Anda di halaman 1dari 21

BAB III

ERGOSISTEMA DAN OLAHDAYA

3.1 Ergosistema

Ilmu faal olahraga merupakan ilmu yang harus dimiliki oleh para pelatih dan guru

pendidikan jasmani (Penjas), karena hal ini akan dapat menjanjikan suatu hasil yang besar

dalam membina atlet atau muridnya untuk mencapai prestasi tinggi. Melatih suatu

cabang olahraga prestasi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

fungsional sistem tubuh sesuai dengan tuntutan penampilan olahraga itu sampai ke

tingkat maksimal, baik dari aspek kemampuan dasar maupun pada aspek keterampilan

tekniknya. Jadi, dengan tidak mengecilkan peranan dari disiplin ilmu lain dan faktor

penunjang yang mendukung pencapaian prestasi tinggi dalam olahraga, kiranya

pengenalan, pemahaman, dan aplikasi dari ilmu faal olahraga sangatlah mendesak dan

penting dimiliki oleh seorang pelatih dan guru penjas.

Istilah, pengertian, dan komponen kebugaran jasmani sudah dapat dipahami,

namun kiranya sangat penting untuk mengenal lebih jauh fungsional struktur raga itu

secara sistematis. Jasmani atau raga terdiri dari kumpulan struktur-struktur yang secara

anatomis disebut “sistema”. Sistema raga tersebut terdiri dari: sistema skelet (kerangka),

muskular (otot), nervorum (saraf), hemo-hidro-limpatik (darah-cairan tubuh-getah

bening), respirasi (pernapasan), kardiovaskular (jantung-pembuluh darah), digestivus

(pencernaan), eksresi (pembuangan), endokrin (hormon), sensoris (panca indera), dan

sistem reproduksi (pemulih generasi).


52

Fungsi jasmani yang terdiri dari berbagai macam sistema tersebut ialah untuk:

gerak, kerja, mempertahankan hidup, dan mendapatkan kepuasan lahir dan batin dari

suatu kinerja yang dilakukan. Oleh karena itu, jasmani dapat disebut sebagai satu

SISTEMA KERJA (SK) atau ERGOSISTEMA (ES).

Dalam menjalankan fungsinya sebagai satu ES atau SK, sistema anatomis tersebut

dibagi menjadi tiga (3) bagian yaitu SK primer, SK sekunder, dan SK tersier, sebagai

berikut:

1. Perangkat pelaksana gerak disebut ES I atau SK primer, terdiri dari: sistema skelet,

muskular, dan nervorum.

2. Perangkat pendukung gerak disebut ES II atau SK sekunder, terdiri dari: sistema

hemo-hidro-limpatik, respirasi, dan kardiovaskuler.

3. Perangkat pemulih disebut ES III atau SK tersier, terdiri dari: sistema digestivus,

eksresi, sensoris, endokrin, dan reproduksi.

Sistema endokrin berfungsi sebagai regulator (pengatur) internal yang bersifat

humoral (melalui cairan jaringan) dan fungsinya tersebar pada ketiga ES tersebut, baik

pada saat istirahat maupun pada saat bekerja. Sedangkan sistema sensoris berfungsi

sebagai komunikator eksternal (eksteroceptor) maupun internal (endoreceptor dan

propioceptor). Pada perkuliahan terdahulu telah dibahas tentang kebugaran

jasmani yang terdiri dari dua bagian: anatomical fitness dan physiological fitness. Berkaitan

dengan sistema ini, maka ES I dan ES II merupakan komponen anatomis kebugaran

jasmani sedangkan komponen fisiologisnya adalah fungsi dasar dari ES I dan ES II.

3.1.1 Ergosistema I atau Sistema Kerja Primer


53

Fungsi dasar sistema skelet dalam hubungannya dengan aktivitas fisik terletak

pada kelentukannya yang dicerminkan dalam bentuk luas pergerakan persendian, yang

merupakan kualitas dari persendian itu. Fungsi otot hanya satu yaitu berkontraksi dan

sistema nervorum berfungsi untuk mengkoordinasikan fungsi otot untuk menghasilkan

ketepatan gerakan, atau dengan perkataan lain bahwa kualitas dari SK primer tercermin

dalam kondisi fisik: kelentukan, kekuatan dan daya tahan otot, serta koordinasi gerakan.

Secara lebih terperinci tentang fungsi dasar ES I ini dapat dilihat pada Tabel 1

berikut.

Tabel 3.1 Fungsi dasar dari ergosistema I atau sistema kerja primer

Anatomis Fungsi Dasar Kualitas

Sistema skelet Pergerakan persendian Luas pergerakan/kelentukan

Sistema muskular Kontraksi otot kekuatan dan daya tahan otot

Sistema nervorum Penghantaran rangsangan Koordinasi fungsi otot

Sumber: Santoso (1990).

Kondisi fisik tersebut dapat ditingkatkan atau dikembangkan kelincahan (agility),

kecepatan (speed), dan power (daya ledak otot). Oleh karena itu, bila ditemui atlet

kesulitan dalam mengembangkan penampilan gerakan dasar tersebut, maka dicari

kembali pada komponen dasar fisiologisnya. Suatu contoh, ada kecenderungan atlet

menemui kesulitan dalam mengembangkan kondisi fisik kelincahannya, maka harus

dicarikan dulu faktor-faktor apa yang berkaitan dengan kelincahan. Kelincahan

memerlukan: kelentukan, kecepatan, dan ketepatan gerak. Maka karena itu atlet tersebut
54

harus dilatih dulu untuk meningkatkan kelentukan, kekuatan, dan koordinasi fungsi

sarafnya.

3.1.2 Ergosistema II atau Sistema Kerja Sekunder

ES II mempunyai peranan sebagai pendukung gerak. Artinya kualitas ES primer

sangat tergantung pada dukungan ES II. Kekuatan otot, kelentukan, dan koordinasi

akan semakin maksimal, bila didukung oleh transportasi oksigen dan proses pemulihan

karbondioksida dari darah dan paru terjadi secara maksimal. Oleh karena itu sangatlah

wajar, bila sistem darah, cairan tubuh, dan limfatik bahu membahu dengan sistem

pernapasan dan sirkulasi menciptakan suatu kualitas daya tahan umum atau general

endurance. Istilah daya tahan umumpun dapat diganti dengan istilah kapasitas aerobik

atau daya tahan jantung-paru, sesuai dengan komponen fisiologis yang membentuknya.

Sementara itu istilah kapasitas aerobik didasarkan pada kualitas pertukaran oksigen dan

karbondioksida serta peredaran darah ke seluruh jaringan tubuh per menit secara

maksimal.

Tabel 3.2 Fungsi dasar dari ergosistema II atau sistema kerja sekunder

Anatomis Fungsi Dasar Kualitas

Hemo-hidro-limpatik Transportasi: 02, CO2, nutrisi, sampah


panas Daya tahan
umum/kapasitas
Respirasi Pertukaran gas aerobik/daya tahan
jantung-paru
Kardiovaskular Sirkulasi

Sumber: Santoso (1990).


55

Sementara itu ES III akan berperan pada saat aktivitas fisik tersebut berlangsung

dan setelah berhenti. Sistem digestivus menyediakan energi anaerobik dan aerobik untuk

keberlangsungan aktivitas tersebut. Demikian pula dengan sistem sensoris mendukung

kinerja sistem saraf, dan sistem endokrin secara keseluruhan mengatur seluruh rangkaian

aktivitas fisik sampai taraf pemulihan, misalnya dengan cara mengatur peningkatan

sekresi keringat sebagai cerminan kerja sistem eksresi, mengatur penurunan suhu, dan

mengatur penurunan denyut jantung.

3.2 Keterkaitan Ergosistema dengan Kebugaran Jasmani

Bila ditinjau dari klasifikasi kebugaran jasmani, seperti yang telah diungkapkan

pada Bab II, maka komponen anatomical fitness terdiri dari ES I dan ES II, sedangkan

komponen dasar fisiologisnya merupakan komponen physiological fitness. Dengan

demikian, maka komponen kebugaran jasmani menurut konsep ilmu faal terdiri dari:

1. Kemampuan atau kualitas dasar ES I yaitu kelentukan, kekuatan, daya tahan otot, dan

koordinasi fungsi otot.

2. Kemampuan atau kualitas dasar ES II yaitu daya tahan umum atau kapasitas aerobik.

Sebagai bandingan saya akan memberikan gambaran tentang komponen

kebugaran jasmani menurut Larson, yang terdiri dari: daya tahan umum, fungsi biologi,

komposisi tubuh, kekuatan, daya ledak otot, daya tahan otot, kecepatan, kelincahan,

fleksibilitas, waktu reaksi, koordinasi, dan keseimbangan.

Komponen kebugaran jasmani berdasar konsep ilmu faal dibagi menjadi tiga

komponen, yaitu: komponen anatomis terdiri dari komposisi tubuh, kondisi kesehatan

statis: fungsi biologis, dan komponen kebugaran fisiologis terdiri dari kualitas dari ES I

dan kualitas ES II. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kulaitsa komponen kebugaran
56

jasmani, harus dimulai melalui pembinaan komponen dasar dari ES I dan ES II secara

holistic dan didukung oleh ES III sebagai fungsi pemulihan.

3.3 Pengertian dan Macam Olahdaya

Pengertian olahdaya atau metabolisme adalah upaya penyediaan tenaga/energi

untuk gerak dalam berolahraga atau beraktivitas fisik. Macam olahdaya tersebut ada dua

macam, yaitu: olahdaya anaerobik dan aerobik. Olahdaya anaerobik langsung

mewujudkan gerak dan merupakan kemampuan endogen dari ES I, khususnya otot.

Olahdaya aerobik merupakan hasil kerjasama antara ES I (otot) yang tergantung dengan

kemampuan fungsional ES II. Artinya, kemampuan gerak (otot) akan tetap berlangsung

dengan adanya dukungan ES II, yaitu transportasi nutrisi, oksigen, dan karbondioksida,

serta suplay darah yang mencukupi untuk kuatnya kontraksi otot tersebut.

Pada pelaksanaan olahraga, peranan dan kualitas ES I dan ES II ini saling

menunjang. Ketidakmampuan olahdaya aerobik mengimbangi olahdaya anaerobik akan

menyebabkan menumpuknya zat kelelahan (asam laktat dan karbondioksida) yang dapat

merugikan atlet, karena akan meningkat kadar keasaman cairan tubuh, sehingga

mekanisme kontraksi otot akan terganggu atau macet. Fenomena ini sring juga dikelan

dengan istilah kram otot, yang salah satunya terjadi karena cairan tubuh terlalu asam.

Besarnya olahdaya anaerobik dapat dikenal dari berat/intensitas gerak yang

dilakukan. Oleh karena itu, semakin meningkat kualitas ES I maka semakin mampu tubuh

melakukan beban pekerjaan yang berat. Dalam keadaan istirahat maupun bekerja, tubuh

tetap memerlukan olahdaya anaerobik maupun aerobik. Oleh karena itu, konsep ini

menjadi dasar pemikiran kita semua, bahwa sebenarnya tidak ada aktivitas fisik yang
57

murni disuplay dari salah satu olahdaya tersebut. Begitu pula untuk konsep pembagian

olahraga dari sudut pandang olahdaya, tidak ada satu jenispun olahraga yang murni

sebagai olahraga aerobik maupun olahraga anaerobik. Artinya yang adalah jenis olahraga

pre-dominan dari aerobik ataupun anaerobik.

Olahraga aerobik bila dalam penampilannya minimal 70% dari seluruh energi

yang digunakan disediakan melalui olahdaya aerobik. Artinya, maksimal hanya 30%

olahdaya anaerobik yang tidak terliput olahdaya aerobik dan akan terliput pada saat

pemulihan. Karakteristik lain dari olahraga aerobik lebih dominan menggunakan tipe otot

merah atau otot lambat, intensitas rendah, dan waktu relatif lama. contoh olahraganya

sepakbola, bulutangkis, dan lari marathon.

Olahraga anaerobik bila penampilannya minimal 70% dari seluruh energi yang

dipergunakan disediakan melalui olahdaya anaerob. Artinya, maksimal hanya 30%

olahdaya anaerob yang terliput oleh olahdaya aerob. Olahraga anaerobik lebih melibatkan

tipe otot cepat atau putih, waktu pelaksanaan relatif sangat cepatm dan mudah terjadi

kelelahan. Bentuk olahraganya : lari sprint, tolak peluru, dan sebagainya.

3.4 Kelelahan dan Pulih Asal pada Olahraga

Kegiatan olahraga yang kita lakukan dengan waktu yang relatif lama, pada suatu

saat akan mengakibatkan otot-otot tubuh tidak mampu lagi untuk bekerja (berkontraksi).

Biasanya kita mengatakan otot tersebut mengalami kram. Anggapan tersebut tidak

seluruhnya benar. Oleh karena itu, kita harus mengetahui mengapa otot tidak mampu

berkontraksi?. Seluruh rangkaian gerakan yang kita lakukan pada dasarnya secara
58

anaerobik karena adanya kontraksi otot dan secara aerobik karena adanya daya dukung

kualitas jantung-pembuluh darah, paru, dan cairan tubuh.

Teori yang membahas sebab-sebab ketidakmampuan otot untuk berkontraksi

adalah sebagai berikut:

1. Sistem saraf, yaitu saraf tidak mampu mengirim impuls (rangsang yang telah diolah

oleh akhiran saraf/post sinaptik yang kaya dengan neurotransmitter achetyl cholin) ke

sekelompok otot yang aktif.

2. Tempat bertemunya saraf dengan otot (mioneural junction) tidak mampu

menghantarkan impuls dari saraf motorik ke sekelompok otot yang aktif.

3. Mekanisme kontraksi otot yang tidak dapat mengeluarkan energi karena faktor

resentasi ATP yang terhambat.

4. Sistem saraf pusat khususnya pada tingkatan pengaturan gerak kasar (sumsum tulang

belakang/medulla spinalis) yang tidak mampu memberikan, mengolah, dan

menghantar impuls ke sekelompok otot yang aktif.

Ke empat teori tersebut berupaya untuk menjelaskan mengapa otot tidak mampu

menjalankan fungsinya. Orang awam akan menyebutkan fenomena tersebut dengan

istilah kelelehan. Pada umumnya kelelahan pada kegiatan olahraga terjadi karena adanya

gangguan hubungan saraf-otot, gangguan mekanisme kontraksi otot, dan kepayahan

karena susunan saraf pusat tidak mampu melaksanakan fungsi integrasi. Oleh karena itu,

kepayahan dalam kegiatan olahraga terbagi menjadi tiga macam, yaitu :

a. Kelelahan pada sistem neuromuscular junction;

b. Kelelahan dari mekanisme kontraksi otot;

c. Kelelahan susunan saraf pusat.


59

3.4.1 Kelelahan Neuromuscular Junction

Kelelahan sistem neuromuscular junction biasanya banyak terjadi pada cabang-

cabanmg olahraga dominan anaerobik yang sangat membutuhkan kekuatan, kecepatan,

daya ledak otot, dan dilakukan dengan intensitas yang berubah-ubah. Oleh karena itu

kelelahan ini banyak terjadi pada tipe serabut otot cepat. Kepayahan ini terjadi karena

kekurangan zat neurotransmitter (achetyl cholin) yang dikeluarkan oleh pre sinaptik dan

post sinaptik yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls ke dalam serabut otot

yang berkontraksi. Jenis kepayahan ini sering terjadi pada atlet cabang olahraga

permainan seperti: basket, sepak bola, dan beberapa nomor lari dalam atletik.

3.4.2 Kelelahan dari Mekanisme Kontraksi Otot

Kelelahan yang terjadi karena terganggunya mekanisme kontraksi otot dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: menurunnya jumlah cadangan energi ATP-PC,

menurunnya cadangan glikogen otot, dan penumpukkan asam laktat. Menurunnya

cadangan energi utama bagi kontraksi otot (ATP dan PC) biasanya terjadi pada latihan

berat yang kurang mendapat suplay oksigen. Namun demikian, bila sudah mendapat

sedikit oksigen dalam waktu 2 menit kadar ATP yang hilang sampai 15% sudah

meningkat kembali ke kondisi awal sekitar 76%. Terlebih lagi bila atlet segera

mengkonsumsikan minuman yang kaya dengan glukosa dan mengkonsumsikan

karbohidrat sederhana (tersedia pada macam-macam snack).


60

Kelelahan karena berkurangnya jumlah cadangan glikogen otot sering terjadi

pada cabang olahraga yang dilakukan dalam waktu lama atau pada olahraga yang

dilakukan dengan intensitas berubah-ubah dalam waktu lama (bulutangkis, sepakbola

ataupun basket). Menurunnya jumlah cadangan glikogen pada situasi ini akan

menyebabkan menurunnya koordinasi otot dan saraf atau biasa dikenal dengan sebutan

Bonking. Koordinasi saraf dan otot menjadi tidak teratur, oleh karena glikogen di dalam

serabut otot tidak dapat diresintesis menjadi energi dalam bentuk ATP dan tidak dapat

dipindahkan ke lain otot yang tidak aktif. Misalnya bila kehabisan glikogen pada serabut

otot tangan, maka tidak dapat diganti dari cadangan glikogen yang berasal dari daerah

kaki. Dalam upayanya untuk meresintesis glikogen otot, maka dosis kegiatan olahraga

tersebut harus dikurangi, sehingga suplay oksigen ke sekelompok otot yang aktif akan

bertambah. Hal ini disadari bahwa, bila dosis olahraga menurun, maka vaskulerisasi

pembuluh darah akan meningkat, dan pasokan darah yang kaya dengan oksigen ke

seluruh jaringan tubuh akan bertambah pula.

Kelelahan otot yang disebabkan karena meningkatnya akumulasi asam laktat, ini

sudah sangat diyakini sejak lama. Penumpukan asam laktat ini sering menimbulkan rasa

sakit atau biasa yang disebut kram. Rasa sakit ini biasanya terjadi pada serabut otot tipe

cepat. Peningkatan asam laktat akan menyebabkan terjadinya Asidosis (meningkatnya

tingkat keasaman cairan tubuh karena konsentrasi zat hidrogen meningkat). Bila keadaan

ini berlangsung lama dan tidak segera mendapat oksigen, maka mekanisme kontraksi

otot tidak berlangsung. Oleh karena ion hidrogen dapat menghambat kerja enzim-enzim

ATP-ase dan miokinase tidak berfungsi. Oleh karena itu sangat dianjurkan setelah
61

melakukan olahraga berat, pelaku harus melakukan beberapa hal yang dapat membantu

penyingkiran asam laktat, yaitu:

1. Outomassage pada bagian tubuh yang sangat dominan digunakan untuk aktivitas

tersebut. Dampaknya terjadi peningkatan vaskulerisasi, sehingga daerah yang aktif

mendapat cukup suplay oksigen.

2. Peregangan aktif, sehingga suplay oksigen mencukupi.

3. Mengkonsumsi minuman yang kaya dengan glukosa dan garam serta makanan

yang kaya dengan karbohidrat.

3.4.3 Kelelahan karena Susunan Saraf Pusat

Walaupun teori yang mengkaji kepayahan oleh karena susunan saraf pusat belum

begitu jelas, namun muncul pendapat bahwa kepayahan ini disebabkan karena gangguan

lokal yang dikirim ke saraf pusat dari susunan saraf penerima (sensorik) dan gangguan

otak dalam menghantarkan perintah motorik kepada serabut otot yang aktif, sehingga

daya kerja otot menurun.

3.5 Pulih Asal dalam Olahraga

Pulih asal berarti kembalinya fungsi alat-alat tubuh ke kondisi semula sebelum

melakukan pekerjaan. Mekanisme pulih asal ini sangat erat dengan keberadaan

penyediaan oksigen untuk membantu segala mekanisme fisiologis di dalam tubuh,

termasuk di dalamnya adalah membentuk energi (terutama dari asam laktat),

mengaktifkan enzim-enzim, otot, dan menjamin proses fisiologis berlangsung normal

pada saat bekerja atau melakukan kegiatan olahraga.


62

Pada dasarnya untuk pemulihan energi dalam otot memerlukan waktu. Oleh

karena itu, bentuk latihan fisik yang dilakukan juga bertujuan untuk menyediakan dan

meningkatkan cadangan energi yang ada di dalam otot sesuai dengan energi predominan

yang dibutuhkan untuk cabang olahraga tersebut. Berkaitan dengan hal itu, sangat

penting kiranya bagi seorang atlet dan pelatih untuk mengetahui apa dan bagaimana cara

mengantisipasi hal itu. Dalam hal ini akan dibahas tentang pemulihan cadangan energi,

pembuangan asam laktat darah dari otot dan pemulihan cadangan oksigen.

3.5.1 Pemulihan Cadangan Energi

Kita sudah mengetahui secara pasti bahwa sistem penyediaan energi itu ada tiga

macam secara garis besarnya. Yaitu sistem energi pre-dominan anaerobik, sistem energi

pre-dominan aerobik, dan kombinasi antar keduanya. Hal inipun secara langsung

mempengaruhi pengelompokan cabang olahraga, yaitu cabang olahraga dominan aerobik,

dominan anaerobik, atau kombinasi antar keduanya. Karakteristik yang dominan dari

cabang olahraga dominan anaerobik adalah cabang olahraga tersebut dilakukan dalam

jangka waktu singkat, pengerahan energi maksimal-supamaksimal, dan waktu pemulihan

cepat. Olahraga dominan aerobik berkarakteristik dengan waktu yang relatif lama dengan

pengerahan energi secara efisien dari berbagai sistem fisiologik, dan olahraga gabungan

mempunyai cirri pengulangan gerakan yang maksimum dengan pengaturan intensitas

yang didasarkan pada pengerahan energi yang efisien dari sistem fisiologik. Namun

demikian pada prakteknya sistem penyediaan energi bila dikaitan dengan durasi untuk

berlangsungnya aktivitas fisik tersebut, masih dibagi-bagi lagi dalam 5 zona penyediaan

energi. Lima (5) zona yang dimaksud seperti yang tercantum pada Tabel 3.1 berikut ini.
63

Tabel 3.3 Zona Penyediaan Energi dikaitakn dengan Intensitas Latihan Fisik

ZONA DURASI LEVEL SISTEM ERGOGENIK


ANEROBIK AEROBIK %
INTENSITAS ENERGI
%
1 1-15 detik Supra maksimum ATP-PC 100-95 0-5
2 15-60 detik Maksimum ATP-PC DAN 90-80 10-20

AL
3 1-6 menit Sub-maksimum LA+ AEROBIK 70 (40-30) 30 (60-70)
4 6-30 menit Menengah AEROBIK (40-30)-10 (60-70)-90
5 Di atas 30 Ringan/rendah AEROBIK 5 95
menit

Sumber: Bompa. 1994.

Sumber energi anaerobic yang utama dipasok dari ATP-PC yang tersedia di dalam

otot dan merupakan energi siap pakai dalam beberapa detik saja. ATP (adenosin tri

phospat) merupakan sumber energi utama yang dapat digunakan secara langsung oleh

otot, sedangkan energi PC (phospocreatin) digunakan untuk meresentesis ATP secara

cepat. Oleh karena itu cadangan energi anaerobic yang dapat diganti dalam fase

pemulihan dilakukan melalui sistem ATP-PC dan glikogen yang terdapat di dalam hati

dan otot. Cadangan ATP-PC dalam otot sangat terbatas dan sedikit, sehingga habis dalam

beberapa detik saja. Di seluruh tubuh terdapat hanya 570-690 mM ATP-PC dengan

jumlah kalori 5,7-6,9 Kcal. Waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan ATP-PC paling

tidak 30 detik sebanyak 70% dari jumlah semula telah terbentuk kembali dan dalam

waktu 3-5 menit sudah pulih sempurna. Bentuk-bentuk gerakan aktif (istirahat yang aktif)

akan mempercepat pemulihan cadangan ATP-PC.

Olahraga yang dominan aerobik dan dilakukan dalam jangka waktu relatif lama

dan olahraga dengan intensitas berubah-ubah dan melelahkan akan sangat menguras
64

cadangan glikogen otot dan hati. Untuk mempercepat terjadinya pemulihan cadangan

glikogen otot dan hati memerlukan penatalaksanaan yang lebih rumit. Hal-hal itu

berkaitan dengan:

a. Berilah konsumsi cairan dan makanan yang kaya akan glukosa atau sukrosa setelah

bertanding atau berlatih.

b. Lakukan istirahat yang pasif selama beberapa waktu setelah selesai bertanding atau

berlatih. Hal ini akan mempercepat pemulihan cadangan glikogen otot.

c. Berilah diet makanan tinggi karbohidrat dan es krim atau juice buah-buahan yang

kaya akan vitamin C dan kalsium. Hal ini akan mempecepat pemulihan cadangan

glikogen hati.

d. Khusus untuk cabang olahraga yang intensitasnya berubah-ubak, maka istirahat

dalam waktu 2 jam akan memulihkan cadangan glikogen sebanyak 40%, 5-10 jam

memulihkan cadangan glikogen sebanyak 60% dari jumlah semula., sedangkan setelah

24 jam istirahat, cadangan glikogen akan pulih 100%.

e. Untuk cabang olahraga yang simultan dan dominan aerobik (dominan daya tahan)

membutuhkan waktu pulih asal yang lebih lama yaitu sekitar 10 jam untuk mencapai

cadangan sebanyak 60%, sedangkan untuk pulih 100% membutuhkan waktu 46-48 jam

(2 hari).

3.5.2 Pembuangan Asam Laktat dari Darah dan Otot

Terbentuknya asam laktat sangat erat kaitannya dengan intensitas dan macam

olahraga yang dilakukan. Semakin bertambah berat intensitas olahraga akan semakin
65

besar pula pembentukan asam laktat di dalam darah dan otot. Olahraga yang dilakukan

dengan intensitas sub maksimal (60% dari DNM) akan mempercepat terbentuknya asam

laktat. Asam laktat yang terbentuk selama latihan dengan otomatis akan dibuang melalui

keringat (bila pengaturan cairan tubuh oleh ginjal berjalan baik) dan melalui urine setelah

latihan. Lebih lanjut Bompa (1994) mengungkapkan bahwa terbentuknya asam laktat,

dimulai dari zona intensitas medium dan semakin meningkat bila mencapai zona

intensitas maksimum. Zona pencapaian intensitas dengan indikator jumlah denyut nadi,

dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.4 Zona pencapaian Intensitas yang Didasarkan pada Denyut Nadi

Zona Tipe Intensitas Denyut Nadi/Menit


1 Rendah/ringan 120-149
2 Menengah/medium 150-169
3 Tinggi 170-184
4 Maksimum > 185

Untuk segera menurunkan kadar asam laktat di dalam darah dan otot setelah

latihan, lakukan istirahat aktif dan kontinyu. Hal ini didasarkan bahwa asam laktat akan

diubah kembali menjadi glikogen di hati (20% dari yang terbentuk) bila suplay oksigen

mencukupi. Pemulihan asam laktat memerlukan waktu minimal 25-60 menit setelah

berolahraga. Indikator bahwa asam laktat telah terurai kembali menjadi energi, apabila

kita merasakan tubuh kita segar dan tidak lelah setelah berolahraga.

3.5.3 Pemulihan Cadangan Oksigen

Oksigen yang tersedia di dalam tubuh simpanannya sangat kecil sekali (hanya

yang terikat oleh Hb dan dalam ruang alveolar). Namun demikian keadaan ini menjadi
66

sangat penting pada saat berolahraga, terutama olahraga yang terputus-putus, karena

oksigen tersebut digunakan selama periode kerja dan diisi kembali sewaktu istirahat.

Oksigen bersenyawa dengan mioglobin otot dan tersimpan sekitar 11,2 ml/kg otot.

Fase pemulihan cadangan oksigen otot memerlukan waktu sekitar 10-15 menit. Pemulihan

oksigen terjadi secara cepat (rapid recovery) melalui proses alaktasid, artinya pemulihan

oksigen tidak tergantung pada proses pembuangan asam laktat otot dan darah, tetapi

proses tersebut ditujukan untuk merestorasi cadangan fosfagen otot. Selanjutnya diikuti

pemulihan secara lambat (low recovery) berkaitan dengan proses laktasid, artinya

pemulihan oksigen tergantung dari pembuangan asam laktat dari otot dan darah sewaktu

dan setelah berolahraga.

Sebagai kesimpulan dari macam proses pemulihan di dalam tubuh, dapat disimak

waktu pemulihan yang dianjurkan setelah latihan yang melelahkan, sampai menguras

cadangan glikogen otot dan hati.

Tabel 3.5 Waktu pemulihan yang dibutuhkan tubuh sesuai dengan sistem energi

Proses Pemulihan Waktu Minimum Waktu Maksimum


Restorasi Fosfagen otot (ATP-PC) 2 menit 3 menit
Pemulihan oksigen secara alaktasit 3 menit 5 menit
Restorasi cadangan O2-Mioglobin 1 menit 2 menit
Restorasi glikogen otot 10 jam - 46 jam setelah latihan lama
- 24 jam setelah latihan
intensitas berubah-ubah
Pembuangan asam laktat dari otot 30 menit 1 jam
dan darah
Pemulihan oksigen secara laktasit 30 menit 1 jam
3.6 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pemulihan

Setelah kita mengetahui teori-teori yang membahas tentang pemulihan, rasanya

tidak lengkap bila kita tidak mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi waktu pulih
67

asal seseorang. Proses pemulihan itu sendiri terjadi sangat multi-dimensional dan

dipengaruhi banyak factor. Oleh karena itu seorang guru penjas dan pelatih, harus

mampu mengamati dan selektif untuk menerapkan teknik-teknik pemulihan dengan

mempertimbangkan karakteristik setiap murid atau atlet yang dilatihnya. Faktor-faktor

yang mempengaruhi pemulihan:

1. Usia, atlet yang masih muda dan remaja, membutuhkan pemulihan dalam jangka

yang relatif lebih cepat, semakin mendekati usia dewasa, akan membutuhkan waktu

pemulihan yang lebih lama.

2. Pengalaman berlatih. Atlet yang berpengalaman akan sangat mampu

mengendalikan stress fisik dan psikis, sehingga pemulihan relatif lebih cepat daripada

yang tidak berpengalaman.

3. Tingkatan berat ringannya latihan fisik. Latihan berat dan padat, akan

membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama.

4. Jenis kelamin laki-laki dan wanita berbeda dalam pemulihan. Proses pemulihan

pada wanita terjadi dengan cara yang lebih lambat, sementara laki-laki terjadi lebih

cepat.

5. Faktor iklim, ketinggian, dan waktu biologik, akan mempengaruhi waktu

pemulihan.

3.7 Teknik Melakukan Pemulihan

Teknik untuk mencapai pemulihan yang optimal dalam jangka waktu yang relatif

lebih pendekpun, penting dikuasai oleh penjas dan pelatih. Teknik pemulihan dipandang
68

dari cara proses dan fasilitasnya, dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: teknik pemulihan

alamiah, teknik pemulihan fisioterapeutik, dan teknik pemulihan psikological terapeutik.

3.7.1 Teknik Pemulihan Alamiah

Teknik pemulihan alamiah artinya upaya untuk mencapai pemulihan dengan cara

yang biasa terjadi secara siklik dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Teknik tersebut

adalah:

a. Tidur, ini merupakan bentuk dari istirahat pasif yang sangat bermanfaar bagi

pemulihan fisiologik, cadangan energi, dan stress psikologik. Tidur yang dianjurkan

dalam posisi kepala tidak menggunakan bantalan, suasana redup (bukan gelap), dan

bila perlu lakukan dulu massage ringan, sehingga otot menjadi jauh lebih rileks.

Waktu yang baik untuk pemulihan kualitas seluruh sistem tubuh dan mental, paling

tidak 7-8 jam.

b. Kinoterapi, merupakan bentuk dari istirahat aktif, dan sangat cocok bila seorang

atlet dalam keadaan tegang karena pengaruh emosional. Cara yang terbaik dari

kinoterapi adalah berenang atau sekedar berendam dalam air hangat atau dingin

dengan sedikit melakukan gerakan-gerakan yang menyenangkan.

c. Pola hidup, sangat erat dengan kondisi keluarga dan teman sekelompok atau

teman bermain, dan atmosfir tim. Kekompokan dan saling pengertian dalam tim akan

sangat membantu seseorang terlepas dari ketegangan dan kepayahan yang berlebih.

Kondisi ini akan membawa kesenangan dan kepuasan. Oleh karena itu mencari angin

segar dan berekreasipun bagi atlet dan pelatih sama pentingnya dengan berlatih.

3.7.2 Teknik Pemulihan Fisioterapeutik


69

Teknik fisioterapeutik memang ditujukan untuk mempercepat pemulihan kondisi

tubuh setelah melakukan olahraga berat atau latihan fisik yang melelahkan. Teknik ini

semua dilakukan didasarkan dengan konsep fisiologik tubuh. Macam-macam teknik

tersebut adalah:

a. Massage, dapat dilakukan dengan manuver spesifik baik dengan cara manual,

mekanikal, atau elektrikal. Secara manual biasanya dilakukan oleh seorang masseur

atau tukang pijat/urut. Teknik ini sangat bermanfaat untuk penenangan/rekasasi

sistem otot yang tegang, mengeliminir substansi racun dari jaringan tubuh,

mempercepat penyerapan, dan meningkatkan fungsional koordinasi antara saraf-otot.

Lakukan massage dalam jangka waktu 15-20 menit sebelum berlatih, berendam

sauna sekitar 20-30 menit, dan pijat dalam waktu 30-60 menit.

b. Elektrikstimulasi dan ultrasound. Teknik terapi ini sangat tepat untuk

mempercepat waktu pemulihan, dengan cara menstimulasi sirkulasi lokal pada

bagian tubuh yang dominan digunakan pada saat beraktivitas. Efeknya peredaran

darah akan menjadi lancar dan pembentukan cadangan energi akan lebih cepat,

karena suplay oksigen ke jaringan semakin banyak. Ultrasound, sangat tepat untuk

menurunkan suhu tubuh yang berlebihan, menghilangkan rasa nyeri pada tendon

dan ligamen, dan sebagai antiimflamasi pada jejas karena traumatic yang berskala

kecil sebagai efek negatif dari latihan yang intensif.

c. Balneo terapi. Teknik terapi ini didasarkan pada konsep propilaktik. Media dari

teknik ini adalah penggunaan air sebagai bahan terapi. Teknik terapi ini sangat tepat

untuk sistem saraf dan sistem endokrin. Misalnya saja mandi dengan cara shower air

panas (38-420C ) selama 8-10 menit, berendam di air panas (36-40 0 C) selama 10-20
70

menit akan sangat membantu relaksasi sirkulasi darah dan otot. Sementara itu

termoterapi dengan suhu (40-800C) sangat baik untuk terjadinya vasodilatasi dan

perspirasi system peredaran darah dan pernapasan, sehingga mampu mengeliminir

racun dari sel otot.

d. Aeroterapi. Teknik pemulihan yang didasarkan pada penyediaan kecukupan

oksigen. Oksigenoterapi dilakukan atas dasar bahwa tubuh pada saat melakukan

aktivitas berat dan lama, sangat dimungkinkan untuk menghutang oksigen, karena

ketersediaan oksigen dalam darah dan jaringan tidak mencukupi kebutuhan aktivitas

jaringan. Oleh karena itu, setelah latihan berat, dapat saja atlet diberikan konsumsi

oksigen secara eksternal, sehingga penyingkiran racun dari darah dan otot menjadi

maksimal.

e. Refleksoterapi. Teknik pemulihan ini didasarkan pada asumsi bahwa selama

melakukan aktivitas berat, refleks tubuh sedemikian padat, sehingga butuh waktu

untuk membuat rileks sistem refleks tubuh. Salah satunya adalah dengan teknik

akupuntur. Teknik ini bermanfaat untuk menurunkan ketegangan emosional,

pesimistis, dan kondisi yang depresi karena beban latihan atau bertanding yang

terlalu berat untuk dipikul.

f. Khemoterapi. Teknik ini didasarkan pada zat-zat gizi yang berperan dalam

pemulihan cadangan energi. Utamanya dalam bentuk vitamin yang dianggap

sebagai suplemen penambah energi spontan. Vitamin memang berfungsi untuk

memepercepat reaksi oksidasi bahan makanan. Vitamin yang dibutuhkan adalah: Vit

B, untuk katalisator, vit H, D2, dan E, untuk penghancur zat-zat kelelahan, anemia,

dan metabolisme otot. Untuk lebih rinci dianjurkan hal-hal sebagai berikut:
71

f.1. Untuk olahraga yang berdurasi pendek di atas 60 detik (anaerobik), maka diberikan

vitamin B12 5 mg, vit B2 10 mg, garam 200 mg, kalsium 75 mg, magnesium 250 mg, zat

besi 1.5 mg, dan glikokol 150 mg.

f.2 Untuk olahraga yang berdurasi panjang, diberikan vitamin B12 10 mg, vit B2 20 mg,

garam 500 mg, kalsium 75 mg, magnesium 250 mg, zat besi 3.5 mg, dan glikokol 200

mg, dan fruktosa 5 gram.

3.7.3 Teknik Pemulihan Psikoterapeutik

Teknik pemulihan psikoterapeutik diutamakan untuk pemulihan kepayahan

sistem saraf pusat. Hal ini sangat difahami bahwa, selama berlatih apalagi dalam keadaan

bertanding, kondisi psikologis atlet sedemikian tertekan. Oleh karena itu seorang pelatih

atau guru penjas harus mampu membangkitkan motivasi, pengertian, dan cara mengatasi

tekanan mental pada atlet, sehingga atlet mampu melakukan “self-suggestion”. Dengan

kemampuan tersebut, atlet dapat mengantisipasi beban fisik dan psikis pada saat berlatih

dan bertanding.

Anda mungkin juga menyukai