Anda di halaman 1dari 20

BAB

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia angka kematian maternal dan perinatal masih cukup tinggi. Padahal jumlah
pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan di Indonesia cukup banyak. Asuhan bersalin Normal
(APN ) diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis ibu maupun bayinya.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%
kematian pada masa nifas 24 jam pertama (Saiffudin,dkk;2002).
Kehamilan merupakan proses yang fisiologis dan alamiah. Masa kehamilan dimulai dari
konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan
7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono P, 2003).
Menurut Sarwono, 2002 kehamilan melibatkan berbagai perubahan fisiologi antara lain
perubahan fisik, perubahan sistem pencernaan, respirasi, sirkulasi, darah, metabolisme, taktus
urinarus serta perubahan psikologis. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal
namun kadang tidak sesuai yang diharapkan. Sulit diprediksi apakah ibu hamil akan bermasalah
selama kehamilannya. Oleh karena itu asuhan antenatal merupakan cara penting untuk
memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan
normal.
Mortalitas dan mordibitas pada wanita bersalin adalah masalah besar di negara
berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda
pada puncak produktifitasnya. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ribu ibu
pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin (Saiffudin,dkk;2002).
Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal masih sangat tinggi.
Menurut survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (2005) angka kematian kematian perinatal
adalah 307 /10.000 kelahiran hidup.
Lima benang merah dalam asuhan persalinan dasar adalah :
1. Aspek pemecahan yang diperlukan untuk menentukan pengambilan keputusan klinik (clinik
decicion making).
2. Aspek sayang ibu yang berarti sayang anak
3. Aspek pencegahan infeksi,

1
4. Aspek pencatatan,
5. Aspek rujukan.
Persalinan yang aman yaitu memastikan bahwa semua penolong mempunyai pengetahuan,
keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan
pelayanan nifas kepada ibu dan bayi (Saiffudin,dkk;2002).
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis tentang asuhan kepada ibu bersalin
normal.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum:
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan mempraktikan pada ibu bersalin
dengan pendekatan 7 langkah Varney.
2. Tujuan khusus:                         
a. Mengkaji dan mengumpulkan data akurat dari berbagai sumber yang berhubungan
dengan kondisi pasien.
b. Mengidentifikasi dengan benar terhadap masalah atau diagnosa dan kebutuhan klien
berdasarkan interprestasi yang benar atau data-data yang telah dikumpulkan.
c. Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian
masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
d. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain
sesuai dengan kondisi klien.
e. Merencanakan asuhan yang menyeluruh untuk pasien berdasar masalah yang ada dan
langkah-langkah sebelumnya.
f. Melaksanakan asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada perencanaan dan
dilaksanakan secara efisien dan aman.
g. Mampu mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERSALINAN
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu. (Asuhan Persalinan Normal, 2008)
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan uri ) yang dapat
hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lahir (Mochtar
Rustam.1998 : 91)
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari rahim
ibu, persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. (Agustini. 2002: 2)
Proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat
hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau
tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB
untuk Pendidikan Bidan).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke jalan
lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluarmelalui jalan lahir.
Persalinan adalah rangkaian peristiwa mulai dari kontraksi sampai dikeluarkannya
hasil konsepsi (janin, plasenta, ketuban dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar melalui
jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau dengan kekuatan sendiri.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan ( 37- 42 minggu ), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam waktu 18- 24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin.
B. SEBAB-SEBAB MULAINYA PERSALINAN
1. Teori keregangan
Otot mempunyai kemampuan meregang dalam batas waktu tertentu. Setelah
melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan mulai berlangsung.
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskhemia otot-
otot uterus.

3
     2. Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu sehingga
produksi progesteron mengalami penurunan yang mengakibatkan otot rahim lebih sensitif
terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah progesteron
mencapai tingkat penurunan tertentu.
3. Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise posterior. Perubahan keseimbangan
estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahi, sehingga sering terjadi
kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan
mengakibatkan oksitosin meningkat sehingga persalinan dimulai.
4. Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang
dikeluarkan oleh desidua. Semakin tua umur kehamilan prostaglandin meningkat
sehingga dapat memicu terjadinya persalinan.
5. Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenal
Pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan
karena tidak terbentuk hipotalamus. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya
persalinan.
6. Teori berkurangnya nutrisi
Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
7. Faktor lain
Tekanan pada ganglion servikale dari fleksus frankenhauser yang terletak di
belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan.
C.   FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN
Pada setiap persalinan, ada 5 faktor yang hatus diperhatikan, yaitu :
1. Power
Adalah tenaga yang mendorong keluar janin. Kekuatan yang berguna untuk
mendorong keluar janin adalah his, kontraksi otot –otot perut, kontraksi diagfragma dan
aksi ligamamnet, dengan kerja sama yang baik dan sempurma. Ada dua power yang
bekerja dalam proses persalinan. Yaitu HIS dan Tenaga mengejan ibu. HIS merupakan

4
kontraksi uterus karena otot-otot polos bekerja dengan baik dan sempurna, pada saat
kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum
uteri lebih kecil mendorong janin dan kantong amnion ke arah bawah rahim dan serviks.
Sedangkan tenaga mengejan ibu adalah tenaga selain HIS yang membantu pengeluaran.
2. Passage
Merupakan faktor jalan lahir, terbagi menjadi 2 yaitu :
   a. Bagian keras
Bagian ini terdiri dari tulang panggul (Os coxae, Os Sacrum, Os Coccygis), dan
Artikulasi (Simphisis pubis, Artikulasi sakro-iliaka, artikulasi sakro-kosigiu). Dari
tulang-tulang dasar dan artikulasi yng ada, maka bagian keras janin dapat dinamakan
Ruang panggul (Pelvis mayor dan minor), pintu panggul (Pintu atas panggul, Ruang
tengah panggul, Pintu bawah panggul, dan ruang panggul yang sebenarnya yaitu
antara inlet dan outlet), Sumbu panggul (merupakan garis yang menghubungkan titik-
titik tengah ruang panggul yang melengkung ke depan), Bidang –bidang (Hogde I,
Hodge II, Hodge III, den Hodge IV).
Jenis- jenis panggul menurut Caldwell & Moloy, 1993 adalah Ginegoid yang
bulat 45%, Android panggul pria 15%, Antroid Lonjong seperti telur 35%, Platipeloid
pica menyempit arah muka belakang 5 %.
b. Bagian lunak
Jalan lunak yang berpegaruh dalam persalinan adalah SBR, Serviks Utreri, dan
vagina. Diamping itu otot –otot, jaringan ikat, dan ligament yang menyokong alat-alat
urogenital juga sangat berperan penting dalam persalinan.
3. Passanger
Faktor yang juga sangat mempengaruhi persalinan adalah faktor janin. Meliputi sikap
janin, letak janin, dan bagian terendah. Sikap janin menunjukkan hubungan bagian –bagian
janin dengan sumbu tubuh janin, misalnya bagaimana sikap fleksi kepala, kaki, dan lengan.
Letak janin dilihat berdasarkan hubungan sumbu tubuh janin dibandingkan dengan sumbu
tubuh ibu. Ini berarti seorang janin dapat dikatakan letak longitudinal ( preskep dan
presbo), letak lintang, serta letak oblik. Bagian terbawah adalah istilah untuk menunjukkan
bagian janin apa yang paling bawah.

5
4. Psikis Ibu
Psikis ibu dalam persalinan akan sangat mempengaruhi daya kerja otot –otot yang
dibutuhkan dalam persalinan baik itu yang otonom maupun yang sadar. Jika seorang ibu
menghadapi persalinan dengan rasa tenang dan sabar, maka persalinan akan terasa mudah
untuk ibu tersebut. Namun jika ia merasa tidak ingin ada kehamilan dan persalinan, maka
hal ini akan menghambat proses persalinan.
5. Penolong
Dalam persalinan, ibu tidak mengerti apa yang dinamakan dorongan ingin mengejan
asli atau yang palsu. Untuk itu, seorang mitra yang dapat membantunya mengenali tanda
gejala persalinan sangat dibutuhkan. Tenaga ibu akan menjadi sia-sia jika saat untuk
mengejan yang ibu lakukan tidak tepat.
D.   TAHAPAN PERSALINAN
1. Kala I
Kala I disebut juga kala pembukaan dimana serviks membuka dari 0 cm sampai
pembukaan lengkap (10cm). Proses ini berlangsung kurang lebih 18- 24 jam, yang terbagi
dalam 2 fase, yaitu:
a.   Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3 cm.
b.   Fase aktif (7 jam) dari pembukaan 3 cm sampai pembukan 10 cm.
1. Fase akselerasi : pembukaan 3 cm menjadi 4 dalam waktu 2 jam
2. Fase dilatasi maksimal : pembukaan 4 cm menjadi 9 cm dalam waktu 2 jam
3. Fase deselerasi : pembukaan 9 cm menjadi 10 cm dalam waktu 2 jam.
Tanda dan gejala inpartu :
a. Penipisan pembukaan serviks
b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam
10 menit)
c. Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina.
Proses persalinan pada kala I :
1. Dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang teratur, makin
sering, makin nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir (tidak lebih banyak dari darah
haid).

6
2. Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksaan dalam bibir
porsio tidak dapat diraba lagi) dan selaput ketuban biasanya pecah pada akhir kala I.
3. Lamanya tergantung paritas ibu : primigravida ± 12 jam, multigravida ± 7 jam.
4. Mekanisme pembukaan serviks adalah sebagai berikut : kontraksi segmen atas uterus dan
retraksi (regangan) segmen bawah uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks.
Akhirnya segmen bawah uterus makin menipis, dan segmen atas uterus (korpus) makin
menebal.
Perbedaan antara his sesungguhnya dengan his palsu :
Betul-betul Bersalin Belum Bersalin
           Mules-mules teratur(1jam 5 kali)            Tidak teratur
           Makin lama makin sering            Tidak ada perubahan
           Makin lama makin nyeri dan makin lama            Tidak ada perubahan
           Nyeri dimulai dari belakang menjalar ke           Nyeri terutama di depan
depan            Tidak ada perubahan
           Berjalan menambah nyeri            Tidak ada hubungan
           Berhubungan dengan pengerasan uterus            Tidak keluar apa-apa
           Keluar darah lendir            Tidak ada perubahan
           Serviks mendatar dan membuka            Belum turun
           Bagian terbawah sudah turun            Kepala tetap bebas
           Kepala tidak dapat digerakkan            Sedativa dapat menghentikan
pada waktu mules mules-mules
           Sedativa tidak menghentikan
mules-mules

Pada primigravida retraksi (regangan - penipisan) mendahului pembukaan


serviks, sedangkan pada multigravida berlangsung bersama-sama. Inilah yang
menentukan lamanya kala I, kecepatan pembukaan pada sepertiga pertama lambat, dan
pada dua per tiga kedua cepat hingga pembukaan lengkap 10 cm.
5.  His
Frekuensi : 1 kali/10 menit pada permulaan persalinan, 2-3 kali/10 menit pada
akhir kala I.

7
Lamanya: kurang lebih satu menit.
Nyerinya: berasal dari regangan seviks yang membuka.
Terjadi kalau tekanan intrauterine melebihi 20 mmHg.
Biasanya dimulai dari tulang belakang yang menjalar ke depan. Kontraksi uterus
dimulai pada tempat kira-kira batas tuba dengan uterus.
Akibatnya terhadap janin : setiap kontraksi dapat menghambat aliran darah dari
plasenta ke janin. Apabila tekanannya melebihi 75 mmHg akan menyumbat aliran darah
sama sekali. Kalau his terlampau kuat, terlampau lama, atau terlampau sering dapat
menimbulkan gawat janin.
6.   Darah lendir
Darah lendir bercampur lendir yang keluar dari uterus akibat pergeseran selaput
ketuban dengan dinding uterus pada waktu pembukaan serviks.
2. Kala II ( Pengeluaran )
Dimulai dari pembukaan lengkap ( 10 cm ) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2
jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan
teratur kurang lebih 2-3 menit sekali. Ibu mulai merasakan adanya tekanan pada anus
sehingga timbul perasaan ingin mengedan. Kemudian perineum mulai menonjol dan vulva
mulai membuka. Dengan kekuatan his dan mengedan yang maksimal maka bayi dapat
dilahirkan.
Tanda dan gejala kala II persalinan :
a. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan adanya kontraksi.
b. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau vaginanya.
c. Perineum terlihat menonjol.
d. Vulva, vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
e. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
f. Selaput ketuban pecah.
Proses persalinan kala II :
1. Dimulainya hanya dapat diketahui dengan periksa dalam, dengan menemukan serviks
yang membuka lengkap (pembukaan lengkap 10 cm).
2. Berakhir dengan lahirnya janin.
3. Lamanya pada primigravida paling lama 2 jam, multipara paling lama 1 jam.

8
4. Mengejan
Disebab oleh turunnya kepala yang menekan rectum. Berakibat meningkatnya
tekanan intra abdominal yang memperkuat kontraksi uterus. Jangan dibiarkan apabila
serviks belum membuka lengkap atau dilakukan di luar his, karena regangan yang
berlebihan pada ligamentum serviks lateralis dapat menimbulkan prolapsus uteri
(turun peranakan) di kemudian hari.
5.    Perineum yang menggembung.
Terjadi pada waktu kepala janin mencapai introitus vagina. Bertambah
gembung pada setiap kontraksi uterus, yang dapat mengakibatkan robekan perineum,
kecuali bila dilakukan episotomi.
6.     Kepala mulai tampak diantara labia minora (crowning).
7.     Mekanisme persalinan :
a.   Turunnya kepala
Dibagi menjadi 2, yaitu masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul dan
majunya kepala.
Pembagian ini terutama bagi primigravida :
1. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul
a. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi bulan
terakhir dari kehamilan tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan
persalinan.
b. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis,
melintang dan dengan fleksi yang ringan.
c. Masuknya sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir, ialah tepat diantara
symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala dalam “synclitismus” pada
syclitismus os parietale depan dan belakang sama tingginya.
d. Jika sutura agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati
promotorium disebut asynclitismus.
2. Asynclitismus posterior
Sutura sagitalis mendekati symphysis dan os parietale belakang lebih rendah dari
os parietale depan.

9
3.  Asynclitismus anterior
Sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga os parietale depan lebih
rendah dari os parietale belakang.
Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang
ringan.
b. Majunya kepala
Pada primigravida terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan
biasanya baru mulai pada kala II. Pada multigravida sebaliknya majunya kepala dan
masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi bersamaan.
Yang menyebabkan majunya kepala :
1) Tekanan cairan intrauterine
2) Tekanan langsung oleh fundus pada bokong
3) Kekuatan mengejan
4) Melurusnya badan anak oleh perubahan bentuk Rahim
a. Fleksi
Dengan majunya kepala, fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil lebih rendah
dari ubun-ubun besar keuntungan dari bertambahnya fleksi ialah ukuran kepala yang
lebih kecil melalui jalan lahir (diameter suboccipito bregmantika 9,5 cm menggantikan
diameter suboccipito frontalis 11,5 cm). Fleksi disebabkan karena anak didorong maju
dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks, dinding
panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini terjadinya fleksi karena moment
yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.
b. Putaran paksi dalam
Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun
kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke bawah symphysis. Putaran
paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan
suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya
bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak tersendiri,
tetapi selalu kepala sampai hodge III, kadang-kadng baru setelah kepala sampai di
dasar panggul.

10
Sebab-sebab putaran paksi dalam :
1) Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah ari
kepala
2) Bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit terapat sebelah
depan atas dimana terdapat haitus genitalis anatar muskulus levator ani kiri dan kanan
3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior.
c.  Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah
ekstesni atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada
pintu bawah panggul mengarah ke depan dan atas, sehingga kepala harus mengadakan
ekstensi untuk melaluinya.
Kepala bekerja 2 kekuatan, yang satu mendesaknya ke bawh dan satunya
disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultantenya ialah
kekuatan ke arah ke depan atas. Setelah subocciput tertahan pada pinggir bawah
symphysis maka dapat maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan
dengan subocciput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun
besar, dahi, hidung dan mulut dan akhirnya dagu dengan gerakkan ekstensi.
Subocciput yang menjadi pusta pemutaran disebut hypomoclion.
d. Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak
untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
Gerakkan ini disebut putaran restitusi. Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga
belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum. Gerakkan yang terakhir ini
adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu,
menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul
e. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan menjadi
hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak akhir searah dengan paksi jalan lahir.

11
3. Kala III ( Pelepasan Uri )
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih
dari 30 menit. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras. Beberapa menit kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Fisiologi Persalinan Kala Tiga
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perleketan placenta. Karena tempat perleketan menjadi
semakin kecil, sedangkan ukuran placenta tidak berubah maka placenta akan terlipat,
menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, placenta akan turun bagian
bawah uterus atau kedalam vagina.
Tanda-tanda lepasnya placenta mencakup beberapa atau semua hal-hal dibawah ini:
Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan placenta terdorong kebawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada diatas pusat (seringkali mengarah kesisi
kanan). Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihar menjulur keluar melalui vulva (tanda
Ahveld).
Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang placenta
akan membantu mendorong placenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah (retroplacenta pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan
permukaan dalam placenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersumbur keluar
dari tepi placenta yang terlepas.
Manajemen Aktif Kala Tiga
Keuntungan-keuntungan manjemen aktif kala tiga :
a. Persalinan kala tiga yang lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian retensio palcenta
d. Menghasilkan kontraksi uterus yang lebih baik
Manajemen Aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama:
a. Pemberian suntikan oksitoksin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir

12
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c. Masase fundus uteri
Pemberian Suntikan Oksitoksin
1. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI
2. Letakkan kain bersih diatas perut ibu
3. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain.
4. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntikan
5. Segera(dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikan oksitoksin 10 unit IM pada 1/3
bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Jika oksitoksin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi putting susu atau
menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan
oksitoksin secara alamiah. Jika peraturan/patograf kesehatan memungkinkan, dapat
diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual).sebagai pengganti oksitoksin.
Penegangan Tali Pusat Terkendali
1. Berdiri disamping ibu
2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar
5-20 cm dari vulva.
3. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis
pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat
melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali
pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus
ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah
terjadi inversio uteri.
4. Bila placenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau
tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
5. Saat mulai kontraksi (uteus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat
ke arah bawah, lakukan tekanan dorso kranial hingga tali pusat makin menjulur dan
korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan placenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimanan mestinya dan placenta tidak
turun setelah 30-40 detik di mulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda
yang menunjukkan lepasnya placenta, jangan teruskan tali pusat.

13
a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya.
Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang.
Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan placenta.
b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso kranial pada korpus uteri secara serntak. Ikuti langkah-langkah tersebut
pada setiap kontraksi hingga terasa placenta terlepas dari dinding uterus.
7. Setelah placenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar placenta terdorong keluar
melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai
(mengikuti poros jalan lahir).
8. Pada saat placenta terlihar di introitus vagina, lahirkan placenta dengan mengankat tali
pusat ke atas dan menopang placenta dengan tangan lainnya untuk meletakkan dalam
wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang placenta dengan
kedua tangan dan secara lembut putas placenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi
satu.
9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan placenta, dengan
hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau
klem DTT atau steril atau forcep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Jika placenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan oksitoksin 10 menit IM
dosisi kedua. Periksa kandung kemih jika penuh gunakan teknik aseptik untuk memasukkan
kateter nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.
Ulangi kembali penengangan tali pusat dan tekanan dorso kranial seperti yang di uraikan di
atas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika placenta belum lahir setelah
waktu 30 menit. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan placenta dengan melakukan
penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya jika placenta tetap tidak lahir rujuk segera.
Ingat apabila placenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan
segera lakukan rujukan.
Masase fundus uteri
Segera stelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteru
1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.

14
2. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman
karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dan perlahan
serta rileks.
3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri
supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan
penatalaksaaan atonia uteri.
4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh :
a. Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan
bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang)
b. Pasangkan bagian-bagian plassenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak
ada bagian yang hilang
c. Pasangkan bagian-bagian sisi foetal (yang menghadap bayi) untuk memastikan tidak
ada bagian yang hilang.
d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya
5. Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika
uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan
keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui
jika uterus tidak berkontraksi baik.
6. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan 30
menit selama satu jam kedua pasca persalinan.
4. Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Observasi yang
harus dilakukan pada kala ini adalah tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, kontraksi uterus dan
perdarahan. 
Setelah plasenta lahir :
1. Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan
kuat.
2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat
sebagai patokan. Umumnya tinggi fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
3. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan ( laserasi atau episiotomi ) pada perineum.

15
5. Evaluasi keadaan umum ibu.
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat di bagian
belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
Memperkirakan Kehilangan Darah
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang
terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500ml dapat menampung semua darah
tersebut. Jika darah bias mengisi dua botol, ibu telah kehilangan 1 liter darah. Jika darah bisa
mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250ml darah. Memperkirakan kehilangan darah
hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tidak langsung untuk mengukur
jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila
perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah
sistolik turun lebih dari 10mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih
dari 500ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari
total jumlah darah ibu (2000-2500ml).
Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu
selama kala empat melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.
Memeriksa Perdarahan dari Perineum
Perhatikan dan temukan penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan perineum dan
vagina. Nilai perluasan laserasi perineum.
Derajat I
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik
Derajat II
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum
e. Perlu dijahit

16
Derajat III
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum
e. Otot sfingter ani
d. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
Derajat IV
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum
e. Otot sfingter ani
f. Dinding depan rectum
g. Segera rujuk ke fasilitas rujukan.
Pemantauan Keadaan Umum Ibu
Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan
pasca persalinan terjadi selama 4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini
sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat segera setelah persalinan. Jika tanda-tanda
vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal selama 2 jam pertama pasca persalinan,
mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan pasca persalinan.
Selama 2 jam pertama pasca persalinan :
1. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan darah yang keluar setiap 15
menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala empat. Jika ada
temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
2. Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama 1 jam
pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak
normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
3. Pantau temperature tubuh setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan. Jika
meningkat, pantau dan tatalaksana sesuai dengan apa yang diperlukan.

17
4. Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala empat.
5. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang
keluar dan bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
6. Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan
baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan
bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi tetap diselimuti dengan baik, bagian kepala
tertutup baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
7. Jangan gunakan kain pembebat perut selama 2 jam pertama pasca persalinan atau hingga
kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong untuk menilai
kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk
mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan setiap kali
diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda setelah dia
melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiram air
bersih dan hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau masukan jari-jari ibu kedalam air
hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan.
8. Jika setelah berbagai upaya tersebut, ibu tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin
perlu dilakukan kateterisasi. Jika kandung kemih penuh atau dapat dipalpasi, gunakan
teknik aseptic saat memasukkan kateter nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan
kandung kemih. Setelah kandung kemih dikosongkan, lakukan masase pada fundus agar
uterus berkontraksi dengan baik.
Sebelum meninggalkan ibu, pastikan bahwa ia dapat berkemih sendiri dan
keluarganya mengetahui bagaimana menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar.
Ajarkan pada mereka bagaimana mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya seperti :
a. Demam
b. Perdarahan aktif
c. Keluar banyak bekuan darah
d. Bau busuk dari vagina
e. Pusing
f. Lemas luar biasa
g. Penyulit dalam menyusukan bayinya

18
h. Nyeri pinggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebidanan di Indonesia sebagai suatu profesi yaang sedang dalam proses
memperjuangkan penerimaan profesi yang madiri oleh masyarakat membutuhkan upaya
aktualisasi dalam meberikan pelayanan profesional. Semua ini dapat dicapai bila bidan
mampu menunjukkan kemmpuannya baik dalam bidang pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang didasari oleh ilmu yang jelas, serta mendokumentasikan semua hasil kerja yang
dilaksanakan secara baik dan benar. Akhirnya dokumentasi dapat meningkatkan
kesinambungan perawatan pasien, dan menguatkan akuntabilitas dan tanggung jawab bidan
dalam mengimplementasikan dan mengevaluasi pelayanan yang diberikan serta membantu
institusi untuk memenuhi syarat akreditasi dan hukum.
B.  Saran
1. Mampu Melakukan asuhan Kebidanan pada ibu yang bersalin normal sesuai teori dan
metode yang telah ditentukan.
2. Dapat meningkatkan pengetahuan keterampilan dalam melaksanakan asuhan kebidanan
pada ibu bersalin

19
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC.

Asuhan Persalinan Normal (APN), Edisi 2008.

Fitramaya. 2008. Perawatan ibu bersalin. Yogyakarta

20

Anda mungkin juga menyukai