DISUSUN OLEH:
FA’IKATUL HIKMAH
NIM: 15901.04.22115
PROGRAM STUDI
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL
HASAN PROBOLINGGO JAWA TMUR
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEBIDANAN
DI PUSKESMAS TEGALAMPEL
Pada :
Hari : Rabu
MENGESAHKAN
1. Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, placenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus. Pesalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak
menipis dan berakhirnya placenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraki uterus
tidak mengakibatkan perubahan serviks
Persalinan adalah kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup
bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin dari
tubuh ibu
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun
kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu). Lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala tanpa komplikasi baik ibu maupun janin
2. Etiologi
Teori kemungkinan terjadinya persalinan, antara lain :
a. Teori Penurunan Progesteron
Kadar hormon progesteron akan mulai menurun pada kira-kira 1-2 minggu
sebelum persalinan dimulai
b. Teori Keregangan
Ukuran uterus yang semakin membesar dan mengalami penegangan akan
mengakibatkan otot-otot uterus mengalami iskemia sehingga mungkin dapat menjadi
faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplacenta yang pada akhirnya mengalami
degenerasi. Ketika uerus berkontraksi dan menimbulkan tekanan pad selaput ketuban,
tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks
c. Teori Oksitosin Interna
Hipofisis posterior menghasilkan hormon oksitosin. Adanya perubahan
keseimbangan antara estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim
dan akan mengakibatkan terjadinya kontraksi uterus yang disebut Braxton Hicks.
Penurunan kadar progesteron karena kehamilan yang sudah tua akan mengakibatkan
aktifitas oksitosin meningkat (Sondakh, 2013).
d. Teori Placenta Menjadi Tua
Seiring matangnya usia kehamilan villi chorialis dalam mengalami beberapa
perubahan hal ini menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
megakibatkan tegangnya pembuluh darah sehingga akan menimbulkan kontraksi uterus
e. Teori Distensi Rahim
1) Otot rahim memiliki kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2) Setelah melewati batas tersebut akhirnya terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai.
3) Contohnya pada kehamilan gemeli, seiring terjadi kontraksi karena uterus teregang
oleh ukuran janin ganda, sehingga kadang kehamilan gemeli mengalami persalinan
yang lebih dini.
f. Teori Iritasi Mekanis
Dibelakang serviks terletak ganglion servikalis (fleksus frankenhauser), bila
gangglion ini digeser dan ditekan (misalnya oleh kepala janin ), maka akan timbul
kontraksi uterus.
g. Teori Hipotalamus-Pituitari dan glandula suprenalis
1) Glandula suprenalis merupkan pemicu tejadinya persalinan.
2) Teori ini menunjukkan, pada kehamilan dengan bayi anensefalus sering terjadi
kelambatan persalinan karena terbentuknya hipotalamus.
h. Teori Prostagladin
Prostagladin yang dihasilkan oleh desidua disangka sebagai salah satu sebab
permulaan persalinan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa prostagladin F2 yang
diberikan secara intravena menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap usia
kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostagladin yang tinggi baik
dalam air ketuban maupun darah periver pada ibu hamil sebelum melahikan atau
selama proses persalinan.
3) Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung kurang
dari 3 jam setelah awal persalinan. Partus presipitatus sering berkaitan dengan
Solusio placenta (20%) Aspirasi mekonium, Perdarahan post partum. Komplikasi
maternal. Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal. Bila
servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang
luas, emboli air ketuban (jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP.
Terjadi karena kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia
intrauterine, trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir. Kejadian ini biasanya
berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada kehamilan
yang sedang berlangsung. Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan.
b. Kala III dan Kala IV
1) Perdarahan pada kala III
Perdarahan pada kala III umum terjadi dikarenakan terpotongnya pembuluh-
pembuluh darah dari dinding rahim bekas implantasi placenta/karena sinus-sinus
maternalis ditempat insersinya.
Pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab
kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh- pembuluh darah yang
terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh
bekuan darah. Jumlah darah yang umum keluar tidak lebih dari 500cc atau
setara dengan 2,5 gelas belimbing. Apabila setelah lahirnya bayi darah yang keluar
melebihi 500cc maka dapat dikategorikan mengalami perdarahan pasca
persalinan primer.
Kala IV dimulai dari lahirnya placenta selama 1-2 jam. Pada kala IV
dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan, paling sering terjadi pada
2 jam pertama. Observasi dilakukan yaitu:
(1) Tingkat kesadaran pasien
(2) Pemeriksaan tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan
(3) Kontraksi uterus
(4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400 – 500 cc (Sulistyawati, 2010).
Perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah itu.
Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum adalah :
a) Atonia uteri
Atonia uteri adalah Keadaan lemahnya tonus atau kontraksi uterus yang
tidak mampu menutup perdarahan dari tempat implantasi placenta setelah bayi
dan placenta lahir (Prawirohardjo, 2011).
Faktor Predisposisinya adalah :
(1) Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, anak
terlalu besar.
(2) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
(3) Kehamilan grande-multipara.
(4) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
menahun.
(5) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
(6) Infeksi intra uterin (karioamnionitis).
(7) Riwayat atonia uteri.
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan placenta lahir ternyata
perdarahan massih aktif dan banyak, bergumpal dan bila di palpasi di dapatkan
fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu
diperhatikan pada saat atonia uteri di diagnosis, maka pada saat tu juga masih ada
darah sebanyak 500-1000cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih
terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian
darah pengganti. Gejala:
(1) Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat
(2) Tekanan darah menurun
(3) Syok karena perdarahan
(4) Kala III: perdarahan baru liang senggama 500-1000
cc. Terapi terbaik adalah pencegahan :
(1) Melakukan secara rutin menejemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena dapat menurunkan insidens perdarahan pasca persalinan
akibat dari atonia uteri.
(2) Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi
lahir.
b) Retensio Placenta
Retensio Placenta adalah placenta tetap tertinggal dalam uterus setengah
jam setelah anak lahir (Prawirohardjo, 2011).
Placenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III yang bisa
di sebabkan adesi yang kuat antara placenta dan uterus. Disebut placenta akreta
bila implantasi menembus desidua basalis, disebut sebagai placenta inkreta bila
placenta menembus miometrium dan disebut placenta perkreta bila vili korialis
sampai menembus perimetrium.
(1) Faktor predisposisi retensio placenta adalah:
(a) Placenta Previa
(b) Bekas seksio sesarea
(c) Pernah kuret berulang
(d) Multiparitas
(2) Diagnosa retensio placenta, yaitu:
(a) Pada pemeriksaan luar fundus/korpus ikut tertarik apabila tali pusat
ditarik.
(b) Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi placenta karena implantasi
yang dalam.
(3) Penanganan retensio placenta
Apabila sudah dilakukan penanganan PTT dengan baik, 15 menit
pertama diberikan oksitosin 10 unit secara IM. Lakukan PTT kembali, tetapi
placenta belum lahir setelah 15 menit kemudian, perhatikan apakah ada darah
yang keluar, apabila ada lakukan placenta manual. Apabila tidak ada lakukan
rujukan perbaiki keadaan umum ibu.
c) Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium)
turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang bersifat inkomplit sampai
komplit (Prawirohardjo, 2011).
(1) Faktor Presdiposisi inversio uteri adalah:
(a) Adanya atonia uteri.
(b) Serviks yang masih terbuka lebar.
(c) Adanya kekuatan menarik fundus ke bawah (misalnya karena placenta
akreta, inkreta, perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras kebawah).
(d) Ada tekanan pada fundus uteri dari atas (manuver crede) atau tekanan
intra abdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk dan bersin).
(2) Tanda-Tanda Inversio Uteri :
(a) Syok karena kesakitan
(b) Perdarahan banyak bergumpal
(c) Di vuva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa placenta yang
masih melekat
(d) Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila terjadinya
cukup lama, maka jepitan seviks yang mengecil akan membuat uterus
mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi
(3) Penanganan :
(a) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan atau
darah pengganti dan pemberian obat.
(b) Berikan MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum
dilakukan reposisi manual yaitu mendorong miometrium ke atas masuk
kedalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk
kedalam uterus pada posisi normanya.
(c) Di dalam uterus dilepaskan secara manual bila berhasil dikeluarkan dari
rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau IM tangan
tetap di pertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan
operator baru di lepaskan.
(d) Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
(e) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi
bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
9. Pendokumentasian
a. Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik. Jika digunakan dengan tepat dan konsisten,
partograf akan membantu penolong persalinan untuk:
1) Mencatat kemajuan persalinan
2) Mencatat kondisi ibu dan janinnya
3) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
4) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan
5) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu
Partograf harus digunakan pada semua ibu bersalin fase aktif kala I, semua
tempat bersalin dan semua penolong persalinan
Pencatatan selama fase aktif persalinan yaitu informasi ibu (nama, umur, gravid,
para, abortus, tanggal dan waktu dirawat serta pecahnya selaput ketuban), kondisi
janin (DJJ, warna dan adanya air ketuban serta penyusupan kepala janin), kemajuan
persalinan (pembukaan serviks, penurunan bagian kepala dan presentasi janin, garis
waspada dan garis bertindak), jam dan waktu (waktu mulainya fase aktif), kontraksi
(frekuensi dalam 10 menit dan lamanya), obat dan cairan yang diberikan (oksitosin
dan obat lain serta cairan IV yang diberikan), kondisi ibu (nadi, tekanan darah, suhu,
dan produksi urine.
Pencatatan pada lembar belakang partograf digunakan untuk mencatat hal-hal
yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang
dilakukan sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Bagian
ini disebut sebagai catatan persalinan. Lakukan penilaian dan catat asuhan yang
diberikan selama masa nifas terutama pada kala IV untuk memungkinkan penolong
persalinan mencegah terjadinya komplikasi dan membuat keputusan klinik yang
sesuai.
b. Lembar penapisan persalinan
pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong harus selalu waspada
terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau penyulit. Selama anamnesa dan
pemeriksaan fisik, tetap waspada pada indikasi yang tertera pada lembar penapisan.
Tabel 2.3 Penapisan Persalinan
Rujuk ibu :
Apabila didapati salah satu atau lebih penyulit seperti berikut:
1. Riwayat bedah sesar
2. Perdarahan per vaginam
3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
4. Ketuban pecah disertai mekonium yang kental
5. Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam)
6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (usia kehamilan
kurang dari 37 minggu)
7. Ikhterus
8. Anemia berat
9. Tanda/gejala infeksi
10. Pre-eklampsi/hipertensi dalam kehamilan
11. Tinggi fundus 40 cm atau lebih
12. Gawat janin
13. Primipara dalam fase aktif kala I persalinan dan kepala janin masih
5/5
14. Presentasi bukan belakang kepala
15. Presentasi ganda (majemuk)
16. Kehamilan ganda atau gemeli
17. Tali pusat menumbung
18. Syok
c. Lembar observasi
Menurut JNPK-KR (2012), jika pembukaan serviks kurang dari 4 cm, berarti ibu
berada dalam fase laten dan semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat
di lembar observasi, yaitu Denyut Jantung Janin (DJJ), kontraksi, nadi setiap 30 menit
dan pembukaan serviks, penurunan kepala, tekanan darah, suhu dan produksi urine
setiap 4 jam. Rujuk segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten berlangsung
lebih 8 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Abdul Bari dkk.(2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sulistyawati, Ari. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba
Medika
Sulistyawati, Ari. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.
Sondakh, Jenny. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Erlangga
Wulandari, Setyo Retno dan Handayani, Sri. (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
. (2010). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Syafrudin. (2011). Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Bersumber dari:
https://books.google.co.id/books?=Syafrudin.+(2009).+Kebidanan+Komunitas.+Jakarta
:+EGCSyafrudin.(2009).KebidananKomunitas.JakartaEGC (diakses tanggal 24
desember 2022)
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN
PERSALINAN DENGAN PERSALINAN FISIOLOGIS
DI PUSKESMAS TEGALAMPEL
KALA I
1. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Usia kehamilan 9 bulan, kenceng-kenceng sejak pukul 05.00wib serta keluar lendir
darah
2. Data Pendukung
HPHT: 19-03-2022
HPL: 26-12-2022
mengganggu kehamilannya.
2. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
b. KU : Baik
c. Kesadaran : Composmentis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 85x/menit
- Suhu : 36,50C
- Pernafasan : 20x/menit
Wajah
Palpasi : oedema
Mata
Inspeksi
: Simetris, sklera putih, conjungtiva merah muda
nigra
Palpasi :
ibu (PUKI)
(PAP)
HIS : 3×10’×45”
DJJ : (136x/menit)
TBJ : 30-11= 19
19×155= 2.945gram
akuminata
perineum
kanan kiri
3. ANALISA DATA
Ny”N” GI P00000 UK 39 Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif Dilatasi Maksimal dengan
Persalinan Normal
4. PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
e/ ibu mengerti
2. Menyarankan ibu untuk berjalan-jalan disekitar ruangan, jika ibu masih bisa
melakukannya.
melakukannya
5. Menyarankan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi per oral (makan da minum).
observasi
KALA II:
1/5 bagian
Fisiologis
e/ Ibu mengerti
2. Memastikan dan mengawasi tanda dan gejala kala II : ada dorongan kuat untuk
e/ celemek telah dipakai, tangan telah dicuci, dan memakai sarung tangan
6. Meminta bantuan keluarga untuk mengatur posisi ibu yaitu litotomi dengan
saat meneran.
8. Meletakkan handuk di atas perut ibu dan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian
tersebut
Bahu depan : letakkan tangan kanan di atas dan tangan kiri di bawah padda
15. Menjepit tali pusat, megurut, memotong tali pusat, mengikat tal pusat, mengganti
KALA III:
S : Ibu mengatakan senang dan lega bayinya telah lahir. Ibu mengatakan
e/ Plasenta dan selaputnya lengkap, berat ± 450 gram, diameter ± 20 cm, tebal ±
2,5 cm, insersi tali pusat sentralis, tidak ada infark, panjang tali pusat ± 40 cm,
4. Memeriksa laserasi.
e/ Tidak ada
laserasi
KALA IV:
uterus
e/ Perdarahan ±100 cc
Bidan