mencakup perumusan tujuan yang hendak dicapai oleh
peserta didik. penyusunan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), serta penetapan isi kurikulum secara keseluruhan.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang selalu ditekankan
pada proses pengembangan kurikulum ini harus memenuhi
syarat adanya kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang terintegrasi satu sama lain; dirumuskan sesuai
jenjang dan tingkatan pendidikan; berorientasi pada
harapan masyarakat secara luas terutama harapan bagi
pendidikan jenjang tinggi atau dunia kerja.
3. Pengembangan kurikulum tingkat mata pelajaran.
Pengembangan kurikulum pada tingkat mata pelajaran
biasanya diimplementasikan oleh guru mata pelajaran pada
institusi pendidikannya masing-masing. Ciri khas dari
pengembangan kurikulum pada tingkat ini yaitu adanya
silabus yang terdiri dari kompetensi inti, kompetensi dasar,
materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian,
bentuk penilaian, dan alokasi waktu yang disusun pada
setiap semester untuk masing-masing mata pelajaran.
4. Pengembangan kurikulum tingkat pembelajaran di kelas.

105
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Pengembangan kurikulum pada tingkat pembelajaran di


kelas diimplementasikan oleh guru yang dituangkan dalam
bentuk susunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan
gambaran detail atau rinci dari silabus yang telah
dirumuskan, dalam RPP biasanya tercantum kompetensi
yang harus dicapai, tujuan pembelajaran, proses
pembelajaran (dari mulai kegiatan awal, kegiatan inti,
sampai kegiatan penutup), sumber dan media belajar, serta
bentuk evaluasi pembelajaran.
Mengenai tahapan pengembangan kurikulum berdasarkan
tingkatan dapat digambarkan melalui bagan berikut:

106
BAB 6
TAHAPAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pengembangan Visi dan Tujuan


Tingkat Nasional Pendidikan Nasional

Pengembangan Standar Kompetensi


Lulusan (SKL)
Tingkat Institusi

Tingkat Institusi

Pengembangan Tingkat Silabus


Mata Pelajaran

Pengembangan Tingkat Rencana Pelaksanaan


Pembelajaran (RPP)
Pembelajaran

Gambar 4. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Tingkatan


3. Tahapan Pengembangan Kurikulum Menurut Ahli
Beberapa tahapan pengembangan kurikulum yang mengacu
pada model kurikulum menurut ahli dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1. Model Hilda Taba


Model ini merupakan modifikasi hasil evaluasi terhadap
model dasar Tyler yang diperuntukkan lebih spesifik pada
kurikulum tingkat satuan pendidikan/sekolah. Dalam halnya,
model kurikulum ini menggunakan dua hal sebagai
pertimbangan, yaitu organisasi kurikulum yang logis dan
psikologi organisasi kurikulum terhadap individu peserta didik.
Pengembangan kurikulum model Hilda Taba terdiri dari

107
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

beberapa langkah yaitu diagnosa kebutuhan peserta didik,


seperti mengetahui apa yang mereka inginkan dan perlukan
untuk belajar. Yang kedua yakni, formulasi yang jelas dan tujuan
yang komprehensif untuk membentuk dasar pengembangan
elemen-elemen berikutnya. Taba berpendapat bahwa hakikat
tujuan akan menentukan jenis pelajaran yang perlu untuk
diikuti. Langkah 3 dan 4 diintegrasikan dalam kenyataannya
yaitu seleksi dan organisasi isi, sekalipun hal itu untuk tujuan
mempelajari kurikulum. Taba membedakan di antara keduanya,
maka untuk menggunakan langkah-langkah ini pendidik perlu
memformulasikan terlebih dulu tujuan-tujuannya, dan juga
memahami secara mendalam terhadap isi kurikulum. Begitu
juga dengan langkah 5 dan 6 yang berhubungan dengan tujuan
dan isi. Untuk dapat menggunakan langkah ini secara efektif,
Taba menganjurkan para pengembang kurikulum untuk
memperoleh suatu pengertian terhadap prinsip-prinsip belajar
tertentu, strategi konsep yang dipakai, dan urutan belajar yang
akan digunakan. Pada langkah terakhir ketujuh, Taba
menganjurkan para pengembang kurikulum untuk membuat
konsep dan merencanakan berbagai strategi evaluasi.
Taba menyatakan bahwa tahapan pengembangan kurikulum
berasal dari berbagai sumber, yaitu tradisi masyarakat, tekanan-
tekanan sosial, dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat.
Model kurikulum ini dikategorikan ke dalam Rational Model
atau Objectives Model.
2. Model Olivia
Menurut Olivia, pengembangan kurikulum terdiri dari 12
komponen yang saling berkaitan, yang pokok-pokoknya
digambarkan sebagai berikut:
1) Menetapkan dasar filsafat yang digunakan dan
pandangan tentang hakikat belajar dengan
mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan umum
siswa dan kebutuhan masyarakat.

108
BAB 6
TAHAPAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM

2) Menganalisis kebutuhan masyarakat tempat sekolah itu


berada, kebutuhan khusus siswa dan urgensi dari
disiplin ilmu yang harus diajarkan.
3) Merumuskan tujuan umum kurikulum yang didasarkan
kepada kebutuhan seperti yang tercantum pada langkah
sebelumnya.
4) Merumuskan tujuan khusus kurikulum yang merupakan
penjabaran dari tujuan umum kurikulum.
5) Mengorganisasikan rancangan implementasi kurikulum.
6) Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan
tujuan umum pembelajaran.
7) Merumuskan tujuan khusus pembelajaran.
8) Menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran yang
dimungkinkan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
9) Menyeleksi dan menyempurnakan teknik penilaian yang
akan digunakan.
10) Mengimplementasikan strategi pembelajaran.
11) Mengevaluasi pembelajaran.
12) Mengevaluasi kurikulum.
Menurut Oliva, model yang dikembangkannya ini dapat
digunakan dalam tiga dimensi, yaitu: pertama, dapat digunakan
untuk menyempurnakan kurikulum sekolah Kedua, bisa
digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu
program kurikulum. Ketiga, bisa digunakan untuk
mengembangkan program pembelajaran secara lebih khusus.

3. Model Administratif
Secara teknis operasional pengembangan kurikulum model
administratif ini melalui beberapa langkah sebagai berikut:
pertama tim pengembang kurikulum mengembangkan konsep-
konsep umum, landasan, rujukan maupun strategi (naskah

109
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

akademik); kedua analisis kebutuhan; ketiga secara operasional


mulai merumuskan kurikulum secara komprehensif; keempat
kurikulum yang sudah selesai dibuat kemudian dilakukan uji
validasi dengan cara melakukan uji coba dan pengkajian secara
lebih cermat oleh tim pengarah (tenaga ahli); kelima revisi
berdasarkan pada masukan yang diperoleh; keenam sosialisasi
dan desiminasi dan; ketujuh monitoring dan evaluasi.

Pengambangan Analisis Pengembangan


Naskah Kebutuhan Draft Kurikulum
Akademik

Sosialisasi dan Uji


Revisi
Desiminasi Coba/Validasi

Monitoring
dan Evaluasi

Gambar 5. Tahapan Pengembangan Kurikulum Model Administratif

B. Komponen Pengembangan Kurikulum


Secara umum, sistem pengembangan kurikulum terbentuk
oleh empat komponen, yaitu komponen tujuan, isi kurikulum,
metode atau strategi, dan komponen evaluasi. Keempat hal
tersebut harus saling berkaitan dalam pengembangan
kurikulum agar membentuk sistem kurikulum yang sempurna.
1. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil
yang diharapkan. Dalam skala makro, rumusan tujuan
kurikulum berkaitan dengan filsafat atau sistem nilai yang

110
BAB 6
TAHAPAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM

dianut masyarakat. Misalkan, filsafat yang dianut masyarakat


Indonesia adalah Pancasila, maka tujuan yang diharapkan dari
kurikulum di Indonesia adalah terbentuknya masyarakat yang
Pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kuriklum berhubungan
dengan misi dan visi sekolah, serta tujuan lain yang lebih sempit
kedudukannya, seperti tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan
proses pembelajaran. Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi
sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) → berasal dari Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional yaitu “mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaba bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.”
b. Tujuan Institusional (TI) → tujuan yang harus dicapai oleh
setiap lembaga pendidikan. Tujuan ini merupakan tujuan
umum yang dirumuskan berdasarkan kompetensi lulusan
setiap jenjang pendidikan.
c. Tujuan Kurikuler (TK) → tujuan yang harus dicapai oleh
setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan ini
digambarkan oleh standar isi setiap mata pelajaran yang
harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan.
d. Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP) →
tujuan ini merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat
didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh
peserta didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu
dalam mata pelajaran.

2. Komponen Isi
Komponen isi merupakan komponen yang berhubungan
dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh peserta

111
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

didik. Isi kurikulum menyangkut semua aspek baik yang


berhubungan dengan sikap (afektif), pengetahuan (kognitif),
dan keterampilan (psikomotor). Komponen isi biasanya berupa
materi pelajaran yang biasanya tergambar pada isi setiap mata
pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan
pembelajaran peserta didik sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
3. Komponen Metode/Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta
peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran, tetapi
pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada
hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tidak hanya
terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran
tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan
pengajaran, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan
mengatur kegiatan, baik yang secara umum berlaku maupun
yang bersifat khusus dalam pengajaran.
Strategi/metode/model pembelajaran sangat ditentukan
oleh karakteristik substansi yang akan diajarkan dan
karakteristik siswanya. Tidak ada satu pun strategi/metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengajarkan semua
substansi pelajaran secara sama baiknya. Substansi (isi)
pelajaran tertentu memiliki karakteristik tertentu, sehingga
hanya cocok untuk diajarkan dengan cara tertentu pula.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003, strategi pembelajaran di kelas hendaknya
dilakukan dengan cara olah hati, olah raga, olah rasa, dan olah
otak. Strategi pembelajaran yang demikian menyiratkan bahwa
strategi yang digunakan harus mampu melakukan
pemberdayaan terhadap seluruh potensi siswa.
4. Komponen Evaluasi
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak
pernah berakhir. Proses tersebut meliputi perencanaan,

112
BAB 6
TAHAPAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM

implementasi, dan evaluasi. Evaluasi merupakan bagian yang


tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan kurikulum karena
melalui evaluasi dapat ditentukan nilai dan arti kurikulum,
sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu
kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian-bagian
mana yang harus disempurnakan.Evaluasi dinilai merupakan
proses untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan
pengembangan kurikulum.

113
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. (2013). Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fajri, Karima N. (2019). Proses Pengembangan Kurikulum.
Islamika: Jurnal Keislaman dan Ilmu Pendidikan. 1(2). 35-
48.
Hamalik, Oemar. (2012). Manajemen Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hernawan, Asep dan Riche Cynthia. (2011). Pengertian, Dimensi,
Fungsi, dan Peranan Kurikulum. Depok: PT. RajaGrafindo
Persada.
Ibrahim, Muslimin. (2010). Hakikat Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Universitas Terbuka.
Muhaimin. (2012). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, Madrasah, Perguruan Tinggi. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Sanjaya, Wina dan Dian Andayani. (2011). Komponen-komponen
Pengembangan Kurikulum. Depok: PT. RajaGrafindo
Persada.

114
BAB 6
TAHAPAN & KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM

PROFIL PENULIS
Penulis bernama Fakhrul Kurniawan,
S.Pd., lahir di Bandung 26 Maret 2000,
beragama Islam. Anak tunggal dari pasangan
Yani Iriana Amir dan Yayah Kardiah.
Bertempat tinggal di Ujungberung Kota
Bandung.
Saat ini penulis bekerja sebagai tenaga
pendidik pada mata pelajaran PPKn di SMA Kartika XIX-1
Bandung dan SMK ICB Cinta Wisata Bandung, serta tenaga
pengajar di Madrasah Diniyah Awaliyah Al-Liqo Ujungberung
Bandung.
Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri Ciporeat 3
(2006 – 2012), SMP Negeri 8 Bandung (2012 – 2015), SMA
Negeri 23 Bandung (2015 – 2018), dan melanjutkan studi S1 di
Program Studi Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan FPIPS
Universitas Pendidikan Indonesia (2018 – 2022).
Penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi mahasiswa
tingkat himpunan maupun universitas, seperti menjadi
Sekretaris Bidang Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa
Himpunan Mahasiswa Civics Hukum 2019, Sekretaris Umum
Badan Eksekutif Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Civics
Hukum 2020, Direktur Unit Pers dan Penerbitan Himpunan
Mahasiswa Civics Hukum 2021, Staff Kementerian Pendidikan
dan Pemuda Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia 2019. Selain itu, penulis juga
aktif mengikuti kegiatan eksternal seperti menjadi Koordinator
Senyum Anak Nusantara Chapter Bandung 2022, Kepala Bidang
Pengembangan Pendidikan Gerakan Mengajar Desa Indonesia
2021-2023, Supervisor Gerakan Mengajar Desa Bandung 2021-
2023, dan Ketua Umum Senyum Anak Nusantara 2023- 2024.

115
BAB 7
MODEL DAN TEKNIK EVALUASI
KURIKULUM
Ema Butsi Prihastari, S.Pd., M.Pd
Universitas Slamet Riyadi

Evaluasi kurikulum memegang peranan penting dalam


keberhasilan kurikulum. Sekolah harus mengatur sedemikian
rupa agar evaluasi kurikulum berjalan lancar untuk mendapat
informasi dan rekomendasi yang tepat tentang konsep dan
urgensi evaluasi kurikulum. Hal itu dilakukan dengan menyusun
dokumen sesuai dengan perkembangan masyarakat,
perkembangan iptek, dan budaya, serta membandingkan
kurikulum yang dilaksanakan untuk dilihat hasilnya, dan
menyerahkan metode evaluasi serta perangkatnya kepada
pengelola sekolah. Hasil tersebut sangat membantu
perkembangan peserta didik, dan membantu mengidentifikasi
kebutuhan akan layanan pendidikan lainnya (Niam Wahzudik,
Istyarini, 2020).

A. Model Studi Kasus (Case Study atau Case Studies)


Studi kasus merupakan pendekatan yang digunakan untuk
meneliti gejala sosial dengan cara menganalisis suatu kasus
secara mendalam dan menyeluruh yang melibatkan berbagai
informasi. Difokuskan pada proses pelaksanaan kurikulum
dimana dimensi kegiatan dan proses menjadi perhatian utama.
Model ini terfokus pada kegiatan kurikulum di sekolah, kelas,
atau hanya kepada seorang kepala sekolah atau guru saja, tidak
mempersoalkan pada pemilihan sampel. Hasil evaluasi ini hanya
berlaku pada tempat dimana evaluasi ini dilakukan, data yang
dikumpulkan terutama berupa data kualitatif yang dianggap
BAB 7
MODEL DAN TEKNIK EVALUASI KURIKULUM

dapat mengungkapkan apa yang terjadi di lapangan. Data hasil


akan diolah secara deskriptif terhadap hasil evaluasi kurikulum
yang berjalan. Keabsahan hasil data hanya berlaku pada tempat
dimana evaluasi tersebut dilakukan atau dengan kata lain
cakupan wilayahnya sempit.
1. Karakteristik model studi kasus
a. dilakukan hanya di kegiatan kurikulum dalam satu unit
Pendidikan
b. data bersifat deskriptif kualitatif
c. evaluator harus mengenal dengan baik ide atau rencana
kurikulum yang akan dievaluasi
d. metode pengumpulan: observasi, wawancara, kuisioner
open ended
e. instrument tidak menuntut reliabilitas dan
dikembangkan dari kasus di lapangan
f. data harus diolah segera setelah terkumpul (evaluator
masih di lapangan)
g. persoalan baru yang muncul segera ditelusuri dan yang
belum jelas segrea dikonfirmasi ulang pada responden
h. untuk mencegah penumpukan, evaluator membuat
memo tentang konsep penting dari hasil klasifikasi data.
Hal ini tentunya akan mempermudah dalam Menyusun
laporan akhir.
2. Tahapan model studi kasus
a. melakukan familirialisasi antara evaluator dengan
kurikulum yang dikaji. Agar tidak menimbulkan bias
pada hasil evaluasi terkait kondisi di lapangan. 1)
terhadap kurikulum sebagai ide dan rencana. 2) ketika
di lapangan, evaluator harus menguasai kebiasaan-
kebiasaan dalam satuan Pendidikan yang dievaluasi.
b. Observasi, digunakan evaluator untuk merekam data
secara langsung saat proses observasi sedang

117
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

berlangsung. Ketentuan bagi evaluator pertama, harus


memiliki visi dan pengetahuan luas tentang focus
observasi. Kedua, kecepatan dalam berpikir karena
evaluator sebagai instrument yang selalu terbuka.
Ketiga, evaluator harus cermat dalam menangkap
informasi yang diterima baik dari 1) informasi tertulis,
2) pemaknaan informasi, dan 3) keterkaitan informasi
dengan konteks yang lebih rendah.
c. Mengolah data, dilakukan segera setelah data selesai
dikumpulkan. Keuntungannya 1) masalah baru yang
muncul dapat segera ditelusuri, 2) segala sesuatu yang
belum jelas dapat segera dikomunikasikan untuk
mendapatkan kejelasan, dan 3) waktu evaluasi dapat
dipersingkat.
d. Mengklasifikasi data, evaluator harus memahami,
mengklasifikasikan data yang sudah didapatkan.
e. Membuat laporan hasil evaluasi, dibuat berdasarkan
memo yang telah disusun pada saat klasifikasi data.

B. Model Tyler
Pendekatan model Tyler menekankan bahwa evaluasi
kurikulum diarahkan kepada usaha untuk mengetahui
sejauhmana tujuan pendidikan yang berupa tingkah laku yang
dapat dicapai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang
mereka tampilkan pada akhir kegiatan pembelajaran, model ini
dikembangkan Ralph Tyler. Dibangun atas dua dasar pemikiran.
Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku siswa. Kedua,
evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal siswa sebelum
dan sesudah melaksanakan kurikulum (hasil).
Model Tyler disebut juga dengan model black box atau
Goal Oriented Evaluation (GOE), model ini menekankan
adanya tes awal dan tes akhir yang menitikberatkan pada hasil
belajar dari pelaksanaan kurikulum, sehingga aspek proses

118
BAB 7
MODEL DAN TEKNIK EVALUASI KURIKULUM

tidak diperhatikan dalam menentukan perubahan tingkah laku


atau penentuan hasil belajar (Wardani et al., 2022).
1. Model Tyler dapat diidentifikasi mempunyai tiga Langkah
pokok, yaitu:
a. menentukan tujuan
b. menciptakan situasi pencapaian tujuan
c. mengembangkan alat atau instrument evaluasi
2. Prosedur Tyler Model bergerak secara rasional dan
sistematis melalui beberapa langkah berikut ini (Glatthorn,
A. A., Boschee, F., Whitehead, B. M., & Boschee, 2019).
a. merumuskan tujuan perilaku, harus menentukan isi
pembelajaran dan perilaku yang diharapkan
b. mengidentifikasi kondisi yang mendorong terwujudnya
perlaku yang diinginkan
c. pilih modefikasi, atau susun instrument evaluasi yang
sesuai dan periksa instrument untuk objektivitas,
kehandalan, dan validitas
d. gunakan instrument untuk mendapatkan hasil yang
diringkas atau dinilai
e. membandingkan hasil yang diperoleh dari beberapa
instrument dalam periode tertentu
f. menganalisis hasil untuk menentukan kekuatan dan
kelemahan kurikulum
g. menggunakan hasil sebagai dasar untuk memodifikasi
kurikulum

119
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

Gambar 6. Langkah-langkah Model Evaluasi Tyler


Sumber: (Novalinda et al., 2020)

C. Model CIPP
Salah satu model evaluasi kurikulum yang banyak
digunakan dalam dunia Pendidikan ialah model CIPP (Context-
Input-Process-Product) yang menggunakan pendekatan
berorientasi pada manajemen (management-oriented evaluation
approach) atau bentuk evaluasi manajemen program (Owen,
1993), yang dikembangkan oleh Stufflebeam. Dimensi yang
dilihat berupa dimensi Konteks, Input, Poses, dan Produk. Model
ini memiliki keunikan pada setiap tipe evaluasinya berkaitan
dengan perangkat pengambilan keputusan (decision) berkaitan
dengan perencanaan dan operasional kurikulum.
Model CIPP berpijak pada pandangan bahwa tujuan
terpenting dari evaluasi program bukanlah membuktikan (to
prove), melainkan meningkatkan (to improve) (Madaus, George
F., Michael S. Scriven & Stufflebeam., 1983). Karenanya, model

120
BAB 7
MODEL DAN TEKNIK EVALUASI KURIKULUM

ini juga dikategorikan dalam pendekatan evaluasi yang


berorientasi pada peningkatan program (improvement-oriented-
evaluation) (Stufflebeam, Daniel L., 1986), atau bentuk evaluasi
pengembangan (evaluation for development) (Owen, 1993),
Artinya, model CIPP diterapkan dalam rangka mendukung
pengembangan organisasi dan membantu pemimpin dan staf
organisasi tersebut mendapatkan dan menggunakan masukan
secara sistematis supaya lebih mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan penting atau, minimal, untuk bekerja sebaik-baiknya
dengan sumber daya yang ada (Madaus, George F., Michael S.
Scriven & Stufflebeam., 1983).
1. Kelemahan-kelemahan model CIPP, yaitu
a. terfokus pada informasi yang dibutuhkan oleh
pengambil keputusan dan stafnya, evaluator boleh tidak
responsive terhadap masalah maupun isu yang
signifikan,
b. hasil evaluasi ditujukan kepada pada pemimpin tingkat
atas (top management), sehingga bisa jadi tidak adil dan
tidak demokratis, dan
c. modelnya kompleks dan memerlukan banyak dana,
waktu, dan sumber daya lainnya (Fitzpatrick, Jody L.,
James R. Sanders, 2004).
2. Unsur-unsur model CIPP (Madaus, George F., Michael S.
Scriven & Stufflebeam., 1983), yaitu
a. Evaluasi konteks utamanya mengarah pada identifikasi
kekuatan dan kelemahan organisasi dan masukan untuk
perbaikan. Tujuan pokok evaluasi konteks, menilai
seluruh kondisi organisasi, mengidentifikasi kelemahan,
dan menginventaris kekuatan yang bisa dimanfaatkan
untuk menutupi kelemahan, mendiagnosis masalah dan
mencari solusinya. Tujuannya untuk menilai apakah
tujuan dan prioritas yang ditetapkan memenuhi
kebutuhan khalayak.

121
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

b. Evaluasi input dimaksudkan untuk membantu


menentukan program untuk melakukan perubahan yang
dibutuhkan dengan mencari hambatan dan potensi
sumber daya yang tersedia. Membantu organisasi untuk
mendapatkan inovasi-inovasi yang tepat.
c. Evaluasi proses pada dasarnya memeriksa pelaksanaan
rencana yang telah ditetapkan. Memberikan masukan
bagi pengelola tentang kesesuaian antara pelaksanaan
rencana dan jadwal yang sudah dibuar sebelumnya dan
efisiensi penggunaan sumber daya yang ada.
d. Evaluasi produk bertujuan untuk mengukur,
menafsirkan, dan menilai capaian-capaian keberhasilan
program dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sasaran program yang dikumpulkan dari orang-orang
yang terlibat secara individual atau kolektif, yang
kemudian dianalisis dari berbagai sudut pandang.
Langkahnya diawali dengan menilai kinerja organisasi
berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah
didiagnosis sebelumnya. Bahkan diperluas dengan
menilai dampak-dampak jangka Panjang dari program.

Tabel 1. Evaluasi Konteks, Input, Proses, dan Produk


Evaluasi Evaluasi Input Evaluasi Proses Evaluasi
Konteks Produk

Tujuan Menentukan Mengidentiifkasi Mengidentifikasi/ Mengumpulkan


konteks & menilai memprediksi deskripsi dan
organisasi, kemampuan selama proses penilaian tentang
mengidentifikasi sistem, alternatif berlangsung, hasil-hasil
sasaran strategi prohram, kesalahan- program;
program & desain prosedur kesalahan desain mengkaitkan
menilai untuk prosedur atau dengan tujuan,
kebutuhan, menerapkan pelaksanaannya; konteks, input,
mengidentifikasi strategi, budget. memberikan dan proses;
peluang untuk & jadwal program informasi untuk serta
memenuhi mengambil menafsirkan
kebutuhan, keputusan yang keberhargaan
mendiagnosis belum dan manfaat
masalah yang diprogramkan;

122
BAB 7
MODEL DAN TEKNIK EVALUASI KURIKULUM

melatari dan mencatat program


kebutuhan itu, serta menilai
dan menilai peristiwa dan
apakah tujuan aktivitas
yang sudah prosedural
ditetapkan
cukup responsif
terhadap
kebutuhan yang
telah dinilai

Metode Analisis system, Menginventarisasi Memonitor Menentukan dan


survai, analisis dan menganalisis potensi hambatan mengukur
dokumen, SDM serta procedural dan kriteria hasil;
hearing, sumber daya mewaspadai mengumpulkan
wawancara, tes materi, strategi hambatan yang penilaian-
diagnostic, dan solusi, fisibilitas & tak terduga, penilaian
Teknik Delphi keuangan; serta mencari informasi terhadap hasil
metode lain khusus tentang dari pihak-pihak
seperti kajian keputusan yang yang terlibat
pustaka, melihat telah dalam program;
langsung diprogramkan, dan
programnya, mendeskripsikan menganalisis
membentuk tim proses yang secara kualitatif
peninjau, dan sebenarnya, dan dan kuantitatif.
memakai tes berinteraksi
dengan staf dan
mengamati
aktivitas mereka

Kaitannya Untuk Untuk memilih Untuk Untuk


dengan mengambil sumber melaksanakan memutuskan
pengambilan keputusan pendukung, dan apakan akan
keputusan tentang pihak- strategi solusi & menyempurnakan melanjutkan,
untuk pihak yang desain prosedur, desain dan menghentikan,
mengubah menjadi misalnya prosedur memodifikasi
prosesnya sasaran melakukan program, program, atau
program, perubahan- misalnya untuk memfokuskan
tentang tujuan perubahan secara mengawasi ulang pada
program dalam tertata dan proses serta perubahan; &
hubungannya memberikan memberikan memberikan
dengan dasar untuk catatan tentang catatan jelas
pemenuhan menilai proses yang tentang
kebutuhan atau pelaksanaan sebenarnya untuk dampaknya
pemanfaatan program. menafsirkan hasil (sesuai dengan
peluang, maksud dan
&tentang tujuan tujuan awal atau
dalam tidak, yang
kaitannya positif/ negatif)
dengan

123
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

pemecahan
masalah,
misalnya untuk
merencanakan
perubahan; &
memberikan
dasar untuk
ilialai hasil
program

Sumber:(Mahmudi, 2011)

D. Model Alkin
Menurut Marvin Alkin (1969) dalam (Alkin & Woolley,
1969), evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan
keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang
tepat dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun
laporan bagi pembuat keputusan untuk memilih beberapa
alternatif. Model ini mengemukakan lima jenis evaluasi, yaitu:

a) Sistem assesment, yaitu untuk memberikan informasi


tentang keadaan atau posisi suatu sistem .
b) Program planning, yaitu untuk membantu pemilihan
program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi
kebutuhan program.
c) Program implementation, yaitu untuk menyiapkan informasi
apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada
kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang
direncanakan.
d) Program improvement, yaitu memberikan informasi tentang
bagaimana suatu program dapat berfungsi,
bekerja//berjalan.
e) Program certification, yaitu memberikan informasi tentang
nilai atau manfaat suatu program.
Model Alkin membagi tahapan evaluasi dalam 3 (tiga)
komponen yakni 1) tahapan masukan, kesiapan pelaksanaan
program supervise akademik, 2) tahapan proses/ perantara,

124
BAB 7
MODEL DAN TEKNIK EVALUASI KURIKULUM

pelaksanaan program supervise, dan 3) tahapan keluaran, hasil


yang telah dicapai setelah pelaksanaan program supervise
akademik (Yaneke & Saludung, 1967).

E. Model Brinkerhoft
Brinkerhoff (Brinkerhoff, R.O., 1983), mengemukakan ada
tiga jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan
elemen-elemen yang sama, yaitu:
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Dalam Fixed (tetap), desain evaluasi harus direncanakan
dan disusun secara sistematik- terstruktur sebelum program
dilaksanakan. Sedangkan dalam Emergent, tujuan evaluasi
untuk beradaptasi dengan situasi yang sedang berlangsung
dan berkembang.
2. Formative vs summative evaluation
Evaluasi Formative berfungsi untuk memperbaiki kurikulum
dari segi format/bentuknya, karena evaluasi ini sering
diadakan sehingga jika terdapat kelemahan dan kekurangan
maka bisa segera diketahui. Sedangkan evaluasi sumatif
berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum secara
menyeluruh, karena evaluasi ini dilakukan pada akhir
program sehingga dapat digunakan untuk menentukan
apakah program ini dapat digunakan atau tidak.
3. Desain eksperimental dan desain Quasi eksperimental vs
natural inquiri
Tujuan desain eksperimental dan quasi eksperimental ini
adalah untuk menilai manfaat hasil dari percobaan suatu
kurikulum. Sedangkan natural inquiru ini, evaluator banyak
menghabiskan waktu untuk melakukan pengamatan dan
wawancara dengan orang-orang yang terlibat yang
dilakukan secara berkesinambungan dengan pendekatan
informal. (Wahyudhiana, 1993)

125
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

DAFTAR PUSTAKA
Alkin, & Woolley. (1969). A Model for Educational Evaluation.
PLEDGE Conference, 8-11 Oktober Di San Dimas, 1–11.
Brinkerhoff, R.O., et. a. (1983). Program evaluation: A
practitioner’s guide for trainers and educators. Kluwer-
Nijhoff Publishing.
Fitzpatrick, Jody L., James R. Sanders, dan B. R. W. (2004).
Program Evaluation: Alternative Approaches and Practical
Guidelines. Pearson Education, Inc.
Glatthorn, A. A., Boschee, F., Whitehead, B. M., & Boschee, B. F.
(2019). Curriculum Leadership Strategies for Development
and Implementation Fifth Edition Thousand. SAGE
Publications, Inc.
Madaus, George F., Michael S. Scriven, dan D. L., & Stufflebeam.
(1983). Evaluation Models: Viewpoints on Educational and
Human Services Evaluation. Kluwer-Nijhoff Publishing.
Mahmudi, I. (2011). CIPP : Suatu Model Evaluasi Pendidikan. At-
Ta’Dib. Jurnal At-Ta’dib, 6(1), 9–11.
Niam Wahzudik, Istyarini, W. (2020). Implementasi Evaluasi
Kurikulum Sekolah (Studi Kasus Sekolah Dasar di
Kabupaten Kudus). Teknodika, 18(01), 48–54.
Novalinda, R., Ambiyar, A., & Rizal, F. (2020). Pendekatan
Evaluasi Program Tyler: Goal-Oriented. Edukasi: Jurnal
Pendidikan, 18(1), 137.
https://doi.org/10.31571/edukasi.v18i1.1644
Owen, J. M. (1993). Program Evaluasi: Forms and Approaches.
Allen & Unwin Pty Ltd.
Stufflebeam, Daniel L., dan A. J. S. (1986). Systematic Evaluation:
A Self-Instructional Guide to Theory and Practice. Kluwer-
Nijhoff Publishing.
Wahyudhiana, D. da. (1993). Model Evaluasi Program
Pendidikan. Islamadina, 1(1), 1–28.

126
BAB 7
MODEL DAN TEKNIK EVALUASI KURIKULUM

Wardani, H. K., Darusuprapti, F., & Hajaroh, M. (2022). Model-


Model Evaluasi Pendidikan Dasar ( Scriven Model , Tyler
Model , dan Goal Free Evaluation ). Jurnal Pendidikan, 6(1),
36–49.
Yaneke, I., & Saludung, J. (1967). Penerapan Model Alkin Dalam
Evaluasi Program Supervisi Akademik Pengawas Sekolah
Sebagai Cerminan Karakter Bangsa. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 13(April), 15–38.

127
Kajian dan Evaluasi Kurikulum

PROFIL PENULIS
Ema Butsi Prihastari, M.Pd.,
M.Pd. lahir di Purworejo, Jawa
Tengah, 4 Agustus 1989. Penulis
telah menyelesaikan studi S1
Pendidikan Matematika di IKIP
PGRI Semarang pada tahun 2011,
dan S2 Pendidikan Matematika di
Universitas Negeri Semarang
(UNNES) tahun 2013. Tahun
2022, penulis melanjutkan studi
doctoralnya di UNNES prodi
Pendidikan Matematika. Penulis
mulai aktif sebagai dosen di Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP),
Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) sejak Juli 2014.
Penulis merupakan Editor Jurnal Sinektik di PGSD, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Slamet
Riyadi sejak 2018 sampai sekarang. Penulis aktif dalam kegiatan
penulisan buku pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat yang focus pada bidang ke-SD an maupun
pembelajaran matematika SD.
Email : butsinegara@gmail.com / 085227041989

128
KAJIAN
DAN EVALUASI
KURIKULUM
Pokok-pokok bahasan dalam buku ini mencakup:
1. Hakikat Evaluasi Kurikulum
2. Perbandingan Kurikulum Perspektif Lama dan Baru
3. Asas, Komponen dan Pendekatan Kurikulum
4. Faktor-faktor Penyebab Perubahan Kurikulum
5. Teori Pendidikan dan Jenis Kurikulum
6. Tahapan dan Komponen dalam Pengembangan
Kurikulum
7. Model dan Teknik Evaluasi Kurikulum.

CV. Pradina Pustaka Grup


Dk. Demangan RT 03 RW 04, Bakipandeyan,
Kec. Baki, Kab. Sukoharjo, Jawa Tengah
Telp : 081915176800
Email : pradinapustaka@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai