Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Persalinan


1. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus ke dunia luar. Persalinan dan kelahiran normal merupakan
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin (Nurul Jannah,
2014:1)
Menurut Sarwono (2008) persalinan adalah proses membuka dan
meipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah
proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Jenny
J.S., 2013:2)
Persalinan normal WHO adalah persalinan dimulai secara spontan
beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses
persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan presentasi belakang kepala pada
usia kehamilan antara 37 minggu hingga 42 minggu lengkap. (Elisabeth,
2014: 2)
2. Macam-macam persalinan
a. Menurut definisi/cara persalinan:
1) Persalinan normal/spontan
Pada persalinan ini, proses kelahiran bayi pada letak belakang kepala
(LBK) dengan tenaga ibu sendiri berlangsung tanpa bantuan alat serta
tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari
24 jam.
2) Persalinan abnormal/buatan
Persalinan pervaginam dengan mengunakan batnuan alat, sepert
ekstraksi dengan forseps atau vakum atau melalui dinding perut
dengan operasi sectio caesarea atau SC.
3) Persalinan anjuran
Persalinan tersebut tidak dimulai dengan sendirinya, tetapi baru
berlangsung

setelah

dilakukan

perangsangan,

seperti

dengan

pemecahan ketuban dan pemberian prostaglandin.


b. Menurut umur kehamilan dan berat badan yang dilahirkan sebagai
berikut:
1) Abortus

Penghentian dan pengeluaran hasil konsepsi dari jalan lahir sebelum


mampu hidup di luar kandungan. Usia kehamilan biasanya mencapai
kurang dari 28 minggu dan berat janin kurang dari 1000 gram.
2) Partus prematurus
Pengeluaran hasil konsepsi baik secara spontan atau buatan sebelum
usia kehamilan 28 - 36 minggu dengan berat janin kurang dari 2.499
gram.
3) Partus maturus atau aterm (cukup bulan)
Pengeluaran hasil konsepsi yang spontan ataupun buatan antara usia
kehamilan 37 42 minggu dengan berat janin lebih dari 2.500 gram.
4) Partus postmaturus (serotinus)
Pengeluaran hasil konsepsi yang spontan ataupun buatan melebihi
usia kehamilan 42 minggu dan tampak tanda-tanda janin postmatur.
(Nurul Jannah, 2014:2-3)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
Menurut Jenny J.S Sondakh (2013:4-5) faktor yang mempenagurhi
persalinan adalah sebagai berikut:
a. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terbagi atas dua, yaitu jalan lahir keras dan jalan lahir lunak.
Hall-hal yang perlu diperhatikan dari jalan lahir keras adalah ukuran dan
bentuk tulang panggul; sedangkan yang perlu diperhatikan pada jalan
lahir lunak adalah segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks,
otot dasar panggul, vagina, dan introitus vagina.
b. Power (His dan Mengejan)
Faktor kekuatan dalam persalinan dibagi atas dua, yaitu:
1) Kekuatan primer (kontraksi involunter)
Kontraksi berasal dari segmen atas uterus yang menebal dan
dihantarkan ke uterus bawah dalam bentuk gelombang. Istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kontraksi involunter ini antara lain
frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi. Kekuatan primer ini
mengakibatkan serviks menipis (effacement) dan berdilatasi sehingga
janin turun.
2) Kekuatan sekunder (kontraksi volunter)
Pada kekuatan ini, otot-otot diafragma dan abdomen ibu berkontraksi
dan mendorong keluar isi ke jalan lahir sehingga menimbulkan
tekanan intraabdomen. Tekanan ini menekan uterus pada semua sisi
dan menambah kekuatan dalam mendorong keluar. Kekuatan
sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah dilatasi
serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting dalam usaha untuk
mendorong keluar dari uterus dan vagina.
c. Passenger (Penumpang)

Penumpang dalam persalinan adalah janin dan plasenta. Hal-hal yang


perlu diperhatikan mengenai janin adalah ukuran kepala janin, presentasi,
letak, sikap, dan posisi janin; sedangkan yang perlu diperhatikan pada
plasenta adalah letak, besar dan luasnya.
d. Posisi
Posisi ibu dapat mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.
Perubahan posisi yang diberikan pada ibu bertujuan untuk menghilangkan
rasa letih, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak
(contoh: posisi berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok) memberi sejumlah
keuntungan, salah satunya adalah memungkinkan gaya gravitasi
membantu penurunan janin. Selain itu, posisi ini dianggap dapat
mengurangi kejadian penekanan tali pusat.
e. Respons psikologis
Respons psikologi ibu dapat dipengatuhi oleh:
1) Dukungan ayah bayi/pasangan selama proses persalinan
2) Dukungan kakek-nenek (saudara dekat) selama persalinan
3) Saudara kandung bayi selama persalinan
4. Sebab - Sebab Mulainya Persalinan
Menurut Sumarah (2009) terjadinya persalinan belum dapat diketahui
dengan pasti. Besar kemungkinan semua faktor bekerja bersama-sama
sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor. Teori kemungkinan
terjadinya persalinan, antara lain:
a. Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat mulai. Keadaan uterus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan
faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta
mengalami degenerasi. Pada kehamilan ganda seringkali terjadi kontraksi
setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
b. Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu,
dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu. Villi koriales mengalami perubahan-perubahan
dan produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim
lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi
setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
c. Teori Oksitosin Internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis par posterior. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot
rahim, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya

konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat


meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai.
d. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu,
yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil
dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan.
Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
e. Teori Hipotalamus-Pituitari dan Glandula Suprenalis
Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi
keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini
dikemukakan oleh Linggin (1973). Malpar tahun 1993 mengangkat otak
kelinci percobaan, hasilnya kehamilan kelinci menjakdi lebih lama.
Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin,
induksi persalinan. Dari beberapa percobaan tersebut disimpulkan ada
hubungan antara hipotalamus-pitutari dengan mulainya persalinan.
Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
f. Teori Berkurangnya Nutrisi
Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakakn oleh Hipokrates untuk
pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi
akan segera dikeluarkan.

g. Faktor Lain
Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak
dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus
dapat dibangkitkan.
5. Tanda-tanda Inpartu
Tanda in-partu menurut Manuaba (2008), yaitu :
a. Rasa sakit karena adanya his yang datang lebih kuat,
sering dan teratur.
b. Keluar bercampur

darah

yang

lebih

banyak

karena

robekan-robekan kecil pada serviks.


c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam terdapat perubahan serviks yaitu
: pelunakan serviks, pendataran serviks dan terjadinya
pembukaan serviks.
6. Tahapan Persalinan
Menurut Jenny J.S (2013) tahapan dari persalinan terdiri atas kala I (kala
pembukaan), kala II (kala pengeluaran janin), kala III (pelepasan plsenta),
dan kala IV (kala pengawasan/observasi/pemulihan).
a. Kala I (Kala Pembukaan)

Kala I dimulai dari saat persalinan mulai (pembukaan nol) sampai


pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, yaitu:
1) Fase Laten: berlangsung selama 8 jam, serviks membuka sampai 3
cm.
2) Fase Aktif: berlangsung selama 7 jam, serviks membuka dari 4 cm
sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering, dibagi dalam 3 fase:
a) Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4
cm.
b) Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu 2
jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
Proses diatas terjadi pada primigravida ataupun multigravida, tetapi pada
multigravida memiliki jangka waktu yang lebih pendek. Pada
primigravida, kala I berlangsung 12 jam, sedangkan pada multigravida
8 jam.
Berdasarkan Kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1
cm per jam dan pembukaan multigravida 2 cm per jam. Dengan
perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkiran.
b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Gejala utama kala II adalah sebagai berikut:
1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50
samapi 100 detik.
2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak.
3) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan
mengejan akibat tertekannya pleksus Frankenhauser.
4) Lamanya kala II untuk primigravida 1,5 - 2 jam dan multigravida 1,5
- 1 jam.
c. Kala III (Pelepasan Plasenta)
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Proses lepasnya plasenta dapat
diperkirakan dengan mempertahankan tanda-tanda dibawah ini:
1) Uterus menjadi bundar.
2) Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah
rahim.
3) Tali pusat bertambah panjang.
4) Terjadi semburan darah tiba-tiba.
Cara melahirkan plasenta adalah menggunakan teknik dorsokranial.
Pengeluaran selaput ketuban. Selaput janin biasanya lahir dengan mudah,

namun kadang-kadang masih ada bagian plasenta yang tertinggal. Bagian


tertinggal tersebut dikeluarkan dengan cara:
1)
2)
3)
4)

Menarik pelan-pelan.
Memutar atau memilinnya seperti tali.
Memutar pada klem.
Manual atau digital.
Pengeluaran dan selaput ketuban harus diperiksa secara teliti setelah

dilahirkan. Apakah setiap bagian plasenta lengkap atau tidak lengkap.


Bagian plasenta yang diperiksa yaitu permukaan maternal yang pada
normalnya memiliki 6-20 kotiledon, permukaan fetal, dan apakah terdapat
tanda-tanda plasenta suksenturia. Jika plasenta tidak lengkap, maka
disebut ada sisa plasenta. Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan
yang banyak dan infeksi.
Kala III terdiri dari dua fase, yaitu:
1) Fase Pelepasan Plasenta
Beberapa cara pelepasan plasenta antara lain:
a) Schultze
Proses lepasnya plasenta seperti menutup payung. Cara ini
merupakan cara yang paling sering terjadi (80%). Bagian yang
lepas terlebih dahulu adalah bagian tengah, lalau terjadi
retroplasental hematoma yang menolak plasenta mula-mula
bagian

tengah,

kemudian

seluruhnya.

Menurut

cara

ini,

perdarahan biasanya tidak ada sebelum plasenta lahir dan


berjumlah banyak setelah plasenta lahir.
b) Duncan
Berbeda dengan sebelumnya, pada cara ini lepasnya plasenta
mulai dari pinggir 20%. Darah akan mengalir keluar antara selaput
ketuban. Pengeluarannya juga juga serempak dari tengah dan
pinggir plasenta.
2) Fase Pengeluaran Plasenta
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya plasenta dalah:
a) Kustner

Dengan meletakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis, tali


pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti belum lepas.
Jika diam atau maju berarti sudah lepas.
b) Klein
Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit. Bila tali pusat kembali
berarti belum lepas, diam atau turun berarti lepas. (Cara ini tidak
digunakan lagi).
c) Strassman
Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat
bergetar berarti plasenta belum lepas, tidak bergetar berarti sudah
lepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta telah lepas adalah rahim
menonjol diatas simfisis, tali pusat bertabah panjang, rahim
bundar dan keras, serta keluar darah secara tiba-tiba.
d. Kala IV (Kala Pengawasan/Observasi/Pemulihan)
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum.
Kala ini terutama bertujuan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Darah
yang keluar selam perdarahan harus ditakar sebaik-baiknya. Kehilangan
darah pada persalinan biasanya disebabkan oleh luka pada saat pelepasan
plasenta dan robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata jumlah
perdarahan yang dikatakan normal adalah 250 cc, biasanya 100-300 cc.
Jika perdarahan lebih dari 500 cc, maka sudah dianggap abnormal,
dengan demikian harus dicari penyebabnya. Penting untuk diingat: jangan
meninggalkan wanita bersalin 1 jam sesudah bayi dan plasenta lahir.
Sebelum pergi meninggalkan ibu yang baru melahirkan, periksa ulang
terlebih dulu dan perhatikanlah 7 pokok penting berikut:
Kontraksi rahim: baik atau tidaknya diketahui dengan pemeriksaan
palpasi. Jika perlu lakukan masase dan berikan uterotanika, seperti
methergin, atau ermetrin dan oksitosin.
a. Perdarahan: ada atau tidak, banyak atau biasa.
b. Kandung kemih: harus kosong, jika penuh, ibu dianjurkan berkemih
dan kalau tidak bisa, lakukan kateter.
c. Luka-luka: jahitannya baik atau tidak, ada perdarahan atau tidak.
d. Plasenta dan selaput ketuban harus lengkap.
e. Keadaan umum ibu, tekanan darah, nadi, pernapasan, dan masalah
lain.
f. Bayi dalam keadaan membaik.

7. Penatalaksanaan/Asuhan Kebidanan
a. Kala I
1) Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah, ketakutan dan
kesakitan
a) Berilah dukungan dan yakinkan dirinya
b) Berilah informasi mengenai proses kemajuan persalinannya
c) Dengarkan keluhannya dan cobalah untuk lebih sensitif terhadap
persaaannya.
2) Jika ibu tersebut tampak gelisah, dukungan atau asuhan yang dapat
diberikan
a) Lakukan perubahan posisi
b) Posisi sesuai dengan keinginan, tetapi jika ibu ditempat tidur
sebaiknya dianjurkan tidur miring ke kiri
c) Sarankan ia untuk berjalan-jalan
d) Ajaklah orang yang menemaninya (suami atau ibunya) untuk
memijat atau menggosok punggungnya
e) Ibu diperbolehkan melakukan aktivitas

sesuai

dengan

kesanggupannya
f) Ajarkan kepada ibu teknik bernafas
3) Menjaga hak privasi ibu dalam persalinan
4) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi serta
prosedur yang akan dilakukan dan hasil pemeriksaan
5) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya
6)

7)
8)
9)

setelah BAK atau BAB


Ibu bersalinan biasanya merasa panas, atasi dengan cara:
a) Gunakan kipas angin atau AC
b) Menggunakan kipas biasa
c) Menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya
Berikan cukup minum untuk mencegah dehidrasi
Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin
Pemantauan pada kala I
Parameter
Tekanan Darah
Suhu Badan
DJJ
Kontraksi
Pembukaan Serviks
Penurunan
Nadi

Fase Laten
Setiap 4 jam
Setiap 4 jam
Setiap 1 jam
Setiap 1 jam
Setiap 4 jam
Setiap 4 jam
Setiap 30-60 menit

Fase Aktif
Setiap 4 jam
Setiap 2 jam
Setiap 30 menit
Setiap 30 menit
Setiap 4 jam
Setiap 4 jam
Setiap 30-60 menit

b. Kala II
1) Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu:
a) Mendampingi agar ibu merasa nyaman
b) Menawarkan minum, mengipasi, memijat
2) Menjaga kebersihan diri
a) Agar terhindar dari infeksi
b) Jika ada darah, lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan
3) Memberi dukungan mental untuk mengurangi kecemasan

4) Mengatur posisi ibu. Dalam membimbing mengedan dapat dipilih


posisi berikut:
a) Jongkok
b) Menungging
c) Tidur miring
d) Setengah duduk
5) Menjaga kandung kemih tetap kosong
6) Memberikan cukup minum = memberi tenaga dan mencegah
dehidrasi
c. Kala III
1) Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang
juga mempercepat pelepasan plasenta
a) Oksitosin dapat diberikan dalam 2 menit setelah kelahiran bayi
b) Jika oksitosin tidak tersedia, rangsang puting susu payudara
ibu/susukan bayi untuk menghasilkan oksitosin alamiah dan beri
ergometrin 0,2 mg IM
2) Lakukan PTT saat dan selama uterus berkontraksi
3) Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan tangan/klem pada tali pusat
mendekati plasenta. Kedua tangan dapat memegang plasenta searah
jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban
4) Segera setelah plasenta lahir dan selaput dikeluarkan, masase fundus
uteri agar menimbulkan kontraksi
d. Kala IV
1) Periksa fundus uteri tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 20-30
menit selama jam kedua
2) Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap 15
menit pada jam kedua.
3) Anjurkan ibu untuk banyak minum untuk mencegah dehidrasi
4) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaiannya yang bersih dan
kering
5) Biarkan ibu beristirahat, bantu ibu pada posisi yang nyaman
6) Biarkan bayi berada di dekat ibu untuk Bounding Attachment
7) Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah setelah persalinan
8) Pastikan ibu sudah BAK dalam 3 jam postpartum
9) Ajari ibu dan keluarganya tentang:
a) Bagaimana pemeriksaan fundus dan merangsang kontraksi
b) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi
B. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini
1. Pengertian
Ketuban pecah dini atau spontaneosus/early/premature ruptur of the
membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm
pada usia kehamilan > 37 minggu.
Ketuban pecah dini preterm (Preterm Premature Rupture of
Membranes/PPROM) adalah pecahnya ketuban (ROM) sebelum kehamilan 37

minggu (Norma,2013). Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien


dengan usia kehamilan diatas 37 minggu dan mengalami pecah ketuban
sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP)
adalah pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu. Ketuban pecah
dini spontan adalah pecahnya ketuban setelah atau dengan dimulainya
persalinan. KPD memanjang adalah pecahnya ketuban yang terjadi lebih dari
24 jam dan sebelum dimulainya proses persalinan.
2. Etiologi
Penyebab KPD aterm maupun preterm masih belum diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor faktor
yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor faktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui (taufan,2010).
Penyebab KPD menurut Gery Morgan tahun 2009, yaitu :
a. Persalinan prematur
b. Korioamnionitis terjadi 2 kali sebanyak KPD
c. Malposisi atau malpersentasi janin
d. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks
1) Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya : aborsi
teraupetik, LEEP, dan sebagainya)
2) Peningkatkan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama
persalinan sebelumnya
3) Inkompetensi serviks
e. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak 2 kali atau lebih
f. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu
1) Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
2) Penambahan berat badan yang sedikit selama kehamilan
g. Merokok selama kehamilan
h. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat
daripada ibu muda
i. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini
j. Trauma
3. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2007), ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin.
Kemungkinan tekanan intra uteri yang kuat adalah penyebab independen
dari ketuban pecah dini dan selaput ketuban yang tidak kuat akibat dari

kurangnya jaringan

ikat

dan

vaskularisasi atau mudah pecah dengan

mengeluarkan air ketuban. Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat


berlangsung sebagai berikut:
a. Terjadinya pembukaan premature serviks
b. Membran terkait dengan pembukaan terjadi :
1) Desvakularisasi
2) Nekros dan dapat diikuti secara spontan
3) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
4) Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan enzim-enzim preteolitik, enzim kolagenase.
4. Tanda dan Gejala
Tanda ketuban pecah dini adalah keluarnya air ketuban secara spontan atau
merembes dengan atau tanpa disertai rasa nyeri. Sedangkan gejalanya
pasien mengatakan keluarnya cairan banyak atau merembes pervaginam tanpa
disertai rasa ingin buang air kecil (Manuaba, 2007).
Cara menentukan tanda dan gejalanya yaitu :
a. Adanya cairan yang berisi meconium, vernic caseosa, lanugo atau bila
telah terinfeksi berbau.
b. Adanya cairan ketuban divagina, meminta pasien untuk mengejan, maka
cairan dapat keluar sedikit-sedikit atau banyak.
c. Cairan dapat keluar saat tidur, duduk atau pada saat seperti berdiri atau
berjalan.
d. Kadang-kadang cairan berwarna putih, keruh, jernih dan hijau.
e. Apabila ketuban telah lama pecah dan terjadi infeksi, maka pasien akan
demam (Manuaba, 2008).
Untuk kepastian atau mengetahui adanya ketuban pecah dini dapat
digunakan cara-cara untuk mengidentifikasi adalah :
a. Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servikalis dan apakah ada bagian yang sudah pecah.
b. Gunakan kertas lakmus (litmus)
1) Bila menjadi biru (basa) : air ketuban
2) Bila menjadi merah (asam) : urine
c. Pemeriksaan PH forniks posterior pada PROM PH adalah basa (air
ketuban)
d. Pemeriksaan histopologi air ketuban.
e. Aborization dan sitologi air ketuban
5. Diagnosis
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting.
a. Karena diagnosa positif palsu berarti melakukan intervensi seperti
melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio sesaria yang
sebetulnya tidak ada indikasinya.
b. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu
dan janin mempunyai risiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
ibu, janin, atau keduanya.
c. Oleh karena itu, diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat.

Diagnosa KPD dan KPP ditegakkan dengan cara :


a. Anamnesa
Penderita merasa basah paada vagina atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga
diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau
belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir dan darah.
b. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas. Adanya cairan yang berisi mekonium
(kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau bulu
bulu halus bila telah terinfeksi bau. Terdapat infeksi genital (sistemik).
c. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
Orifisium Uteri Eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan
manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar
cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. Lihat dan
perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada
bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada fornik
posterior.
d. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di alam vagina dan selaput ketuban yang tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina toucher perlu dipertimbangkan,
pada kehamilan kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu
diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora
vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam hanya dilakukan kalau KPD sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit
mungkin.
e. Gejala chorioamnionitis
Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih
besar, angka respiratory distress, neonatal sepsis dan perdarahan
intraventrikuler 3x lebih besar.
f. Pemeriksaan penunjang
(1)

Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,


bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air
ketuban mungkin juga urin atau sekret vagina. Skret vagina ibu
hamil pH: 4 5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna tetap
kuning.
(2)

Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah


menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes
yang positif palsu.

(3)

Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada


gelas obyek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.

(4)

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dimaksudkan untuk melihat


jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat
jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohidramnion). Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Walaupun
pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sederhana. Secara klinik diagnosa
ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan
keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah
dapat menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini (Taufan, 2010).

6. Diagnosis Banding
N
i
1

Gejala dan tanda selalu ada


Keluar cairan ketuban

Gejala dan tanda

Diagnosis

kadang-kadang ada

kemungkinan

Ketuban pecah

Ketuban pecah

tiba-tiba

dini

Cairan tampak di
introitus
Tidak ada his
2

Cairan vagina berbau

dalam 1 jam
Riwayat keluarnya

Demam/menggigil

cairan

Nyeri perut

Uterus nyeri
Denyut janin cepat
Perdarahan

Amnionitis

Cairan vagina berbau

pervaginam sedikit
Gatal

Tidak ada riwayat ketuban

Keputihan

pecah

Nyeri perut

Cairan vagina berdarah

Disuria
Nyeri perut

Perdarahan

Gerak janin

antepartum

Vaginitis/servisitis

berkurang
Perdarahan banyak
5

Cairan berupa darah dan

Pembukakan dan

Awal persalinan

lendir

pendataran servis

aterm

Ada his
(Abdul Bari,2014)
7. Prognosis
Pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin menurut Fadlun tahun
2012 adalah sebagai berikut.
a. Prognosis ibu
1) Infeksi intrapartal/dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan
kontraksi saat ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis yang
selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas
2)
3)
4)
5)
6)

dan mortalitas.
Infeksi peurperalis/masa nifas
Partus lama/ dry labour
Perdarahan postpartum
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
Morbiditas dan mortilitas maternal

b. Prognosis janin
1) Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur di antaranya
adalah respiratory distress syndrome, hipotermia, gangguan makan
neonatus, retinophaty of prematurity, perdarahan intraventikuler,
necrotizing enterocolitis, gangguan otak (risiko cerebral palsy),
hiperbilirubinemia, anemia, sepsis.
2) Penurunan tali pusat
3) Hipoksia dan asfiksia sekunder
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus lama, skor
APGAR

rendah,

ensefalopati,

cerebral

intrakranial, gagal ginjal, distres pernapasan

palsy,

perdarahan

4) Sindrom deformitas janin


Terjadi akibat oligohidramnion. Di antaranya terjadi hipoplasia
paru, deformitas ekstermitas dan pertumbuhan janin terhambat
(PJT)
5) Morbiditas dan mortalitas perinatal
Periode ruptur membran prematur

(KPP) hingga pelahiran

berbanding terbalik dengan usia gestasi saat membran pecah.


Karena itu semakin dini PPROM terjadi, semakin lama interval
masa laten sampai awitan persalinan (kenneth,2009).
8. Pengaruh KPD terhadap ibu dan janin
Pengaruh ketuban pecah dini menurut Mochtar, R( 2011,hal.178)terhadap ibu
dan janin adalah meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal. Pengaruh
KPD terhadap janin dan ibu yaitu:
a. Terhadap ibu
Karena jalan lahir telah terbuka, maka dapat terjadi Infeksi intrapartal
apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam persalinan. Jika terjadi infeksi
dan kontraksi saat ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis, dan selain
itu juga dapat dijumpai Partus lama/dry labour, Perdarahan postpartum,
Infeksi puerperalis/masa nifas, meningkatkan tindakan operatif obstetric
(khususnya SC) .Ibu akan merasa lelah terbaring di tempat tidur, partus
akan menjadi lama sehingga ibu, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala
infeksi. Hal tersebut akan meninggikan angka morbiditas dan mortalitas
pada maternal.
b. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi. Karena infeksi intrauterine lebih dahulu
terjadi

(amnionitis,

vaskulitis)

sebelum

gejala

pada

ibu

dirasakan.komplikasi yang sering dialami oleh janin adalah Hipoksia dan


asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi). Mengakibatkan
kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/partus lama, skor APGAR
rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial,gagal ginjal,
distress pernapasan.sehingga meningkatkan Morbiditas dan mortalitas
perinatal.
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia
luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi
asenden. Dan semakin lama periode laten, makin besar kemungkinan
infeksi sehingga meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan
bayi atau janin dalam rahim (Yulaikhah, 2008, Hal .116). Tanda adanya

infeksi bila suhu ibu > 38C, air ketuban keruh dan bau, leukosit darah >
15.000/mm, perlunakan uterus dan takikardia janin (>180 kali/menit)
Prawihardjo,S (2008, hal. 680).
9. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ketuban
pecah dini antara lain sebagai berikut:
a. Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS =
Respiratory Distress Syndrome), yang terjadi pada 10 40% bayi baru
lahir.
b. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini.
c. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya chrioamnionitis (radang pada
korion dan amnion).
d. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada
ketuban pecah dini.
e. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah
dini preterm.
f. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban
pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD
preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
10. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), terapi atau tindakan segera yang diberikan
meliputi :
a. Konservatif
1) Rawat di rumah sakit
2) Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3) Jika umur kehamilan < 3234 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Jika usia kehamilan 3237 minggu, belum in partu tidak ada infeksi,
tes busa negative : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi,
dan kesejahteraan janin.
5) Jika usia kehamilan 3237 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24
jam.
6) Jika usia kehamilan 3237 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan
lakukan induksi.
7) Nilai tanda-tanda infeksi

(suhu,

lekosit, tanda-tanda infeksi

intrauterine)
8) Pada usia kehamilan 3234 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar

lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari


dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
b. Aktif
1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
a) Bila skor pelvic < 5 lakukan dengan seksio sesaria
b) Blia skor pelvic >5, induksi persalinan , partus pervaginam

KETUBAN PECAH

< 37 MINGGU
Infeksi

Tidak ada infekksi

Berikan penisilin, Amoksilin + ertiromisin


gentamisin
dan untuk 7 hari
metronidazol
Steroid
untuk
pematangan paru
Lahirkan bayi

37 MINGGU
Infeksi

Tidak ada infeksi

Berikan
gentamisin
metronidazol

penisilin, Lahirkan bayi


dan

Lahirkan bayi

Berikan penisilin
atau ampisilin

ANTIBIOTIKA SETELAH PERASLINAN


Profilaksis

Infeksi

Tidak ada infeksi

Stop antibiotik

Lanjutkan untuk 24-48 Tidak perlu antibiotik


jam setelah bebas panas

C. Konsep Dasar Induksi Persalinan


1. Definisi
Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk memulai
terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi persalinan
adalah meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus
dalam persalinan (Saifuddin, 2009).
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai
terjadi persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane.
Augmentasi merujuk pada stimulasi terhadap kontraksi spontan yang
dianggap tidak adekuat karena kegagalan dilatasi serviks dan penurunan
janin. (Cunningham, 2013).
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan
merangsang timbulnya his. (Sinclair, 2010) Secara umum induksi
persalinan adalah berbagai macam tindakan terhadap ibu hamil yang

belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang


timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga terjadi
persalinan. Atau dapat juga diartikan sebagai inisiasi persalinan secara
buatan setelah janin viable. (Llewellyn, 2002).
2. Indikasi
Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya
atau kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi
persalinan mungkin diperlukan untuk menyelamatkan janin dari
lingkungan intra uteri yang potensial berbahaya pada kehamilan lanjut
untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan kehamilan membahayakan
ibu. (Llewellyn, 2002).
Adapun indikasi induksi persalinan yaitu ketuban pecah dini,
kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, preeklampsi
berat, hipertensi akibat kehamilan, intrauterine fetal death (IUFD) dan
pertumbuhan janin terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, perdarahan
antepartum, dan umbilical abnormal arteri doppler.(Oxford, 2013).
3. Kontraindikasi
Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra indikasi
untuk menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Diantaranya
yaitu:

disproporsi

sefalopelvik

(CPD),

plasenta

previa,

gamelli,

polihidramnion, riwayat sectio caesar klasik, malpresentasi atau kelainan


letak, gawat janin, vasa previa, hidrosefalus, dan infeksi herpes genital
aktif. (Cunningham, 2013 & Winkjosastro, 2002).
4. Komplikasi atau Resiko Induksi Persalinan
Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan
maupun setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain:
atonia uteri, hiperstimulasi, fetal distress, prolaps tali pusat, rupture uteri,
solusio plasenta, hiperbilirubinemia, hiponatremia, infeksi intra uterin,
perdarahan post partum, kelelahan ibu dan krisis emosional, serta dapat
meningkatkan pelahiran caesar padainduksi elektif. (Cunningham, 2013 &
Winkjosastro, 2002).
5. Persayratan
Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa
kondisi/persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)
b. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar
dan menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika
kondisi tersebut belum terpenuhi maka kita dapat melakukan
pematangan serviks dengan menggunakan metode farmakologis atau
dengan metode mekanis.
c. Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat kelainan letak janin.
d. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul.

(Oxorn, 2010).
Apabila kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka induksi
persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk
menilai keadaan serviks dapat dipakai skor Bishop. berdasarkan kriteria
Bishop, yakni:
a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya
berhasil diinduksi dengan hanya menggunakan induksi.
b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor <5), matangkan serviks terlebih
dahulu sebelum melakukan induksi. (Yulianti, 2006 & Cunningham,
2013)
Faktor

Nilai
0

1-2

3-4

5-6

0-30%

40-50%

60-70%

80%

Penurunan

-3

-2

-1 / 0

+1 / +2

Konsistensi

Kuat

Sedang

Lunak

Posterior

Pertengaha

Anterior

Pembukaan (cm)
Penipisan/Pendarara
n (%)

Posisi

n
Pada kebanyakan kasus, teknik yang digunakan untuk meningkatkan
favorability atau kematangan serviks juga menstimulasi kontraksi. Jadi
teknik
tersebut dapat digunakan untuk menginduksi persalinan. Metode yang
digunakan untuk mematangkan serviks meliputi preparat farmakologis
dan berbagai bentuk distensi serviks mekanis. (Cunningham, 2013)
Metode farmakologis diantaranya yaitu pemberian prostaglandin
E2 (dinoprostone, cervidil, dan prepidil), prostaglandin E1 (Misoprostol
atau cytotec), dan donor nitrit oksida. Sedangkan ynag termasuk kedalam
metode mekanis yakni kateter transservikal (kateter foley), ekstra
amnionik salin infusion (EASI), dilator servikal higroskopik, dan
stripping membrane. (Cunningham, 2013)

D. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan


1. Pengkajian Data
Tanggal
:
Tempat
:
a. Data Subjektif

Jam
Oleh

:
:

Data yang didapatkan dari klien sebagai pendapat suatu situasi dan
kejadian (Estiwidani, 2008)
1) Biodata
Nama

: Mepermudah mengenali Ibu dan Suami serta


mencegah adanya kekeliruan (Hani, 2011).

Umur

: Pada usia >35 tahun merupakan faktor risiko. Usia ibu


yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang
kuat daripada ibu muda (Geri Morgan, 2009)

Agama

: Berhubungan dengan perawatan klien yang berkaitan


dengan ketentuan agama (Romauli, 2011).

Pendidikan

: Makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah


pula merekan menerima informasi, dan pada akhirnya
makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.
Sebaliknya jika seseorang memiliki tingkat pendidikan
yang rendah, akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap penerimaan informasi dan lain-lain
yang baru diperkenalkan (Mubarak, 2007).

Pekerjaan

: Pekerjaan ibu perlu diketahui untuk mengetahui


apakah ada pengaruh pada kehamilan, seperti bekerja di
pabrik rokok, percetakan, dan lain-lain (Romauli,2011).
Radiasi ionisasi dan gas anestesi diketahui bersifat
toksik dan berhubungan dengan defek sistem saraf
pusat,

mikrosefali,

dan

peningkatan

risiko

keguguran.Logam berat juga diketahui bersifat toksik


(Fraser, 2011).
Alamat

Mengetahui

masyarakatnya

lingkungan
tentang

ibu

kehamilan

dan

kebiasaan

serta

untuk

kunjungan rumah jika diperlukan (Hani, 2011).


2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui apakah yang mendorong klien atau pasien datang
kepetugas kesehatan. Hubunganya dengan kasus ketuban pecah dini
adalah kapan ketubannya pecah, jumlah cairan ketuban yang
dikeluarkan, bau cairan, adanya perdarahan disertai nyeri perut atau
tidak yang mengindikasikan solutio plasenta dan umur kehamilan
(Abdul Bari,2014).
3) Riwayat Kesehatan Yang Lalu

a) Dalam kasus KPD yang perlu dikaji lebih jauh adalah adanya
riwayat penyakit infeksi pada alat reproduksi dan organ-organ
disekitarnya

karena

infeksi

pada

daerah

tersebut

dapat

menyebabkan hiperchotilitas Rahim pada saat kehamilan yang


dapat menyebabkan ketuban pecah dini (Rustam Muchar,2012).
b) Riwayat infeksi saluran kemih
c) Hipertensi
d) Diabetes militus
e) Kelainan jantung
f) Mioma
(Manuaba,2008)
4) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui apakah klien sedang menderita penyakit
yang mempengaruhi kondisi kehamilannya.Untuk penyakit yang
sedang diderita ibu pada saat ini yang dapat memperbesar resiko KPD
adalah penyakit infeksi pada Rahim dan persalinan prematuritas
(Manuaba, 2008).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Informasi tentang keluarga pasien penting untuk mengidentifikasi
wanita yang beresiko menderita penyakit genetic yang dapat
mempengaruhi kehamilan dan persalinan (Romauli, 2011).
6) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu
Pada kasus KPD yang perlu dikaji lebih jauh adalah jumlah anak,
mengingat pasien multiparitas mempunyai resiko lebih besar untuk
mengalami KPD, riwayat KPD sebelumnya, persalinan prematur
(Geri Morgan, 2009).
7) Riwayat Mestruasi
a) Menarche : untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
organ-organ reproduksi.
b) Siklus

: untuk mengetahi teratur atau tudaknya siklus


menstruasi yang berhubungan dengan fungsi organorgan reproduksi.

c) Lama

: untuk mengetahui berapa lama menstruasinya,


apakah ada kelainan dimana normalnya 1-15 hari.

d) Jumlahnya: untuk mengetahui banyaknya darah haid yang


keluar dikaitkan dengan resiko terjadinya anemia.

e) Warna

: untuk membedakan keadaan yang patologis


normalnya berwarna merah tua.

f) Keluhan : untuk mendeteksi kelainan pada organ reproduksi.


g) *HPHT

: untuk mengetahui umur kehamilan dan taksiran


persalinan. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang
tepat berdasarkan umur kehamilan (Fadlun, 2012).

8) Riwayat Kehamilan Sekarang


a) Hamil ke berapa, ANC, Imunisasi TT , HPL, Pemberian tablet Fe
b) Adanya trauma
c) Malpresentasi janin
d) Preeklamsi
e) Kehamilan multipel
f) Polihidramnion
g) Solutio placenta atau plasenta preavia
(Geri Morgan, 2009)
9) Riwayat Perkawinan
Usia nikah pertama kali, status pernikahan sah/tidak, lama
pernikahan, dan perkawinan sekarang adalah suami yang ke berapa.
10) Riwayat Kontrasepsi
Apakah sebelum hamil ini ibu menggunakan kontrasepsi atau tidak,
jika ya ibu menggunakan kontrasepsi jenis apa, sudah berhenti berapa
lama, keluhan selama menggunakan kontrasepsi dan rencana
penggunaan kontrasepsi setelah melahirkan. Hal ini mengetahui
apakah kehamilan ini karena factor gagal KB atau tidak (Romauli.
2011).
11) Pola Kebiasaan Sehari-hari
a) Pola Nutrisi : untuk mengetahui kecukupan gizi ibu, menurut
Walles pada tahun 2009 vit. C merupakan salah satu penunjang
pertumbuhan dan perbaikan jaringan di selurh tubuh, karena vit. C
membantu pembentukan kolagen.
b) PolaIstirahat : untuk mengetahui cukup atau tidak tidur ibu.
c) Pola Eliminasi : untuk mengetahui adanya perubahan yang
bersifat fisiologis. Perlu dituliskan jam terakhir BAB/BAK.
d) Pola Aktivitas : untuk mengetahui berat tugasnya aktivitas selain
itu kebiasaan merokok, minum alcohol juga menyebabkan
terjadinya KPD (Geri Morgan, 2009).

e) Riwayat Seksual : yang perlu dikaji adalah kapan terakhir ibu


melakukan hubungan seksual karena ketuban pecah dini dapat
diakibatkan oleh karena ibu post coitus yang menyebabkan ibu
terluka pada kantung ketuban, sehingga ketuban pecah sebelum
waktunya.
12) Data Psikososial
a) Respons keluarga terhadap persalinan
b) Respons pasien terhadap kelahiran bayinya
c) Respons suami pasien terhadap kehamilan ini
d) Pengetahuan pasien tentang proses persalinan
e) Adat istiadat setempat yang berkaitan dengan proses persalinan.
b. Data Objektif
Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur (Estiwidani,
2008).
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaaan Umum
Keadaan umum adalah untuk mengetahui keadaan umum ibu
yaitu baik, sedang, buruk. Normalnya kesedaran composmentis.
b) Kesadaran
Untuk mengetahui kondisi ibu secara umum, untuk pasien KPD
keadaan umum baik kecuali jika sudah terjadi infeksi.
c) Tekanan Darah
Untuk mengetahui kondisi tekanan darah ibu normalnya 120/80
mmhg. Karena mengukur tekanan darah merupaka data focus
untuk

mengetahui

kejadian

terkena

eklamsi

yang

bisa

menyebabkan KPD.
d) Tinggi Badan
Untuk mengetahui tinggi badan. Normalnya adalah lebih dari 145
cm (Walyani, 2015).
e) Berat Badan
Untuk mengetahui adakah komplikasi obstetrik yang timbul akibat
penambahan berat badan yang berlebihan pada saat kehamilan
(normalnya 9-13,5) peningkatan selama hamil. Pada ibu dengan
KPD berat badan tidak begitu berpengaruh terhadap terjadinya
KPD (Depkes RI, 1993).
f) Suhu
Untuk

deteksi

dini

adanya

gangguan

taermorealator

di

hypothalamus (normalnya 36-37,5 C) salah satu komplikasi KPD


pada saat persalinan terjadi infeksi intra partum, adanya
peningkatan suhu pada ibu sebagai salah satu tanda terjadi infeksi.

g) Nadi
Untuk mengetahui kondisi jantung ibu, ibu bersalin dengan KPD
tidak mengalami kelainan yang nyata dalam denyut nadinya,
kecuali bila sudah terjadi infeksi (Helen varney, 2007).
h) Respirasi
Untuk mengetahui adanya kelainan pada organ-organ saluran
pernafasan, normalnya (16-24 x/menit).
i) LILA
Untuk mengetahui status gizi pasien. Normal LLA adalah lebih
dari 23,5 cm (Walyani, 2015).
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
(1) Rambut
Untuk mengetahui kebersihan rambut, mudah rontok atau
tidak, berketombe atau tidak.
(2) Muka
Untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak, adakah
kelainan, terjadi cloasma gravidarum atau tidak, terdapat
oedema atau tidak.
(3) Mata
Untuk mengetahui conjungtiva berwarna merah muda atau
pucat, sklera berwarna putih atau kuning.
(4) Mulut
Untuk mengetahui keadaan mulut bersih atau kotor, ada
stomatitis atau tidak, caries gigi atau tidak.
(5) Leher
Untuk mengetahui adakah pembesaran pada kelenjar gondok
atau tidak, tumor ada atau tidak, ada pembesaran kelenjar
limfe atau tidak (Mochtar, 2012).
(6) Payudara
Ada pembesaran atau tidak, tumor simetris, puting susu
menonjol/masuk/datar,

areola

hiperpigmentasi

payudara

mamae/tidak, kolustrum keluar atau belum (Nursalam, 2009)


(7) Abdomen
Perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada luka bekas
operasi atau tidak, striae gravidarum, linea nigra, apakah
bagian-bagian

janin

sudah

teraba

atau

belum.

Bila

menggunakan leanek DJJ sudah dapat didengar (Kusmiyati,


2009).
(8) Genetalia
Pengeluaran air ketuban, baunya, ada tidaknya lendir
bercampur darah yang mengindikasikan tanda inpartu (Abdul
Bari,2014).

Adakah condiloma acuminata atau condiloma talata,


oedem di daerah vulva dan adanya luka atau tidak yang
berhubungan dengan infeksi. Karena infeksi juga menjadi
salah satu faktor penyebab terjadinya KPD (Geri Morgan,
2009).
(9) Anus
Adakah

haemorroid

yang

berhubungan

dengan

kemungkinan perdarahan bila pembuluh darah pecah pada saat


proses persalinan.
(10)
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema atau tidak, adakah varices, reflek
patella atau tidak, betis merah atau lembek atau keras
(Prawirohardjo, 2002).
b) Palpasi
Abdomen
(1) Leopold 1
Untuk mengukur TFU pertengahan px dan pusat, fundus
teraba lunak, kurang bulat, tidak melenting (bokong) janin.
(2) Leopold 2
Kanan / kiri teraba panjang keras seperti papan (punggung)
janin dan teraba bagian-bagian kecil janin (jari-jari, tangan)
janin.
(3) Leopold 3
Bagian terbawah teraba bulat, keras, melenting (kepala)
(4) Leopold 4
Untuk menentukan berapa bagian dari bokong telah masuk ke
dalam pintu atas panggul.
c) Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan stetoskop
(Nursalam, 2009).
Dilakukan pemeriksaan Denyut Jantung Janin (DJJ) untuk
mengetahui lokasi punctum maximum tampak dan frekuensi
teratur atau tidak. Frekuensi normalnya 120-160 x/menit
d) Perkusi
Refleks Patella : Untuk mengetahui reflek patella positif atau
negatif (Nursalam, 2009)
3) Pemeriksaan Dalam (VT)
V/V, ... , Efficement ...%, Kebutan +/-, Bagian terdahulu
kepala/bokong, Bagian terendah UUK/sakrum, Bagian kecil janin
teraba/tidak, Penurunan kepala hodge 1-3, Moulage ada/tidak
4) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang menunjang dalam
menegakkan diagnose, antara lain :
a) Hb : Untuk mengetahui tingkat anemia dan kadar hemoglobin
dalam darah.

b) Lakmus : Untuk mengetahui yang keluar dari vagina air ketuban


atau air kemih (urine).
c) Air ketuban : Jika kertas lakmus beruah menjadi biru (basa)
Air kemih (urine) : Jika kertas lakmus menjadi merah (asam)
(Muchtar, 2012).
d) Golongan darah : Untuk menentukan darah yang cocok jika terjadi
perdarahan pada waktu persalinan.
e) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas obyek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
f) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dimaksudkan untuk melihat
jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pemeriksaan penunjang ini dilakukan apabila waktu memungkinkan
saat terjadi KPD.
2. Identifikasi Diagnosa dan Masalah
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap rumusan diagnosis, masalah
dan kebutuhan pasien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulkan. Langkah awal dari perumusan diagnosis atau masalah
adalah pengelolaan data dan analisis dengan menggabungkan data satu
dengan lainnya sehingga tergambar fakta.
Dalam langkah kedua ini, bidan membagi interpretasi data dalam 3 bagian:
a. Diagnosis Kebidanan/Nomenklatur
Ny.X G...P...A.. UK .... minggu , janin tunggal/kembar, hidup/mati,
intrauterin/ekstrauterin,

letak

memanjang/melintang,

punggung

kanan/kiri, presentasi kepala/bokong, inpartu kala... fase...dengan ketuban


pecah dini
1) Data Subjektif
a) Ibu mengatakan ini merupakan kehamilan ke .... pernah
keguguran atau tidak
b) Ibu mengatakan merasa cemas karena mengeluarkan cairan dari
vagina
c) Ibu mengatakan HPHT tanggal...
2) Data Objektif
a) Keluar air ketuban sejak pukul ...
b) Belum keluar lendir darah...
c) Ada pembukaan atau tidak
d) HPL tanggal
b. Masalah
Sesuatu yang mengganggu kenyamanan

dari klien. Masalah yang

sering muncul secara teori pada KPD adalah masalah psikologis yang
berupa kecemasan terhadap persalinan yang dihadapi saat ini, kurangnya
pengetahuan dan informasi tentang ketuban pecah dini.
3. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial

Pada ini kita mengidentifikasi masalah dan diagnosis potensial lain


berdasarkan rangkaian masalah yang ada. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan. Sambil mengamati pasien,
bidan diharapkan siap bila diagnosis atau masalah potensial benar-benar
terjadi.
Masalah potensial yang terjadi akibat ketuban pecah dini yaitu:
a. Komplikasi pada Ibu:
1) Infeksi intra partum
2) Partus Lama
3) Partus Preterm
4) Prolaps tali pusat
5) Distosia atau partus kering
b. Komplikasi pada janin:
1) IUFD
2) Asfiksia
3) Hiperbilirunemia
4) IUGR
Diagnosa potensial ini lebih sering terjadi pada KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu (KPP) dan mencapai hampir 100 % apabila KPD
preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (Nita Norma,
2013).
Diagnosa potensial KPP lebih ditekankan pada :
a. Ibu
Korioamnionitis
Prolaps tali pusat
b. Janin
1) Sindrom Distress Pernafassan (RDS = Respiratory Distress Syndrome)
2) Kecacatan dan kematian janin
3) Hipoplasia paru
4. Identifikasi Kebutuhan Segera
Pada langkah ini, menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera,
melakukan konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
berdasarkan kondisi klien (Yulaikah, 2009).
Antisipasi yang pertama yang perlu dilakukan pasien dengan induksi atas
indikasi ketuban pecah dini adalah :
a. Rawat di rumah sakit dan kolaborasi dengan Dr SpOG dan SpA
(Saifuddin, 2009)
b. Pemberian antibiotik (Saifuddin, 2009)
c. Oksitosin drip (Saifuddin, 2009)

d. Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir dan melakukan


rangsangan taktil pada bayi serta potong tali pusat dengan teknik
aseptik dan antiseptik (Arief, 2009)
5. Intervensi
Langkah ini merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya, yaitu merupakan kelanjutan dari masalah atau
diagnosa yang diidentifikasikan dan diantisipasi (Wiknjosastro, 2010). Semua
keputusan yang dikembangkan rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan

dan

teori

yang up

to

date sesuai

dengan kebutuhan

berdasarkan pasien (Varney, 2007).


Rencana asuhan kebidanan pada pasien dengan ketuban pecah dini
menurut Saifuddin (2009) adalah :
a. Rawat di rumah sakit
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Rawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban
tidak keluar lagi.
d. Lakukan tes busa negative : beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin.
e. Berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24
jam.
f. Beri antibiotic dan lakukan induksi.
g. Nilai
tanda-tanda infeksi
(suhu,

lekosit,

tanda-tanda infeksi

intrauterine)
h. Berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
i. Beri induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea
j. Berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri
6. Implementasi
Disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun.
7. Evaluasi
Merupakan penilaian dari seluruh tindakan yang dilakukan minimal
menggunakan metode SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Retna Eny. 2008. Asuhan kebidanan (Nifas). Jogjakarta: Mitra Cendikia
Cunningham, FG., et al .2013. Obstetri Williams (Williams Obstetri). Jakarta: EG
Estiwidani, D, dkk. 2008. Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Penerbit Fitramaya
Fadlun dkk. 2012. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta; Salemba Medika
Jannah, Nurul. 2014. Askeb II Persalinan Berbasis Kompetensi. Jakarta:EGC.
Kusmiyati, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya.
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC
Llewellyn-Jones, D. 2002. Dasar-dasar Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Hipokrates
Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB.
Jakarta : EGC
Mochtar R, 2012. Sinopsis Obstetric Fisiologi dan Patologi jilid 1. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC
Morgan, Geri dkk. 2009. Obstetri & ginekologi : Panduan Praktik Edisi 2.
Jakarta : EGC
Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Saifuddin. (2009). Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sinclair. 2003. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC
Sondakh, Jenny J.S. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Erlangga
Sumarah. 2009. Perawatan Ibu Bersalin : Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta : Fitramaya.
Varney, H. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan (edisi 4, vol 2). Jakarta : EGC.
Walyani Elisabeth, Siwi. 2014. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Walyani, Elisabeth Siwi. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai