Anda di halaman 1dari 8

FISIOLOGI OLAHRAGA

TES AMBANG RANGSANG ANAEROBIK


METODE CONCONI DENGAN LARI DI LAPANGAN
Dosen Pengampu : Dr. Farida Mulyaningsih M.Kes

Disusun Oleh:
Niko Ardiansah
20601241055

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
PRAKTIKUM 8
TES AMBANG RANGSANG ANAEROBIK
METODE CONCONI DENGAN LARI DI LAPANGAN
Dasar Teori
Conconi mengembangkan suau metode yang memungkinkan kita menetapkan ambang
batas anaerobik tanpa mengukur laktat, dan dengan demikian tanpa mengambil sampel darah,
yakni cara penentuan ambang batas anaerobik yang noninvasif yang disebut metode Conconi.
Ambang batas anaerobik (ABA) dapat digambarkan sebagai berikut : ABA adalah intensitas.
Misal kecepatan lari tertinggi yang dapat dipertahankan untuk suatu periode tertentu dari VO2
maks. Ketika persentase ini terlampaui, akumulasi asam laktat terjadi. Karena asidosis ini,
eksersi tidak dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi untuk waktu yang lama.
Metode conconi adalah uji lapangan dia menentukan korelasi antara kecepatan lari dan
kecepatan denyut nadi. Hubungan antara kecepatan lari (KL) dan kecepatan denyut nadi (DN)
sebagian adalah linear dan sebagian lagi nonlinear. Kecepatan dimana korelasi linear antara KL
dan DN lenyap disebut velositas defleksi (Vd). Waktu yang diperlukan oleh DN untuk
menyesuaikan diri dengan kecepatan lari yang baru adalah 10 sampai 20 detik.
Untuk praktikum ini kita menggunakan metode modifikasi Conconi yang dibuat oleh dr
Tjaliek Soegiardo, beban kerja dengan naik turun bangku dan penghitungan denyut nadi, hal ini
sama bahwa kenaikan beban diikuti dengan kenaikan DN secara inear tetapi pada titik tertentu
antara kenaikan beban dengan DN tidak linear, ketidak linear ini sering disebut dengan titik
defleksi (pembengkokan).

Fasilitas dan Alat :


1. Lapangan dengan lintasan 400 meter
2. Setiap 200 meter ada tanda khusus, dan setiap 20 meter diberi tanda jarak yang jelas
3. Stopwacth
4. Sebuah table jarak dan waktu tempuh
5. Alat tulis
Pelaksanaan Tes.
Start setelah pemanasan secukupnya, disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan orang coba.
Orang coba berlari di lintasan 400 meter. Kecepatan lari dimulai dari perlahan-lahan, setiap 200
meter berikutnya ditempuh dengan waktu 1 – 3 detik lebih cepat. Kecepatan awal untuk tes saat
ini dimulai dengan menempuh 200 meter pertama waktu 70 detik, kenudian setiap 200 meter
berikutnya dinaikkan lebih cepat 2 detik. Pada setiap jarak 200 meter diukur denyut jantungnya
dengan cara 10 denyutan, tidak ada waktu istirahat.

DATA HASIL PENGUKURAN


Kelompok :3
Nama : Niko Ardiansah
No. Mahasiswa : 20601241055
Tanggal Praktikum : 9 November 2021

1. Nama Probadus : Febrian Banu Salsabili


Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tinggi Badan/Berat Badan : 173cm/68kg
2. Denyut Nadi Istirahat (Awal) : 80/menit
3. Denyut Nadi
Jarak 200 m : 4 detik
Jarak 400 m : 3,85 detik
Jarak 600 m : 3,75 detik
Jarak 800 m : 3,41 detik
Jarak 1000 m : 3,37 detik
Jarak 1200 m : 3, 26 detik
Jarak 1400 m : 3,24 detik
Jarak 1600 m : 3,71 detik
4. Denyut nadi pada waktu defleksi : 3,24 detik pada jarak 1400 meter
5. Masukkan data di atas pada grafik.

Denyut Jantung Waktu/10 DN


220 2.73
215 2.79
210 2.85
205 2.92
200 3.00
195 3.07
190 3.15
185 3.24
180 3.33
175 3.42
170 3.52
165 3.63
160 3.76
155 3.87
150 4.00
145 4.13
140 4.28
135 4.44
130 4.61
125 4.80
120 5.00
115 5.21
110 5.45
105 5.71
100 6.00
95 6.31
90 6.66

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 Meter
KAJIAN TEORI

Daya tahan anaerobik adalah proses pemenuhan kebutuhan tenaga di dalam tubuh untuk
memanfaatkan glikogen agar menjadi sumber tenaga tanpa bantuan oksigen dari luar. Oleh
karena itu daya tahan anaerobik tidak seperti daya tahan aerobik, yaitu merupakan proses
pemenuhan kebutuhan energi yang tidak memerlukan bantuan oksigen dari luar tubuh manusia,
sedangkan kemampuan anaerobik itu sendiri dapat diartikan sebagai kecepatan maksimal dengan
kerja yang dilakukan menggunakan sumber energi anaerobik.
Pendapat lain menyatakan bahwa anaerobik berarti bekerja tanpa menggunakan oksigen
dan hal ini terjadi ketika keperluan tubuh akan energi tiba-tiba meningkat (Joko Purwanto,2004).
Menurut Sukadiyanto (2011: 61) anaerobik adalah aktivitas yang tidak memerlukan bantuan
oksigen. Daya tahan anaerobik dibagi menjadi dua, yaitu: (a) daya tahan anaerobik laktit adalah
kemampuan seseorang untuk mengatasi beban latihan dengan intensitas maksimal dalam jangka
waktu 10 detik sampai 120 detik; dan (b) daya tahan anaerobik alaktit adalah kemampuan
seseorang untuk mengatasi beban latihan dengan intensitas maksimal dalam jangka waktu
kurang dari 10 detik.
Menurut Hendratno (2013: 2) daya tahan anaerobik adalah bentuk ketahanan
olahragawan melakukan aktivitas tanpa menggunakan oksigen, tubuh dapat mempertahankan
tingkat intensitas tertentu hanya untuk waktu singkat. Menurut Janssen (1989) ambang batas
anaerobik (ABA) adalah intensitas, misalnya kecepatan lari tertinggi yang dapat dipertahankan
untuk suatu periode waktu yang lama. Ambang rangsang anaerobik adalah suatu keadaan di
mana energi secara aerobik sudah tidak mampu lagi mensuplai kebutuhan energi, tetapi
pemenuhannya secara anaerobik (Sukadiyanto, 2011: 68).
Latihan anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan
energi secara cepat dalam waktu singkat, namun tidak dapat dilakukan secara kontinu untuk
durasi waktu yang lama. Latihan anaerobik tergolong latihan fisik dengan intensitas tinggi maka
otot berkontraksi dalam keadaan anaerobik sehingga penyedian ATP melalui proses glikolisis
anaerobik, otot melakukan aktivitas yang sangat kuat selama beberapa detik dengan
membutuhkan energi ekstra selama kerja berat dalam waktu lebih dari 5-10 detik. Akibatnya
glikogen otot selama latihan berat menjadi berkurang, sedangkan kadar asam laktat darah
meningkat, dalam waktu yang bersamaan terjadi juga perubahan sistemik, yaitu peningkatan
denyut jantung. Denyut jantung pada orang yang terlatih dapat mencapai 85%-90% dari detak
jantung maksimal, sedangkan pada orang yang tidak terlatih hanya dapat mencapai 65% dari
detak jantung maksimal, peningkatan kadar asam laktat akan mengganggu performance (Scott,
Powers, 2001).
Penurunan performance peserta latihan fisik anaerobik karena adanya peningkatan kadar asam
laktat. Untuk mengurangi peningkatan asam laktat dan menaikkan kadar ambang batas asam
laktat perlu adanya latihan fisik anaerobik seperti lari cepat (sprint), push-up, body building dan
loncat jauh (Hatfied,1993).
Aktifitas fisik anaerobik bergantung pada energi yang disimpan di otot dan hasil dari proses
glikolisis (Muliadin 2009). Denyut nadi saat saat melakukan aktivitas fisik hingga mencapai
kelelahan disebut dengan denyut nadi maksimal/DNM (maximum heart rate/MHR). Prosedur
untuk menentukan besarnya DNM dapat dilakukan dengan metode Conconi. The Conconi tes
(Conconi 1982) adalah metode sederhana untuk mengukur maksimum ambang batas anaerobik
dan aerobik. Tahun 1982, Conconi menyatakan bahwa ambang anaerobic berkorelasi ke titik
lendutan di denyut jantung.

Pada dasarnya, detak jantung dan intensitas latihan adalah linear yaitu meningkatkan intensitas
latihan. Namun, Conconi menemukan bahwa denyut jantung mencapai titik defleksi atau titik
tertinggi pada intensitas latihan maksimal. Metode conconi menggambarkan respon besarnya
beban aktivitas fisik terhadap pola respon kenaikan denyut jantung. Penerapan metode conconi
dapat dilakukan dengan berlari atau bersepeda. Dari pola respon denyut jantung tersebut
didapatkan perkiraan denyut jantung maksimal dan nilai ambang kemampuan aerobi dan
anaerobic (Conconi et al., 1996; Grazzi et al., 2005).
PEMBAHASAN

Praktikum pengukuran ambang batas anaerobic diawali dengan mengukur denyut nadi probadus
sebelum melakukan praktikum, kemudian di dapatkan hasil 80DN/Menit. Setelah itu probadus
diminta melakukan pemanasan. Kemudian setelah selesai pemanasan probadus mulai lari 200
meter pertama dengan waktu 70 detik, setelah sampai di 200 meter pertama probadus diukur
DN 10 denyutan tanpa istirahat dan setelah diukur probadus langsung melanjutkan lari
200meter berikutnya dengan waktu dikurangi 2 detik. Begitu pula tahapan-tahapan selanjutnya
sampai di dapatkan titik defleksi dari probadus.

Daya tahan anaerobik setiap orang berbeda-beda yang dapat dipengaruhi beberapa hal
diantaranya usia, komposisi tubuh (IMT dan lemak tubuh), asupan gizi, kadar hemoglobin, efek
tidur terlalu larut malam, latihan fisik yang kurang, serta meningkatnya penumpukan asam
laktat dalam tubuh. Pada saat kadar asam laktat darah meningkat maka tubuh melakukan proses
anaerobik, kondisi ini tidak dapat bertahan lama karena otot tidak mampu bekerja akibat
mengalami kelelahan (Brooks, 1985). Dari data hasil praktikum diatas orang coba melakukan
praktik hingga mengalami kelelahan sampai pada jarak 1600 meter. Kemudian pada jarak 1400
meter orang coba mengalami titik defleksi. Maka hal ini sesuai dengan metode modifikasi
Conconi bahwa kenaikan beban diikuti dengan kenaikan Denyut Nadi secara linear tetapi pada
titik tertentu antara Kenaikan beban dengan Denyut Nadi tidak linear, ketidak linear ini yang
disebut waktu defleksi.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M.Y. & Widiyanto. (2014). Kemampuan Daya Tahan Anaerobik Dan Daya Tahan
Aerobik Pemain Hoki Putra Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Sport Scientific.
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. 7(1).
Budiman, Iwan. (2006). Perbandingan Pengaruh Latihan daya Tahan Aerobik Dengan
Parameter Laktat dan Denyut Nadi. Artikel Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha. 6(1).
Pratiknya, Widodo Edi. (2021). Perbedaan Respon Perubahan Denyut Nadi Saat Latihan Fisik
Submaksimal Di Lingkungan Hiperbarik Hiperoksia Dibandingkan Di Lingkungan
Normobarik Normooksi. Surabaya Biomedical Journal, 1(1).
Rohaya, R. (2014). Pengaruh Latihan Fisik Anaerobik Terhadap Kadar Ambang Batas Asam
Laktat Pada Orang Yang Terlatih. JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang), 2(14).

Anda mungkin juga menyukai