Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUS NORMAL DENGAN EPISIOTOMI


DI RUANG VK RSU KMC LURAGUNG
2021

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Program Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Oleh:
DIAN WIDIANINGRUM
JNR0200011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2020 – 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. i


A. Konsep Dasar Persalinan ...................................................................................... 1
1. Pengertian Persalinan........................................................................................... 1
2. Etiologi Terjadinya Persalinan ............................................................................. 1
3. Manifestasi Klinis Mulainya Persalinan ............................................................... 4
4. Tahapan Persalinan .............................................................................................. 4
5. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum ..................................................................... 9
B. Konsep Dasar Episiotomi .................................................................................... 10
1. Pengertian Episiotomi ........................................................................................ 10
2. Etiologi ............................................................................................................. 11
3. Patofisiologi ...................................................................................................... 11
4. Manifestasi Klinis .............................................................................................. 13
5. Penatalaksanaan ................................................................................................ 14
6. Komplikasi ........................................................................................................ 15
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan .................................................................. 15
1. Wawancara ........................................................................................................ 15
2. Pemeriksaan fisik .............................................................................................. 17
3. Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................... 20
4. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul ................................................. 20
5. Rencana Asuhan Keperawatan ........................................................................... 21
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 30

i
A. Konsep Dasar Persalinan
1. Pengertian Persalinan

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada


kehamilan yang cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi pada ibu
maupun pada janin (Prawirohardjo, 2007).

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan


uri) yang telah cukup bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui vagina secara
spontan (Manuaba, 1998; Wiknjosastro dkk, 2005).

Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang cukup bulan, lahir


secara spontan dengan presentasi belakang kepala, disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban dari ibu, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin
(Ai Nurasiah, 2014).

Persalinan adalah proses pengeluaran (kelahiran) hasil konsepsi yang


dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Proses tersebut dikatakan
normal atau spontan jika bayi yang dilahirkan berada pada posisi letak belakang
kepala dan berlangsung tanpa bantuan alat – alat atau pertolongan, serta tidak
melukai ibu dan bayi. Pada umunya proses ini berlangsung dalam kurang dari
24 jam (Jeny J. Sondakh, 2013).

2. Etiologi Terjadinya Persalinan

Menurut Jenny J. S. Sondakh (2013) terdapat beberapa teori yang


berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his sehingga menjadi awal mula
terjadinya proses persalinan, walaupun hingga kini belum dapat diketahui
dengan pasti penyebab terjadinya persalinan.

a. Teori Penurunan Progesteron

Kadar hormon progesteron akan mulai menurun pada kira – kira 1-2
minggu sebelum persalinan dimulai.

1
Terjadinya kontraksi otot polos uterus pada persalinan akan
menyebabkan rasa nyeri yang hebat yang belum diketahui secara pasti
penyebabnya, tetapi terdapat beberapa kemungkinan, yaitu:

1) Hipoksia pada iometrium yang sedang berkontraksi


2) Adanya penekanan ganglia saraf di serviks dan uterus bagian bawah
otot – otot yang saling bertautan.
3) Peregangan serviks pada saat dilatasi atau pendataran serviks, yaitu
pendekatan saluran serviks dari panjang sekitar 2 cm menjadi hanya
berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas.
4) Peritoneum yang berada di atas fundus mengalami peregangan.
b. Teori keregangan

Ukuran uterus yang makin membesar dan mengalami penegangan


akan mengakibatkan otot – otot uterus mengalami iskemia sehingga
mungkin dapat menjadi faktor yang dapat mengganggu sirkulasi
uteroplasenta yang pada akhirnya membuat plasenta mengalami degenerasi.
Ketika uterus berkontraksi dan menimbulkan tekanan pada selaput ketuban,
tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks.

c. Teori oksitosin Interna

Hipofisis posterior menghasilkan hormon oksitosin. Adanya


perubahan keseimbangan antara estrogen dan progesteron dapat mengubah
tingkat sensitivitas otot rahim dan mengakibatkan terjadinya kontraksi
uterus yang disebut Braxton Hicks. Penurunan kadar progesteron karena
usia kehamilan yang sudah tua akan mengakibatkan aktivitas oksitosin
meningkat sehingga persalinan dimulai.

d. Teori Prostagladin

Konsentrasi prostagladin meningkat sejak umur kehamilan 15


minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostagladin saat hamil
dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat
dikeluarkan. Prostagladin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan.
(Rohani, 2011).

2
e. Teori hipotalamus – pituitari – glandula suprarenalis

Teori ini ditujukan pada kasus anensefalus. Pada kehamilan dengan


anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas
janin, induksi (mulainya) persalinan. Dari percobaan tersebut disimpulkan
adanya hubungan antara hipotalamus dan pituitari dengan mulaiya
persalinan, sedangkan glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya
persalinan. (Indriyani dan Moudy, 2016).

f. Teori berkurangnya nutrisi

Teori berkurangnya nutrisi pada janin pertama kali dikemukakan oleh


hipokrates, dimana ia mengemukakan apabila nutrisi pada janin berkurang
maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. (Indriyani dan Moudy, 2016).

g. Teori plasenta menjadi tua

Semakin tuanya plasenta akan menyebabkan penurunan kadar


estrogen dan progesteron yang berakibat pada kontriksi pembuluh darah
sehingga menyebabkan uterus berkontraksi. (Indriyani dan Moudy, 2016).

h. Teori iritasi mekanik


Berdasarkan anatominya, pada bagian belakang serviks terdapat
ganglion servikale (fleksus Frankenhauser). Penurunan bagian terendah
janin akan menekan dan menggeser ganglion sehingga menyebabkan
kontraksi. (Indriyani dan Moudy, 2016)
i. Teori distensi rahim
Rahim yang membesar dan merenggang menyebabkan iskemia otot
– otot rahim. Sehingga mengganggu sirkulasi utero – plasenter. (Indriyani
dan Moudy, 2016).

Bagaimana terjadinya persalinan masih tetap belum dapat dipastikan,


besar kemungkinan semua faktor bekerja sama – sama, sehingga pemicu
persalinan menjadi multifaktor. (Rohani dan Moudy, 2011).

3
3. Manifestasi Klinis Mulainya Persalinan

a. His / kontraksi
His atau kontraksi uterus yang terjadi secara teratur dan menimbulkan
ketidaknyamanan serta kadang-kadang nyeri merupakan tanda persalinan
yang sebenarnya kalau his tersebut berlanjut terus dan semakin meningkat
frekuensinya.
b. Bloody show
Bloody show diartikan sebagai terlihatnya mukus atau lendir yang
mengandung bercak darah dan keluar dari vagina. Lendir tersebut berasal
dari serviks dan selama kehamilan berfungsi sebagai sumbatan pelindung.
Kemunculannya menunjukkan bahwa serviks sudah mulai berdilatasi.
c. Dilatasi serviks
Dilatasi yang terjadi secara bertahap merupakan indikator yang
menunjukkan kemajuan persalinan tersebut disertai dengan kontraksi uterus.
Dilatasi serviks diketahui atau dipastikan dengan pemeriksaan pervaginam.
d. Engagement presenting part
Presenting part (yang biasanya kepala janin) akan mengalami
“engagement” atau “tertanam” kedalam panggul. Pada primigravida,
peristiwa ini terjadi 3–4 minggu sebelum proses persalinan dimulai. Dinding
abdomen pada multipara tidak begitu kencang sehingga engagement baru
terjadi setelah proses persalinan dimulai (Kuswanti, 2014).

4. Tahapan Persalinan

Menurut Ai Nurasiah, dkk (2014) tahapanpersalinan sebagai berikut :

a. Kala I (Kala Pembukaan)


Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan
pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).
Persalinan kala I dibagi menjadi dua fase, yaitu:
1) Fase laten
a) Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap.
b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.

4
c) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampit atau hingga 8 jam.

2) Fase aktif dibagi menjadi 3 fase, yaitu:


a) Fase akselerasi
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.

b) Fase dilatasi maksimal


Dalam waktu 2 jam pembukaan serviks berlansung cepat dari 4 cm
menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi
Pembukaan serviks menjadi lambat, dalam waktu 2 jam dari
pembukaan 9 cm menjadi 10 cm.
Pada primipara, berlangsung selama 12 jam dan pada
multipara sekitar 8 jam. Kecepatan pembukaan serviks 1 cm/jam
(primipara) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)
b. Kala II (Kala Pengeluaran janin)
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirmya bayi. Kala II pada primipara berlansung
selama 2 jam dan multipara selama 1 jam. Kala II juga disebut sebagai kala
pengeluaran bayi. Pada kala II ini memiliki ciri khas:
1) His terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama kira – kira 2 – 3 menit
sekali.
2) Kepala janin telah masuk ruang panggul dan secara reflektoris
menimbulkan rasa ingin mengejan.
3) Tekanan pada rektum, ibu merasa ingin BAB.
4) Anus membuka.
Tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang
hasilnya adalah:
a) Pembukaan serviks telah lengkap (10 cm).
b) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan
perineum meregang, dengan his dan mengejan yang terpimpin kepala akan
lahiir dan diikuti selurug badan janin.
Lama pada kala II ini pada primipara berlansung 1,5 jam – 2 jam dan

5
pada multipara berlangsung 0,5 jam – 1 jam.
c. Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirmya plasenta dan selaput ketuban, yang berlangsung tidak lebih
dari 30 menit. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi
lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan fundus uteri. Dan pada
pengeluran plasenta biasanya disertai dengan pengeluara darah kira – kira
100 – 200 cc.
d. Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama Post
Partum. Tahap ini digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap
bahaya perdarahan. Dalam tahap ini ibu masih mengeluarkan darah dari
vagina, tapi tidak banyak, yang berasal dari pembuluh darah yang ada di
dinding rahim tempat terlepasnya plasenta, dan setelah beberapa hari akan
mengeluarkan cairan sedikit darah yang disebut lokia yang berasal dari sisa
– sisa jaringan
2. Jenis – jenis persalinan

Menurut Ai Nursiah, dkk (2014) ada jenis persalinan berdasarkan bentuk


persalinan:

a. Persalinan Spontan: bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu


sendiri.
b. Persalinan Buatan: bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga dari
luar.
c. Persalinan Anjuran: bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan
ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsangan.
3. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan menurut Dwi Asri H. dan Cristine Clervo P. (2012)
adalah:
a. Turunnya kepala dibagi menjadi dua yaitu masuknya kepala dalam pintu atas
panggul, dan majunya kepala.
b. Pembagian ini terutama berlaku pada primigravida. Masuknya ke dalam pintu
atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan

6
tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
c. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis,
melintang dan dengan fleksi yang ringan.
d. Masuknya sutura sagitalis terdapat ditengah – tengah jalan lahir, ialah tepat di
antara simpisis dan promontorium, maka kepala dikatakan dalam synclitismus
os parietal depan dan belakang sama tingginya.
e. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke belakang
mendekati promontorium maka posisi ini disebut asynclitismus. Pada pintu
atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan,
asynclitismus posterior ialah jika sutura sagitalis mendekati simpisis dan os
parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan.
f. Asynclitismus anterior ialah jika sutura sagitalis mendekati promontorium
sehingga os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang.
g. Majunya kepala pada primigravida terjadi setelah kepala masuk ke dalam
rongga panggul dan biasanya baru dimulai pada kala 2. Pada multigravida
sebaiknya maju kepala dan masuknya kepala ke dalam rongga panggul terjadi
bersamaan. Yang menyebabkan majunya kepala: tekanan cairan intrauteri,
tekanan langsung oleh fundus pada bokong, kekuatan meneran, melurusnya
badan janin oleh peubahan bentuk rahim.
h. Penurunan terjadi selama persalinan oleh karena daya dorong dari kontraksi
dan posisi, serta peneranan selama kala 2 oleh ibu.
i. Fiksasi (engagement) merupakan tahap penurunan pada waktu dimeter
biparetal dari kepala janin telah masuk panggul ibu.
j. Desensus merupakan syarat utama kelahiran kepala. Terjadi karena adanya
tekanan cairan amnion, tekanan langsung pada bokong saat kontraksi, usaha
meneran, ekstemsi dan pelurusan badan janin.
k. Fleksi, sangat penting bagi penurunan kepala selama kala 2 agar bagian terkecil
janin masuk panggul dan terus turun. Dengan majunya kepala, fleksi
bertambah hingga ubun – ubun besar. Keutungan melalui jalan lahir yaitu
diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm). Fleksi tahanan dari pinggir pintu
atas panggul, serviks, dinding panggul ini terjadilah fleksi, karena moment
yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi

7
l. Putaran paksi dalam/rotasi internal, pemutaran dari bagian depan memutar ke
depan ke bawah sympisis. Pada presentasi belakang kepala bagian terendah
ialah daerah ubun – ubun kecil dan kepala bagian inilah yang akan memutar ke
bawah simpisis. Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala
karena kepala dengan bentuk jalan lahir ksususnya bentuk bidang tengah dan
pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu
kepala sampai ke hodge III, kadang – kadang baru setelah kepala sampai di
dasar panggul. Sebab – sebab putaran paksi dalam: pada letak fleksi, bagian
belakang kepala merupakan bagian terendah kepala. Pada bagian terendah dari
kepala ini mencari tahapan yang paling sedikit yaitu pada sebelah depan atas
dimana terdapat hiatus genetalis antara M. Levator ani kiri dan kanan. Pada
ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior.
m. Rotasi internal dari kepala janin akan membuat diameter anteriorposterior
(yang lebih panjang) dari kepala akan menyesuaikan diri dengan diameter
anteriorposterior dari panggul.
n. Ekstensi, setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini terjadi pada saat lahir
kepala, terjadi karena gaya tahanan dari dasar panggul dimana gaya tersebut
membentuk lengkungan Carrus, yang mengarahkan kepala ke atas menuju
lubang vulva sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.
Bagian leher belakang di bawah occiputnya akan bergeser di bawah simpisis
pubis dan bekerja sebagai titik poros. Uterus yang berkontraksi kemudian
memberi tekanan tambahan atas kepala yang menyebabkan ekstensi kepala
lebih lanjut saat lubang vulva-vagina membuka lebar. Pada kepala bekerja dua
kekuatan, yang satu mendesaknya ke bawah dan satunya karena disebabkan
tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultantenya ialah kekuatan
ke arah depan atas.
o. Setelah subocciput tertahan pada pinggir bawah sympisis maka yang dapat
maju karena kekuatan tersebut di atas adalah bagian pada pinggir atas perineum
atas ubun – ubun besar, dahi hidung dan mulut dan akhirnya dagu dengan
gerakan ekstensi. Subocciput yang menjadi pusat pemutaran disebut
hypomoclion.

8
p. Rotasi eksternal/putaran paksi luar, terjadi bersamaan dengan perputaran
interior bahu. Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena
putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restistisusi adalah perputaran
kepala sejauh 450 baik ke arah kiri atau kanan bergantung pada arah dimana ia
mengikuti perputaran menuju posisi oksiput anterior. Selanjutnya putaran
dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischidium.
Gerakan yan terakhir ini adalah gerakan paksi luar yang sebenarnya dan
disebabkan karena ukuran bahu, menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior dari pintu bawah panggul.
q. Ekspulsi, setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah sympisis dan
menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan
menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan
lahir mengikuti lengkung carrus (kurva jalan lahir).
5. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum

Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologis post partum


dibagi menjadi beberapa fase yaitu :

1) Fase Taking In ( dependent)


Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana ibu
membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien sangat
ketergantungan.
2) Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima
pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu
membutuhkan banyak sumber informasi.
3) Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah kelahiran,
dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal.

9
B. Konsep Dasar Episiotomi
1. Pengertian Episiotomi
Episiotomi adalah insisi yang dibuat pada vagina dan perineum untuk
memperlebar bagian lunak jalan lahir sekaligus memperpendek jalan lahir.
Robekan perineum atau ruptur terjadi pada hampir setiap persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada seorang primipara atau orang
yang baru pertama kali melahirkan terjadi ketika kepala janin keluar. Luka-luka
biasanya ringan tetapi juga terjadi luka yang luas dan berbahaya. Dari jahitan
perineum tadi pasti menimbulkan rasa nyeri. Nyeri dapat terjadi pada hari
pertama sampai hari ke empat post episiotomi karena proses inflamasi dan terjadi
pelepasan zat-zat kimia seperti prostaglandin yang dapat meningkatkan
transmisi nyeri (Rukiyah dkk, 2010).

Episiotomi adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan


mencegah ruptur perineum totalis (Sulistyawati & Nugraheny, 2010).

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan


terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum
(Prawirahardjo, 2012).

Post partum dengan episiotomi adalah suatu masa yang dimulai setelah
partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada waktu persalinan
dilakukan tindakan insisi pada perineum yang bertujuan untuk melebarkan jalan
lahir dan memudahkan kelahiran. Nyeri perineum (perineal pain) didefinisikan
sebagai nyeri yang terjadi pada badan perineum (perineal body), daerah otot dan
jaringan fibrosa yang menyebar dari simpisis pubis sampai ke coccyges oleh
karena adanya robekan yang terjadi baik di sengaja maupun yang ruptur spontan.
Kondisi nyeri ini dirasakan ibu berbeda dengan nyeri lainnya. Nyeri perineum
cenderung lebih jelas dirasakan oleh ibu dan bukan seperti rasa nyeri dialami
saat berhubungan (intercourse). Nyeri perineum akan dirasakan setelah
persalinan sampai beberapa hari pascasalin. Nyeri ini berbeda dengan
dispareunia yaitu nyeri atau rasa tidak nyaman yang terjadi selama hubungan

10
seksual (sexual intercourse), termasuk nyeri saat penetrasi. Dispareunia dapat
dikategorikan menjadi dyspareuniasuperfisial dan dalam.

2. Etiologi
Faktor dilakukan episiotomi menurut Depkes RI adalah :

a. Persalinan yang lama karena perinium yang kaku


b. Gawat janin
c. Gawat ibu
d. Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum)

Sedangkan menurut Rusda (2004), penyebab dilakukan episiotomi berasal

dari faktor ibu maupun faktor janin.

a. Faktor ibu antara lain:


1) Primigravida
2) Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu
3) Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan sungsang,
persalinan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
4) Arkus pubis yang sempit.
b. Faktor Janin antara lain:
1) Janin prematur
2) Janin letak sungsang, letak defleksi. Janin besar
3) Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada
gawat janin, tali pusat menumbung.

3. Patofisiologi
Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang
lama : gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan
operatif dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus
pubis sempit). Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya
jaringan yang dapat menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul
rasa nyeri dimana ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini
menyebabkan resti konstipasi.

11
Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan
resiko defisit volume cairan. Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi
apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin
besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi
infeksi.

Ibu dengan persalinan dengan episiotomi setelah 6 minggu persalinan ibu


berada dalam masa nifas. Saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis
dan psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi uterus kontraksi.
Kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat apabila
kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan involusi yaitu proses
pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang dapat menyebabkan nyeri/
mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus. Setelah melahirkan
ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari sisa plasenta sehingga
pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah berkembang.
Dikatakan tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus lemah akibatnya terjadi
perdarahan dan atonia uteri.

Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana setelah


melahirkan terjadi penurunan hormone progesteron dan estrogen sehingga
terjadi peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan pembentukan ASI
dimana ASI keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi, apabila bayi mampu
menerima asupan ASI dari ibu maka reflek bayi baik berarti proses laktasi
efektif.sedangkan jika ASI tidak keluar disebabkan kelainan pada bayi dan ibu
yaitu bayi menolak, bibir sumbing, puting lecet, suplai tidak adekuat berarti
proses laktasi tidak efektif.

12
Pathway

4. Manifestasi Klinis
a. Laserasi Perineum
Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan
didefinisikan berdasarkan kedalaman robekan :
1) Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan)
2) Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum)
3) Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari)
4) Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior)

13
b. Laserasi Vagina
Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina cenderung
mencapai dinding lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat mencapai
levator ani.
c. Cedera Serviks
Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar.
Laserasi serviks akibat persalinan Laserasi serviks akibat persalinan terjadi
pada sudut lateral ostium eksterna, kebanyakan dangkal dan pendarahan
minimal (Bobak,2004: 344-345).

5. Penatalaksanaan
a. Perbaikan Episiotomi
1) Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada tanda infeksi
dan pendarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan.
2) Jika infeksi, buka dan drain luka
3) Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen
dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam
dalam 48 jam (Prawirohardjo, 2002).
b. Perawatan luka episiotomi di rumah sakit
Perawatan luka episiotomi pada jam- jam pertama setelah bersalin,
biasanya dilakukan setelah mengkaji stabilitas fisik ibu, dan untuk 2 jam
berikutnya perawatan luka episiotomi dilakukan setelah buang air kecil,
buang air besar, ataupun pada saat personal higiene.
Menurut Morison (2004), prinsip-prinsip pencegahan infeksi luka
didasarkan pada pemutusan rantai kejadian yang menyebabkan organisme
makin berkembang dan menginfeksi luka. Hal yang penting dilakukan untuk
pencegahan infeksi luka tersebut ialah mengisolasi sumber infeksi potensial
dengan barier perawatan, membersihkan dan melakukan desinfeksi secara
efektif terhadap lingkungan fisik, perawat dan bidan melakukan cuci tangan
yang benar, teknik pembalutan yang aseptik serta melindungi pasien yang
rentan. Dalam Perawatan Luka epsiotomi dilakukan sesuai dengan standar
operasional yang ada.

14
Menurut Sulistiawaty (2009), perawatan luka episiotomi dilakukan
bersamaan dengan vulva hygiene sehingga perlu menyediakan botol berisi
air hangat untuk membersihkan bagian vulva yang kotor karena lochea,
bekas BAK, dan BAB.

6. Komplikasi
a. Pendarahan
Karena proses episiotomy dapat mengakibatkan terputusnya jaringan
sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan.
b. Infeksi
Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomy berhubungan dengan
ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.
c. Hipertensi
Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar
7% sampai 10% seluruh kehamilan.
d. Gangguan Psikososial
Kondisi psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan menghambat
ikatan emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat mengancam
keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Wawancara
a. Identitas Pasien
Nama, nama panggilan, alamat, bahasa yang digunakan. Usia ibu dalam
kategori usia subur (15-49 tahun). Bila didapatkan terlalu muda (kurang dari
20 tahun) atau terlalu tua (lebih dari 35 tahun) merupakan kelompok resiko
tinggi. Pendidikan dan pekerjaan klien. (Taufan, 2014).
b. Keluhan Utama
Berisi keluhan ibu sekarang saat pengkajian dilakukan. Pada umumnya,
klien akan mengeluh nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, adanya
his yang makin sering, teratur, keluarnya lendir dan darah, perasaan selalu

15
ingin buang air kecil, bila buang air kecil hanya sedikit-sedikit. (Rohani,
2011).
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu dikaji untuk mengetahui apakah ibu
mempunyai riwayat penyakit seperti diabetes mellitus, dll. Riwayat
penyakit keluarga dikaji untuk mengetahui adakah riwayat penyakit
menurun atau menular, adakah riwayat keturunan kembar atau tidak
(Wiknjosastro, 2009).
d. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan antara
38-42 minggu disertai tanda-tanda menjelang persalinan yaitu nyeri
pada daerah pinggang menjalar ke perut, his makin sering, teratur, kuat,
adanya show (pengeluaran darah campur lendir), kadang ketuban pecah
dengan sendirinya. (Mitayani, 2009).
2) Riwayat penyakit sistemik
Untuk mengetahui apakah adanya penyakit jantung, hipertensi, diabetes
mellitus, TBC, hepatitis, penyakit kelamin, pembedahan yang pernah
dialami, dapat memperberat persalinan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
menular seperti TBC dan hepatitis, menurun seperti jantung dan DM.
4) Riwayat Obstetri
Riwayat haid. Ditemukan amenorrhea (aterm 38-42 minggu), prematur
kurang dari 37 minggu.
5) Riwayat keturunan kembar
Untuk mengetahui ada tidaknya keturunan kembar dalam keluarga.
6) Riwayat operasi
Untuk mengetahui riwayat operasi yang pernah dijalani.
7) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan klien dan lamanya perkawinan.
8) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

16
(a) Kehamilan : Untuk mengetahui berapa umur kehamilan ibu dan hasil
pemeriksaan kehamilan (Wiknjosastro, 2009)
(b) Persalinan : Spontan atau buatan, lahir aterm atau prematur, ada
perdarahan atau tidak, waktu persalinan ditolong oleh siapa, dimana
tempat melahirkan. (Wiknjosastro, 2009)
(c) Nifas : Untuk mengetahui hasil akhir persalinan (abortus, lahir
hidup, apakah dalam kesehatan yang baik) apakah terdapat
komplikasi atau intervensi pada masa nifas, dan apakah ibu tersebut
mengetahui penyebabnya.
9) Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat kehamilan sekarang perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu
resti atau tidak, meliputi :
(a) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
Digunakan untuk mengetahui umur kehamilan (Wiknjosastro, 2009)
(b) Hari Perkiraan Lahir (HPL)
Untuk mengetahui perkiraan lahir (Wiknjosastro, 2009)
(c) Keluhan-keluhan
Untuk mengetahui apakah ada keluhan-keluhan pada trimester I,II
dan II (Wiknjosastro, 2009)
(d) Ante Natal Care (ANC)
Mengetahui riwayat ANC, teratur / tidak, tempat ANC, dan saat
kehamilan berapa
10) Riwayat keluarga berencana
Untuk mengetahui apakah sebelum kehamilan ini pernah menggunakan
alat kontrasepsi atau tidak, berapa lama penggunaan nya (Nursalam,
2013).

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum baik, sedang, jelek (Prawirohardjo,
2010). Pada kasus persalinan normal keadaan umum pasien baik (Nugroho,
2010).

17
b. Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien composmentis, apatis,
somnolen, delirium, semi koma dan koma. Pada kasus ibu bersalin dengan
persalinan normal kesadarannya composmentis (Rohani, 2011).
c. Tanda vital
1) Tekanan darah : Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi dan
hipotensi. Batas normalnya 120/80 mmHg (Saifuddin, 2010)
2) Nadi : Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit
(Saifuddin, 2010). Batas normalnya 69-100x/ menit (Taufan, 2014)
3) Respirasi : Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang
dihitung dalam 1 menit (Saifuddin, 2010). Batas normalnya 1222x/
menit (Taufan, 2014)
4) Suhu : Untuk mengetahui suhu tubuh klien, memungkinkan febris/
infeksi dengan menggunakan skala derajat celcius. Suhu wanita saat
bersalin tidak lebih dari 38°C (Wiknjosastro, 2009). Suhu tubuh pada
ibu bersalin dengan persalinan normal 38°C (Taufan, 2014)
d. Head to toe
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena
adanya proses menerang yang salah.
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
4) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.

18
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola
mamae dan papila mamae.
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri.
8) Fundus uteri
3 jari dibawa pusat.
9) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
a) Lochea
Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi lochea serosa
dengan aliran sedang. Bila darah mengalir dengan cepat, dicurigai
terjadinya robekan servik.
b) Perineum
Episiotomi dan perineum harus bersih, tidak berwarna, dan tidak
edema dan jahitan harus utuh.
Tabel Tanda REEDA Normal dan Tidak Normal
Tanda REEDA Normal Tidak Normal

Rednees Tidak ada kemerahan Tampak kemerahan

Echmosis Tidak ada kebiruan Tampak kebiruan

Edema Tidak ada pembengkakan Terjadi pembengkakan

Tidak sekresi/pus yang Terdapat cairan sekresi atau


Dischargement pus yang keluar
keluar

Jahitan luka tampak kuat Jahitan luka tampak


Approksimity meregang
merekat

19
10) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
11) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
12) Muskuluskeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomi.

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan
PHnya.
1) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru ,menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit
(Manuaba, 2009)
4. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a) Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan perdarahan pada luka
jalan lahir yang berlebihan
b) Nyeri akut berhubungan dengan luka episiotomy
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan pasca persalinan
d) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan menganai keadaannya
dan bayinya
e) Resiko Infeksi berhubungan dengan luka episiotomy

20
5. Rencana Asuhan Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI

D.0036 Keseimbangan volume Manajmen Cairan (I.03098)


1. Kekurangan volume cairan meningkat Observasi
cairan (L.03020)
1. Monitor status hidrasi (mis.
Definisi : 1. Keseimbangan frekuensi nadi, kekuatan
Mengalami penurunan, elektrolit nadi, akral, pengisian
peningkatan atau 2. Penyembuhan luka kapiler, kelembapan
percepatan perpindahan 3. Status cairan mukosa, turgor kulit,
cairan dari intravaskuler, membaik tekanan darah)
interstisial atau intraseluler 4. Status nutrisi 2. Monitor berat badan harian
membaik 3. monitor hasil pemeriksaan
Penyebab : 5. Termoregulasi laboratorium (mis.
6. Tingkat mual hematocrit, Na, K, Cl, berat
1. Trauma atau muntah menurun jenis urin, BUN)
pendarahan 4. monitor hemodinamik (mis.
2. Prosedur pembedahan MAP, CVP, PAP, PCWP,
mayor jika tersedia)
3. Luka bakar
4. Asites Terapeutik
5. Obstruksi interstinal
6. Peradangan pancreas 1. Catat intake output dan
7. Penyakit ginjal dan hitung balance cairan 24
kelenjar jam
8. Difusi intestinal 2. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena,
jika perlu

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
2. D.0077 L.08066 Manajemen Nyeri (I. 08238)
Setelah dilakukan
Nyeri Akut intervensi keperawatan. Observasi
Maka Tingkat nyeri
1. Lokasi, karakteristik,
menurun, dengan kriteria
hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
Definisi: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
Pengalaman sensorik atau menurun
3. Identifikasi respon nyeri
emosional yang berkaitan 2. Gelisah menurun
non verbal
dengan kerusakan jaringan 3. Kesulitan tidur
4. Identifikasi faktor yang
aktual atau fungsional, menurun
memperberat dan
dengan onset mendadak memperingan nyeri
atau lambat dan 5. Identifikasi pengetahuan
berintensitas ringan hingga dan keyakinan tentang nyeri

21
berat yang berlangsung 6. Identifikasi pengaruh
kurang dari 3 bulan. budaya terhadap respon
nyeri
Penyebab: 7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
1. Agen pencedera 8. Monitor keberhasilan terapi
fisiologis (mis. komplementer yang sudah
Inflamasi, iskemia, diberikan
neoplasma) 9. Monitor efek samping
2. Agen pencedra kimiawi penggunaan analgetik
(mis. Terbakar, bahan
Terapeutik
kimia iritan)
3. Agen pencidra fisik 1. Berikan teknik
(mis. Abses, trauma, nonfarmakologis untuk
amputasi, terbakar, mengurangi rasa nyeri (mis.
terpotong, mengangkat TENS, hypnosis, akupresur,
berat,prosedur terapi musik, biofeedback,
operasi,trauma, latihan terapi pijat, aroma terapi,
fisik berlebihan teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik,


jika perlu

D.0056 Toleransi Aktivitas


3. Meningkat Manajemen Energi (I. 05178)
Intoleransi Aktivitas
(L.05047) Observasi

1. Ambulasi

22
2. Konsevasi energi 1. Identifkasi gangguan fungsi
3. Tingkat keletihan tubuh yang mengakibatkan
Definisi: menurun kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan
Ketidakcukupan energi emosional
untuk melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
sehari-hari. 4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Penyebab
Terapeutik
1. Ketidak seimbangan
antara suplai dan 1. Sediakan lingkungan
kebutuhan oksigen nyaman dan rendah
2. Tirah baring stimulus (mis. cahaya,
3. Kelemahan suara, kunjungan)
4. Imobilitas 2. Lakukan rentang gerak pasif
5. Gaya hidup monoton dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring


2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan.

Terapi Aktivitas (I.05186)

Observasi

1. Identifikasi deficit tingkat


aktivitas
2. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu

23
3. Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
4. Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang
6. Monitor respon emosional,
fisik, social, dan spiritual
terhadap aktivitas

Terapeutik

1. Fasilitasi focus pada


kemampuan, bukan deficit
yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi
danrentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
4. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
7. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan
aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. ambulansi, mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik
kasar untuk pasien
hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai

24
12. Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implicit
dan emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika sesaui
14. Libatkan dalam permaianan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan
aktif
15. Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (
mis. vocal group, bola voli,
tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana,
permaianan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah
tangga, perawatan diri, dan
teka-teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positfi
atas partisipasi dalam
aktivitas

Edukasi

1. Jelaskan metode aktivitas


fisik sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
4. Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif

25
atas partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan terapi


okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
4. D.0080 Setelah dilakukan Reduksi Anxietas (I.09314)
tindakan keperawatan,
Anxietas diharapkan : Observasi

Tingkat Ansietas 1. Identifikasi saat tingkat


menurun anxietas berubah (mis.
Definisi: Kondisi, waktu, stressor)
(L.09093) 2. Identifikasi kemampuan
Kondisi emosi dan
mengambil keputusan
pengalaman subyektif Dengan kriteria hasil :
3. Monitor tanda anxietas
individu terhadap objek
(verbal dan non verbal)
yang tidak jelas dan 1. Tingkat ansietas
spesifik akibat antisipasi menurun
bahaya yang 2. Proses informasi Terapeutik
memungkinkan individu dipahami dengan
1. Ciptakan
melakukan tindakan untuk baik
suasana terapeutik untuk
menghadapi ancaman. 3. Tingkat
menumbuhkan kepercayaan
pengetahuan
2. Temani pasien untuk
Penyebab meningkat
mengurangi kecemasan ,
jika memungkinkan
1. Ancaman terhadap 3. Pahami situasi yang
konsep diri membuat anxietas
2. Ancaman terhadap 4. Dengarkan dengan penuh
kematian perhatian
3. Kurang terpapar 5. Gunakan pedekatan yang
informasi tenang dan meyakinkan
6. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
7. Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan
datang.

Edukasi

1. Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin
dialami

26
2. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat


anti anxietas, jika perlu

Terapi Relaksasi

Observasi

1. Identifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menganggu
kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
3. Monitor respons terhadap
terapi relaksasi

Terapeutik

1. Ciptakan lingkungan tenang


dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi

27
3. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
4. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai

Edukasi

1. Anjurkan mengambil
psosisi nyaman
2. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
3. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napas
dalam, pereganganm atau
imajinasi
5. D.0142 Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
tindakan keperawatan,
Resiko Infeksi diharapkan : Observasi

1. Monitor tanda dan gejala


Kontrol Resiko infeksi local dan sistemik
(L.14128)
Terapeutik
Definisi : Dengan kriteria hasil : 1. Batasi jumlah pengunjung
Beresiko mengalami 2. Berikan perawatan kulit
peningkatan terserang 1. Tingkat infeksi pada area edema
organisme patogenik menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
2. Integritas kulit dan sesudah kontakdengan
Penyebab : jaringan membaik pasien dan lingkungan
1. Penyakit kronis (mis. 3. Kontrol resiko pasien
diabetel mellitus) 4. Status imun 4. Pertahankan teknik aseptic
2. Efek prosedur invasive meningkat pada pasien beresiko tinggi
3. Malnutrisi 5. Status Nutrisi baik
4. Peningkatan paparan Edukasi
organisme pathogen
lingkungan 1. Jelaskan tanda dan gejala
5. Ketidak adekuatan infeksi
pertahanan tubuh 2. Ajarkan cara mencuci
primer tangan dengan benar
1) Gangguan 3. Ajarkan cara memeriksa
peristaltic kondisi luka atau luka
2) Kerusakan operasi
integritas kulit 4. Ajarkan meningkatkan
3) Perubahan sekresi asupan nutrisi
pH 5. Ajarkan meningkatkan
4) Penurunan kerja asupan cairan
siliaris
5) Ketuban pecah
lama

28
6) Ketuban pecah Kolaborasi
sebelum waktunya
7) Merokok 1. Kolaborasi pemberian
8) Status cairan tubuh imunisasi, jika perlu
6. Ketidak adekuatan
pertahanan tubuh
sekunder
1) Penurunan
hemoglobin
2) Imununosupresi
3) Leukopenia
4) Supresi respon
inflamasi
5) Vaksinasi tidak
adekuat

29
Daftar Pustaka

Abdul Bari Saifuddin. (2011). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo
Anggraini, Yetti. (2010). Asuhan kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka
Rihama
Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:
EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia

Wiknjosastro, Hanifa (2002). Ilmu Kebidanan, Edisi 3, Cetakan 6, Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

30

Anda mungkin juga menyukai