Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas “Modul
Kritis.
membantu dalam proses bimbingan. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada Pembimbing Ns. Yana Hendriana, S.Kep, M.Kep, Ns. Moch. Didik Nugraha,
S.Kep., dan juga orang tua yang selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas ini, serta kepada teman teman yang senantiasa memberikan
support.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih sangat sederhana dan masih
mempunyai banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan penulis agar tulisan ini
dapat diterima dan nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif membangun demi kesempurnaan
modul ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER
A. Definisi .................................................................................... 1
B. Etiologi ...................................................................................... 2
C. Patofisiologi ................................................................................... 2
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 37
ii
KONSEP MULTIPLE TRAUMA
Tujuan Umum:
Tujuan Khusus:
iii
KONSEP DASAR MULTIPLE TRAUMA
Trauma merupakan suatu keadaan yang terjadi karena adanya luka atau
cedera. Trauma merupakan kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan
pada tubuh. Apabila trauma tidak diketahui dan ditangani dengan cepat maka
akan berakibat fatal yang dapat menyebabkan prognosis buruk pada pasien, karena
perawatan pada pasien trauma yang seharusnya menerima penanganan segera tidak
seseorang yang telah mengalami beberapa luka traumatis, seperti cedera kepala
serius selain luka bakar yang serius. Multipel trauma atau politrauma adalah apabila
terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu,
dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi dampak pada fisik,
Multiple trauma merupakan adanya cedera pada lebih dari satu area atau
sistem tubuh indeks keparahan cedera yang sedang populer saat ini tidak
1
B. Etiologi
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru.
Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam
kategori luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa yang
cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan,
perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam , benda tumpul,
peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia . Akibat cedera ini dapat menyebabkan
C. Patofisiologi
1. Fase pertama berlangsung beberapa jam setelah terjadinya trauma. Dalam fase
hiperglikemia.
2. Pada fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen yang
negative, hiperglikemia, dan produksi panas. Fase ini yang terjadi setelah
tercapainya perfusi jaringan dengan baik dapat berlangsung dari beberapa hari
3. Pada fase ketiga terjadi anabolisme yaitu penumpukan kembali protein dan
lemak badan yang terjadi setelah kekurangan cairan dan infeksi teratasi. Rasa
nyeri hilang dan oksigenasi jaringan secar keseluruhan sudah teratasi. Fase ini
2
merupakan proses yang lama tetapi progresif dan biasanya lebih lama dari fase
D. Manifestasi Klinis
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
4. Hemoperitoneum
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa
14. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada
perdarahan retroperitoneal
15. Tanda Coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada
fraktur pelvis
16. Tanda Balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
3
E. Manajemen Multiple Trauma
Korban dengan multiple trauma terdapat dua fase yaitu fase pra- rumah
sakit dan fase rumah sakit. Pada fase pra-rumah sakit (pre hospital) merupakan
dengan tenaga kesehatan. Fase kedua merupakan fase rumah sakit (in hospital),
yaitu suatu keadaan yang dilakukan sebagai persiapan untuk menerima korban
trauma di unit rumah sakit sehingga perlu dilakukan resusitasi dalam waktu yang
Pada tahap survei primer yang harus dilakukan pada pasien trauma
penderita, penolong harus selalu proteksi diri terlebih dahulu untuk menghindari
tertularnya penyakit.
Prioritas yang perlu dinilai adalah airway atau jalan nafas, yaitu
adanya sumbatan pada jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing,
fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau
Dalam hal ini dapat dikatakan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
4
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi dan rotasi dari leher korban (American
penurunan kesadaran.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas diperlukan untuk proses
terjadi apabila udara dapat masuk dan keluar jalan nafas tanpa adanya
hambatan, tidak ada cairan atau darah di dalam paru-paru serta dinding
toraks dan diafragma dalam keadaan normal. Kondisi masuk dan keluarnya
udara dari udara bebas ke dalam paru-paru atau sebaliknya disebut dengan
ventilasi.
Ventilasi yang baik dapat terjadi bila fungsi paru, dinding dada dan
diafragma baik. Untuk melihat ventilasi pada korban gawat darurat, dapat
5
auskultasi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah
hipovolemia. Oleh karena itu diperlukan adanya penilaian yang cepat dari
a) Pengenalan Syok
warna kulit dan nadi (Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2018).
6
keabu-abuan pada wajah dan kulit ekstremitas. Apabila memang
(3) Nadi
kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Pada kondisi syok nadi akan
teraba kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat, kuat dan iramanya
b) Kontrol Perdarahan
7
b. Secondary Survey
telah selesai dilakukan dan korban gawat darurat telah stabil. Pertimbangannya
adalah korban gawat darurat yang tidak sadar atau gawat darurat, kemungkinan
untuk salah dalam mendiagnosis cukup besar dan memerlukan tindakan yang
Surgeon, 2018).
1) Anamnesis
a) A: Allergic/Alergi
b) M: Medication/Obat-obatan
2) Pemeriksaan fisik
Cedera spinal atau cedera tulang belakang adalah cedera yang mengenai
sumsum tulang belakang (medulla spinalis) dengan atau tanpa kerusakan tulang
8
(motorik), perasaan (sensorik), dan fungsi organ dalam (otonom). Trauma spinal
dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, olahraga,
kecelakaan industri, luka tembak, dan lain-lain. Cedera ringan menjadi penyebab
medulla spinalis dapat terjadi perdarahan atau edema yang menekan medulla
spinalis dan dapat menimbulkan gejala. Cedera yang ringan dapat sembuh
sedangkan pada cedera berat akan bersifat menetap. Kerusakan pada cedera spinal
dapat terjadi parsial (sebagian) atau total (lumpuh total). Kerusakan parsial atau
sebagian dapat pulih kembali, sedangkan pada kerusakan total jarang dapat pulih
kembali. Pada umumnya orang yang mengalami cedera spinal akan terjadi
kelumpuhan yang sementara dan dapat pulih dalam hitungan jam (Yayasan
Adapun tanda dan gejala dari cedera tulang belakang antara lain :
1. Nyeri: apabila penderita dalam keadaan sadar, maka akan terasa nyeri pada
4. Penderita tidak dapat mengontrol kencing atau tidak dapat kencing sama sekali
dan biasanya yang terjadi adalah penderita tidak dapat buang air kecil, namun
ini tidak terlalu dirasakan oleh penderita karena adanya gangguan pada
sensorik.
9
7. Gangguan pernafasan: terjadi pada cedera spinal daerah servikal. Biasanya
penderita masih dapat bernafas dengan perut, akan tetapi tidak lagi dapat
dapat menyempit, melainkan melebar terus. Dengan demikian darah akan pergi
menuju ke tungkai, dan jantung serta otak akan menjadi kekurangan darah.
tulang belakang.
4. Posisi kepala dijaga agar tetap netral, tidak fleksi atau ekstensi.
5. Posisi kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke kiri ataukanan.
6. Posisi netral dan segaris harus tetap dan selalu dipertahankan, walaupun baru
10
Cedera kepala/ trauma kapitis/ head injury/ trauma kranioserebral/
traumatic brain injury merupakan trauma mekanik yang terjadi pada kepala,
Cedera kepala tembus/tajam terjadi karena luka tembak atau luka tusuk.
metode penilaian Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu menilai respon buka
Nilai GCS pada korban cedera kepala ringan berkisar antara 13-
15. Pada cedera kepala ringan, korban masih sadar namun dapat
11
menuruti perintah sederhana, tetapi tampak bingung atau terlihat
hemiparese.
Nilai GCS pada korban cedera kepala berat berkisar antara 3-8.
H. Trauma Toraks
yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada padaorgan didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma
pasien dengan cedera ini (Mattox,et al.,2013; Marc Eckstein, 2014; Lugo,,et
al.,2015).
Ada 6 jenis trauma toraks yang harus dikenali pada survei primer, sebab
jika tidak dikenali dapat menyebabkan kematian dengan cepat. Dibagi dalam 3
manifestasi, yaitu:
12
a. Manifestasi: Gangguan Airway (Obstruksi)
gejala penekanan airway seperti stridor saat inspirasi dan suara terdengar
Defek atau luka yang besar pada dinding dada dapat menyebabkan
trauma tajam, sehingga ada hubungan antara udara luar dengan rongga
pleura, sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali hal ini terlihat sebagai
luka pada dinding dada yang menghisap pada saat inspirasi (sucking
chest wound).
Apabila lubang ini berukuran 2/3 lebih besar dari trakea, maka
pada saat inspirasi udara lebih mudah melewati lubang pada dinding
dada daripada melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat. Hal
2) Tension pneumothorax
berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk ke
rongga pleura paru-paru atau keluar dari luar melalui dinding dada,
13
masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-way-
valve), maka udara akan semakin banyak pada satu sisi rongga pleura.
Hal ini mengakibatkan salah satu sisi paru-paru akan tertekan, sehingga
3) Hematothorax massif
dada akan didapatkan hasil suara redup karena terdapat darah dalam
4) Flail chest
Flail chest dapat disebabkan karena fraktur iga multiple pada dua
atau lebih tulang dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen
keluar, dan pada saat inspirasi justru akan masuk kedalam yang sering
14
c. Manifestasi: Circulation (Syok)
dalam keadan sesak namun dalam keadaan syok (syok non hemoragik).
Keadaan ini paling sering terjadi pada luka tajam jantung (AMERICAN
pada vena leher, disertai dengan bunyi jantung yang lebih jauh dan nadi
I. Trauma Abdomen
diafragma pada bagian atas dan pelvis pada bagian bawah. Trauma abdomen
dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus
15
potensial ini mudah dideteksi dari lokasi luka yang ada pada dinding abdomen.
Ada beberapa indikasi untuk melakukan pemeriksaan pada kasus yang dicurigai
distensi.
Gejala dan tanda pada trauma abdomen dapat disebabkan 2 hal, yaitu:
Hepar dan lien (limpa) yang pecah akan menyebabkan perdarahan ringan
16
Penderita akan merasa nyeri abdomen dari ringan sampai nyeri hebat.
otot) seperti pada peritonitis. Pada perkusi akan didapatkan hasil pekak
bagian abdomen. Pada auskultasi suara bising usus akan menurun. Pada
nyeri lepas. Pada perkusi dapat menimbulkan nyeri (nyeri ketok) (Yayasan
atau tim harus melakukan resusitasi dan stabilisasi dengan cepat (ATLS, 2016).
adalah mengenai airway dan breathing. Cedera atau trauma dapat terjadi
lebih dari satu area tubuh, maka dari itu yang harus diprioritaskan adalah
b. Circulation
Trauma abdomen pada fase pra rumah sakit tidak dapat dilakukan
17
c. Disability
trauma kapitis, maka dari itu perlu untuk selalu memeriksa tingkat
kesadaran dengan GCS dan lateralisasi pupil (pupil anisokor dan motorik
d. Exposure
J. Trauma Muskuloskeletal
1. Fraktur
tulang atau bahkan tulang rawan. Fraktur dapat berupa fraktur terbuka, yaitu
ujung tulang yang patah menembus keluar dari kulit sehingga berhubungan
dengan dunia luar atau dapat berupa fraktur tertutup, yaitu ujung tulang yang
Ujung tulang yang patah sangat tajam dan berbahaya bagi jaringan di
sekitarnya, karena saraf dan pembuluh darah berada di dekat tulang sehingga
sering terkena patahan tulang yang tajam jika terjadi fraktur. Lesi
neurovaskuler ini dapat disebabkan karena laserasi oleh ujung tulang ataupun
18
misalnya pada fraktur satu tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah
hingga satu liter sehingga bila terjadi fraktur femur bilateral dapat mengancam
kehilangan darah. Apabila fragmen tulang yang keluar atau menembus kulit
dimasukkan lagi, maka ujung tulang yang telah terkontaminasi bakteri tersebut
menyebabkan infeksi.
2. Dislokasi
Dislokasi adalah cedera pada sendi yang mana ujung dari tulang pada
sendi tersebut terlepas dari tempatnya (A. N. Hidayati, Akbar, & Rosyid, 2020).
memasang bidai dan mengganjal sehingga penderita berada dalam posisi yang
Bagian luar akan terlihat seperti patah tulang dan terasa sakit. Bagian yang
terkena tampak bengkak dan kemungkinan dapat terjadi memar. Sprain dapat
terjadi apabila gerakan sendi tidak normal. Strain merupakan cedera jaringan
lunak meliputi serat otot yang robek, dan dapat terjadi pada otot bagian mana
saja. Tanda dari strain adalah nyeri saat bergerak walaupun sedikit, ataupun
19
4. Sindroma Kompartemen
Bagian ekstremitas memiliki otot dan struktur lain yang terletak dalam
ekstremitas dan tekanan ini diteruskan ke saraf dan pembuluh darah, hal ini
Proses ini terjadi dalam beberapa jam dan tanda dini yang timbul biasanya nyeri
dan paresthesia. Tanda lanjut yang timbul adalah 5P, yaitu: Pain, Pallor,
118, 2018).
nyeri, kecacatan dan komplikasi. Penanganan pada fase pre hospital ataupun di
pada ujung tulang yang patah. Ujung tulang yang patah dapat menyebabkan
iritasi saraf serta menimbulkan rasa nyeri yang sangat hebat (Yayasan
20
b. Periksa pulsasi dan sensorik bagian distal dari fraktur sebelum dan sesudah
ekstremitas distal dari fraktur, atau amati gerakan pada pasien yang
c. Jika ekstremitas tampak bengkok dan nadi tidak teraba, dapat dilakukan
traksi ringan dan apabila ada tahanan jangan diteruskan kemudian pasang
d. Luka tembus harus ditutup dengan kasa steril dan perdarahan dikontrol
e. Pasang bidai dengan cara melewati 2 sendi dari tulang yang mengalami
fraktur.
g. Pada fraktur terbuka, jangan memasukkan ujung tulang yang keluar. Tutup
bagian tulang yang keluar dengan kasa steril kemudian dipasang bidai.
h. Jika ada cedera yang lebih serius dan mengancam nyawa, pemasangan bidai
dilakukan setelah pasien stabil. Bila cedera yang dialami ringan tetapi harus
i. Jika ragu-ragu ada atau tidaknya fraktur, tetap pasang bidai pada daerah
21
K. Hemostatis Setelah Trauma
setelah terjadinya trauma pada vaskular. Empat proses fisiologi utama yang
diperkuat oleh adanya kolagen, endotelial, trombosit dan von Willebrand factor
diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai fibrin. (Sylvia, 1995;
Colvin, 2004)
bentuk aktif faktor X. Faktor X dapat diaktifkan melalui dua rangkaian reaksi.
22
Rangkaian yang pertama memerlukan faktor jaringan atau tromboplastin jaringan
yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah waktu cedera. Karena faktor jaringan
tidak terdapat dalam darah, maka ia merupakan faktor ekstrinsik pembekuan dan
vaskular atau plasma. Dalam rangkaian ini terdapat reaksi pengaktifan salah satu
oleh keluarnya plasma atau kolagen melalui pembuluh darah yang rusak dan
mengenai kulit. Faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang melekat
pada kolagen sekali lagi memainkan peranan. Faktor XII, XI dan IX harus
diaktifkan secara berurutan dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat
diaktifkan. Zat prekalikrein dan high molecular weight kininogen (HMWK) juga
ikut serta dan diperlukan ion kalsium. Dari titik ini pembekuan berjalan sepanjang
apa yang dinamakan jalur bersama. Pengaktifan faktor X terjadi sebagai akibat
faktor Xa dibantu oleh fosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecah
membentuk fibrin. Fibrin ini yang mula-mula merupakan jeli yang dapat larut
distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang
kuat dan menjerat sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek membentuk
retraksi, mendekatkan tepi-tepi pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah
23
L. Komplikasi pada Multi Trauma
a. Sepsis
24
tekanan vaskular sistemik. Akhirnya, mekanisme kompensasi terlampaui
dan curah jantung menurun sejalan dengan tekanan darah dan perfusi.
M. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral
25
b. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin
d. Koagulasi : PT,PTT
3. MRI
5. CT Scan
7. Scan limfa
8. Ultrasonogram
26
11. Peningkatan lipase serum
16. AGD
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
dengan cara clin lift atau jaw thrust secara manual untuk membuka
jalan nafas.
3) Circrulation (sirkulasi)
27
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran
b. Pengkajian sekunder
1) Kepala
2) Wajah
c) Catat adanya darah atau drainase dari telinga, mata, hidung, atau
mulut.
28
lepaskan ; lalu di beri nama dan simpan di tempat yang aman (lebih
3) Leher
dipastikan.
4) Dada
flailchest.
iga pada posisi lateral, lalu anterior dan posterior ; manufer ini
berat.
5) Abdomen
29
a) Catat adanya distensi, perdarahan, memar, atau abrasi, khususnya
discharge.
7) Tulang belakang
d) Ekstremitas
Cek adanya pendarahan ,edema , nyeri ,atau asimetris tulang atau sendi
mulai pada segmen proksimal pada setiap ekstremitas dan palpasi pada
bagian distal.
30
2. Diagnosa Keperawatan Prioritas
31
3. Intervensi Keperawatan
Edukasi Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan 1. Agar kebutuhan cairan baik
cairan oral 2. Mencegah syok
2. Anjurkan menghindari perubahan
32
posisi mendadak
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV 1. Menyeimbangkan keluaran
issotonis (mis. cairan NaCl, RL) cairan
2. Kolaborasi pemberian cairan IV 2. meyeimbangkan keluaran
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, cairan
NaCl 0,4%) 3. menyeimbangkan keluaran
3. Kolaborasi pemberian cairan cairan
koloid (mis. albumin, plasmanate) 4. menambah nilai Hb agar dalam
4. Kolaborasi pemberian produk batas normal
darah
2 Gangguan Pertukaran Gas (L.01003) Pemantauan Respirasi (I.01014) Untuk memantau perubahan
Pertukaran Gas Observasi dan perkembangan :
Definisi: Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Frekuensi , irama, kedalaman
Kelebihan atau
selama 1 x 8 jam, diharapkan kedalaman, dan upaya napas dan upaya napas sedini
kekurangan dan/ pertukaran gas meningkat dengan 2. Monitor pola napas (seperti mungkin
atau eleminasi
kriteria hasil sebagai berikut : bradipnea, takipnea, 2. Pola napas sedini mungkin
CO2 pada1. Dipsneu menurun hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
membran alveolus 2. Bunyi napas tambahan Stokes, Biot, ataksik
kapiler. menurun 3. Monitor kemampuan batuk 3. Kemampuan batuk efektif
3. PCO2 membaik efektif 4. Adanya sumbatan jalan napas
Penyebab: 4. Takikardi membaik 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Adanya produksi sputum
1. Ketidakseimba 5. Sianosis membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan sedini mungkin
ngan ventilasi 6. Pola napas membaik napas 6. Untuk mengetahuan adanya
perfusi 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi kelainan/tidak
2. Perubahan paru 7. Untuk mengetahui bunyi
membran 7. Auskultasi bunyi napas tambahan
alveolus 8. Monitor saturasi oksigen, Monitor 8. Untuk memantau perubahan
kapiler nilai AGD, Monitor hasil x- dan perkembangan saturasiO2,
33
ray toraks nilai AGD dan X-Ray toraks
sedini mungkin
Terapeutik Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan 1. Respirasi klien terkontrol
respirasi sesuai kondisi pasien dengan baik
2. Dokumentasikan hasil 2. Untuk mengetahui hasil
pemantauan evaluasi
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur 1. Agar keluarga mengerti proses
pemantauan pemantauan
2. Informasikan hasil 2. Agar keluarga mengetahui
pemantauan, jika perlu perkembangan klien
2 Perfusi perifer Perfusi perifer (L,02011) Perawatan Sirkulasi Perawatan Sirkulasi
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x8 jam Observasi Observasi
diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. 1. Mengetahui normal atau
meningkat dengan kriteria hasil: Nadi perifer, edema, pengisian tidaknya sirkulasi perifer
1. TTV membaik kalpiler, warna, suhu, angkle
brachial index) 2. Apabila mengeyahui faktor
2. Identifikasi faktor resiko risikonya, pasian akan
gangguan sirkulasi (mis. mendapatkan perawatan yang
Diabetes, perokok, orang tua, tepat
hipertensi dan kadar kolesterol
tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, 3. Mengetahui ada atau tidaknya
atau bengkak pada ekstremitas tanda-tanda infeksi
34
Terapeutik Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau 1. Mencegah kebocoran plasma
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan 2. Mencegah kebocoran plasma
darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan 3. Agar tidak terjadi perburukan
pemasangan torniquet pada area kondisi
yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi 4. Mencegah infeksi
5. Lakukan hidrasi 5. Agar suplay darah ke jaringan
tetap baik
Edukasi Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok 1. Mencegah perburukan
2. Anjurkan berolahraga rutin 2. Agar tetap sehat
3. Anjurkan mengecek air 3. Mencegah terbakarnya kulit
mandi untuk menghindari kulit akibat panas
terbakar 4. Agar tekanan darah tetap stabil
4. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah secara
teratur
4 D.0080 Setelah tilakukan tindakan Reduksi Anxietas (I.09314) Reduksi Ansietas
Anxietas keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi Observasi
diharapkan: 1. Identifikasi saat tingkat anxietas 1. Mengetahui tingkat ansietas
Definisi: Kondisi 1. L.09093 berubah (mis. Kondisi, waktu, 2. Mengetahui kemampuan
emosi dan Tingkat ansietas menurun, stressor) mengambil keputusan
pengalaman dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi kemampuan 3. Mengetahui tanda tanda
subyektif individu 1. Keluhan pusing mneingkat mengambil keputusan ansietas
35
terhadap objek 2. Frekuensi nadai menurun 3. Monitor tanda anxietas (verbal
yang tidak jelas 3. Tremor menurun dan non verbal) Terapeutik
dan spesifik akibat Terapeutik 1. Agar pasien merasa nyaman
antisipasi bahaya 1. Ciptakan suasana terapeutik 2. Agar tidak cemas
yang untuk menumbuhkan 3. Mengurangi Cemas
memungkinkan kepercayaan 4. Mengurangi cemas
individu 2. Temani pasien untuk 5. Mengurangi cemas
melakukan mengurangi kecemasan , jika 6. Mengurangi cemas
tindakan untuk memungkinkan 7. Mengurangi cemas
menghadapi 3. Pahami situasi yang membuat
ancaman. anxietas
4. Dengarkan dengan penuh
Penyebab perhatian
1. Krisis 5. Gunakan pedekatan yang tenang
situasional dan meyakinkan
2. Kebutuhan 6. Motivasi mengidentifikasi
tidak terpenuhi situasi yang memicu kecemasan
3. Krisis 7. Diskusikan
maturasional perencanaan realistis tentang
4. Ancaman peristiwa yang akan datang.
terhadap Edukasi
konsep diri 1. Jelaskan prosedur, termasuk
5. Ancaman sensasi yang mungkin dialami
terhadap 2. Informasikan secara factual
kematian mengenai diagnosis,
6. Kekhawatiran pengobatan, dan prognosis
mengalami 3. Anjurkan keluarga untuk tetap
kegagalan bersama pasien, jika perlu
7. Disfungsi 4. Anjurkan melakukan kegiatan
sistem keluarga yang tidak kompetitif, sesuai
8. Hubungan
36
orang tua-anak kebutuhan
tidak 5. Anjurkan mengungkapkan
memuaskan perasaan dan persepsi
9. Faktor 6. Latih kegiatan pengalihan,
keturunan untuk mengurangi ketegangan
(temperamen 7. Latih penggunaan mekanisme
mudah pertahanan diri yang tepat
teragitasi sejak 8. Latih teknik relaksasi
lahir) Kolaborasi
10. Penyalahgunaa 1. Kolaborasi pemberian obat anti
n zat anxietas, jika perlu
11. Terpapar
bahaya Terapi Relaksasi
lingkungan Observasi
(mis. Toksin, 1. Identifikasi penurunan tingkat
polutan, dan energy, ketidakmampuan
lain-lain) berkonsentrasi, atau gejala lain
12. Kurang yang menganggu kemampuan
terpapar kognitif
informasi 2. Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
5. Monitor respons terhadap terapi
relaksasi
37
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis, relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam, relaksasi
otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil psosisi
nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulang atau
melatih teknik yang dipilih’
38
6. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. Napas dalam,
pereganganm atau imajinasi
39
DAFTAR PUSTAKA
Chicago.
Lamichhane, Prabhat., Puri, Mahesh., Tamang Jyotsna., and Bishnu Dulal. (2011).
Saudin, D., & Rajin, M. (2020). Penerapan Sistem Penilaian Trauma Revised
Triage. 12–15.
Medika.
Sudiharto, Sartono. 2011. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: Sagung
Seto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
40
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Tinker, J., & Rapin, M. (2013). Care of the Critically Ill Patient. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=8TT2BwAAQBAJ
Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. 2018. Basic Trauma Life Support And
Basic Cardiac Life Support. Edisi tujuh. Jakarta : Yayasan ambulans gawat
darurat 118.
41