Anda di halaman 1dari 25

APA ITU BERPIKIR KRITIS?

Saat ini kemampuan berpikir kritis sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena
untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, seperti kemampuan untuk
membuat keputusan dan menyelesaian masalah. Banyak sekali fenomena dalam
kehidupan

sehari-hari

yang

perlu

dikritisi.

Pengertian berpikir kritis dikemukakan oleh banyak pakar. Beberapa di antaranya :


Gunawan (2003:177-178) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah
kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan menggunakan proses analisis
dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir induktif seperti mengenali
hubungan, manganalisis masalah yang bersifat terbuka, menentukan sebab dan akibat,
membuat kesimpulan dan mem-perhitungkan data yang relevan. Sedang keahlian
berpikir deduktif melibatkan kemampuan memecahkan masalah yang bersifat spasial,
logis silogisme dan membedakan fakta dan opini. Keahlian berpikir kritis lainnya adalah
kemampuan

mendeteksi

bias,

melakukan

evaluasi

membandingkan

dan

mempertentangkan.Sementara itu Rahmat (2010:1) mengemukakan berpikir kritis


(critical thinking) sinonim dengan pengambilan keputusan (decision making),
perencanaan stratejik (strategic planning), proses ilmiah (scientific process), dan
pemecahan masalah (problem solving). Juha (2010 :1) yang menyatakan Critical
thinking is reasonable, reflective thinking, focused on deciding what to believe or do
Paul, R., & Elder, L. ( 2012:21.) menyatakan Critical thinking is the art of thinking
about thinking while thinking to make thinking better

Berpikir kritis mengandung aktivitas mental dalam hal memecahkan masalah,


menganalisis asumsi, memberi rasional, mengevaluasi, melakukan penyelidikan, dan
mengambil keputusan. Dalam proses pengambilan keputusan, kemampuan mencari,
menganalisis dan mengevaluasi informasi sangatlah penting. Orang yang berpikir kritis
akan mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan
berdasarkan fakta kemudian melakukan pengambilan keputusan. Ciri orang yang
berpikir kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara masalah yang
didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan. Berpikir kritis juga
merupakan proses terorganisasi dalam memecahkan masalah yang melibatkan aktivitas
mental yang mencakup kemampuan: merumuskan masalah, memberikan argumen,
melakukan deduksi dan induksi, melakukan evaluasi, dan mengambil keputusan.

Menurut Ruland (2003:1-3) berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada
suatu standar yang disebut universal intelektual standar. Universal intelektual standar
adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk
mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasisituasi tertentu. Universal intelektual standar meliputi: kejelasan (clarity), keakuratan,
ketelitian, kesaksamaan (accuracy), ketepatan (precision), relevansi, keterkaitan
(relevance), kedalaman (depth).

Kemampuan dalam berpikir kritis akan memberikan arahan yang lebih tepat dalam
berpikir, bekerja, dan membantu lebih akurat dalam menentukan keterkaitan sesuatu
dengan lainnya. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam

pemecahan masalah atau pencarian solusi. Pengembangan kemampuan berpikir kritis


merupakan integrasi berbagai komponan pengembangan kemampuan, seperti
pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian, pengambilan keputusan, dan
persuasi. Semakin baik pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka akan
semakin baik pula dalam mengatasi masalah-masalah.

Berpikir kritis penting dikuasai siswa

Zamroni dan Mahfudz (2009:23-29) mengemukakan ada enam argumen yang menjadi
alasan pentingnya keterampilan berpikir kritis dikuasai siswa. Pertama, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat akan menye-babkan informasi yang
diterima siswa semakin banyak ragamnya, baik sumber maupun esensi informasinya.
Oleh karena itu siswa dituntut memiliki kemam-puan memilih dan memilah informasi
yang baik dan benar sehingga dapat memperkaya khazanah pemikirannya. Kedua, siswa
merupakan salah satu kekuatan yang berdaya tekan tinggi (people power), oleh karena
itu agar kekuatan itu dapat terarahkan ke arah yang semestinya (selain komitmen yang
tinggi terhadap moral), maka mereka perlu dibekali dengan kemampuan berpikir yang
memadai (deduktif, induktif, reflektif, kritis dan kreatif) agar kelak mampu berkiprah
dalam mengembangkan bidang ilmu yang ditekuninya. Ketiga, siswa adalah warga
masyarakat yang kini maupun kelak akan menjalani kehidupan semakin kompleks. Hal
ini menuntut mereka memiliki keterampilan berpikir kritis dan kemampuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya secara kritis. Keempat, berpikir kritis adalah
kunci menuju berkembangnya kreativitas, dimana kreativitas muncul karena melihat
fenomena-fenomena atau permasalahan yang kemudian akan menuntut kita untuk

berpikir kreatif. Kelima, banyak lapangan pekerjaan baik langsung maupun tidak,
membutuhkan keterampilan berpikir kritis, misalnya sebagai pengacara atau sebagai
guru maka berpikir kritis adalah kunci keberhasilannya. Keenam, setiap saat manusia
selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan, mau ataupun tidak, sengaja atau tidak,
dicari ataupun tidak akan memerlukan keterampilan untuk berpikir kritis.

Menurut Potter, (2010: 6) ada tiga alasan keterampilan berpikir kritis diperlukan. Pertama,
adanya ledakan informasi. Saat ini terjadi ledakan informasi yang datangnya dari puluhan ribu
web mesin pencari di intrnet. Informasi dari berbagai sumber tersebut bisa jadi banyak yang
ketinggalan zaman, tidak lengkap, atau tidak kredibel. Untuk dapat menggunakan informasi ini
dengan baik, perlu dilakukan evaluasi terhadap data dan sumber informasi tersebut. Kemampuan
untuk mengevalusi dan kemudian memutuskan untuk menggunakan informasi yang benar
memerlukan keterampilan berpikir kritis. Oleh karena itu, maka keterampilan berpikir kritis
sangat perlu dikembangkan pada siswa. Kedua, adanya tantangan global. Saat ini terjadi krisis
global yang serius, terjadi kemiskinan dan kelaparan di mana-mana. Untuk mengatasi kondisi
yang krisis ini diperlukan penelitian dan pengembangan keterampilan-keterampilan
berpikir kritis.

Ketiga, adanya perbedaan pengetahan warga negara. Sejauh ini

mayoritas orang di bawah 25 tahun sudah bisa meng-online-kan berita mereka.


Beberapa informasi yang tidak dapat diandalkan dan bahkan mungkin sengaja
menyesatkan, termuat di internet. Supaya siswa tidak tersesat dalam mengambil
informasi yang tersedia begitu banyak, maka perlu dilakukan antisipasi. Siswa perlu
dilatih untuk mengevaluasi keandalan sumber web sehingga tidak akan menjadi korban
informasi yang salah atau bias.

Mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa

Kemampuan berpikir kritis siswa sangat perlu dikembangkan demi keberhasilan


mereka dalam pendidikan dan dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan berpikir
kritis dapat dikembangkan atau diperkuat, melalui proses pembelajaran. Artinya, di
samping pembelajaran mengembangkan kemampuan kognitif untuk suatu mata
pelajaran tertentu, pembelajaran juga dapat mengembangkan keterampilan berpikir
kritis siswa. Tidak semua proses pembelajaran secara otomatis akan mengembangkan
keterampilan berpikir kritis. Hanya proses pembelajaran yang mendorong diskusi dan
banyak memberikan kesempatan berpendapat,

menggunakan gagasan-gagasan,

memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan gagasangagasan dalam tulisan, mendorong kerjasama dalam mengkaji dan menemukan
pengetahuan, mengembangkan tanggung jawab, refleksi diri dan kesadaran sosial
politik, yang akan mengembangkan berpikir kritis siswa. Di samping itu antusiasme
guru dan kultur sekolah juga berpengaruh terhadap tumbuhnya keterampilan berpikir
kritis siswa.
Dalam bidang pendidikan, berpikir kritis dapat membantu siswa dalam meningkatkan
pemahaman materi yang dipelajari dengan mengevaluasi secara kritis argumen pada
buku teks, jurnal, teman diskusi, termasuk argumentasi guru dalam kegiatan
pembelajaran. Jadi berpikir kritis dalam pendidikan merupakan kompetensi yang akan
dicapai serta alat yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan. Berpikir yang
ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Berpikir kritis
merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam

pembentukan sistem konseptual siswa. Selain itu berpikir kritis siswa dapat
dikembangkan melalui pemberian pengalaman bermakna. Pengalaman bermakna yang
dimaksud dapat berupa kesempatan berpendapat secara lisan maupun tulisan seperti
seorang ilmuwan Kesempatan bermakna tersebut dapat berupa diskusi yang muncul
dari pertanyaan-pertanyaan divergen atau masalah tidak terstruktur (ill-structured
problem), serta kegiatan praktikum yang menuntut pengamatan terhadap gejala atau
fenomena yang akan menantang kemampuan berpikir siswa
Menurut Zamroni dan Mahfudz (2009:30) ada empat cara meningkatkan keterampilan
berpikir kritis yaitu dengan: (1) model pembelajaran tertentu, (2) pemberian tugas
mengkritisi buku, (3) penggunaan cerita, dan, (4) penggunaan

model pertanyaan

socrates. Dalam penelitian ini bahasan akan difokuskan hanya pada model
pembelajaran.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian, keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan
dengan model pembelajaran. Namun demikian, tidak semua model pembelajaran
secara otomatis dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Hanya model
pembelajaran tertentu yang akan meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Model
pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis, paling tidak
mengandung tiga proses, yakni (a) penguasaan materi, (b) internalisasi, dan (c) transfer
materi pada kasus yang berbeda. Penguasaan siswa atas materi, dapat cepat atau lambat
dan dapat dalam atau dangkal. Kecepatan atau kelambatan dan kedalaman atau
kedangkalan penguasaan materi dari siswa sangat tergantung pada cara guru
melaksanakan

proses

pembelajaran;

termasuk

dalam

menggunakan

pembelajaran yang sesuai dengan karakter materi pembelajaran yang dipelajari.

model

Internalisasi merupakan proses pengaplikasian materi yang sudah dikuasai dalam


frekuensi tertentu, sehingga apa yang telah dikuasai, secara pelan-pelan terpateri pada
diri siswa, dan jika diperlukan akan muncul secara otomatis. Mengaplikasikan suatu
pengetahuan yang dikuasai amat penting artinya bagi pengembangan kerangka pikir.
Akan lebih penting lagi apabila aplikasi dilakukan pada berbagai kasus atau konteks
yang berbeda. Sehingga terjadi proses transfer of learning, dengan transfer of learning
akan terjadi proses penguatan critical thinking.
Daftar Pustaka
Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy Petunjuk Praktis untuk Menerapkan
Accelarated Learning. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
Juha, Mervat Amin. 2010. Thinking Skills Critical Thinking- 2 Chapter. Zaid .IQ
Potter, Mary Lane .2010. From Search to Research:Developing Critical Thinking Through Web
Research Skills 2010 Microsoft Corporation
Rahmat. 2010. Pengukuran Ketrampilan Berpikir Kritis. (Online),
Ruland, Judith P. 2003. Critical Thinking Standards University of Central Florida. Faculty
Centre
Zamroni & Mahfudz .2009.Panduan Teknis Pembelajaran Yang Mengembang-kan Critical
Thinking. Jakarta. Depdiknas

BERFIKIR KRITIS

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berpikir kritis ialah berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala
sesuatu yang dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Tulisan ini bertujuan memberikan
kajian tentang cara melatih berpikir kritis dalam pembelajaran materi sejarah, tentunya untuk
membantu siswa menjadi seorang yang mampu berpikir kritis.
Pada prakteknya penerapan proses belajar mengajar kurang mendorong pada pencapaian
kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama
pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga
guru lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman guru tentang metode
pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan
apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana
tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk.
Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat
sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu, berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku hatihati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan.
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian para ahli
neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf, otak manusia bisa dilatih
fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi
dua, yakni otak kiri yang memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang
memperoduksi pikiran yang bersifat imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif. Muncul dugaan
bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar adalah orang yang memiliki otak kanan
yang aktif.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep dasar berfikir kritis?
1.2.2 Bagaimana strategi mengembangkan berfikir kritis terhadap siswa?
1.2.3 Bagaimana penerapan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Mengetahui konsep dasar berfikir kritis
1.3.2 Mengetahui strategi mengembangkan berfikir kritis terhadap siswa
1.3.3 Mengetahui penerapan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah

II.

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Berfikir Kritis


2.1.1 Definisi Berfikir Kritis
Berpikir kritis (critical thinking) adalah proses mental untuk menganalisis atau
mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman,
akal sehat atau komunikasi. R. Matindas (1996:71) menyatakan bahwa: "Berpikir kritis adalah
aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya
evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan kebenaran
pernyataan yang bersangkutan".
Berpikir kritis adalah berpikir nalar, reflektif, bertanggung jawab, dan mahir
berpikir. Dari pengertian Steven tersebut, seseorang yang berpikir dengan kritis dapat
menentukan informasi yang relevan. Berpikir kritis merupakan kegiatan memproses informasi
yang akurat sehingga dapat dipercaya, logis, dan kesimpulannya meyakinkan, dan dapat
membuat keputusan yang bertanggung jawab. Seseorang yang berpikir kritis dapat bernalar logis
dan membuat kesimpulan yang tepat.

Proses berpikir kritis dapat digambarkan seperti metode ilmiah. Steven (1991)
mengutarakan bahwa berpikir kritis adalah metode tentang penyelidikan ilmiah, yaitu:
mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, mencari dan mengumpulkan data-data yang
relevan, menguji hipotesis secara logis dan evaluasi serta membuat kesimpulan yang reliable.
Krulik dan Rudnick (1993) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji,
menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam
berpikir kritis adalah mengelompokan, mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis
informasi.

Berpikir

kritis

memuat

kemampuan

membaca

dengan

pemahaman

dan

mengidentifikasi materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan. Hal ini juga berarti
dapat menggambarkan kesimpulan dengan sempurna dari data yang diberikan, dapat menentukan
ketidakkonsistenan dan kontradiksi di dalam kelompok data. Berpikir kritis adalah analitis dan
reflektif.
Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan
untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini
atau melakukan sesuatu. Dari definisi Ennis tersebut dapat diungkapkan beberapa hal penting.
Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah
pada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis akhirnya memungkinkan kita untuk membuat
keputusan.
R. Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu
membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar antara
keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan sedangkan berpikir
logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pada dasarnya pemikiran kritis menyangkut
pula pemikiran logis yang diteruskan dengan pengambilan keputusan.
Dari pendapat para ahli tentang berfikir kritis, maka dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis itu meliputi dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning)
dan diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/problem solving).
Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang memadai dalam hal
berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir
kritis secara benar. Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu
mengandung pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja apa

yang dijelaskan oleh guru. Siswa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari
informasi lain untuk memperoleh kebenaran.
2.1.2 Teori proses berfikir kritis
Berpikir

adalah

satu

keaktifan

pribadi

manusia

yang mengakibatkan

penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman yang
kita kehendaki. Menurut Sumadi Suryabrata (2002: 55) teori proses atau jalannya berpikir itu
pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:
1. Pembentukan pengertian
Pembentukan pengertian yaitu menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis,
contohnya kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisis ciri-cirinya. Salah satu
contohnya adalah menganalisis manusia dari Eropa, Indonesia, dan Cina. Tahap selanjutnya yaitu
membandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama dan yang tidak
sama. Langkah berikutnya, mengabstraksikan yaitu menyisihkan, membuang ciri-ciri yang tidak
hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki
2. Pembentukan pendapat
Pembentukan pendapat yaitu meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau
lebih. Pendapat yang dinyatakan dalan bentuk kalimat, yang terdiri dari subyek dan predikat.
Misalnya rumah itu baru, rumah adalah subyek, dan baru adalah predikat. Pendapat itu sendiri
dibedakan tiga macam yaitu pendapat positif, negatif, dan kebarangkalian
3. Pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan
Pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan yaitu hasil perbuatan akal untuk
membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam
keputusan, yaitu keputusan induktif, keputusan deduktif, dan keputusan analogis. Misalkan
contoh dari keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, semua logam
kalau dipanaskan memuai, tembaga adalah logam. Jadi (kesimpulan), tembaga kalau dipanaskan
memuai.
2.1.3 Ciri-ciri berfikir kritis
Adapun ciri-ciri berpikir kritis adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan mengidentifikasi

Pada tahapan ini terdiri atas mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan,
mampu menentukan pikiran utama dari suatu teks atau script, dan dapat menjelaskan hubungan
sebab akibat dari suatu pernyataan.
2. Kemampuan mengevaluasi
Hal ini terdiri atas dapat membedakan informasi relevan dan tidak relevan, mendeteksi
penyimpangan, dan mampu mengevaluasi pernyataan-pernyataan.
3. Kemampuan menyimpulkan
Hal ini terdiri atas mampu menunjukkan pernyataan yang benar dan salah, mampu
membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat atau pernyataan, dan mampu merancang
solusi sederhana berdasarkan naskah
4. Kemampuan mengemukakan pendapat
Hal ini terdiri atas dapat memberikan alasan yang logis, mampu menunjukkan fakta
fakta yang mendukung pendapatnya, dan mampu memberikan ide-ide atau gagasan yang baik.
2.1.4 Faktor yang mempengaruhi berfikir kritis
Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan kemampuan berpikir kritis adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa
memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk
mengekspresikan

pendapat

dan

keputusannya

selama

berpartisipasi

dalam

kegiatan

pembelajaran.
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa adalah sebagai
berikut:
1. Kondisi fisik
Menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan
fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa
terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk
memecahkan suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak
dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi
terhadap respon yanga ada.
2. Motivasi
Menurut Kort (1987), motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal.
Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga
seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang

sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi
terlihat dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko,
menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik,
mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan
kepuasan, mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan
keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
3. Kecemasan
Kecemasan merupakan keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan
ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000) kecemasan
timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk
menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif,
memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan
tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku
maladaptif dan disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi
seseorang dalam berpikir.
4. Perkembangan intelektual
Intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk
merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan
dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda
disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999)
semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses.
2.2 Strategi Pengembangan Berfikir Kritis Terhadap Siswa
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir
kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian
keterampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem
solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan
berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran keterampilan berpikir adalah
pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan
keterampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak

disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai
dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Secara umum pembelajaran IPS harus mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah
satunya berpikir kritis. Namun, dalam materi sejarah strategi pembelajaran berpikir kritis ini
dapat dilakukan melalui sajian sejumlah fakta yang didapat dari bacaan atau sumber lainnya.
Anak didik dilatih menginterpretasikan untuk membangun suatu struktur proses perubahaan
peristiwa. Dalam hal ini secara langsung telah dilatih anak didik memahami bahwa suatu
peristiwa memiliki proses perubahan. Ini salah satu ciri khas yang tidak diperoleh anak didik
melalui pembelajaran lainnya.
Setelah terbentuk pola perubahan, anak dilatih berpikir kritis pada setiap perubahan.
Latihan pertama, adalah anak disuruh mencari fakta, membuat konsep dan menemukan sebabakibat dari setiap proses perubahan dalam peristiwa sejarah. Latihan pertama, anak didik
ditantang untuk membuktikan terjadi perubahan melalui fakta (kejadian) masing-masing proses
perubahan (how), kapan terjadinya perubahan (when), dimana terjadinya (where) dan siapa
pelakunya (Who). Latihan kedua, peserta didik dilatih menginterpretasi untuk menentukan
konsep setiap fakta (kejadian) dengan memunculkan pertanyaan apa namanya itu (What)?
Terakhir, peserta didik dilatih mencari penyebab dari masing-masing perubahan, dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan, mengapa terjadi perubahan (Why)? Demikian selanjutnya
untuk perkembangan setiap perubahan dalam peristiwa sejarah latihan berulang ini akan
membentuk keterampilan berpikir kritis seperti yang dimuat dalam kurikulum 2006. Salah satu
contohnya yaitu, Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1297
1326 M? apa penyebabnya? Siapa rajanya? bagaimana pemerintahannya? mengapa ia mencapai
puncak kejayaan? kapan terjadinya?
Strategi tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1.

Dengan menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya

2. Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa untuk belajar secara
lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
Pertanyaan diberikan setelah memperoleh fakta-fakta dari setiap peristiwa sejarah yang
akan dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh

pendidik dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi siswa untuk
menentukan informasi yang diperlukan untuk membangun konsep sendiri. Salah satu karakter
seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat
dikombinasikan dengan strategi lain agar siswa dapat menentukan informasi secara mandiri.
Sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban
pertanyaan yang diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat
mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah satu
sumber belajar.
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai
strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V.,
2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk
mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi
strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang
untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan
seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
2.3 Penerapan Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah
Penerapan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah dimulai darin kegiatan berpikir
kritis yang terdiri dari merumuskan, menganalisis, memecahkan masalah, menyimpulkan dan
mengevaluasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
2.3.1 Merumuskan
memberikan batasan dari objek yang diamati. Misalnya dalam mata pelajran
sejarah kegiatan merumuskan ini digunakan siswa untuk mengemukakan fakta dari materi yang
dipelajari, karena fakta merupakan kerangka berpikir dalam sejarah. Menurut Mestika Zed
(2003:51) fakta adalah tulang punggung bangunan pengetahuan sejarah. Dapat dicontohkan
dengan; Adipati Unus menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1513 M. Pernyataan atau
kalimat tersebut memang telah terjadi penyerangan Adipati Unus ke Malaka yang dikuasai oleh
Portugis pada tahun 1513 M atau adanya usaha Adipati Unus untuk menyerang Portugis pada
tahun 1513 M.
2.3.2

Menganalisis

Menganalisis adalah proses menelaah, mengupas, ulasan, atau menguraikan ke


dalam bagian-bagian yang lebih terperinci. Oleh sebab itu, pertanyaan mengapa (why) yang
dikemukakan dalam menganalisis suatu peristiwa sejarah. Dalam hal ini yang dianalisis adalah
sebab-akibat suatu peristiwa yang terjadi setelah merumuskan fakta.
2.3.3

Memecahkan Masalah
Memecahkan masalah adalah proses berpikir yang mengaplikasikan konsep
kepada beberapa pengertian baru. Tujuannya adalah agar siswa mampu memahami dan
menerapkan konsep-konsep dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. Dalam hal ini konsepkonsep digunakan dalam menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa sejarah.

2.3.4

Menyimpulkan
Menyimpulkan adalah proses berpikir yang memperdaya pengetahuan sedemikian
rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan baru. Menurut Mestika Zed
(2003:3) penarikan kesimpulan tujuannya adalah mencari atau menguji pengeahuan yang bersifat
umum yang disebut generalisasi (pernyataan yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep
dan berfungsi sebagai pembantu untuk berpikir dan mengerti) yang tidak harus terikat dengan
waktu dan tempat. Salah satu contohnya adalah: Keruntuhan Kerajaan Majapahit adalah alasanalasan yang serupa yang telah menghancurkan kerajaan-kerajaan lainnya, terutama karena
lemahnya kepemimpinan raja dan perpecahan yang terjadi dalam lingkungan kerajaan.

2.3.5

Mengevaluasi
Mengevaluasi adalah proses penilaian objek yang diamati. Penilaian ini bisa
menjadi netral, positif, dan negatif atau gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi
biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Dalam
taksonomi belajar Bloom mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang tinggi. Pada
tahap siswa dituntut agar mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai
sebuah fakta atau konsep.
Pendekatan belajar yang diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap
materi yang dipelajari dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam
berpikir (perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan
merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi perkembangan

kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi dan dievaluasi pada diri
siswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan termasuk kemampuan berpikir kritis.
Salah satu komponen berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah
keterampilan intelektual. Keterampilan intelektual merupakan seperangkat keterampilan yang
mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis keterampilan dapat
dimasukkan sebagai keterampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada
pogram pengajaran. Keterampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan baik sebagai
kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam menentukan proses
pengajaran.
Bloom mengelompokkan keterampilan intelektual dari ketrampilan yang
sederhana sampai yang kompleks antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Keterampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada
taksonomi Bloom merupakan keterampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher Order
Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil lokakarya American
Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen keterampilan intelektual yang
diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation, analysis, evaluation, inference,
explanation, dan self regulation (Duldt-Battey BW, 1997).
Masing-masing komponen tersebut merupakan kompetensi yang perlu disusun
dan disepakati oleh para pendidik tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan
oleh siswa pada tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan.

III.
3.1 Kesimpulan

PENUTUP

Berpikir kritis (critical thinking) adalah proses mental untuk menganalisis atau
mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman,
akal sehat atau komunikasi. R. Matindas (1996:71) menyatakan bahwa: "Berpikir kritis adalah
aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya
evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan kebenaran
pernyataan yang bersangkutan".
Strategi pengembangan berfikir kritis terhadap siswa, secara umum pembelajaran IPS
harus mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah satunya berpikir kritis. Namun, dalam
materi sejarah strategi pembelajaran berpikir kritis ini dapat dilakukan melalui sajian sejumlah
fakta yang didapat dari bacaan atau sumber lainnya. Anak didik dilatih menginterpretasikan
untuk membangun suatu struktur proses perubahaan peristiwa. Dalam hal ini secara langsung
telah dilatih anak didik memahami bahwa suatu peristiwa memiliki proses perubahan. Ini salah
satu ciri khas yang tidak diperoleh anak didik melalui pembelajaran lainnya.
Penerapan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah dimulai darin kegiatan berpikir
kritis yang terdiri dari merumuskan, menganalisis, memecahkan masalah, menyimpulkan dan
mengevaluasi.
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan, umumnya bagi khalayak umum yang sudah membaca
makalah ini, diharapkan dapat mengetahui konsep dasar berfikir kritis, strategi mengembangkan
berfikir kritis terhadap siswa, dan mengetahui penerapan berfikir kritis dalam pembelajaran
sejarah, sehingga dengan mengkaji hal tersebut diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan dan memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan dengan mengembangkan
dan menerapkan cara berfikir kritis dalam proses belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA
G
unawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy Petunjuk Praktis untuk Menerapkan
Accelarated Learning. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Juha, Mervat Amin. 2010. Thinking Skills Critical Thinking- 2 Chapter. Zaid .IQ.
Potter, Mary Lane .2010. From Search to Research:Developing Critical Thinking Through Web
Research Skills 2010 Microsoft Corporation.
Rahmat. 2010. Pengukuran Ketrampilan Berpikir Kritis. (Online).
Ruland, Judith P. 2003. Critical Thinking Standards University of Central Florida. Faculty
Centre.
Zamroni & Mahfudz .2009.Panduan Teknis Pembelajaran Yang Mengembang-kan Critical
Thinking. Jakarta. Depdiknas.
Diposkan oleh Intan Zaki di 22.07
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
1 komentar:

BAB II
LANDASAN TEORI

1. A.

METODE PEMECAHAN MASALAH

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1980) (dalam Abimanyu, dkk 2008) metode mengandung arti
cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan), cara
kerja konsisten untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan. Sejalan dengan pengertia tersebut Joni (1993) (dalam Abimanyu, dkk. 2008)
mengartikan metode sebagai cara kerja yang bersifat relative umum yang sesuai untuk mencapai
tujuan tertentu. Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai cara/jalan melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

1. Pengertian Metode Problem Solving


Munurut Polya (dalam Hudojo, 2003:150), terdapat dua macam masalah :
1)
Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk
teka-teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut, kemudian mencoba untuk mendapatkan,
menghasilkan atau mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat dipergunakan untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
2)
Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pertanyaan itu
benar atau salah atau tidak kedua-duanya.Kita harus menjawab pertanyaan : Apakah pernyataan
itu benar atau salah ?. Bagian utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari
suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.

Penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha-usaha untuk
menyelesaikannya sampai memperoleh penyelesaian. Sedangkan pengajaran penyelesaian
masalah merupakan tindakan guru dalam mendorong siswa agar menerima tantangan dari
pertanyaan bersifat menantang, dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan pertanyaan
tersebut (sukoriyanto,2001:103).

Fungsi guru dalam pembelajaran adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan
membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Masalah yang diberikan harus masalah yang
pemecahannya terjangkau oleh kemampuan berpikir siswa. Karena masalah yang diluar
jangkauan kemampuan berpikir siswa justru dapat menurunkan tingkat motivasi belajar mereka.
1. Tujuan Pembelajaran Problem Solving
Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai. Tujuan
dari pembelajaran problem solving adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Hudojo
(2003:155), yaitu sebagai berikut.

1)
Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya
dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
2)

Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.

3)

Potensi intelektual siswa meningkat.

4)
Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan
penemuan.

1. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Solving


Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh guru di dalam memberikan pembelajaran
problem solving yaitu sebagai berikut.
1)

Menyajikan masalah dalam bentuk umum.

2)

Menyajikan kembali masalah dalam bentuk operasional.

3)

Menentukan strategi penyelesaian.

4)

Menyelesaikan masalah.

Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya (dalam Hudojo, 2003:162), menjelaskan bahwa
langkah-langkah yang diikuti dalam penyelesaian problem solving yaitu sebagai berikut.
1)

Pemahaman terhadap masalah.

2)

Perencanaan penyelesaian masalah.

3)

Melaksanakan perencanaan.

4)

Melihat kembali penyelesaian.

Hidayati, dkk. (2008) berpendapat ada dua pendekatan dalam pemecahan masalah yaitu:
1) Menciptakan lingkungan yang merangsang sehingga siswa memperoleh motivasi yang kuat
untuk menjawab permasalahan kemudian menemukan jawaban yang memadai dengan
bimbingan guru yang kompeten.
2) Menghadapkan siswa kepada masalah-masalah untuk kemudian mencari pemecahannya.

Semua metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya tersendiri, begitu juga dengan metode
problem solving. Metode ini memiliki kelbihan dan kekurangannya, adapun kelebihan dan
kekurangannya adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan metode pemecahan masalah menurut Hidayati, dkk. (2008) adalah:
1)

Siswa memiliki keterampilan memecahkan masalah;

2)
Merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif, rasional, logis, dan
menyeluruh;
3)

Pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja;

4)

Menimbulkan keberanian pada diri siswa untuk mengemukakan pendapat dan ide-idenya.
1. Kelemahan metode pemecahan masalah (Hidayati, dkk. 2008) adalah:

1)
Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa
itu tidak mudah;
2)
Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari
guru menjadi belajar yang banyak berpikir untuk memecahkan permasalahan secara individu
maupun kelompok yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar merupakan
tantangan atau bahkan kesulitan bagi siswa;
3)

Proses pembelajaran memerlukan waktu yang lama;

4)

Kurang sistematis apabila metode ini diterapkan untuk menyampaikan bahan baru;

Dalam penerapan metode pemecahan masalah menurut Johnson dan Jhonson (Hidayati, dkk.
2008) adalah sebagai berikut:
1. Difinisi masalah, untuk perumusan masalah dianjurkan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut (1) Semua pernyataan ditulis di papan tulis, (2) rumuskan kembali setiap
pernyataan tersebut sehingga mendapat gambaran yang ideal dan actual.
2. Diagnosa masalah, dalam langkah ini akan dibahas tentang penyebab timbulnya masalah
dan akibat lebih lanjut apabila masalah tersebut tidak diatasi.
3.

Merumuskan alternative dan rencana pemecahan.

4. Penerapan dan penetapan suatu strategi, setelah berbagai alternative pemecahan masalah
diperoleh, maka langkah berikutnya adalah memilih alternative yang sesuai dengan

masalah, memilih alternative yang memiliki banyak factor pendukung dan sedikit factor
penghambatnya serta meninjau keuntungan atau efek samping terhadap setiap alternative.
5. Evaluasi keberhasilan strategi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Strategi
Pengertian strategi memiliki beberapa pengertian, seperti yang disebutkan oleh
Christensen. Menurutnya, pengertian strategi dapat ditinjau dari beberapa segi di antaranya, dari
segi milliter, politik, dan ekonomi. Dari segi militer, strategi adalah penempatan satuan-satuan
atau kekuatan-kekuatan tentara di medan perang unutk mengalahkan musuh. Dari segi politik,
strategi adalah penggunaan sumber-sumber nasional untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan
sari segi ekonomi, strategi adalah alokasi sumber-sumber yang sifatnya jarang atau terbatas.
Sedangkan dilihat secara etimologis kata strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu
stratogos atau strategis yang berarti jendral. Strategi berarti seni para jendral maka, strategi kalau
diartikan dari sudut milliter adalah cara menempatkan pasukan atau menuyusun kekuatan tentara
di medan perang agar musuh dapat dikalahkan.
Pengertian strategi ini ternyata belum ada kesatuan difinisi yang dapat diterima oleh
berbagai pihak. Karena ada beberapa pakar ahli yang memberikan difinisi yang berbeda

1.

walaupun tujuannya adalah sama. Berikut ini adalah pengertian strategi menurut beberapa ahli :
Menurut Ansoff, strategi adalah aturan unutk pembuatan keputusan dan penentuan garis

pedoman. Strategi juga disebut konsep bisnis perusahaan.


2. Menurut Uyterhoeven, strategi corporate adalah usaha pencapaian tujuan dengan memberikan
arah dan keterikatan perusahaan.

3. Menurut Newman dan Logan, strategi master adalah perencanaan yang melihat ke depan yang
dipadukan dalam konsep dasar atau misi perusahaan.
4. Menurut Christensen, strategi adalah pola-pola berbagai tujuan serta kebijaksanaan dasar
rencana-rencana unutk mencapai tujuan tersebut, dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas
usaha apa yang sedang dan akan dilaksanakan oleh perusahaan, demikian juga sifat perusahaan
baik sekarang maupun di masa yang akan datang.
5. Menurut Chandler, strategi adalah penentuan dasar goals jangka panjang dan tujuan perusahaan
serta pemakaian cara-cara bertindak san alokasi sumber-sumber yang diperlukan unutk mencapai
tujuan.
6. Menurut Glueck, strategi adalah satu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu yang
menghubungkan kekuatan strategi perusahaan dengan lingkungan yang dihadapinya,
kesemuanya menjamin agar tujuan perusahaan tercapai.
Dari berbagai macam difinisi strategi perusahaan di atas, dapat ditarik beberapa
1.

kesimpulan pokok sebagai berikut :


Strategi perusahaan adalah satu kesatuan rencana perusahaan yang komprehensif dan terpadu

yang diperlukan unutk mencapai tujuan perusahaan.


2. Dalam menyusun strategi perlu dihubungkan dengan lingkungan perusahaan, karena lingkungan
menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan, sehingga dapat disusun kekuatan strategi
perusahaan.
3. Dalam pencapaian tujuan perusahaan terdapat berbagai alternatif strategi yang perlu
4.

dipertimbangkan dan harus dipilih.


Strategi yang dipilih akan diimplementasikan oleh perusahaan dan akhirnya memerlukan
evaluasi terhadap strategi tersebut.

Persegi Panjang
Definisi Persegi Panjang

Persegi panjang adalah bangun datar yang mempunyai empat rusuk. Rusuk-rusuknya yang saling
berhadapan sama panjang. Persegi panjang mempunyai empat titik sudut dan masing-masing
sudutnya adalah siku-siku.
Persegi panjang mempunyai 2 pasang rusuk yang sama panjang, rusuk yang lebih panjang sebut
panjang, dan yang lebih pendek disebut lebar
Keliling Persegi Panjang
Keliling persegi panjang adalah jumlah dari seluruh rusuk-rusuknya. 2 buah rusukpanjang dan 2
buah rusuk lebar..
Keliling Persegi Panjang = p+p+l+l
= 2p + 2l
= 2 (p+l)
Jadi, keliling persegi panjang = 2 (p + l)
Luas Persegi Panjang
Luas persegi panjang adalah areal atau bidang yang ada di dalam bangun persegi panjang.
Sebenarnya sama saja pada intinya dengan persegi, namun karena panjang rusuk-rusuknya ada
yang berbeda maka diganti dengan panjang dan lebar.
Luas persegi panjang = panjang x lebar

Anda mungkin juga menyukai