Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS

TRAUMA ABDOMEN

Disusun oleh :
Siti Fauziah (1113103000062)

Pembimbing :
Dr. Eka Swabhawa Uttama, SpB

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA, 2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah ke hadirat Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya
dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.

Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengajar di SMF Bedah


khususnya kepada dr. Eka Swabhawa Uttama, SpB atas bimbingannya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, Oleh karenanya,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL.............................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi organ-organ di rongga abdomen........................................
2.2 Trauma Abdomen .............................................................................
2.2.1 Epidemiologi...........................................................................
2.2.2 Klafisikasi...............................................................................
2.2.4 Manifestasi Klinis...................................................................
2.2.5 Penegakkan Diagnosis.............................................................
2.2.6 Rencana Tata Laksana.............................................................
2.2.7 Komplikasi..............................................................................
2.2.8 Prognosis.................................................................................

BAB III : KASUS..............................................................................................


BAB IV : PENGKAJIAN MASALAH............................................................39
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................41

BAB I
PENDAHULUAN

Trauma merupakan penyebab kematian nomer 4 pada populasi umum, dan


tujuh sampai sepuluh persen merupakan pasien dengan trauma abdomen. 1

Bersadarkan mekanismenya, trauma abdomen dibagi menjadi 2; trauma


tumpul dan trauma tembus. Trauma pada abdomen dapat berupa trauma tumpul,
misalnya pada kecelakaan antar keadaan bermotor, yang menyebabkan adanya
trauma pada organ-organ didalam rongga abdomen. Sementara, trauma tajam dapat
berupa trauma tajam atau trauma tembak. Keduanya menyebabkan terpisahnya
kontinuitas jaringan di sepanjang jaringan yang dilalui oleh objek penetrasi (pisau,
pistol dan lain-lain). 2

Dalam menegakkan diagnosis trauma abdomen, perlu dilakukan assesmen


yang komprehensif meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis, diperlukan informasi mengenai mekanisme cedera secara
detail, untuk kemudian dapat memperkirakan organ yang terkena dan kemungkinan
keparahan penyakit, terutama pada kasus trauma tumpul abdomen.2,3

Komplikasi yang mungkin timbul dari adanya trauma abdomen bergantung


pada derajat keparahan trauma. Pada kondisi tertentu dapat menyebabkan kematian
dalam waktu yang cukup singkat sejak terjadinya trauma. Oleh karena itu, penting
untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap trauma abdomen yang tepat dan sesuai
dengan kompetensi agar dapat memberikan pertolongan yang terbaik kepada pasien
dengan trauma abdomen.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi organ-organ abdomen

Didalam rongga abdomen, terdapat berbagai organ dan saluran dari beberapa
sistem, termasuk diantaranya sistem pencernaan, dan urogenital. Sistem pencernaan
terdiri dari saluran cerna atau traktus digestivus, dan organ pencernaan tambahan
termasuk kelenjar liur, pancreas, dan sistem empedu (hati dan kandung empedu).
Saluran cerna meliputi mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, usus besar dan
anus. Meskipun berada dalam satu saluran yang berhubungan, masing-masing saluran
tersebut dianggap sebagai entitas yang terpisah karena adanya modifikasi regional,
yang memungkinkan masing-masing saluran tersebut dalam menjalankan aktivitas
yang spesifik. 4

Struktur umum dari dinding saluran pencernaan adalah sama antara lambung
dan usus, meskipun terdapat beberapa variasi pada masing-masing segmen untuk
mendukung fungsinya masing-masing. Dinding saluran pencernaan terdiri dari 4
lapisan : (1) mukosa, lapisan paling dalam yang menghadap langsung ke lumen (2)
submukosa (3) lapisan otot polos atau muskularis, dan (4) jaringan ikat serosa. 4
(Sumber :Gray’s Anatomy for Students. 2007)

(Sumber :Gray’s Anatomy for Students. 2007)


Organ-organ intraabdominal (Sumber :Gray’s Anatomy for Students. 2007)

(Sumber :Gray’s Anatomy for Students. 2007)


2.2 Trauma Abdomen
2.2.1 Epidemiologi
Trauma merupakan penyebab kematian nomer 4 pada populasi umum,
dan tujuh sampai sepuluh persen merupakan pasien dengan trauma abdomen. 1

2.2.2 Klasifikasi

Trauma pada abdomen dapat berupa trauma tumpul, dan trauma tembus
(trauma tajam dan trauma tembak).

1. Trauma tumpul

Merupakan trauma yang timbul akibat rudapaksa tumpul. Trauma


tumpul dapat berupa crush injury, shearing injury, atau burst injury. Kesulitan
yang sering ditemukan pada trauma tumpul abdomen adalah sulit menentukan
organ yang bermasalah.

Trauma tumpul dapat terjadi misalnya pada pengendara atau car


occupant, dimana bentuk trauma ini adalah yang paling banyak di sebagian
besar negara. Yang paling umum adalah kecelakaan antar kendaraan bermotor
(mobil menabrak mobil atau motor, mobil menabrak objek seperti pohon, dan
lain-lain, atau mobil menabrak pejalan kaki. 2,3

Selain itu, trauma tumpul juga dapat terjadi akibat ledakan, jatuh dari
ketinggian, akibat dari perkelahian dan berbagai mekanisme cedera lainnya.

2. Trauma Tembus

Trauma tembus meliputi trauma yang disebabkan oleh senjata tajam,


atau senjata api. Trauma tembus juga dikategorikan berdasarkan level energi
terhadap sumber trauma. (1) low-energy transfer (pisau, atau luka tusuk
lainnya) (2) medium- to high-energy transfer (pistol atau senapan). Berbeda
dengan medium to high-energy transfer, pada low energy transfer, trauma
akibat benda tajam umumnya hanya menyebabkan kerusakan sekunder yang
sedikit. Dengan tatalaksana yang tepat, umumnya pasien dengan luka tusuk
memiliki prognosis yang baik kecuali terjadi perdarahan hebat akibat dari
terkenanya arteri besar atau terjadi tamponade kardiak. 2

2.2.3 Penegakkan diagnosis Trauma abdomen


1. Anamnesis

Dalam melakukan anamnesis pasien dengan trauma abdomen, penting


untuk diketahui riwayat kejadian trauma secara detail untuk memperkirakan
organ yang terkena dan derajat trauma yang diderita oleh pasien. Sifat, letak
dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga
muntah, kelainan defekasi dan buang air kecil. Umumnya pada kondisi gawat
darurat, penggalian informasi menjadi sulit ketika pasien berada dalam
keadaan tidak sadar atau tidak adanya korban saat kejadian. Riwayat
“AMPLE” (Allergies, Medication, Past illnesses, Last meal, Events and
environment) menurut protocol ATLS adalah yang utama untuk dinilai. 6

Pada pasien dengan trauma tumpul, perlu diketahui detail mekanisme


cedera seperti ketinggian serta posisi tubuh saat terjadi trauma merupakan
infomasi yang penting untuk digali. Pada kasus kecelakaan, penting untuk
diketahui faktor yang mempengaruhi keparahan trauma yaitu ukuran mobil,
posisi pengendara/penumpang didalam mobil, terkait dengan benda yang
mungkin terkena dengan penumpang, penggunaan sabuk pengaman,
keberadaan airbag, dan tipe kecelakaan.2,3

Pada pasien dengan trauma tajam perlu diketahui jenis senjata atau
benda yang digunakan, seberapa jauh jarak pasien dengan pelaku saat
kejadian dan bagaimana posisi pasien saat kejadian terhadap pelaku/ senjata
yang terkait. Jumlah dan letak tikaman atau tembakan juga penting untuk
diketahui.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, kesadaran
serta tanda-tanda vital. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan
infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. 2
Pada pasien sadar tanpa cedera luar yang terlihat, gejala yang paling
terlihat dari trauma tumpul abdomen adalah nyeri dan peritoneal findings.
Pada 90% kasus, pasien dengan cedera visceral datang dengan nyeri lokal atau
nyeri general. Tanda-tanda ini bukan merupakan tanda yang spesifik, karena
dapat pula ditemukan pada isolated thoracoabdominal wall constitution atau
pada fraktur costa bawah. 7
Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi cedera
intraperitoneal, keakuratan pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma
tumpul abdomen hanya berkisar antara 55–65%. Tidak adanya tanda dan
gejala yang ditemukan dalam pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan adanya
cedera yang serius, sehingga diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik lagi
untuk menghindarkan missed injury.2,3

Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus


dilakukan secara teliti dan sistematis,meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi,
dan perkusi.

1. Inspeksi
Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian.
Perut depan dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, secara
umum harus diperiksa apakah ada goresan, robekan, ekimosis, luka tembus,
benda asing yang tertancap, keluarnya omentum atau usus kecil, dan status
hamil. Pada trauma tumpul abdomen, dapat ditemukan beberapa tanda,
diantaranya;2
 Seat belt sign, dengan tanda konstitusi atau abrasi pada abdomen
bagian bawah, biasanya sangat berhubungan dengan cedera
intraperitoneal.
 Distensi abdominal, yang biasanya berhubungan dengan
pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus sebagai akibat dari iritasi
peritoneal merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
 Kebiruan pada region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner
sign) menandakan adanya perdarahan retroperitoneal yang melibatkan
pankreas, ginjal, atau fraktur pelvis.
 Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya
perdarahan peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas,
akan tetapi tanda-tanda ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam
atau hari.
 Fraktur costae yang melibatkan dada bagian bawah, biasanya
berhubungan dengan cedera lien atau liver.

Pada pasien dengan luka tajam, perlu dievaluasi terhadap luka tusuk
harus meliputi inspeksi visual menyeluruh, untuk memastikan bahwa tidak ada
luka tusuk tambahan atau luka lain akibat dari korban yang terjatuh, atau
mencoba melawan. Pada inspeksi trauma tajam, mungkin ditemukan luka
masuk tapi belum tentu ada luka keluar. Hal ini juga berlaku pada luka
tembak..

2. Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak.
Penurunan suara usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena
perdarahan atau ruptur organ berongga. Cedera pada struktur berdekatan
seperti tulang iga, tulang belakang atau tulang panggul juga dapat
mengakibatkan ileus meskipun tidak ada cedera intraabdominal, sehingga tidak
adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera intrabdominal. Adanya suara
usus pada thorax menandakan adanya cedera pada diafragma.2,6
3. Perkusi
Manuver perkusi menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat
menunjukkan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat
menunjukkan adanya bunyi timpani di kuadran atas akibat dari dilatasi
lambung akut atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum.6

4. Palpasi
Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan apakah didapati nyeri serta
menentukan lokasi nyeri tekan superficial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas
tekan. Nyeri lepas tekan menandakan adanya peritonitis yang timbul akibat
adanya darah atau isi usus. Adanya defans muskuler (involuntary guarding)
mengindikasikan adanya iritasi peritoneum atau peritonitis. Hal ini harus
dibedakan dengan kecenderungan untuk mengeraskan dinding abdomen
(voluntary guarding) karena dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen.2,3

Pada trauma tumpul abdomen perlu juga disertai kecurigaan adanya


fraktur pelvis. Untuk menilai stabilitas pelvis, yaitu dengan cara menekankan
tangan pada tulang-tulang iliaka untuk membangkitkan gerakan abnormal atau
nyeri tulang yang menandakan adanya fraktur pelvis.

Pemeriksaan rectal jarang menunjukkan adanya darah atau


subcutaneous emphysema, tapi jika didapati, tanda tersebut berkaitan dengan
cedera abdomen. Evaluasi tonus rectal merupakan bagian yang sangat penting
untuk pasien dengan kecurigaan cedera spinal. Palpasi high-riding prostate
mengarahkan indikasi pada cedera uretra.3

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya trauma yaitu dengan
pemeriksaan laboratorium dan pencitraan.
1. Laboratorium
Sebenarnya, tidak ada satupun test laboratorium yang secara
pasti dapat menentukan adanya trauma intra abdomen. Namun,
pemeriksaan laboratorium tertentu dapat meningkatkan kemungkinan
terjadi nya trauma. Misalnya;
 Penurunan nilai hemoglobin dapat terjadi akibat adanya
perdarahan
 Peningkatan leukosit sering terjadi segera setelah terjadi
trauma, atau dapat menandakan mulai terjadinya sepsis.
 Analisa gas darah merupakan hal yang penting dinilai selain
untuk mengetahui status respirasi juga dapat menilai status
hipoperfusi.
 Peningkatan hasil test fungsi hati dapat menggambarkan
adanya trauma liver, sementara peningkatan amilase dapat
menggambarkan adanya trauma pancreas.
 Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan alkohol
darah dan toksikologi.
 Urinalisa; adanya haematuria mikroskopik/makroskopik
setelah terjadi trauma tumpul harus dicurigai trauma taktur
urinarius

2. Pencitraan/ Imaging
a. USG (FAST)
USG (FAST) sering digunakan untuk mengevaluasi trauma
tumpul abdomen. Tujuan dari evaluasi menggunakan USG adalah
untuk melihat adanya cairan bebas pada rongga intraperitoneal dan
untuk mengevaluasi organ-organ intraabdominal. 3
Keuntungan utama dari penggunaan USG pada unit gawat
darurat adalah mesinnya yang portable dapat digunakan di area
resusitasi pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil tanpa
menunda proses resusitasi. Keuntungan lain dari USG bersifat non-
invasif, tidak menggunakan radiasi, mudah dikerjakan dan biaya
tidak mahal . Sensitifitas USG berkisar antara 85% sampai 99% dan
spesifitasnya dari 97% sampai 100%.3
Kekurangan utama dari USG adalah bahwa pemeriksaan ini
bersifat user-dependent. Penggunaan USG menjadi lebih sulit apabila
pasien nya obesitas. Sensitivitas nya juga akan berkurang apabila
cairan bebas kurang dari 500cc.

b. Foto Rontgen
Foto rontgen yang paling sering digunakan untuk mendeteksi
adanya trauma abdomen adalah foto lateral, thorax dan pelvis. Foto
rontgen thorax dapat menunjukan adanya udara bebas pada
intraperitoneal atau ruptur diafragma. Foto Pelvis digunakan untuk
mendeteksi adanya perdarahan retroperitoneal. Pada trauma tumpul
abdomen, rontgen abdomen tidak menjadi pilihan karena sulit untuk
mendeteksi adanya kerusakan organ. Sehingga CT dijadikan pilihan.
Sementara itu, pada trauma tembus, pemeriksaan rontgen abdomen
dapat digunakan untuk memprediksi arah kerusakan yang
ditimbulkan dari trauma tembus tersebut. 2,6
Foto polos juga berguna untuk menilai adanya
pneumoperitoneum, konten abdomen di dada (hemidiafragma ruptur)
atau fraktur iga bawah, yang keseluruhannya menimbulkan
kecurigaan adanya trauma hepar dan limpa.3

c. CT Scan
CT merupakan metode yang sering digunakan untuk
mengevaluasi pasien stabil dengan trauma abdomen. Keakuratan CT
berkisar antara 92-98% dengan kemungkinan positif palsu dan
negative palsu yang rendah.
Area retroperitoneum paling baik dievaluasi dengan CT Scan.
CT juga dapat digunakan untuk mengevaluasi trauma organ padat,
dan pada pasien stabil dengan hasil USG positif, wajib untuk
dilakukan penilaian derajat trauma organ dan ekstravasasi kontras.
Apabila tampak ekstravasasi kontras, meskipun hanya trauma minor
hepar dan limpa, maka laparotomi eksplorasi atau angiografi dan
embolisasi perlu dilakukan. 2
Kerugian dari pemeriksaan CT adalah kebutuhan transportasi
pasien ke ruang radiologi. Selain itu, pemeriksaan CT cenderung lebih
mahal dibanding tes lain, dan tidak bisa dikerjakan apabila pasien
alergi dengan kontras (pada CT dengan kontras). 3
Kerugian lain dari penggunaan CT adalah ketidakmampuannya
untuk mendiagnosis trauma hollow viscus. Namun, seiring
berkembangnya teknologi, diagnosis terhadap trauma mesenteric dan
hollow viscus dengan CT mulai dapat difasilitasi. Rekonstruksi dua
atau tiga dimensi dapat membantu untuk mengindentifikasi penebalan
usus, udara bebas pada proksimal area trauma dan cairan bebas pada
mesenteric. 3

2.2.4 Manajemen dan Tatalaksana Pasien dengan Trauma Abdomen

Pada pasien dengan trauma abdomen, penting dilakukan primary


survey diikuti dengan secondary survey. Prioritas utama pada semua pasien
trauma adalah resusitasi, untuk memastikan jalan nafas yang adekuat,
pernafasan dan sirkulasi efektif. Volum dalam sirkulasi harus secara cepat
diganti dengan cairan kristaloid atau koloid sambil menunggu cross-matched
darah dan monitoring yang invasif perlu dipertimbangkan (kateter urin atau
CVC). Tatalaksana selanjutnya bergantung pada gambaran klinis yang dinilai
selama proses resusitasi berlangsung.

1. Pasien tidak stabil


Intervensi bedah merupakan hal esensial yang perlu dilakukan
ketika pasien syok dan tidak stabil dan apabila terdapat tanda akut
abdomen. Pasien dengan perdarahan abdomen yang masif biasanya
datang ke unit gawat darurat dalam keadaan hipotensi berat, distensi
abdomen dan blotchy lower limbs (karena kompresi vena iliaka). Pada
kondisi hipertensi berat, tekanan darah akan tetap <80mmHg
meskipun sudah dilakukan terapi pengganti cairan yang cepat.
Penyebabnya bisa karena vaskular besar (vena cava, aorta, arteri
iliaka) atau trauma organ (hati, limpa), atau bisa juga karena fraktur
pelvis. 8,9

2. Pasien stabil

Pada pasien stabil, dilakukan pemeriksaan dan assesmen klinis


untuk diagnostik, yang meliputi pemeriksaan laboratorium dan
pencitraan. Pemeriksaan pencitraan yang utama dapat dikerjakan yaitu
USG FAST, foto rontgen atau CT Scan. Pemeriksaan dengan
modalitas lainnya dapat menjadi data pendukung diagnosis.
Laparotomi tidak disarankan dikerjakan pada pasien yang
hemodinamik nya stabil dan tanpa adanya tanda peritonitis atau nyeri
abdomen yang sifatnya difus dan jauh dari lokasi cedera. 8,9
(
sumber : Clinical Surgery,2006)
BAB ?
ILUSTRASI KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. R
No RM : 00211867
Tanggal Lahir : 30 Agustus 1972
Usia : 45 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Komplek Brawijaya, Cipete
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia

2.2. Anamnesis
Diambil secara : Autoanamnesis
Tanggal : Selasa, 14 November 2017
Jam : 17.18 WIB
Tempat : Ruang Perawatan RS Setya Mitra

a. Keluhan Utama
Nyeri dada kiri sejak 1 hari SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS Setya Mitra pada tanggal ??? dengan
keluhan nyeri dada kiri sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan setelah pasien
mengalami kecelakaan motor 1 hari SMRS, yaitu tanggal ??. Pasien
mengalami kecelakaan tunggal akibat rantai motor yang terlepas, sehingga
roda bagian belakang tidak berputar. Akibatnya pasien terjatuh ke sebelah
kiri, dengan posisi tubuh kiri menjadi tumpuan. Bagian dada kiri terbentur
dengan stang motor dan trotoar. Setelah kejadian, pasien sempat dibawa
pulang kerumah. Oleh pasien dada kirinya sempat diberikan voltaren namun
keluhan tidak membaik. Pasien juga sempat pergi ke tukang urut dan dipijat
bagian dadanya. Malam harinya pasien mengeluh sesak nafas dan perut terasa
kembung. Pasien mengeluh kembung dan sulit untuk buang angin. Perut juga
dirasa semakin membesar dan terasa tegang. Keluhan disertai dengan mual
dan sedikit nyeri pada perut bagian atas dan bagian kiri. Oleh keluarga
kemudian pasien dibawa ke RS Setya Mitra.
Di IGD RSSM, pasien dilakukan pemeriksaan rontgen thorax dan
USG, kemudian dirujuk ke RS Pondok Indah untuk dilakukan CT Scan.
Pasien kemudian kembali ke RSSM dan dipasangkan WSD. Oleh dokter
dikatakan terdapat patah pada tulang dada pasien.
Riwayat pingsan atau sakit kepala setelah kejadian disangkal, muntah
disangkal. Setelah kejadian pasien bisa BAB dan BAK secara spontan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan pertama kali nya dirasakan oleh pasien. Riwayat hipertensi, sakit
gula disangkal. Sebelumnya tidak pernah dirawat di RS.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi, sakit gula disangkal.

e. Riwayat Sosial
Alergi makanan dan obat disangkal. Riwayat merokok ada,namun sudah
berhenti.
2.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5
Tanda vital

Nadi : 88 kali / menit


Pernapasan : 18 kali / menit
Suhu tubuh : 36,8 oC
Status Gizi : BB: 75 kg, TB: 170 cm, IMT : 25,9 kg/m2

Status generalis
Kulit : Warna sawo matang, turgor baik
Kepala : Normochepali, jejas (-)
Rambut : Warna hitam, distribusi merata
Wajah : Simetris
Mata : Pupil bulat isokor. konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, sekret -/-
Hidung : sekret -/-, hiperemis -/-
Leher : trakea lurus di tengah, KGB tidak membesar
Thoraks : Terdapat luka post pasang selang terbalut verban, rembesan(-)
Paru : Suara napas vesikuler di kedua lapang paru, rhonkii -/-,
wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : status lokalis
Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT <3 detik, edema -/-

Status Lokalis
Abdomen : Inspeksi : Tampak buncit, distensi abdomen (+) Darm
countur (-), Darm steifung (-), Seat Belt
sign(-), Grey Turner sign (-), Cullen sign (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) di seluruh lapang abdomen
Palpasi : Distensi (+), nyeri tekan (-), teraba massa (-),
defans muscular (-)
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 05/11/2017
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hb 12.1 g/dL 13.2-18
Hematokrit 35 % 40-52
Leukosit 11.1 ribu/ul 5.0-10.0
Trombosit 140 ribu/Ul 150-400

KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Ureum 46 Mg/dl 20-40

Kreatinin 1.4 Mg/dl 0.6-1.5

ELEKTROLIT
Natrium 140 Mmol/l 135-147
Kalium 4.4 Mmol/l 3.10-5.10
Klorida 100 Mmol/l 95-108
Golongan darah A/rhesus (+)
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 60 U/l 0-34

SGPT 74 U/l 0-40

DIABETES
Glukosa darah sewaktu 290 Mg/dl 70-140

HITUNG JENIS
Basofil - 0-1
Eosinophil 2 2-4
Batang 8 1-5
Segment 78 50-70
Limfosit 10 25-40
Monosit 2 2-8
LED 70 0-10

Pemeriksaan feses rutin


Urine Rutin
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Protein (+) Negative
Reduksi (-) Negative
Bilirubin (-) Negative
Urobilin (+) Positive
Sedimen
Leukosit 10-12 0-5
Eritrosit Banyak 0-2
Silinder 1-2-1 gr, halus Negative
Epitel (+) Blaas Positive
kristal (+) Amorf Positive
USG Abdomen (07/11/2017) RS Setya Mitra

Kesan :
 Cairan bebas intraabdomen sangat mungkin perdarahan ec sugestif
kontusio/lacerasi lien dan kontusio ginjal kiri
 Organ-organ intra abdomen lainnya intak
 Efusi pleura kanan
Foto Rontgen thorax (05/11/2017)

Interpretasi
- Jantung normal, aorta elongasi
- Paru, corakan normal, tak tampak infiltrat/nodul
- Sinus, diafragma dan pleura normal
- Tak tampak pneumothorax maupun efusi pleura
- Mediastinum superior tidak melebar, trakea di tengah
- Tampak fraktur costae 3,4 posterior kiri
- Jaringan lunak baik
- Kesan :
Fraktur costae 3,4 posterior sinistra
Tak tampak pneumothorax
Jantung dalam batas normal dengan elongasi aorta

Foto Abdomen 3 posisi (07/11/2017)


Interpretasi
- Preperitoneal fat masih tampak normal
- Distribusi udara-udara usus-usus normal hingga pelvis minor
- Tak tampak bayangan air-fluid level dalam lumen usus-usus maupun
bayangan udara bebas di peritoneum
- Tak tampak bayangan batu radioopak di sepanjang proyeksi traktur
urinarius dan biliari
- Kesan : Tak tampak kelainan pada foto polos abdomen
CT Whole Abdomen-Contrast (9/11/2017)
Kesan :
Tampak tanda-tanda kontusio, hematoma dan rupture lien grade 2-3, dengan
haemoperitonium di daerah perspenik, perihepatik dan hematothorax. Selain itu
nampak abnormalitas pada organ-organ abdomen dan pelvis lainnya. Terutama
tidak terlihat rupture atau perdarahan pada hepar, tractus biliaris/LE dan
pancreas demikian juga tak tampak kelainan pada kedua ginjal dan vesical
urinaria
2.5. Resume
Tn R, laki-laki, 45 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada kiri
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 1 hari SMRS. Pasien mengalami
kecelakaan tunggal akibat rantai motor yang terlepas, sehingga roda bagian
belakang tidak berputar. Akibatnya pasien terjatuh ke sebelah kiri, dengan
posisi tubuh kiri menjadi tumpuan. Bagian dada kiri terbentur dengan stang
motor dan trotoar. Beberapa jam setelah kejadian, pasien mengeluh sesak
nafas dan perut terasa kembung. Pasien mengeluh kembung dan sulit untuk
buang angin. Perut juga dirasa semakin membesar dan terasa tegang. Keluhan
disertai dengan mual dan sedikit nyeri pada perut bagian atas dan bagian kiri.
Riwayat pingsan atau sakit kepala setelah kejadian disangkal, muntah
disangkal. Setelah kejadian pasien bisa BAB dan BAK secara spontan.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit


sedang, compos mentis, hemodinamik stabil. Pemeriksaan status generalis
dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan Abdomen
tampak buncit, distensi abdomen (+) Seat Belt sign(-), Grey Turner sign (-),
Cullen sign (-), Bising usus (+) normal. Timpani (+) di seluruh lapang
abdomen. Distensi (+), nyeri tekan (-), teraba massa (-), defans muscular (-)
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil USG terdapat cairan
bebas intraabdomen sangat mungkin perdarahan ec sugestif kontusio/lacerasi
lien dan kontusio ginjal kiri dan efusi pleura kanan. Pada pemeriksaan foto
thoraks PA didapatkan fraktur costae 3,4 posterior sinistra dan elongasi aorta.
Pada pemeriksaan CT Abdomen, didapatkan hasil Tampak tanda-tanda
kontusio, hematoma dan rupture lien grade 2-3, dengan haemoperitonium di
daerah perspenik, perihepatik dan hematothorax. Selain itu nampak
abnormalitas pada organ-organ abdomen dan pelvis lainnya. Terutama tidak
terlihat rupture atau perdarahan pada hepar, tractus biliaris/LE dan pancreas
demikian juga tak tampak kelainan pada kedua ginjal dan vesica urinaria

2.6. Diagnosis Kerja


Trauma tumpul abdomen ec KLL

2.7. Pemeriksaan Anjuran


 Cek darah lengkap, urinalisa lengkap, hemostasis, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit, gula darah sewaktu
 USG abdomen
 Rontgen thorax dan abdomen 3 posisi
 CT Abdomen

2.8. Penatalaksanaan
 Rawat bersama dengan orthopaedi dan penyakit dalam
 Non medikamentosa
-Tirah Baring
-Pasang kateter
-Pasang NGT
-Observasi KU dan tanda vital
-Observasi urine output/jam
-Pasang WSD

 Medika mentosa
-IVFD Ringer Laktat 500cc/12jam
-Ketorolac drip 2 amp/24jam
-Omeprazol 2x40mg IV
-Ondansetron 2x 8mg IV
-Ceftriaxone 2x1gr IV
-Metronidazole 1x1,5 gr IV

2.9 PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanactiom : Bonam
BAB V
ANALISIS MASALAH

Tn R, laki-laki, 45 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada kiri setelah


mengalami kecelakaan lalu lintas 1 hari SMRS. Pasien mengalami kecelakaan
tunggal akibat rantai motor yang terlepas, sehingga roda bagian belakang tidak
berputar. Akibatnya pasien terjatuh ke sebelah kiri, dengan posisi tubuh kiri menjadi
tumpuan. Bagian dada kiri terbentur dengan stang motor dan trotoar. Beberapa jam
setelah kejadian, pasien mengeluh sesak nafas dan perut terasa kembung.
Pada kasus trauma karena kecelakaan lalu lintas, pemeriksaan harus dilakukan
secara menyeluruh, dan patut dicurigai adanya trauma tumpul pada abdomen. Trauma
pada daerah abdomen dapat menyebakan kerusakan pada organ intraabdominal.
Trauma tumpul abdomen tidak selalu menggambarkan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh namun dapat mengakibatkan kontusio atau laserasi jaringan
dibawahnya dan atau organ padat intra abdominal yang dapat menyebabkan
perdarahan inta abdominal serta perforasi pada organ berongga.
Pada saat pertama kali masuk ke IGD, wajib diperiksakan airway, breathing
dan circulation untuk menyingkirkan adanya tanda-tanda kegawatdaruratan.
Resusitasi menjadi prioritas utama selama pasien berada di IGD. Selama di IGD juga
harus dievaluasi hemodinamik pasien secara berkala.
Pada kasus ini, pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak
sakit sedang, compos mentis, hemodinamik stabil. Pemeriksaan status generalis
dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan Abdomen tampak
buncit, distensi abdomen (+) Seat Belt sign(-), Grey Turner sign (-), Cullen sign (-),
Bising usus (+) normal. Timpani (+) di seluruh lapang abdomen. Distensi (+), nyeri
tekan (-), teraba massa (-), defans muscular (-).
Selam di IGD pasien juga dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan
pemeriksaan pencitraan. Pada kasus ini, pasien diperiksakan USG FAST dan
didapatkan terdapat cairan bebas intraabdomen sangat mungkin perdarahan ec
sugestif kontusio/lacerasi lien dan kontusio ginjal kiri dan efusi pleura kanan.
Menurut literatur, apabila pemeriksaan USG menunjukan kelainan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan lain untuk dapat mengevaluasi sumber perdarahan atau
adanya kelainan lain pada organ-organ di rongga intraabdominal. Oleh karenanya
pasien pada kasus ini direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan CT SCAN di RS
Pondok Indah. Pada pemeriksaan foto thoraks PA didapatkan fraktur costae 3,4
posterior sinistra. Pasien kemudian dirujuk ke dokter orthopedi. Pada pemeriksaan
USG dan Foto thorax, didapatkan adanya efusi pleura maka pada pasien dilakukang
pemasangan WSD.
Karena pasien dalam kondisi stabil dan tidak ditemukan adanya tanda
perforasi maka diputuskan untuk masuk ke ruang perawatan dan dilakukan
pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dan tidak langsung dilakukan operasi. Menurut
algoritma tatalaksana trauma tumpul abdomen, adanya tanda peritonitis umum dan
kemungkinan cairan bebas intra abdominal merupakan indikasi dilakukannya operasi
laparotomi eksplorasi.
Terapi awal yang diberikan pada pasien dengan trauma tumpul abdomen
adalah bed rest, pemantauan hemodinamik dan manajemen cairan. Pasien dilakukan
pemasangan NGT dengan tujuan untuk dekompresi dan mencegah aspirasi cairan
lambung. Pasien juga dipasangan kateter urin untuk menilai balance dan diuresis
cairan karena pada kasus trauma sering terjadi syok hipovolemik sehingga perlu
dilakukan pemantauan cairan. Penggunaan kateter juga bertujuan untuk mengurangi
tekanan intrabdominal akibat distensi buli.
Pada pemeriksaan CT Abdomen, didapatkan hasil tampak tanda-tanda
kontusio, hematoma dan rupture lien grade 2-3, dengan haemoperitonium di daerah
perspenik, perihepatik dan hematothorax. Selain itu nampak abnormalitas pada organ-
organ abdomen dan pelvis lainnya. Terutama tidak terlihat rupture atau perdarahan
pada hepar, tractus biliaris/LE dan pancreas demikian juga tak tampak kelainan pada
kedua ginjal dan vesica urinaria.
Pengobatan yang diberikan selama perawatan; IVFD Ringer Laktat
500cc/12jam, analgetik ketorolac drip 2 amp/24jam, omeprazol 2x40mg IV,
ondansetron 2x 8mg IV, antibiotic ceftriaxone 2x1gr IV dan dikombinasikan dengan
metronidazole 1x1,5 gr IV.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gianluca C, Tierno SM, Tomassini F, Venturini L, Frezza B, Cancrini G,


Stella F. The Epidemiology and clinical evaluation of abdominal trauma, an
analysis of a multidisciplinary Trauma Registry. 2010. Ann.Ital.Chir, 2010;
81;95-102
2. Cuschieri A, Grace PA, Darzi A, Borley N, Rowley DI. Clinical Surgery 2nd
edition, 2006. Blackwell Science.
3. Townsend M, Beauchamp, Fvers, Mattox. Sabiston Textbook of Surgery, 18th
ed. 2007. Saunders, Elsevier
4. Arthur CG, John EH. Textbook of medical physiology 11th ed. 2006. Saunders
El Sevier.
5. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM, Gray’s Anatomy for Students. 2007.
Elsevier.
6. Hwang NCM, Ooi L. Acute surgical management. 2004. World Scientific
Publishing
7. Brunicardi, FC, 2007. Schwartz’s Principles of Surgery.8th edition. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
8. Practice Management Guideline For Evaluation of Blunt Abdominal Trauma.
EAST Practice Management Guidelines Work Group. 2001 Eastern
Association for the Surgery of Trauma
9. John J. Como, MD, Faran Bokhari, MD, William C. Chiu, MD, Therese M.
Duane, MD, Michele R. Holevar, MD, Margaret A. Tandoh, MD, Rao R.
Ivatury, MD, and Thomas M. Scalea, MD. Practice Management Guidelines
for Selective Nonoperative Management of Penetrating Abdominal Trauma. J
Trauma. 2010;68: 721–733.

Anda mungkin juga menyukai