Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR MANAJEMEN TERPADAU BALITA SAKIT


2.1.1 Pengertian Manajemen Terpadu Balita Sakit
Manajemen terpadu balita sakit merupaka suatu bentuk pengelolaan balita
yang mengalami sakit, yag bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak
serta kualitas pelayanan kesehatan anak.
Pada manajemen terpadu balita sakit ini model pengelolaannya dapat
meliputi :
1. Penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan bertanya,
melihat dan mendengar, meraba dengan kata lain dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik secara dasar dan anamnesa
2. Membuat klasifikasi, dengan menentukan tingkat kegawatan dari suatu
penyakit yang digunakan untuk menentukan tindakan bukan diagnosis
khusus penyakit.
3. Menentukan tindakan dan mengobati, yakni tindakan pengobatan di
fasilitaskesehatan, membuat resep serta mengajari ibu tentang obat serta
tindakan yang harus dilakukan dirumah
4. Memberikan konseling dengan menilai cara pemberian makan dan kapan
anak harus kembali kefasilitas kesehatan
5. Memberikan pelayanan tindakan langsung pada kunjungan ulang
Dalam pelaksanaannya manajemen terpadu balita sakit ini dapat dilakukan
pada dua kategori yaitu pada bayi muda (1 hari sampai 2 bulan) dan anak umur 2
bulan sampai 5 tahun.
(Hidayat, 2009)

2.1.2

Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 bulan sampai 5 tahun


A. Penilaian Tanda dan Gejala

Penilaian tanda gejala pada bayi umur 2 bulan sampai 5 tahun ini yang
dinilai adalah ada tidaknya tanda bahaya umum (tidak bisa minum atau
menetek, muntah, kejang, letargis atau tidak sadar) dan keluhan seperti batuk
atau kesukaran bernafas, adanya diare, demam, masalah telinga, malnutrisi,
anemia dan lain-lain.
1. Penilaian Pertama keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya
umum, tarikan dinding dada kedalam, stridor, napas cepat. Frekuensi
nafas anak usia 2 bulan sampai 12 bulan yakni 50 kali per menit atau
lebih, sedangkan pada anak usia 12 bulan sampai 5 tahun adalah 40 kali
per menit atau lebih.
2. Penilaian kedua keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis atau
tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor
jelek, gelisah, rewel, haus atau banyak minum, adanya darah dalam tinja.
3. Penilaian ketiga tanda demam disertai dengan adanya anda bahaya umum
kaku kuduk, dan adanya infeksi local seperti kekeruhan pada kornea
mata, luka pada mulut, mata bernanah, adanya tanda pre syok seperti nadi
lemah ekstrimitas dingin.
4. Penilaian keempat tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga,
adanya pembengkakan, adanya cairan keluar dari telinga yang kurang
dari 14 hari, dan lain-lain
5. Penilaian kelima tanda status gii seperti badan kelihatan bertambah kurus,
bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat, status gii dibawah garis
merah pada pemeriksaan berat badan menurut umur.
B. Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan
Klasifikasi bukan merupakan diagnosis seperti yang dikenal selama
ini, melainkan indicator yang mengarah ke arah pada diagnosis klinis.
Klasifikasi dibuat berdasarkan lajur warna mulai dari warna merah (kondisi
yang harus segera dirujuk), kuning (kondisi yang memerlukan tindakan
khusus dan hijau (kondisi yang memerlukan perawatan dirumah)
Klasifikasi Diare :
1. Klasifikasi dehidrasi

Pada klasifikasi ini termasuk klasifikasi diare dengan


dihindari yang terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Dehidrasi berat apabila ada tanda dan gejala seperti
letargis atau tidak sadar,mata cekung,turgor kulit jelek
sekali,
b. Klasifikasi dehidrasi ringan sedang dengan tanda seperti
gelisah,rewet,mata cekung,haus,turgor jelek
c. Klasifikasi diare tanpa dehidrasi apabila tidak cukup
tanda adanya dehidrasi
2. Klasifikasi diare persisten
Untuk klasifikasi diare ini ditemukan apabila diarenya
sudah lebih dari 14 hari dengan dikelompokkan menjadi 2
kategori yaitu diare persisten berat ditemukan adanya tanda
dehidrasi dan diare persisten apabila tidak ditemukan adanya
tanda dehidrasi.
3. Klasifikasi disentri
Pada klasifikasi disentri ini juga termasuk klasifikasi
diare secara umum akan tetapi apabilah diarenya disertai
dengan darah dalam tinja atau diarenya bercampur dengan
darah
Klasifikasi Pneumonia : Pertama yaitu klasifikasi pneumonia berat
apabila ada tanda bahaya umum, tarikan dinding dada kedalam, adanya
stridor, Kedua klasifikasi pneumonia apabila ditemukan tanda frekuensi
nafas cepat, ketiga klasifikasi batuk bukan pneumonia apabila tidak ada
pneumonia dan hanya keluhan batuk.
Klasifikasi Demam Berdarah Dengue : apabila terdapat demam
kurang dari 7 hari, yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu DBD
apabila ada tandapetekie, tanda syok. Klasifikasi mungkin DBD apabila ada
nyeri ulu hati, sedikit petekie. Klasifikasi yang terakhir yaitu demam
mungkin bukan DBD jika tidak ada tanda seperti diatas dan hanya ada
demam.

C. Penentuan Tindakan dan Pengobatan


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menentukan tindakan
dan pengobatan setelah diklasifikasikan berdasarkan kelompok gejala yang
ada. Jika anak memerlukan rujukan, lakukan tindakan pra rujukan. Jika anak
tidak dirujuk, beri tindakan sesuai klasifikasi yaitu beri obat sesuai
klasifikasi, berikan nasihat kunjungan ulang, dan beritahu kapan harus
kembali segera. Untuk pemberan terapi, pemberian obat diluar anjuran
MTBS diperbolehkan selama pemerriksaan, diagnosa, indikasi, dan
kontraindikasi jelas terkaji sehinggadapat mempercepat kesembuhan anak.
D. Pemberian Konseling
Konseling yang umum diberikan pada manajemen terpadu balita
sakit usia 2 bulan sampai 5 tahun adalah konseling pemberian makan atau
ASI (setelah menilai pemberian makan dan praktik menyusui), konseling
pemberian cairan selama sakit, konseling kunjungan ulang (pada klasifikasi
pneumonia,diare, malaria, DBD, campak atau demam lakukan kunjungan
setelah 2 hari dan apabila ada diare persisten, infeksi telinga, masalah
pemberian makan maka kunjungan setelah 5 hari, pada anemia
kunjungannya setelah 4 minggu dan pada berat badan menurun
kunjungannya adalah setelah 4 minggu)
E. Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut
Pelayanan tindak lanjut disesuaikan dengan klasifikasi penyakit yang
dialami.
(Rochmah, 2012)

2.2 KONSEP DASAR DIARE


2.2.1 Definisi

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari
dengan atau tanpa lendir darah. (Hidayat, 2007; 12)
Diare ialah frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. (Ngastiyah,2012)
Istilah diare sangat berbeda dengan gastroentritis. Meskipun diare dan
gastroentritis sama-sama disebabkan infeksi, tetapi pada diare, lambung jarang
mengalami

peradangan.

Sedangkan

mengalami

peradangan.

Diare

pada

merupakan

gastroentritis,
mekanisme

lambung
alamiah

akan
tubuh

mengeluarkan isi usus yang busuk dan akan berhenti sendiri jika telah bersih.
Diare sebenarnya bukan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala awal gangguan
kesehatan. (Ngastiyah,2012)
2.2.2 Macam Macam Diare
Penyakit diare menurut Depkes RI (2009), berdasarkan jenisnya dibagi
menjadi empat yaitu :
a. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya
komplikasi pada mukosa.
c. Diare persisten

Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga
disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya

2.2.3 Etiologi
1.

Faktor Infeksi
1) Infeksi Enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
1)
2)

Infeksi bakteri

Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,

Infeksi virus

Aeromonas, dsb.
Enterovirus (Virus ECHO, Coxackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,

3)

Infeksi parasit

Astrovirus, dll.
Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,
Strongyloides), Protozoa (Entamoeba
Histolotyca, Giardia lamblia, Trichomonas
homonis), Jamur (Candida albicans)

2) Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat


perencanaan seperti Otits Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronchopneumonia, Ensephalitis, dsb. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

2.
a.

Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat

Karena

disakarida

(intoleransi

laktosa,

mlatosa

dan

sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fretosa dan galaktosa). Pada bayi dan


b.
c.
3.

anak terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).


Malabsorbsi lemak
Malabsorbsi protein
Faktor Makanan, makanan basi, makanan beracun, alergi terhadap

makanan.
4.
Faktor Psikologis, rasa takut dan cemas (jarang terjadi, tetapi dapat
terjadi pada anak yang usianya lebih besar).
( Ngastiyah, 2005 ; 224)
2.2.4 Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan
faktor diantaranya. (Hidayat, 2007)
Fakto
r
Infek
si

Kuman masuk
dan
berkembang
dalam usus
Toksin dalam
dinding usus
halus

Malabsorp
si

Makana
n

Tekanan
osmotik
meningkat

Pergeseran air
dan elektrolit
ke rongga
usus

Isi rongga
usus
meningkat

Toksin tidak
dapat
diabsorpsi

hiperperistalt
ik

Kemampu
an
absorpsi
menurun

Psikolog
is

Bagan
terjadinya
Hiperskresi
air diare Hiperperis
Kemampu
1. Faktor
infeksi,
proses
ini
dapat
diawali
adanya
mikroorganisme
(kuman)
elektrolit (isi
an
tal-tik
rongga) usus
meningkat

absorpsi
menurun

yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang

dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah
Diare

permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya


mengakibatkan gangguan fungsi usus dalalm absorpsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem
transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

2. Faktor malarbsorpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang


mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isis rongga usus
sehingga terjadilah diare.
3. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang
kemudian menyebabkan diare.
4. Faktor psikologis dapat memengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus
yang akhirnya memengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare.
(Hidayat, 2008)
2.2.5 Gambaran Klinis
Mula-mula pada bayi dan anak menjadi cengeng, suhu tubuh biasanya
semakin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemungkinan timbul
diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah, warna hijau makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus daerah
sekitar lecet karena seringnya defekasi dengan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
bisa diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare yang disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat dari gangguan keseimbangan asambasa elektrolit. Maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor
kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, selaput lender bibir dan
mulut kering. (Ngastiyah, 2005 : 225)
2.2.6 Diagnosa
Diagnosis diare dapat diketahui dengan observasi feses bayi atau anak.
Pemeiksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui diganosisnya antara lain
dengan :
1. Pemeriksaan feses
a. Makroskepis dan mikroskopis
b. pH dan kadar gula dengan kertas lakmus dan tablet clinitest
indikasi dugaan intoleransi gula.
c. Pemeriksaan biakan dan uji resistensi

2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan


(AGDA) jika memungkinkan.
3. Pemeriksaan kadar ureum atau kreatinin => faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit => Na, K, Ca, dan P dalam serum (terutama jika
disertai kejang)
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kualitatif terutama pada diare kronik.
(Ngastiyah, 2005)

2.2.7 Masalah Potensial


Menurut Hidayat (2009), sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan
terjadi.
1. Dehidrasi
2. Renjatan hiporolemik
3. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
4. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare jika lama atau kronik).
Merupakan keadaaan tidak cukupnya asupan protein dan kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dikenal dengan nama marasmus.

2.2.8 Penatalaksanaan
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan diare
adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila
tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-anak.
Bagi penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka
perlu dibantu dengan cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting
dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan
kembali (refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat kurang
karena akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung
melalui tinja atau muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (Sitorus,

2008). Sedangkan menurut Hidayat (2009), penatalaksnaan pada diare antara


lain:
1. Antibiotik hanya diberikan apabila ada penyebab yang jelas, seperti kolera
maka diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgBB/hari atau antibiotic lainnya sesuai
dengan jenis penyebabnya.

Usia atau berat


badan

Kotrimoksazol
(trimetropim + sulfametoksazol) beri 2 kali sehari

Tetrasiklin
Beri 4 kali sehari

selama 3 hari

untuk 3 hari

Tablet dewasa
80 mg
trimetropim
+400mg
sulfametoksazol

2-4 bulan
(4-<6 kg)
4-12 bulan
(6-<10 kg)
1-5 tahun
(10-< 19 kg)

Tablet anak 20
mg trimetropim
+100mg
sulfametoksazol

Sirup.per5 ml
40 mg
trimetropim

Kapasul 250 mg

+200mg
sulfametoksazol

Jangan

2,5 ml

5 ml

7,5 ml

diberikan

Tabel pemeberian antibiotic pada diare


WHO (2006) merekomendasikan penanganan terhadap dehidrasi
dengan menggunakan Oral Rehidrating Solution (ORS), yang diberikan
sesuai dengan derajat dehidrasi dan penggunaan suplementasi seng.
Suplementasi seng (sulfat, glukonat dan asetat) dalam bentuk tablet atau
sirup telah direkomendasikan karena mempengaruhi sistem imunitas dan
fungsi atau stuktur saluran cerna, memperbaiki proses penyembuhan epitel
saluran cerna selama diare. Rekomendasi the IAP National Task for Use
Zink in Diarrhea (2003) menyebutkan terapi dehidrasi dengan menggunakan
ORS dan suplementasi seng menurunkan volume feses dan menurunkan
durasi diare
2. Obat spasmolitik seperti papaverin.
3. Obat antisekresi seperti asetosal dan klorpromazin.
4. Memberikan nutrisi (makanan)setelah dehidrasi teratasi yang mengandung
cukup kalori, protein, mineral, dan vitaminatau selama diare perlu

ditambahkan jumlah kalori sebanyak 30%protein 3-5 g/kgBB/hari yang pada


umumnya adalah 2,5 g/kgBB/hari.
5. Pada bayi, pertahankan pemberian ASI atau lakukan pemberian pengganti
aiar susu (bagi yang tidak minum ASI), tetapi lakukan pengenceran, seperti
pada pemberian pengganti air susu ibu (PASI) pada hari pertama diencerkan
1/3, hari kedua 2/3. Apabila defekasi membaik, maka berikan penuh sesuai
dengan kebutuhan PASI. Adapun susu formula yang dianjurkan adalah susu
dengan kadar laktosa rendah, mengandaung asam lemak tidak jenuh, seperti
LLM, almiron, dan lain-lain.
6. Memberikan makanan dengan mempertimbangkan usia, berat badan, dan
kemampuan menerima pada anak, seperti pada anak usia 1 tahun dan sudah
makan biasa dianjurkan makan bubur tanpa sayuran dan hindari atau kurangi
makanan yang mengandung banyak lemak dengan ketentuan pemberian:
pada hari ke-1 setelah dehidarasi berikan makanan per oral dengan selangseling menggunakan oralit, pada hari ke 2-4 diberikan susu formula rendah
laktosa penuh. Apabila defekasi membaik, makanan biasa dapat diberikan
sesuai dengan usia.
7. Melakukan pemantuan dan pengukuran status gizi atau tanda kecukupan
nutrisi, seperti berat bdan, turgor kulit, bising usus, kemampuan menelan,
dan jumlah asupan.
8. Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang bagaimana menvegah
makanan yang dapat menyebabkan diare, cara menetralkan botol susu, dan
kebersihan lingkungan.
9. Melakukan penggantian popok dengan sering dan mengkajianya setiap saat
setelah BAB atau BAK.
10. Memberikan salep pelumas atau bedak pada daerah rectum atau perineum.
11. Mengajarkan kepada keluarga untuk menjaga kebersihan atau hygiene pada
daerah

sekitar rectum dan perineum serta cara mengganti popok atau

memberikan bedak atau salep pelumas.


(HIdayat, 2009: 103)

2.2.9 Pencegahan
A. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat


makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan
diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa dkk (2002), bahwa ASI
adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi
bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu
manapun.
Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan
organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan ini disebut disusui
secara penuh. Menurut Sulastri (2009), bahwa bayi-bayi harus disusui
secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif
secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang
dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada
bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol.
Pemberian ASI setelah bayi 6 bulan cegah risiko alergi dan asma
Salah satu cara terbaik mencegah alergi dan asma adalah menyusui
eksklusif selama enam bulan dan meneruskannya hingga si kecil berusia 2
tahun. Memperpanjang pemberian ASI berarti menunda selama mungkin
bayi bersinggungan dengan zat penyebab alergi. ASI sendiri membantu
mempercepat pematangan lapisan pelindung dalam usus bayi, melapisi
usus bayi dan menghalangi masuknya molekul penyebab alergi ke dalam
darah bayi serta memberi perlindungan antiradang sehingga menekan
risiko infeksi pemicu alergi.
UNICEF merekomendasikan anak di bawah tiga tahun yang sakit
agar diberi ASI, karena ASI merupakan makanan bergizi yang paling
mudah dicerna saat si kecil kehilangan nafsu makan 5 ASI di tahun kedua
lebih kaya nutrisi Penelitian dr. Dror Mandel, dkk (2005), menyatakan ASI

dari ibu yang menyusui lebih dari satu tahun kandungan lemak dan
energinya meningkat dibanding ASI dari ibu yang menyusui lebih singkat
6 ASI di tahun kedua sumber lemak dan vitamin A tak tergantikan Berdasar
penelitian Adelheid W. Onyango, dkk (2004) menyimpulkan ASI
merupakan sumber lemak dan vitamin A yang tak tergantikan oleh
makanan sapihan apapun.
B. Makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut
Supariasa dkk (2002) bahwa pda masa tersebut merupakan masa yang
berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI
dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit
lain

yang

menyebabkan

kematian.

Perilaku

pemberian

makanan

pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

2.3 KONSEP MANAJEMEN ANAK SAKIT DENGAN DIARE


A. Pengkajian
Hari....... Tanggal.... Bulan.... Tahun.....
1. Data Subyektif
a. Biodata
Identitas meliputi identifikasi anak dan kedua orang tuanya.
Nama bayi

: Nama anak untuk mengenal, memanggil, dan menghindari


terjadinya kekeliruan. (Christina, 1993: 41)

Umur

: Berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan


tindakan yang dilakukan. (Depkes RI: 10)

Jenis Kelamin

: Jenis kelamin sangat diperlukan selain untuk identitas juga


untuk penilaian data pemeriksaan klinis (Matondang, 2013).

Orang tua
Nama

menghindari kekeliruan bila terdapat kesamaan nama Orang tua

Usia

: Umur seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi perilaku,


karena semakin lanjut umurnya, maka semakin lebih bertanggung
jawab, lebih tertib, lebih bermoral, lebih berbakti dari usia muda.
Karakteristik pada ibu balita berdasarkan umur sangat berpengaruh
terhadap cara penanganan dalam mencegah terjadinya diare pada
balita, semakin tua umur ibu maka kesiapan dalam mencegah
kejadian diare akan semakin baik dan dapat berjalan dengan
baik.engetahui kematangan fisik, psikis dan sosial dalam pola
perawatan anak(Notoatmodjo,2002).

Pendidikan : Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, prevalensi diare berbanding


terbalik dengan tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu maka semakin rendah prevalensi diarenya. Lamanya
menderita diare pada balita yang ibunya berpendidikan rendah atau
tidak sekolah adalah lebih panjang dibandingkan dengan anak dari
ibu yang berpendidikan baik. Insiden diare lebih tinggi pada anak
yang ibunya tidak pernah sekolah menengah (Julianti,1999).
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Dari

kepentingan keluarga itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih


tanggap adanya masalah kesehatan terutama kejadian diare di
dalam keluarganya dan biasa mengambil tindakan secepatnya
(Kodyat,1996).
Agama
Pekerjaan

: mengidentifikasi pola perawatan menurut kepercayaan yang dianut


:

mengkorelasi pengaruh pekerjaan tertentu terhadap kesehatan.


Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai
tingkat pengetahuan lebih baik daripada ibu yang tidak bekerja.

Alamat

: untuk memudahkan bila akan dilakukan kunjungan rumah


( Ngastiyah, 2008 )

b. Keluhan Utama
BAB >3x sehari, konsistensi cair terkadang berampas
( FK UI, 2009 )
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Mula-mula suhu badan pasien meningkat, nafsu makan menurun, kemudian timbul
diare, tinja cair dengan atau tanpa darah/lendir, warna makin lama berubah menjadi
kehijauan, frekuensi BAK meningkat 6-7 kali per hari.
( FK UI, 2009 )
d. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Untuk mengetahui apakah anak pernah mengalami diare sebelumnya, riwayat
alergi,atau pemakaian antibiotik atau kortikosteroid yang dapat menyebabkan diare
karena perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit, serta penyakit
yang dapat mencetus terjadinya diare contoh ISPA.
(Ngastiyah, 2008)
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, fungsi
dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lainlain.Serta mengetahui gambaran kondisi kesehatan keluarga apakah salah satu dari
anggota keluarga menderita diare
(Ngastiyah, 2008)
f. Riwayat Imunisasi
Status imunisasi klien dinyatakan, khususnya imunisasi BCG, DPT, Polio,
Hepatitis, Campak, dan imunisasi lainnya. Hal tersebut selain diperlukan untuk

mengetahui status perlindungan pediatrik yang diperoleh juga membantu diagnosis


pada beberapa keadaan tertentu. (Matondang, 2013).
g. Riwayat Prenatal, Natal dan Postnatal
1) Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester
pertama, penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM,
Hipertiroid yang dapat mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di
dalam rahim.
2) Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yangdapat mempengaruhi
fungsi dan maturitas organ vital .
3) Post Natal
Apgar skor < 6 berhubungan

dengan

asfiksia,

resusitasi

atau

hiperbilirubinemia. Berat badan dan panjang badan untuk mengikuti


pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia sekelompoknya. Pemberian
ASI dan PASI terhadap perkembangan daya tahan tubuh alami dan imunisasi
buatan yang dapat mengurangi pengaruh infeksi pada tubuh.
h. Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang penting karena
setiap individu mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi yang berbeda, sehingga
pendekatan pengkajian fisik dan tindakan haruys disesuaikan dengan pertumbuhan
i.

dan perkembangan (Robert Priharjo, 1995)


Pola kebiasaan/aktivitas sehari-sehari
1) Nutrisi
Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang hygiene berpengaruh
terjadinya diare, sehingga status gizi dapat berubah ringan samapai jelek dan
dapat terjadi hipoglikemia. Kehilangan Berat Badan dapat dimanifestasikan
tahap-tahap dehidrasi. Dietik pada anak umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg
dapat diberikan makanan padat atau makanan cair. Balita harus mendapat
nutrisi yang cukup, baik secaraoral maupun parenteral. Nutrisi yang diberikan
harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Pada balita dengan diare
dehidrasi sedang nafsu makan cenderung berkurang (Rekawati, 2013).
2) Eliminasi
BAB meliputi frekuensi, banyak, warna dan bau atau tanpa lendir. Pada diare
dengan dehidrasi sedang BAB 4-10 kali sehari dengan konsistensi cair, warna

kuning ke hijauan, bau, dan tanpa lendir .BAK perlu dikaji untuk output
terhadap kehilangan cairan lewat urine (Rekawati, 2013).
3) Personal Hygene
Bagaimana Ibu menjaga kebersihan tubuh anaknya. Berapa kali ganti pakaian,
dan berapa kali mandi dan gosok gigi, bagaimana ibu menjaga kebersihan anak
serta apakah anak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
4) Istirahat
Pada anak dengan diare kebutuhan istirahat dapat terganggu karena frekuensi
diare yang berlebihan, sehingga menjadi rewel. Pada balita dengan diare
dehidrasi sedang cenderung mengantuk dan gelisah. Lama tidur akan
berkurang 1-2 jam sehari. (Saifuddin, 2006).
5) Aktivitas
Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari (Ngastiyah, 2012). Pada kasus diare aktifitas
pasien cenderung berkurang karena rewel (Rekawati, 2013).
j. Riwayat Psikososial
Penyakit diare yang diderita anak akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri
maupun keluarganya, kecemasan akan meningkat jika orang tua tidak mengetahui
prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan
bereaksi dengan perasaan bersalah.
(Suharno, 2010)
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
KU
: Lemah
Kesadaran
: Composmentis
Nadi

: Pada balita dengan diare dehidrasi sedang, denyut nadi cepat


dan melemah lebih dari 110 kali per menit. (Saifuddin,
2006).nit

Suhu

: Pada balita diare dengandehidrasi sedang suhunya naik lebih


dari 36,50C(Saifuddin, 2006).

RR

: Pada balita dengan diare dehidrasi sedang, pernafasan


cenderung dalam tapi cepat lebih dari 40 kali per menit
(Saifuddin, 2006).

BB
: pada anak diare, BB cenderung menurun 1-2 kg
TB
: pada anak diare cenderung tetap.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Khusus

Mata

: Konjungtiva pucat , sclera tidak icterus, Pada balita diare


dengan dehidrasi sedang kelopak matanya cekung (Rekawati,

Muka
Mulut

2013).
: tidak pucat, tidak oedem
: Pada balita dengan diare dehidrasi sedang bibir dan lidah

Dada

kering (Saifuddin, 2006).


: pernapasan normal 20-40x per menit,tidak ada retraksi dinding

Perut

dada, ronchi (-), wheezing (-)


: turgor kulit kembali < 2 detik Pada balita diare dengan
dehidrasi sedang turgor kulit kembali lambat (Rekawati, 2013).,

Ekstremitas

bising usus melebihi 45kali / menit


: tidak oedem, pergerakan baik
(Maryunani,2015)

c. Program Terapi
1)
Pemberian cairan
2)
Pengobatan dietetik
3)
Obat-Obatan
(Hidayat, 2009)
B. Identifikasi Diagnosa dan Masalah
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek
kebidanan (Varney, 2007). Diagnosa kebidanan pada kasus ini adalah Balita Sakit
pada An. X umur ..... tahun jenis kelamin ...... dengan diare dehidrasi sedang.
Data dasar :
Data Subyektif
Data Subyektif adalah data didapat dari klien sebagai suatu pendapat terhadap
situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga
kesehatan secara independent tetapi melalui suatu sistem interaksi atau komunikasi
(Nursalam, 2005). Pada pasien diare dengan dehidrasi sedang keluhan utamanya
adalah BAB 4-10 kali sehari, dengan konsistensi cair (Rekawati, 2013).
Data Obyektif
Data Obyektif adalah data

yang

sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat

oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2005). Pada pasien balita sakit diare dengan
dehidrasi sedang denyut nadi cepat dan melemah lebih dari 110 kali per menit,
pernafasan cenderung dalam dan cepat lebih dari 40 kali per menit dan temperatur
kulit lebih dari 36,50C dan turgor kulit kembali lambat (Saifuddin, 2006).

Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan
dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosa (Varney, 2007). Masalah yang
umum muncul pada balita sakit diare dengan dehidrasi sedang adalah kekurangan
volume cairan, perubahan pola pemenuhan nutrisi, perubahan integritas kulit,
gangguan rasa nyaman dan kurangnya pengetahuan orang tua (Rekawati, 2013).
Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum teridentifikasi dalam
diagnosa dan masalah yang didapat dengan melakukan analisa data (Varney, 2007).
Menurut Rekawati (2013), kebutuhan yang diperlukan pada balita sakit diare
dehidrasi sedang meliputi :

Pemberian cairan dan elektrolit berupa oralit dan cairan parental


Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimal.

C. Identifikasi Masalah Potensial


Untuk mengetahui masalah potensial yang mungkin terjadi dalam tumbuh kembang
anak. Pada kasus balita diare dehidrasi sedang potensial terjadi diare dehidrasi berat
(Sudaryat, 2005).
D. Identifikasi Kebutuhan Segera
Dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang
dihadapi kliennya. Setelah merumuskan tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi
diagnosa potensial pada langkah sebelumnya harus merumuskan tindakan emergency /
segera. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara
mandiri, secara kolaborasi atau bersifat rujukan (Varney, 2007).
E. Intervensi
Dx

: Anak ..... umur ....dengan diare dehidrasi ringan/sedang

Tujuan

: Terdiri dari tujuan jangka pendek dan jangka panjang sesuai dengan
tujuan pemberian asuhan

KH

KU

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Suhu

: 36,50-37,50 C

Nadi

: 80-120x/menit

RR

: 20-40x/menit

Konsistensi feses lunak, tidak cair, frekuensi BAB <3x sehari


Mata tidak cekung
Mulut dan bibir lembab
Perut tidak kembung
Turgor kulit kembali dengan cepat (< 2 detik)
BB naik/sesuai dengan usia anak
Intervensi
1. Observasi tanda-tanda vital dan beritahu keadaan anak pada Ibu
R : Tanda-tanda vital merupakan parameter keadaan umum dan deteksi dini
adanya kelainan. Memberitahu keadaan anak pada Ibu agar Ibu tidak cemas.
2. Ajarkan Ibu cara membuat oralit dan beritahu Ibu untuk memberikan oralit setiap
kali anak selesai BAB.
R ; Oralit dapat memenuhi kebutuhan elektrolit yang telah berkurang dan
mempertahankan permeabilitas dinding/membran sel tubuh.
3. Berikan nasehat-nasehat tentang kebersihan pada Ibu
R : dengan menjaga kebersihan menghindarkan masuknya kuman ke dalam
saluran gastrointestinal
4. Kolaborasi dengan tenaga medis untuk pemberian terapi obat
R : Terapi obat dapat mempercepat penyembuhan diare
5. Beritahu Ibu untuk memberikan obat/terapi pada anak sesuai aturan pakai
R : pemberian obat sesuai aturan pakai akan mempercepat proses penyembuhan
Masalah
1. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kebutuhan nutrisi pada anak diare
Tujuan : Kebutuhan nutrisi anak terpenuhi
KH
: Nafsu makan meningkat, BB anak/sesuai umur
Intervensi
a) Beritahu Ibu untuk terus memberikan minum agar dapat mengganti cairan yang
hilang.
R : cairan yang cukup dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam
tubuh
b) Beritahu Ibu untuk memberikan makanan lunak
R : makanan lunak dapat mempercepat proses absorbsi makana dan
mengurangi kerja usus.
c) Jelaskan pada Ibu tentang pembatasan diet

R : diet yang tepat dapat mempercepat penyembuhan diare


(Suharno,2010)
F. Implementasi
Mengacu pada Intervensi
G. Evaluasi
Mengacu pada kriteria hasil dengan metode SOAP
(Ngastiyah 2012)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit


Diare. Jakarta: Ditjen PPM & PLP.
Dror Mandel, dkk. 3 September 2005. Lemak dan Isi Energi ASI Disajikan Manusia di
Laktasi berkepanjangan, Resmi Journal of American Academy of Pediatrics,
Volume 116.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta :Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta
:EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta :Salemba Medika
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ngastiyah. 2012. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Onyango, W., Adelheid et al. 2004. Measurement and Standardization Protocols for
Anthropometry Used in The Construction of A New International Growth
Reference. The United Nations University Food and Nutrition Bulletin Vol 25 (1)
Rochmah, 2012. Asuhan Kebidanan Bayi dan Balita. Jakarta: EGC.

Sitorus, Ronald. 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak. Bandung : Yama.


Sulastri. (2009). Gambaran Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Dan Tumbuh
Kembang Anak Usia 0-24 Bulan Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan
Marelan Tahun 2004. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sulistyowati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba
Medika
Supariasa, dkk. 2002. Antropometri Gizi. In: Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.
World Health Organization. 2006. Implementing the new recommendation on the
clinical management of diarrhea: guidelines for policy makers and programme
managers. Geneva: WHO Press.

Anda mungkin juga menyukai