BAB 1 DAN 2
A. IDENTITAS BUKU
Primadi tabrani. 2006. Kreativitas dan Humanitas. Yogyakarta: Jalasutra.
Pada bab 2, penulis mulai membahas terkait humanitas. Istilah humanitas bisa
tidaklah asing bagi kita sebagai masyarakat yang berpegang teguh pada kemanusiaan.
Humanitas merupakan istilah yang sering disebutkan di zaman Renaisans, yaitu aliran
filsafat yang menentang sains maupun agama dimasanya, karena ingin kembali kepada
kemegahan moralitas Yunani. Istilah humanitas dalam buku yang berjudul Kreativitas
dan Humanitas dipakai dalam pengertian yang sangat umum. Humanitas adalah manusia,
kemanusiaan, dan perikehidupan manusia.
Secara Kronologis manusia terbentuk dalam evolusi yang tidak memiliki susunan
saraf, demikian pula dengan masa pertama embrio manusia. Masa pertama dalam embrio
manusia sudah memiliki organisme yang terintegrasi dan akan berkembang seiring
berjalannya waktu, mulai dari bentuknya, dimensinya, hingga strukturnya. Berikut
beberapa tahapan dalam perkembangan embrio pada manusia :
Jantung dan peredaran darah muncul lebih awal dari pada susunan saraf yang
tumbuh berkembang mengikuti, pada kira-kira akhir minggu ketiga usia embrio.
Alat-alat indra pada manusia seperti indra peraba, gerak, keseimbangan,
pencecap, pencium, penglihatan, dan pendengaran.
Tumbuhnya organ-organ tubuh yang lainnya seperti tangan, kaki, wajah dan
punggung.
Setelah seluruh organ telah lengkap dan terbentuk, manusia dalam embrio akan
melakukan sebuah gerakan-gerakan yang spontan dengan menendang dan memukul
didalam kandungan ibunya untuk memberi tanda bahwa segala sesuatunya berjalan
dengan baik. Pada saat embrio sudah menginjak uisa minggu ke-30 dan ke-40 (periode
prenatal), maka semua harus sudah siap pada saat kelahiran. Dilihat dari kesiapan untuk
berfungsi saat kelahiran, maka indra yang paling siap untuk diintergrasikan diantaranya:
indra peraba
indra gerak
indra keseimbangan
indra pencecap
indra pencium
indra pendengaran
Indra yang telah disebutkan diatas merupakan indra yang siap untuk
diintergrasikan secara struktur kecuali “indra pengelihatan”. Indra pengelihatan
merupakan suatu proses yang panjang dan kompleks, mencakup faktor-faktor sebagai
berikut:
pembentukan
pertumbuhan
pematangan
pembelajaran (training dan practice)
akumulasi pengalaman
koordinasi
asosiasi, dan sebagainya.
Proses Integrasi yang dilakukan oleh tubuh akan semakin kompleks dan
berkembang terus hingga dewasa, dan penting bukan hanya untuk kemampuan biologis
tapi juga sebagai kemampuan budaya yang erat kaitanya dengan pembelajaran dan
pengondisian, sebagai faktor penting bagi kehidupan manusia. Tak heran bila ketiga indra
yakni peraba, gerak, keseimbangan, tenyata lebih matang dahulu karena sebagai pionir
bagi integrasi fungsi-fungsi tubuh, inisiator, koordinator bagi tingkah laku (behaviour),
penanggungjawab seluruh gerak (movement) dari organisme hidup. Hal tersebut diperkuat
pula dengan teori oleh Ivan Pavlov yang menyebutkan perkembangan integrasi sebagai
dasar bagi kempuan untuk belajar untuk refleks pengondisian (conditioning reflex).
Ivan Pavlov juga memiliki teori lain yang memiliki keterkaitan dengan dengan
tingkah laku (behaviour) yaitu teori Classical Conditioning. Classical Conditioning
adalah proses dimana suatu stimulus atau rangsangan yang awalnya tidak memunculkan
respon tertentu, diasosiasikan dengan stimulus kedua yang dapat memunculkan sebuah
respon jika dilakukan secara berulang-ulang. Prinsip teori belajar Classical Conditioning
dari Ivan Pavlov menjelaskan bahwa belajar merupakan pembentukan kebiasaan dengan
cara menghubungkan antara perangsang atau stimulus yang lebih kuat dengan perangsang
yang lebih lemah, proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan
lingkungan.
Setelah terjadiya sebuah interaksi maka yang terjadi adalah muncul sebuah respon
yang kemudian memunculkan sebuah tanda. Tanda kemudian berkembang menjadi
sebuah simbol-simbol dan berkembang menjadi sebuah bahasa. Bahkan nenek moyang
kita dulu (homo sapiens) juga menggunakan tanda kemudian mengingintegrasikan semua
indra yang ada, mencapai puncaknya dengan terciptanya simbol yang kemudian
berkembang menjadi bahasa. Simbol-simbol yang tercipta merupakan sebuah bahasa
yang digunkan sebagai alat komunikasi dari indra-indra lainnya (musik, irama, gerak, dan
sebagainya). G. Van der Leew, E.R. Jaensch, Fransis Galton, menyatakan bahwa
kemampuan penghayatan rupa (berpikir dengan gambar-visual) merupakan kemampuan
yang kuat pada anak-anak dan manusia primitif, tetapi telah beatropi pada manusia
modern dan orang dewasa.
C. PARADIGMA
Dalam hipotesis Pak Primadi, manusia berhasil melampaui dan mematahkan
proses evolusi organik dan inorganik menjadi evolusi kultural. Kemampuan manusia
dalam menciptakan dan mengubah sesuatu—disebut dengan berkreativitas—yang
membuatnya ’berbudaya’. Kemampuan kreatif inilah yang membedakan manusia dengan
binatang, dengan benda material, dan bahkan dengan komputer yang canggih sekalipun.
Kreativitas bisa juga dihubungkan dengan imajinasi dan kemampuan untuk melihat
secara menyeluruh dan tidak terkotak-kotak. Berdasarkan definisi ini, penulis kemudian
menelusuri dan mengungkap kreativitas dari sudut ilmu fisiologi, psikologi, filsafat,
sosiologi, seni, neurologi sampai genetika.
Dalam hubungannya dengan humanitas, kreatifitas akan tumbuh bersamaan
dengan proses tumbuhnya anggota tubuh manusia sesuai dengan perkembangannya
bersama lingkungan. Proses Integrasi yang dilakukan oleh tubuh akan semakin kompleks
dan berkembang terus hingga dewasa, dan penting bukan hanya untuk kemampuan
biologis tapi juga sebagai kemampuan budaya yang erat kaitanya dengan pembelajaran
dan pengondisian, sebagai faktor penting bagi kehidupan manusia. Tak heran bila ketiga
indra yakni peraba, gerak, keseimbangan, tenyata lebih matang dahulu karena sebagai
pionir bagi integrasi fungsi-fungsi tubuh, inisiator, koordinator bagi tingkah laku
(behaviour), penanggungjawab seluruh gerak (movement) dari organisme hidup.
Pak Primadi mencoba untuk menguraikan penilaian kreatif dari berbagai sudut
pandang. Dalam bukunya, beliau membaginya dalam 4 poin pandangan, yaitu
1. Jika dilihat dari pendapat umum masyarakat, seorang seniman, penemu, dan jenius-
jenius memiliki kemampuan ataupun tingkat kreatifitas tinggi.
2. Sedangkan jika dilihat dari pendapat para peneliti,
a. Kreativitas pada anak-anak, semua peneliti sepakat jika semua anak-anak
memiliki kemampuan kreatif, kalaupun kreativitas itu tidak berkembang, itu
berarti ada yang menghalangi kemampuan itu untuk berkembang.
b. Kreativitas pada penderita sakit jiwa. Mereka yang sakit jiwa adalah mereka yang
tidak bisa membedakan antara realita dengan fantasi sehingga mereka kehilangan
makna waktu dan ruang.
3. Berdasarkan pandangan primitive dan modern. Mentalitas primitive dan modern
merupakan dua aspek, struktur dan sikap hidup yang keduanya dimiliki oleh setiap
manusia sesuai dnegan fakta bahwa semua anggota homo sapiens memiliki potensi
dasar, perilaku fundamental, kualitas instrinsik sama yang tunduk pada sifat kultural
yang berbeda, beraneka dan integral serta tunduk pada hukum keturunan dan
lingkungan.
4. Berdasarkan pendapat khusus dari berbagai tokoh dunia,
a. Frans Boas, manusia primitive memiliki kemampuan untuk berfikir logis
disamping memiliki orisinalitas.
b. G.Van der Leeuw berpendapat bahwa mentalitas primitive terdapat pada manusia
primitive , anak-anak, penderitas sakit jiwa, dan manusia normal. Sedangkan
seniman adalah manusia modern yang berani untuk tetap bermental primitive.
c. Florence Cane berpendapat kemampuan kratif dimiliki setiap manusia sejak ia
lahir. Semakin dewasa kemampuan akan semakin berkembang, kalaupun
kemampuan itu tidak berkembang itu karena kesalahan dalam kualitas
pendidikannya.
d. G.Van der Leeuw dan J. Maritain berpendapat bahwa kreativitas dimiliki oleh
semua manusia, bahkan yang cacat secara fisik maupun mental kreativitas
merupakan salah satu insting, spirit, kualitas intrinsik yang dimiliki sejak lahir.
Kreativitas menjadi salah satu pendorong yang tanpanya berarti bukan manusia,
dan yang membedakannya dengan binatang manusia dapat mencipta sedangkan
binatang tidak.
Tabrani dalam bukunya juga mengungkapkan setelah berkembangnya waktu dan
zaman, banyak perubahan yang terjadi. Dalam dunia masa depan, ada laki-laki dan ada
perempuan, dan yang terpenting bukan perbedaannya tapi imtegrasinya. Demikian pula
juga berlaku dengan adanya seks, karena sebagian orang meyakini bahwa seks juga
merupakan sebuah stimulus yang dapat membangkitkan sebuah inspirasi seorang manusia
untuk melakukan kreativitas. Ketika Freud menyatakan bahwa tidak dipenuhinya suatu
intring dapat menyebabkan frustasi, serta terlalu dipentingkannya peranan insting seks
dalam teori-teorinya. Maka, Barat mengkambinghitamkan pengekangan seks selama ini
sebagai penyebab utama frustasi.
E. KESIMPULAN
Penulis memberikan pemaparan yang sangat runtut dan jelas terkait kreativitas.
Didukung dengan beberapa pendapat para cendekiawan dari berbagai ilmu. Para pembaca
seolah diajak untuk berfikir lebih kritis dan dapat melihat sebuah ilmu dari berbagai sisi.
Dari semua teori dan pemaparan yang telah di sampaikan dapat disimpulkan bahwa semua
makhluk memiliki satu, dua atau tiga potensi dasar yang dinamakan potensi fisik, potensi
rasio dan potensi kreatif. Dari ketiga potensi tersebut secara integrative sesuai dengan
gradasi, level, periode, taraf yang dimiliki masing-masing individu, sesuai dengan hokum
genetika, lingkungan dan perbedaan kebudayaannya.