Anda di halaman 1dari 5

keberlakuan teori kesadaran paulo freire

TEORI KESADARAN/CONCIOUSNESS THEORY

A.  TOKOH TEORI KESADARAN

Teori kesadaran adalah teori yang berkembang berdasarkan paradigma yang dikembangkan oleh Paolo
Freire (1970), Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang terkenal mengenai
kritikannya terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pendidikan sekolah terhadap masyarakat luas.
Freire dilahirkan dalam keluarga kelas menengah di Recife, Brasil, pada tanggal 19 Septerber 1921.
Namun ia mengalami langsung kemiskinan dan kelaparan pada masa Depresi Besar 1929, suatu
pengalaman yang membentuk keprihatinannya terhadap kaum miskin dan ikut membangun pandangan
dunia pendidikannya yang khas dan menjadikannya seorang tokoh pendidikan Brasil dan teoretikus
pendidikan yang berpengaruh di dunia. Freire bekerja sebagai seorang guru di sekolah-sekolah
menengah, mengajar bahasa Portugis. Penghargaan yang pernah didapatkan oleh Freire adalah:
penghargaan Raja Baudouin (Belgia) untuk Pembangunan Internasional; penghargaan bagi Pendidik
Kristen Terkemuka bersama Elza, istrinya; dan penghargaan UNESCO 1986 bagi Pendidikan untuk
Perdamaian.

Teori kesadaran membiasakan masyarakat mengenal kemampuan mereka sendiri untuk menumbuhkan
kelembagaan demokrasi yang benar (melalui pendidikan). Sesuai dengan karyanya “Pedagogy Of The
Opperessed”, Freire menegaskan bahwa tugas teori sosial adalah conscintizaso atau proses penyadaran
terhadap sistem dan struktur yang menindas. Dalam Sudjana (1991) konsep mengenai penyadaran
atau conscientization digunakan untuk membangkitkan kesadaran diri warga masyarakat terhadap
lingkungannya. Kesadaran ini ditumbuhkan melalui gerakan pendidikan pembebasan. Dimana dalam
gerakan pendidikan ini, warga masyarakat sebagai peserta didik dipandang sebagai subjek yang aktif dan
berpotensi, bukan sebuah objek yang hanya sebagai penerima sesuatu secara pasif dan Paulo Freire
(1970), membagi ideologi teori sosial dalam tiga kerangka besar yang didasarkan pada pandangannya
terhadap tingkat kesadaran masyarakat. Ketiga tingkatan kesadaran masyarakat tersebut adalah :
kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis. Secara sederhana kaitannya dengan system
pendidikan adalah sebagai berikut, yaitu :

a.  Kesadaran Magis

Kesadaran magis adalah kesadaran yang tidak mampu mengaitkan faktor sebab dan faktor akibatnya,
sehingga cenderung mengarahkan penyebab masalah dan ketidakberdayaan masyarakat dengan faktor
diluar manusia. Masyarakat secara dogmatik menerima “kebenaran” dari teori sosial tanpa ada
mekanisme untuk memahami “makna” dibalik teori tersebut. Misalnya, seseorang yang memandang
kemiskinan tanpa tahu menghubungkannya dengan factor budaya ataupun politik. Kalau orang tersebut
mencoba memecahkan masalah kemiskinan maka dia tidak akan melihatnya dalam kerangka system.
Bahkan pemecahan masalahnya sering kali tidak memiliki keterkaitan langsung dengan permasalahan
yang dihadapi akibat ketidakmampuannya menghubungkan satu faktor dengan faktor yang lain dalam
kerangka sistem. Tanpa ada upaya untuk memahami benang merah dari setiap permasalahan, orang
dengan tipe seperti ini cenderung dogmatik terhadap yang akan dikatakan kepadanya.

b.  Kesadaran Naif

Melihat “aspek manusia” sebagai akar penyebab masalah masyarakat. Dalam konteks ini berarti tidak
mempermasalahkan sistem dan struktur karena sistem dan struktur sudah dianggap benar. Sehingga
masyarakat diarahkan untuk beradaptasi dengan sistem dan struktur tersebut, disebut juga paradigma
reformatif. Mengapa ada jurang pemisah yang lebar antara yang miskin dan kaya? Dalam kerangka
kesadaran naif, hal ini karena kesalahan orang miskin itu sendiri yang bodoh dan malas bekerja. Orang
dengan tipe kesadaran naif, bisa jadi juga tidak memahami kerangka system, tapi bedanya dengan
kesadaran magis, dia selalu menimpakan setiap permasalahan ke persoalan pribadi. Sistem telah
menentukan standar-standar tertentu untuk menjadi sukses, kaya, baik, atau apapun itu. Jika ada
masyarakat yang tidak mampu beradaptasi, itu bukan karena system yang bermasalah, tapi individu,
atau aspek masyarakat itulah yang bodoh.

c.   Kesadaran Kritis

Melihat “aspek sistem dan struktur” sebagai sumber masalah. Bertugas menciptakan ruang dan
kesempatan agar masyarakat terlibat suatu penciptaan struktur yang secara lebih fundamental, baru
dan lebih baik. Disebut juga paradigma transformatif. Maka dalam pandangan ini, masyarakat harus
dididik untuk menemukan keterkaitan antar setiap system, menemukan celahnya, lalu berusaha
membangun ruang baru yang lebih mengembangkan potensi masyarakat. Kesadaran ini, akan berusaha
menghapuskan ketidakadilan dalam system. Jika system yang berlaku adil, dalam pandangan paradigma
transformatif ini, tentunya tidak akan ditemukan permasalahan berarti di dalam masyarakat. System
yang baik akan menggiring masyarakat ke arah yang lebih baik, dan begitu pula seharusnya. Dengan
demikian, masyarakat harus dididik dalam pola yang dialogis untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan. Kesadaran transitif kritis, situasi dimana masyarakat mampu memandang kritis
lingkungannya, memisahkan dirinya dengan keadaan sekitar yang menindas, kemudian bertindak untuk
membebaskan dirinya.

Uraian pembagian peta paradigma dari analisis Freire tersebut, selain dapat digunakan sebagai pisau
analisis untuk memahami dan memetakan teori-teori perubahan sosial dan teori-teori pembangunan,
peta paradigma tersebut juga sangat berpengaruh terhadap praktisi dalam upaya pengembangan
masyarakat.

B. LATAR BELAKANG

Tema pokok gagasan Freire pada dasarnya mengacu pada suatu landasan bahwa pendidikan adalah
“proses memanusiakan manusia”. Gagasan ini berangkat dari satu analisa bahwa sistem kehidupan
sosial, politik dan budaya masyarakat menjadikan masyarakat mengalami proses dehumanisasi,
ketidakadilan, adanya eksploitasi dan kekerasan dari kaum penindas, sehingga menimbulkan rasa ingin
merasakan kembali kebebasan dan menimbulkan rasa kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk
terbebas dari penindasan. Menurut Freire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada kemampuan
diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan diri. Ia terkenal dengan
gagasannya tentang pendidikan penyadaran dan pendidikan dengan pengajuan masalah, sebuah
gagasan yang berasal dari kritikannya terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pendidikan sekolah
terhadap masyarakat luas. Adapun ciri dari kaum yang tertindas adalah pasrah pada nasib, menganggap
dirinya orang yang sangat rendah dan merasa diri bodoh (budaya bisu) sehingga pengajar mereka lah
yang harus didengarkan. Pendekatan yang Freire gunakan adalah “penyadaran”, suatu metode bagi
individu dan masyarakat dalam mengembangkan pemahaman kritis tentang realitas sosial melalui
refleksi dan tindakan. Ini melibatkan memeriksa dan bertindak atas akar masalah penindasan yang
dialami. Hal ini berlangsung lebih dari sekedar memperoleh keterampilan teknis membaca dan menulis.
Selain itu, pemahaman kritis ini telah dijadikan sebagai landasan untuk mengakhiri budaya bisu dalam
suatu masyarakat.

Freire berpendapat pendidikan semestinya menjadi jalan pembebasan, melalui pendidikan akan ada
pelajaran dan nilai-nilai bagi kepentingan hidup dan masyarakat. Pendidikan bagi kaum tertindas adalah
sebagai pendidikan untuk meningkatkan dan membebaskan martabat manusia, sehingga kaum tertindas
membuka tabir dunia penindasan dan melalui praxis terjun kedalam usaha transformasi dunia.
Pendidikan tidak lagi berhubungan dengan kaum tertindas saja dan menjadi pendidikan semua orang
yang sedang menuju pembebasan tetap. Manusia sebagai makhluk praxis adalah dilihat dari aktivitas
manusia yang dilihat dari aksi dan refleksi, yang mengarah pada transformasi atau perubahan dunia
(Freire, 1984).

C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN

Kelebihan dari teori kesadaran adalah memberikan gambaran tentang upaya pembebasan dari berbagai
masalah. Masalah tidak hanya pada soal pendidikan, tetapi juga ekonomi, politik, hukum, atau
kebudayaan sehari-hari. Untuk itu integrasi realitas sosial ke dalam pendidikan merupakan salah satu
upaya dalam membebaskan diri dari permasalahan sosial. Dalam metode pendidikan dialogis yang
digagasnya, menjadikan pengajar rendah hati dan mengasihi peserta didiknya supaya terbuka terhadap
berbagai kritik dari peserta didik. Sebaliknya, peserta didik seharusnya senantiasa kritis dan
mempertanyakan kembali tentang hal yang belum diduga oleh pengajar.

Kelemahan teori kesadaran adalah harus diakui ada beberapa hal dalam pendidikan yang tidak mungkin
diaplikasikan menurut sudut pandang peserta didik sebagai subjek yang bebas penuh mengembangan
dirinya. Contoh sederhana adalah bidang eksakta yang menuntut ketundukan peserta didik kepada
pengajar, termasuk juga teori-teori, keterampilan-keterampilan, data-data, dan pendekatan-pendekatan
yang telah lama dibangun oleh ahli yang jauh di atas tingkat ilmu pengetahuan. Dengan kata lin peserta
didik masih harus banyak membaca dan belajar sebanyak mungkin (menjadi objek) sebelum lebih jauh
membangun sebuah kritik (menjadi subjek).

D. PERSPEKTIF KEBERLAKUAN

Teori kesadaran di masa sekarang sangat membantu dalam usaha penyadaran masyarakat agar
berperan aktif atau berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, terutama pendidikan. Konsep
pendidikan Freire sangat menekankan kesadaran diri sebagai subjek. Sebab, dalam pemikirannya, hanya
subjeklah yang dapat memerankan liberative action. Kesadaran ini secara komunal akhirnya membentuk
kesadaran sosial. Dengan kesadaran sosial,yang dibangun berdasarkan relasi intersubjekti, rakyat
diharapkan mampu memikirkan pemecahan masalah yang dihadapinya (Mintara, 2001).

Teori kesadaran ini sebenarnya sudah banyak dimanfaatkan oleh Indonesia diantaranya pada saat
penyusunan perencanaan, dimana masyarakat sudah diajak untuk berpartisipasi melalui Musrenbang.
Walaupun dalam perjalanan pelaksanannya masih banyak ditemui hambatan, karena terbentur dengan
aturan itu sendiri, dimana usulan permasalahan dari masyarakat harus menyesuaikan dengan visi dan
misi Kepala Daerah terpilih, sebagaimana kesadaran naif. Kesadaran naif adalah ketika aturan, struktur
dan sistem dianggap benar, jadi manusia yang harus menyesuaikan. Model – model pembangunan
dengan cara dialogis juga sudah dipakai di Indonesia, salah satu contohnya adalah program PNPM
Mandiri, dimana masyarakat penerima bantuan, dituntut untuk mendiagnosa sendiri masalahnya
dengan dialog atau musyawarah diantara mereka sendiri.

Namun kedepannya teori kesadaran ini, terutama kesadaran kritis sangat bisa diadopsi, ketika bangsa
Indonesia sebagai negara berkembang, agar bisa mengambil sikap agar tidak selalu dieksploitasi oleh
negara asing dalam hal ini adalah negara maju. Berapa banyak kekayaan Indonesia yang berpindah
tangan menjadi milik asing. Jika ingin pembangunan Indonesia dapat berhasil, maka harus berani
mengembangkan potensi yang dimiliki dan membuat struktur fundamental yang kuat. Indonesia harus
tegas, dan percaya diri bahwa dengan memberdayakan segenap kemampuannya bisa mandiri,
menumbuhkan perekonomian dan membuat perubahan sosial ke arah yang lebih sesuai dengan budaya
dan kepribadian Indonesia yaitu Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Choiro, Ummu Da’watul, 2013. Pembelajaran Menurut Paulo Freire 


dalam http://umuchoiro.blogspot.co.id/2013/11/pembelajaran-menurut-paulo-freire.html diakses pada
(21/11/2016)

Conkenek, 2009. ELEMEN-ELEMEN KRITIS DALAM KONSEP PENDIDIKAN PAULO


FREIRE dalam http://bahrurr.blogspot.co.id/2009/05/elemen-elemen-kritis-dalam-konsep.html diakses
pada (21/11/2016)
Fakih, Mansour, 2011. Paulo Freire Tanpa Mitos: Sebuah Pengantar, (Online) dalam (http://Paulo-Freire-
Tanpa-Mitos-Sebuah-Pengantar_iBlog.mht) diakses 22/11/2016

Mintara, Agustinus, 2001, Sekolah Atau Penjara dalam Basis, Nomor 01-01, Tahun Ke-50, Januari-
Februari 2001.

Nugroho, Rino A, 2007. Pengantar Teori Pembangunan. Development Theory : An Overview Ver 1.1


updated 020307

Sudjana, H.D ,1991. Pendidikan Luar Sekolah – Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah dan Teori
Pendukung Asas. Bandung: Penerbit Nusantara Press

Situs Saya, 2011. Tingkat Kesadaran Masyarakat Menurut


Paulo Freire  dalam https://taufiqchips.wordpress.com/2011/05/13/tingkat-kesadaran-masyarakat-
menurut-paulo-freire/ (diakses 20/11/2016)

Anda mungkin juga menyukai