TRAUMA ABDOMEN
Disusun oleh :
Siti Fauziah (1113103000062)
Pembimbing :
Dr. Eka Swabhawa Uttama, SpB
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah ke hadirat Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya
dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, Oleh karenanya,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL.............................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi organ-organ di rongga abdomen........................................
2.2 Trauma Abdomen .............................................................................
2.2.1 Epidemiologi...........................................................................
2.2.2 Klafisikasi...............................................................................
2.2.4 Manifestasi Klinis...................................................................
2.2.5 Penegakkan Diagnosis.............................................................
2.2.6 Rencana Tata Laksana.............................................................
2.2.7 Komplikasi..............................................................................
2.2.8 Prognosis.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Didalam rongga abdomen, terdapat berbagai organ dan saluran dari beberapa
sistem, termasuk diantaranya sistem pencernaan, dan urogenital. Sistem pencernaan
terdiri dari saluran cerna atau traktus digestivus, dan organ pencernaan tambahan
termasuk kelenjar liur, pancreas, dan sistem empedu (hati dan kandung empedu).
Saluran cerna meliputi mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, usus besar dan
anus. Meskipun berada dalam satu saluran yang berhubungan, masing-masing saluran
tersebut dianggap sebagai entitas yang terpisah karena adanya modifikasi regional,
yang memungkinkan masing-masing saluran tersebut dalam menjalankan aktivitas
yang spesifik. 4
Struktur umum dari dinding saluran pencernaan adalah sama antara lambung
dan usus, meskipun terdapat beberapa variasi pada masing-masing segmen untuk
mendukung fungsinya masing-masing. Dinding saluran pencernaan terdiri dari 4
lapisan : (1) mukosa, lapisan paling dalam yang menghadap langsung ke lumen (2)
submukosa (3) lapisan otot polos atau muskularis, dan (4) jaringan ikat serosa. 4
(Sumber :Gray’s Anatomy for Students. 2007)
2.2.2 Klasifikasi
Trauma pada abdomen dapat berupa trauma tumpul, dan trauma tembus
(trauma tajam dan trauma tembak).
1. Trauma tumpul
Selain itu, trauma tumpul juga dapat terjadi akibat ledakan, jatuh dari
ketinggian, akibat dari perkelahian dan berbagai mekanisme cedera lainnya.
2. Trauma Tembus
Pada pasien dengan trauma tajam perlu diketahui jenis senjata atau
benda yang digunakan, seberapa jauh jarak pasien dengan pelaku saat
kejadian dan bagaimana posisi pasien saat kejadian terhadap pelaku/ senjata
yang terkait. Jumlah dan letak tikaman atau tembakan juga penting untuk
diketahui.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, kesadaran
serta tanda-tanda vital. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan
infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. 2
Pada pasien sadar tanpa cedera luar yang terlihat, gejala yang paling
terlihat dari trauma tumpul abdomen adalah nyeri dan peritoneal findings.
Pada 90% kasus, pasien dengan cedera visceral datang dengan nyeri lokal atau
nyeri general. Tanda-tanda ini bukan merupakan tanda yang spesifik, karena
dapat pula ditemukan pada isolated thoracoabdominal wall constitution atau
pada fraktur costa bawah. 7
Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi cedera
intraperitoneal, keakuratan pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma
tumpul abdomen hanya berkisar antara 55–65%. Tidak adanya tanda dan
gejala yang ditemukan dalam pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan adanya
cedera yang serius, sehingga diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik lagi
untuk menghindarkan missed injury.2,3
1. Inspeksi
Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian.
Perut depan dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, secara
umum harus diperiksa apakah ada goresan, robekan, ekimosis, luka tembus,
benda asing yang tertancap, keluarnya omentum atau usus kecil, dan status
hamil. Pada trauma tumpul abdomen, dapat ditemukan beberapa tanda,
diantaranya;2
Seat belt sign, dengan tanda konstitusi atau abrasi pada abdomen
bagian bawah, biasanya sangat berhubungan dengan cedera
intraperitoneal.
Distensi abdominal, yang biasanya berhubungan dengan
pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus sebagai akibat dari iritasi
peritoneal merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Kebiruan pada region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner
sign) menandakan adanya perdarahan retroperitoneal yang melibatkan
pankreas, ginjal, atau fraktur pelvis.
Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya
perdarahan peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas,
akan tetapi tanda-tanda ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam
atau hari.
Fraktur costae yang melibatkan dada bagian bawah, biasanya
berhubungan dengan cedera lien atau liver.
Pada pasien dengan luka tajam, perlu dievaluasi terhadap luka tusuk
harus meliputi inspeksi visual menyeluruh, untuk memastikan bahwa tidak ada
luka tusuk tambahan atau luka lain akibat dari korban yang terjatuh, atau
mencoba melawan. Pada inspeksi trauma tajam, mungkin ditemukan luka
masuk tapi belum tentu ada luka keluar. Hal ini juga berlaku pada luka
tembak..
2. Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak.
Penurunan suara usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena
perdarahan atau ruptur organ berongga. Cedera pada struktur berdekatan
seperti tulang iga, tulang belakang atau tulang panggul juga dapat
mengakibatkan ileus meskipun tidak ada cedera intraabdominal, sehingga tidak
adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera intrabdominal. Adanya suara
usus pada thorax menandakan adanya cedera pada diafragma.2,6
3. Perkusi
Manuver perkusi menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat
menunjukkan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat
menunjukkan adanya bunyi timpani di kuadran atas akibat dari dilatasi
lambung akut atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum.6
4. Palpasi
Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan apakah didapati nyeri serta
menentukan lokasi nyeri tekan superficial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas
tekan. Nyeri lepas tekan menandakan adanya peritonitis yang timbul akibat
adanya darah atau isi usus. Adanya defans muskuler (involuntary guarding)
mengindikasikan adanya iritasi peritoneum atau peritonitis. Hal ini harus
dibedakan dengan kecenderungan untuk mengeraskan dinding abdomen
(voluntary guarding) karena dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen.2,3
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya trauma yaitu dengan
pemeriksaan laboratorium dan pencitraan.
1. Laboratorium
Sebenarnya, tidak ada satupun test laboratorium yang secara
pasti dapat menentukan adanya trauma intra abdomen. Namun,
pemeriksaan laboratorium tertentu dapat meningkatkan kemungkinan
terjadi nya trauma. Misalnya;
Penurunan nilai hemoglobin dapat terjadi akibat adanya
perdarahan
Peningkatan leukosit sering terjadi segera setelah terjadi
trauma, atau dapat menandakan mulai terjadinya sepsis.
Analisa gas darah merupakan hal yang penting dinilai selain
untuk mengetahui status respirasi juga dapat menilai status
hipoperfusi.
Peningkatan hasil test fungsi hati dapat menggambarkan
adanya trauma liver, sementara peningkatan amilase dapat
menggambarkan adanya trauma pancreas.
Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan alkohol
darah dan toksikologi.
Urinalisa; adanya haematuria mikroskopik/makroskopik
setelah terjadi trauma tumpul harus dicurigai trauma taktur
urinarius
2. Pencitraan/ Imaging
a. USG (FAST)
USG (FAST) sering digunakan untuk mengevaluasi trauma
tumpul abdomen. Tujuan dari evaluasi menggunakan USG adalah
untuk melihat adanya cairan bebas pada rongga intraperitoneal dan
untuk mengevaluasi organ-organ intraabdominal. 3
Keuntungan utama dari penggunaan USG pada unit gawat
darurat adalah mesinnya yang portable dapat digunakan di area
resusitasi pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil tanpa
menunda proses resusitasi. Keuntungan lain dari USG bersifat non-
invasif, tidak menggunakan radiasi, mudah dikerjakan dan biaya
tidak mahal . Sensitifitas USG berkisar antara 85% sampai 99% dan
spesifitasnya dari 97% sampai 100%.3
Kekurangan utama dari USG adalah bahwa pemeriksaan ini
bersifat user-dependent. Penggunaan USG menjadi lebih sulit apabila
pasien nya obesitas. Sensitivitas nya juga akan berkurang apabila
cairan bebas kurang dari 500cc.
b. Foto Rontgen
Foto rontgen yang paling sering digunakan untuk mendeteksi
adanya trauma abdomen adalah foto lateral, thorax dan pelvis. Foto
rontgen thorax dapat menunjukan adanya udara bebas pada
intraperitoneal atau ruptur diafragma. Foto Pelvis digunakan untuk
mendeteksi adanya perdarahan retroperitoneal. Pada trauma tumpul
abdomen, rontgen abdomen tidak menjadi pilihan karena sulit untuk
mendeteksi adanya kerusakan organ. Sehingga CT dijadikan pilihan.
Sementara itu, pada trauma tembus, pemeriksaan rontgen abdomen
dapat digunakan untuk memprediksi arah kerusakan yang
ditimbulkan dari trauma tembus tersebut. 2,6
Foto polos juga berguna untuk menilai adanya
pneumoperitoneum, konten abdomen di dada (hemidiafragma ruptur)
atau fraktur iga bawah, yang keseluruhannya menimbulkan
kecurigaan adanya trauma hepar dan limpa.3
c. CT Scan
CT merupakan metode yang sering digunakan untuk
mengevaluasi pasien stabil dengan trauma abdomen. Keakuratan CT
berkisar antara 92-98% dengan kemungkinan positif palsu dan
negative palsu yang rendah.
Area retroperitoneum paling baik dievaluasi dengan CT Scan.
CT juga dapat digunakan untuk mengevaluasi trauma organ padat,
dan pada pasien stabil dengan hasil USG positif, wajib untuk
dilakukan penilaian derajat trauma organ dan ekstravasasi kontras.
Apabila tampak ekstravasasi kontras, meskipun hanya trauma minor
hepar dan limpa, maka laparotomi eksplorasi atau angiografi dan
embolisasi perlu dilakukan. 2
Kerugian dari pemeriksaan CT adalah kebutuhan transportasi
pasien ke ruang radiologi. Selain itu, pemeriksaan CT cenderung lebih
mahal dibanding tes lain, dan tidak bisa dikerjakan apabila pasien
alergi dengan kontras (pada CT dengan kontras). 3
Kerugian lain dari penggunaan CT adalah ketidakmampuannya
untuk mendiagnosis trauma hollow viscus. Namun, seiring
berkembangnya teknologi, diagnosis terhadap trauma mesenteric dan
hollow viscus dengan CT mulai dapat difasilitasi. Rekonstruksi dua
atau tiga dimensi dapat membantu untuk mengindentifikasi penebalan
usus, udara bebas pada proksimal area trauma dan cairan bebas pada
mesenteric. 3
2. Pasien stabil
2.2. Anamnesis
Diambil secara : Autoanamnesis
Tanggal : Selasa, 14 November 2017
Jam : 17.18 WIB
Tempat : Ruang Perawatan RS Setya Mitra
a. Keluhan Utama
Nyeri dada kiri sejak 1 hari SMRS
e. Riwayat Sosial
Alergi makanan dan obat disangkal. Riwayat merokok ada,namun sudah
berhenti.
2.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5
Tanda vital
Status generalis
Kulit : Warna sawo matang, turgor baik
Kepala : Normochepali, jejas (-)
Rambut : Warna hitam, distribusi merata
Wajah : Simetris
Mata : Pupil bulat isokor. konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, sekret -/-
Hidung : sekret -/-, hiperemis -/-
Leher : trakea lurus di tengah, KGB tidak membesar
Thoraks : Terdapat luka post pasang selang terbalut verban, rembesan(-)
Paru : Suara napas vesikuler di kedua lapang paru, rhonkii -/-,
wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : status lokalis
Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT <3 detik, edema -/-
Status Lokalis
Abdomen : Inspeksi : Tampak buncit, distensi abdomen (+) Darm
countur (-), Darm steifung (-), Seat Belt
sign(-), Grey Turner sign (-), Cullen sign (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) di seluruh lapang abdomen
Palpasi : Distensi (+), nyeri tekan (-), teraba massa (-),
defans muscular (-)
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 05/11/2017
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hb 12.1 g/dL 13.2-18
Hematokrit 35 % 40-52
Leukosit 11.1 ribu/ul 5.0-10.0
Trombosit 140 ribu/Ul 150-400
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Ureum 46 Mg/dl 20-40
ELEKTROLIT
Natrium 140 Mmol/l 135-147
Kalium 4.4 Mmol/l 3.10-5.10
Klorida 100 Mmol/l 95-108
Golongan darah A/rhesus (+)
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 60 U/l 0-34
DIABETES
Glukosa darah sewaktu 290 Mg/dl 70-140
HITUNG JENIS
Basofil - 0-1
Eosinophil 2 2-4
Batang 8 1-5
Segment 78 50-70
Limfosit 10 25-40
Monosit 2 2-8
LED 70 0-10
Kesan :
Cairan bebas intraabdomen sangat mungkin perdarahan ec sugestif
kontusio/lacerasi lien dan kontusio ginjal kiri
Organ-organ intra abdomen lainnya intak
Efusi pleura kanan
Foto Rontgen thorax (05/11/2017)
Interpretasi
- Jantung normal, aorta elongasi
- Paru, corakan normal, tak tampak infiltrat/nodul
- Sinus, diafragma dan pleura normal
- Tak tampak pneumothorax maupun efusi pleura
- Mediastinum superior tidak melebar, trakea di tengah
- Tampak fraktur costae 3,4 posterior kiri
- Jaringan lunak baik
- Kesan :
Fraktur costae 3,4 posterior sinistra
Tak tampak pneumothorax
Jantung dalam batas normal dengan elongasi aorta
2.8. Penatalaksanaan
Rawat bersama dengan orthopaedi dan penyakit dalam
Non medikamentosa
-Tirah Baring
-Pasang kateter
-Pasang NGT
-Observasi KU dan tanda vital
-Observasi urine output/jam
-Pasang WSD
Medika mentosa
-IVFD Ringer Laktat 500cc/12jam
-Ketorolac drip 2 amp/24jam
-Omeprazol 2x40mg IV
-Ondansetron 2x 8mg IV
-Ceftriaxone 2x1gr IV
-Metronidazole 1x1,5 gr IV
2.9 PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanactiom : Bonam
BAB V
ANALISIS MASALAH