Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PARTUS PREMATURUS IMINENS (PPI)

Oleh
Yuan Ferdi Aridatama, S.Kep
NIM 212311101011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PARTUS PREMATURUS IMINENS (PPI)
Oleh : Rista Dwi Pratiwi, S.Kep

1. Kasus (masalah utama)


Persalinan Partus Prematurus Iminens (PPI)

2. Proses terjadinya masalah


A. Persalinan
a. Pengertian
Persalinan adalah pengalaman emosional yang melibatkan mekanisme fisiologis dan psikologis.
Kelancaran persalinan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor psikologis yaitu
kecemasan dan kesakitan saat kontraksi uterus (Merry dkk., 2021). Persalinan merupakan suatu
proses alamiah yang dialami oleh seorang perempuan. Persalinan spontan (eustosia) adalah suatu
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang sudah cukup bulan, melalui jalan lahir
(pervaginam), dengan kekuatan ibu sendiri atau tanpa bantuan. Pada pasca persalinan dapat terjadi
berbagai macam komplikasi sepertri perdarahan karena atonia uteri, retensio plasenta, dan rupture
perineum (Subriah dkk., 2021). Persalinan merupakan proses pengeluaran bayi, plasenta dan selaput
janin (ketuban) dari uterus ibu melalui per vagina yang telah cukup bulan (37-42 minggu) dengan
kekuatan ibu sendiri, janin lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, dan berlangsung selama
18 jam, tanpa adanya penyulit dan komplikasi pada ibu maupun janin (Firdayanti, 2019). Awal
persalinan ditandai dengan adanya kontrakksi pada uterus secara teratur dan nyeri yang
mengakibatkan penipisan dan dilatasi serviks secara progresif. Dilatasi serviks tanpa adanya
kontraksi uterus menunjukkan insufiensi serviks, sedangkan kontraksi uterus tanpa perubahan serviks
tidak memenuhi persalinan (Milton, 2019). Berdasarkan pengertian ditas dapat disimpulkan bahwa
persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks sehingga janin dapat turun ke jalan
lahir dan berakhir dengan pengeluaran bayi disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin.

b. Penyebab
Terdapat beberapa penyebab terjadinya persalinan normal yakni (Kurniarum, 2016):
1. Penurunan kadar progesterone
Hormone progesterone memicu otot-otot rahim untuk berelaksasi, sedangkan hormon estrogen
membuat kerentanan otot Rahim meningkat. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara
kadar progesteron dan estrogen dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron
menurun sehingga timbul his.
2. Teori oksitosin dan kontraksi Braxton hicks
Hormone oksitosin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior. Perubahan keseimbangan
estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga terjadi kontraksi
palsu (Braxton Hicks). Pada masa akhir kehamilan kadar progesterone mulai menurun sehingga
oxitosin bertambah dan meningkatkan aktivitas otot-otot rahim yang memicu terjadinya
kontraksi sehingga terdapat tanda-tanda persalinan.
3. Ketegangan otot
Otot rahim memiliki kemampuan merengang dalam batas tertentu. Pada saat terjadi peregangan
maka akan terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
4. Pengaruh janin
Berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram. Makrosomia disertai dengan meningkatnya
resiko trauma persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah
tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan
pada perineum. Pemberian kortikosteroid dapat menyebabkan maturasi janin, dan induksi
(mulainya) persalinan.
5. Hormone prostaglandin
Hormone ini meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu yang dihasilkan oleh desidua (mukosa
rahim). Prostaglandin merupakan salah satu pemicu terjadinya persalinan. Hal ini juga didukung
dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun daerah perifer
pada ibu hamil, sebelum melahirkan atau selama persalinan.

c. Patofisiologi
Persalinan dimulai dari Terjadinya peregangan uterus dari janin dan volume cairan ketuban,
penarikan progesteron hingga dominasi estrogen, peningkatan sensitivitas oksitosin, dan peningkatan
pelepasan prostaglandin. Perubahan ini menyebabkan peningkatan jumlah persimpangan celah
miometrium. Jumlah reseptor oksitosin di dalam rahim meningkat pada akhir kehamilan yang
menciptakan peningkatan kepekaan terhadap oksitosin. Selama trimester terakhir kehamilan, kadar
estrogen meningkat dan kadar progesteron menurun (Palmer dan Coats, 2017; Ricci, 2017). Estrogen
yang kadarnya juga meningkat, dapat meningkatkan kepekaan miometrium terhadap oksitosin.
Dengan meningkatnya kadar oksitosin dalam darah ibu bersamaan dengan peningkatan kadar kortisol
janin yang mensintesis prostaglandin, kontraksi uterus dimulai. Oksitosin juga membantu
merangsang sintesis prostaglandin melalui reseptor di desidua (Palmer dan Coats, 2017; Ricci, 2017).
Prostaglandin menyebabkan kontraksi tambahan, pelunakan serviks, induksi gap junction (gap
junction adalah protein yang menghubungkan membran sel dan memfasilitasi koordinasi kontraksi
uterus dan peregangan miometrium), dan sensitisasi miometrium, sehingga menyebabkan pelebaran
serviks progresif (pembukaan atau pembesaran os serviks eksterna). Kontraksi uterus mepunyai
fungsi utama untuk melebarkan serviks dan mendorong janin melewati jalan lahir (Palmer dan Coats,
2017; Ricci, 2017). Proses dilanjutkan dengan terjadinya penurunan kepala bayi yang akan
menimbulkan rasa mengejan sehingga terjadi ekspulsi. Setelah bayi lahir kontraksi rahim akan
berhenti 5-10 menit, kemudian akan berkontraksi lagi. Kontraksi akan mengurangi area plasenta,
rahim bertambah kecil, dinding menebal yang menyebabkan plasenta terlepas secara bertahap.
Dengan pelepasan plasenta maka produksi estrogen dan progesteron akan mengalami penurunan,
sehingga hormon prolaktin aktif dan produksi laktasi dimulai
Terdapat beberapa tahapan mekanisme persalinan antara lain:
1. Kala I
Kala I diawali saat terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan servix hingga mencapai
pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I berlangsung selama 18 – 24 jam dan terbagi menjadi
dua fase yaitu fase laten dan fase aktif (Kurniarum, 2016). Kontraksi mulai fundus, menyebar ke
depan dan ke bawah abdomen, merupakan masa yang terpanjang dan sangat kuat. Selagi uterus
kontraksi dan relaksasi kepala janin akan masuk ke rongga pelvik. Sebelum onset persalinan, serviks
berubah mengalami penipisan di bidang anterior-posterior. Ketika serviks benar-benar menipis dan
tidak ada panjang yang tersisa, ini disebut sebagai penipisan 100.
Berikut ini merupakan dua fase persalinan:
a) Fase laten
Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara
bertahap. Fase tersebut berlangsung selama 8 jam sampai pembukaan 3 cm his masih lemah dengan
frekuensi jarang, pembukaan terjadi sangat lambat.
b) Fase aktif
1) Fase akselerasi: pembukaan sebesar 3 cm menjadi 4 cm berlangsung selama 2 jam. Frekuensi
dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika
terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih.
2) Fase dilatasi maksimal: fase ini berlangsung sangat cepat dalam kurun waktu 2 jam, biasanya
dari pembukaan 6 cm hingga permbukaan 9 cm.
3) Fase deselerasi: pada fase ini pembukaan lambat kembali dari pembukaan 9 cm menjadi 10 cm,
dalam waktu 2 jam. Terjadi penurunan bagian terendah janin
2. Kala II
Persalinan kala II diawali dengan pembukaan lengkap dari serviks dan berakhir dengan lahirnya
bayi. Proses ini berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multipara (Kurniarum, 2016).
Tanda dan gejala kala II ialah (Palmer dan Coats, 2017) :
a. Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b. Ibu merasakan adanya peningkatan pada area rectum atau vagina
c. Perineum menonjol
d. Vulva vagina dan sfingter anus membuka
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur dengan darah
f. Peningkatan jumlah pengeluaran air ketuban
g. His (kontraksi) lebih kuat dan lebih cepat selama 2-3 menit sekali dan berlangsung selama 60-
80 detik
h. Pembukaan lengkap 10 cm
i. Pada ibu dengan primigravida (kehamilan pertama) rata-rata berlangsung selama 90 menit,
dan pada ibu dengan multipara (melahirkan anak hidup lebih dari satu kali) rata-rata
berlangsung selama 30 menit (rata-rata) untuk terunnya janin ke bawah melalui panggul
sedikit demi sedikit selama kontraksi.
Apabila kala II melebihi indikasi waktu maka disebut “Kala II memanjang”. Setelah bayi lahir,
lakukan pemantauan tenaga atau usaha mengedan dan kontraksi uterus, kondisi janin (adanya
penurunan presentasi janin dan kembali normalnya detak jantung bayi setelah kontraksi) dan kondisi
ibu.
3. Kala III
Kala III ditandai dengan keluarnya plasenta dan selaput ketuban kurang lebih selama 30 menit
(Kurniarum, 2016). Setelah bayi lahir, rahim akan terus berkontraksi dan ukurannya akan mengecil.
Kala III yang melebihi indikasi waktu (memanjang) dapat menyebabkan retensio plasenta. Ukuran
tempat melekatnya plasenta akan mengecil, plasenta menjadi tebal atau mengkerut dan memisahkan
diri dari dinding uterus. Sebagian pembuluh darah yang kecil robek saat plasenta lepas. Tempat
melekatnya plasenta akan berdarah terus hingga uterus seluruhnya berkontraksi (kehilangan darah
350-360 cc/menit). Setelah plasenta lahir, dinding uterus berkontraksi dan menekan semua
pembuluh-pembuluh darah ini yang akan menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta
tersebut (Palmer dan Coats, 2017).
Tanda pelepasan plasenta antara lain:
a. Adanya perubahan bentuk dan tinggi uterus
b. Uterus menjadi bundar dan terdorong keatas karena plasenta sudah terlepas dari segmen bawah
Rahim
c. Tali pusat akan memanjang
d. Terjadi semburan darah secara mendadak dan singkat
Pemantauan pada kala III antara lain:
a. Palpasi uterus untuk menentukan apakah terdapat bayi yang kedua. Apabila ada, maka tunggu
hingga bayi kedua lahir
b. Menilai apakah bayi baru lahir dalam keadaan stabil dan jika tidak, lakukan rawat bayi dengan
segera.
4. Kala IV
Kala IV diawali setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu (hingga kondisi ibu
stabil) (Kurniarum, 2016). Setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari dibawah pusar
(umbilikus). Otot uterus berkontraksi, pembuluh darah antara otot uterus akan terjepit. Proses ini
menghentikan perdarahan setelah plasenta lahirkan. Fisik yang diharapkan selama tahap ini meliputi
lochia yaitu, keputihan dengan warna merah cerah darah bercampur gumpalan, kram uterus ringan
dapat dicatat sebagai rahim berkontraksi untuk kembali ke ukuran sebelum hamil (Palmer dan Coats,
2017).

d. Tanda dan gejala


Menurut Damayanti (2014) dan Kurniarum (2016), tanda dan gejala yang muncul saat persalinan
normal adalah sebagai berikut :
1. Lightening
Merupakan kondisi saat kepala bayi telah terlihat masuk ke panggul sehingga terjadi penurunan
fundus uterus yang disebabkan oleh kontraksi braxton hicks (kontraksi palsu), ketegangan
dinding perut, ketegangan ligamen rotundum, gaya berat janin menjelang minggu ke-36 pada
primigravida. Gambaran lightening pada primigravida menunjukkan hubungan normal antara
ketiga P, yaitu: power (his), passage (jalan lahir), passagger (bayi dan plasenta).
2. Terjadinya His permulaan
Pada saat usia kehamilan masih muda sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Biasanya wanita
hamil mengeluhkan adanya rasa sakit dipinggang yang sangat menggangu. Adanya perubahan kadar
hormon estrogen dan progesteron menyebabakan oksitosin semakin meningkat dan dapat
menjalankan fungsinya dengan efektif untuk menimbulkan kontraksi atau his permulaan. Ciri-ciri his
palsu biasanya ditandai dengan rasa nyeri ringan dibagian bawah, datang tidak teratur, tidak ada
perubahan pada serviks atau tidak ada tanda-tanda kemajuan persalinan, durasi pendek, dan tidak
bertambah bila beraktivitas.
3. Timbulnya kontraksi uterus
Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan yang mempunyai sifat sebagai berikut:
a) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.
b) Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
c) Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya makin besar
d) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.
e) Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi. Kontraksi uterus yang
mengakibatkan perubahan pada servix (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). Kontraksi
yang terjadi dapat menyebabkan pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.
4. Penipisan dan pembukaan serviks
Penipisan dan pembukaan serviks ditandai dengan adanya pengeluaran lendir dan darah sebagai
tanda pemula.
5. Bloody Show
Adanya lendir bercampur darah di jalan lahir terjadi dikarenakan pelunakan, pelebaran, dan
penipisan mulut rahim sehingga berakibat terpisahnya membrane selaput yang mengelilingi janin dan
cairan ketuban. Pecahnya ketuban disebabkan oleh selaput ketuban (koriamnion) yang membungkus
janin pecah. Fungsi dari ketuban ialah sebagai bantalan bagi janin agar terlindungi, dan bisa bergerak
bebas dan terhindar dari trauma luar. Umunya cairan ketuban bening, tidak berbau, dan terus keluar
sampai ibu akan melahirkan. Keluarnya cairan ketuban abnormal jika ibu mengalami infeksi, trauma,
dan locus minoris pecah yang berdampak nyeri lebih intensif. Pecahnya ketuban merupakan jalur
masuk nya kuman/bakteri sehingga harus mendapatkan penanganan < 24 jam setelah bayi lahir.
6. Premature Rupture of Membrane (PROM)
Ketuban pecah dini (KPD) dimana selaput janin robek/pecah secara spontan sebelum usia
kehamilan 37 minggu dan sebelum terjadi persalinan. Normalnya ketuban pecah pada pembukaan
lengkap atau hampir lengkap dan dalam hal ini keluarnya cairan merupakan tanda yang lambat sekali.
e. Penanganan
Untuk mengurangi resiko terjadinya persalinan preterm dapat dilakukan sejak dini sebelum
munculnya tanda-tanda persalinan. Diawali dengan pengenalan yang beresiko untuk diberi penjelasan
dan dilakukan penilaian klinis terhadap persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini
mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim
dilakukan pada kunjungan antenatal sebenarnya pemeriksaan itu sangat bermanfaat cukup besar
dalam meramalkan terjadinya persalinan pretem. Bila didapatkan serviks pendek (<1 cm) disertai
dengan pembukaan yang merupakan tanda inkompetensi serviks, mempunyai resiko terjadinya
persalinan preterm 3–4 kali. Berikut merupakan penanganan dalam melakukan persalinan normal:

Standard operational prosedure (SOP)


Asuhan Persalinan Normal
F.Kep
Universitas jember

No dokumen : No revisi :- Halaman


Prosedur tetap Tanggal terbit:
Ditetapkan oleh

1Pengertian Asuhan persalinan normal adalah pemberian tindakan pada ibu yang siap bersalin
yaitu pada kala II inpartu, dimana tidak ada penyulit kehamilan maupun penyulit
persalinan.
2Tujuan Menolong persalinan dan memberikan asuhan mulai kala I - kala IV pada persalinan
normal
3Indikasi Ibu bersalin dengan keadaan normal :
1. Persalinan terjadi saat usia kehamilan aterm
2. Tidak ada komplikasi
3. Proses persalinan tidak lebih dari 24 jam
4. Terdapat satu janin
5. Kontraksi uterus teratur dalam kemajuannya
6. Penipisan dan dilatasi serviks yang progresif
7. Kemajuan bagian presentasi
4Kontraindikasi Persalinan patologi
5Persiapan pasien a. Pastikan identitas klien
b. Kaji kondisi klien
c. Jaga privacy pasien jelaskan maksud dan tujuan
6Persiapan alat a. Troli persalinan / meja kerja
b. Partus set :
- Benang tali pusat
- 2 klem arteri
- Gunting tali pusat
- ½ kocher
- Gunting episiotomi
- Sarung tangan dtt
- Duk steril
- Kassa steril
c. Sarung tangan dtt
d. Sputi
e. Obat uterotonika (oksitosin 10 iu)
f. Celemek
g. Kapas steril dalam kom
h. Baskom berisi larutan klorin 0,5%
i. Funandoskop
j. Handuk
k. Kain bersih
l. Tempat sampah kering
m. Gendok (tempat plasenta)
n. Bengkok
o. Baju ibu dan celana dalam
p. Pembalut
q. Waslap dan baskom
r. Kapas alkohol pada tempatnya
7Persiapan perawat a. Lakukan pengkajian: baca catatan keperawatan dan medis
b. Rumuskan diagnosa terkait
c. Buat perencanaan tindakan (intervensi)
d. Kaji kebutuhan tenaga perawat, minta perawat lain membantu jika perlu
e. Cuci tangan dan siapkan alat
8Cara kerja I Melihat tanda dan gejala kala dua
1 Mendengar dan melihat tanda dan gejala kala dua
 Ibu mempunyai keinginan mengeran
 Ibu merasakan tekanan pada rektum dan vagina
meningkat
 Perineum menonjol
 Vulva - vagina dan spingter ani membuka
II Menyiapkan pertolongan persalinan
2 Memastikan perlengkapan alat, bahan/obat essensial siap
digunakan. Menyiapkan spuit steril dalam pasrtus park,
mematahkan ampul oksitoxin
3 Mengenakan celemek plastik yang bersih
4 Melepaskan semua perhiasan, mencuci kedua tangan dengan
sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan dengan
handuk bersih sekali pakai
5 Memakai sarus tangan dtt (tangan kanan dahulu)
6 Menghisap oksitoxin 10 unit ke dalam spuit ( dengan sarung
tangan dtt)
III Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
7 Melakukan vulva hygiene dengan kapas dtt, dengan
membersihkan dari arah depan ke belakang
8 Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan
pembukaan lengkap, kedudukan bagian terendah janin di
dasar panggul (uuk di jam berapa?)
Bila ketuban belum pecah, dan bagian terendah janin
Sudah di dasar panggul maka lakukan amniotomi
9 Mendekontaminasi sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%,
cuci tangan
10 Memeriksa djj saat perut tidak kontraksi, untuk memastikan
keadaan janin baik
 Mengambil tindakan yang sesuai bila djj tidak normal,
mendokumentasikan hasil pemeriksaan pada lembar
partograph
IV Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses
pimpinan meneran
11 Memberitahu ibu dan keluarga pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik
 Membantu ibu dalam posisi yang nyaman dan aman bagi
janin
 Jelaskan pada keluarga bagaimana cara mendukung dan
memberi semangat pada ibu
12 Meminta keluarga / pendamping untuk membantu ibu dalam
posisi mengeran
 pilihan posisi : ½ duduk, jongkok, merangkak , dll
13 Melakukan pimpinan mengeran saat ibu ada dorongan kuat
untuk meneran
 Membimbing ibu cara meneran yang benar, saat ada
dorongan
 Memberi semangat atas usaha ibu dalam upaya meneran
(beri pujian)
 Anjurkan ibu istirahat / relaksasi ketika tidak ada
kontraksi
 Anjurkan pendamping memberikan semangat saat
meneran
 Anjurkan pendamping memberikan asupan oral ketika
tidka ada kontraksi
 Menilai djj tiap 5 menit
Perhatian :
a. Ibu primi dipimpin meneran maksimal 2 jam, bayi
harus lahir (bila tidak rujuk segera)
b. Ibu multi dipimpin meneran maksimal 1 jam, bayi
harus lahir (bila tidak rujuk segera)
Catatan :
Jika tidak ada kontraksi / tidak ada keinginan meneran,
cek djj
14 Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
Posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan
untuk mengeran dalam selang wakti 60 menit
V Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15 Jika kepala janin membuka vulva dengan diameter 5 - 6 cm,
letakkan handuk bersih diatas perut ibu untuk mengeringkan
bayi, alas bokong.
* siapkan meja untuk antisipasi terjadinya asfiksia bayi,
Beri 2 alas kain, 1 handuk dan lampu sorot 60 watt (jarak
lampu ke tubuh bayi 60 cm)
16 Meletakkan kain bersih yang sudah dilipat 1/3 bagian, di
bawah bokong ibu
17 Membuka partus set
18 Memakai sarung tangan dtt pada kedua tangan
VI Menolong kalahiran
Lahirnya kepala
19 Meletakkan tangan kanan di bawah lipatan kain 1/3 bag untuk
melindungi perieneum ibu dan meletakkan tangan kiri di
bagian oksiput kepala bayi, serta memberikan tekanan ringan
agar lahirnya kepala tidak terlalu cepat anjurkan ibu untuk
meneran perlahan saat ada kontraksi, sampai kepala lahir
(nafas pendek)
20 Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang
sesuai bila ada lilitan
* Bila lilitan longgar lepaskan lewat bagian atas kepala
Bila lilitan terlalu kuat lakukan klem di dua tempat dan
memotongnya
21 Menunggu kepala bayi melakukan putar paksi luar secara
spontan
Lahirnya bayi
22 Setelah kepala bayi putar paksi luar, letakkan kedua tangan
secara biparietal. Anjurkan ibu meneran saat ada kontraksi,
dengan lembut menarik kearahbawah dan distal sampai bahu
anterior lahir, kemudian menarik kearaj atas dan distal sampai
bahu posterior lahir.
Lahirnya badan dan tungkai
23 Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah
perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku
bawah. Gunakan tangan atas untuk menelurusi dan memegang
lengan dan siku atas bayi.
24 Setelah tubuh dan lengan lahir, tangan kiri terus menelusur
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk diantara kaki dan pengang masing-
masing mata kaki dengan ibu jari dan jari lainnya)
VII Penanganan bayi baru lahir
25 Lakukan penilaian (selintas) :
A. Apakah bayi menangis kuat atau bernafas tanpa
kesulitan ?
B. Apakah bayi bergerak dengan aktif
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas / megap-
megap, lakukan langkah resusitasi ( lanjutkan langkah
ke resusitasi pada asfiksia bbl)
26 Segera mengeringkan bayi, menutupi kepala dan badan bayi.
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya, kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
Ganti handuk basah dengan handuk kering, biarkan bayi di
atas perut ibu
27 Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi
dalam uterus (fundus)
28 Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitoxin agar uterus
berkontraksi baik
29 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitoxin
10 unit im di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan
aspirasi sebelum menyuntikan Oksitoxin)
30 Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klaim
3 cm dari pusat bayi, mendorong isi tali pusat ke arah ibu dan
jepit kembali tali pusat 2 cm dari klem pertama
31  Pemotongan dan pengikatan tali pusat dengan satu tangan
pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi)
dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara dua klem
tersebut
 Ikat tali pusat dengan benang dtt pada satu sisi, kemudian
lingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya
dengan simpul kunci pada sisi lainnya
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah dalam yang
telah disediakan . Sedangkan tangan kanan menegangkan
tali pusat didepan vulva
32 Letakkan bayi agar ada kontak kulit bayi dan kulit ibu.
Letakkan bayi tengkuran di dada ibu. Luruskan bahu bayi
sehingga menempel didada dan perut ibu. Usahakan kepala
bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah
dari putting payudara ibu selimut ibu dan bayi dengan kain
hangat dan pasang topi dikepala bayi
VIII Penatalaksanaan bayi aktif kala tiga
33 Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10cm dari
vulva
34 Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, ditepi atas
sympisis untuk mendeteksi tangan lain menegangkan tali
pusat
35 Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan lain mendorong uterus ke arah belakang
atas (dorso kranial) secara hati-hati. Jika plasenta tidak lahir
setelah 30 - 40 detik hentikan
Penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan ulangi prosedur di atas. Jika uterus tidak
segera kontraksi, minta suami/keluarga untuk melakukan
stimulasi putting susu
36 Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga
plasenta lepas minta ibu meneran sambil penolong menarik
tali pusat dengan arah sejajar lantai , kemudian ke arah atas
mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso
kranial)
 jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem berjarak 5
- 10 meter dari vulva dan lahirkan plasenta
 jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat maka :
 Beri dosis ulangan oksitoxin 10 unit im
 Lakukan kateterisasi (asptik, jika kandung kemih penuh)
 Minta keluarga menyiapkan rujukan
 Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
 Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir,
atau bial terjadi perdarahan segera lakukan plasenta
manual
37 Saat plasenta muncul diintroitus vagina, lahirkan plasenta
dengan kedua tangan, pegang dan putar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta pada tempat yang disediakan.
 jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan dtt untuk
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari - jari
tangan /klem dtt untuk mengeluarkan bagian selaput yang
tertinggal
Rangsangan taktil
38 Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus. Letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan
masase dengan gerakkan melingkar dengan lembut, hingga
uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
 lakukan tindakan yang diperlukan, jika uterus tidak
berkontraksi setelah 15 detik masase
IX Menilai perdarahan
39 Evalausi kemungkinan laserasi pada vagina dan
perineum.lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan
perdarahan.
 bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif
segera lakukan penjahitan
40 Periksa kedua sisi plsenta baik bagian ibu maupun bayi.
Pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan
plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus
X Melakukan prosedur pasca persalinan
41 Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
Terjadi perdarahan pervaginam
42 Pastikan kandung kemih kosong, jika penuh lakukan
katerisasi
Evauasi
43 Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh,
dan bilas di air dtt tanpa melepas sarung tangan kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk yang bersih dan kering
44 Ajarkan pada ibu / keluarga cara melakukan masase uterus
dan menilai kontraksi
45 Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum baik
46 Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah (pantau
kondisi Ibu dan TTV)
47 Pantau keadaan bayi, pastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik (40-60x/mnit)
 Jika sulit bernafas, merintih atau retraksi, diresusitasi dan
segera merujuk ke rs
 Jika nafas cepat dan sesak segera rujuk ke rs rujukan
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat.
Lakukan kembali kontak kulit ibu bayi dan hangatkan ibu
dalam satu selimut
Kebersihan dan kenyamanan
48 Bersihkan ibu dengan menggunakan air dtt, bersihkan sisa
cairan ketuban, lendir, darah. Bantu ibu memakai pakaian
bersih dan kering. Bantu ibu memakai pakaian dalam yang
bersih dan kering
49 Pastikan ibu merasa nyaman dan bantu ibu memberikan Asi.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan
yang diinginkan
50 Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5 % untuk dekontaminasi (10 menit). Kemudian cuci dan
bilas peralatan
51 Buang bahan-bahan yang terkontaminasi di tempat sampah
yang sesuai
52 Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%
53 Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5 %
dan balik bagian dalam diluar, dan rendam dalam laritan
klorin selama 10 menit

54 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir, kemudian


keringkan dengan lap satu kali pakai
55 Pakai sarung tangan bersih / dtt untuk pemberian vit k1 (1 mg)
im di paha kiri bawah lateral dan salep mata profilaksis infeksi
dalam 1 jam pertama kelahiran.
56 Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan (setelah 1 jam kelahiran
bayi) . Pastikan kondisi bayi tetap baik ( nafas 40 -60x/menit
dan temperatur tubuh normal 36,5 – 37,5⁰c)setiap 15 menit.
57 Setelah 1 jam pemberian vit k berikan , berikan suntikan
imunisasi hepatitis b di paha kanan antero
Lateral. Letakkan bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu
waktu dapar disusukan.
58 Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam
di dalam larutan klorin
59 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalot, kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.
Dokumentasi
60 Lengkapi partograp (halaman depan dan belakang)
Periksa tanda vital ibu dan lanjutkan asuhan kala iv
9Evaluasi 1. Evaluasi respon klien
2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
4. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik
1Dokumentasi 1. Catat tindakan yang sudah dilakukan,tanggal dan jam pelaksanaan pada catatan
0 keperawatan.
2. Catat respon klien dan hasil pemeriksaan
3. Dokumentasikan evaluasi tindakan: soap
Penanganan lainnya yang dilakukan selama persalinan normal antara lain:
1. Kebutuhan oksigen
Suplai kebutuhan oksigen yang adekuat pada ibu saat persalinan kala I dan II perlu di perhatikan
untuk memastikan proses persalinan berjalan lancer. Indikasi pemenuhan oksigen telah adekuat
yaitu denyut jantung janin (DJJ) baik dan stabil.
2. Kebutuhan cairan dan nutrisi
Selama proses persalinan, kebutuhan cairan dan nutrisi pada ibu perlu dipenuhi dengan baik.
Ibu hamil perlu mendapatkan asupan makanan dan minuman yang cukup pada persalinan kala
I-IV. Apabila ibu kekurangan asupan glukosa maka dapat menyebabkan hipoglikemia dan jika
kekurangan cairan akan menyebabkan dehidrasi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan
komplikasi persalinan baik ibu maupun janin. Kekurangan nutrisi dan cairan pada ibu akan
mempengaruhi kontraksi (his) dan pada bayi akan mengakibatkan asfiksia (penurunan oksigen).
Dehidrasi pada ibu bersalin dapat mengakibatkan perlambatan kontraksi sehingga kontraksi
tidak teratur, bibir kering, hipertermi, dan eliminasi menjadi kurang.
3. Kebutuhan Eliminasi
Merupakan kebutuhan yang perlu difasilitasi untuk membantu kemajuan persalinan dan
meningkatkan kenyamanan ibu bersalin, ibu dianjurkan untuk berkemih secara spontan sesering
mungkin minimal setiap 2 jam sekali selama persalinan. Kandung kemih yag penuh dapat
mengakibatkan:
a. Menghambat proses penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggul, terutama
jika berada diatas spina ischiadika
b. Menurunkan efisiensi kontraksi uterus/his
c. Meningkatnya rasa tidak nyaman karena bersama dengan munculnya kontraksi uterus
d. Meneteskan urin selama kontraksi yang kuat ada kala II
e. Memperlambat kelahiran plasenta
f. Mencetuskan perdarahan pasca persalinan
4. Kebutuhan hygiene
Untuk membuat ibu merasa nyaman, rileks, mengurangi kelelahan, mencegah infeksi,
mencegah gangguan sirkulasi darah, mempertahankan integritas jaringan dan memelihara
kesejahteraan fisik dan psikis. Tindakan personal hygiene yang perlu dilakukan pada ibu
bersalin antara lain: membersihkan daerah genitalia (vulva-vagina, anus), dan memfasilitasi ibu
untuk menjaga kebersihan badan dengan mandi.
5. Kebutuhan istirahat
Selama persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat perlu dipenuhi seperti berhenti sejenak
untuk melepas rasa sakit akibat his.
6. Posisi dan ambulasi
Perlunya mobilisasi yang membantu dalam meningkatkan kemajuan persalinan, dapat juga
mengurangi rasa jenuh dan kecemasan yang dihadapi ibu menjelang kelahiran janin.
7. Pengurangan rasa nyeri
Berupa pemijatan (massage) di daerah pinggul dan lutut. Selain itu dengan pemberian kompres
hangat dan dingin.
8. Penjahitan perineum
Saat melakukan penjahitan perineum, bidan perlu memperhatikan penjahitan perineum.
Posisikan badan ibu dengan posisi litotomi/dorsal recumbent.

B. Partus Prematurus Iminens (PPI)


a. Pengertian
Partus Prematurus Imminens (PPI) atau ancaman kelahiran prematur merupakan adanya
kontraksi uterus disertai dengan perubahan serviks berupa dilatasi dan effacement sebelum 37
minggu usia kehamilan serta dapat menyebabkan kelahiran prematur (Widiana dkk., 2019).
Partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi
uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada
wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir. Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500
gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari
hari pertama menstruasi terakhir. Partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang
dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus Iminens (PPI) adalah
adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia
kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500
gram. Tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm diantaranya kontraksi yang
regular (sine qua non) dengan perubahan pada serviks yang sebelumnya mengalami nyeri perut,
kontraksi, nyeri punggung bawah, perasaan tertekan di daerah vagina atau panggul, cairan vagina
yang bisa berwarna jernih, merah muda, atau berdarah. Jika risiko persalinan preterm tidak segera
ditangani, mortalitas janin meningkat khususnya berkaitan dengan paru-paru yang belum
sempurna serta sindrom stres pernapasan (RDS/ respiratory distress syndrome ), menurunnya
cadangan lemak, dan fungsi organ yang buruk, juga meningkatkan risiko trauma selama
kehamilan (Herman dan Joewono, 2020).
b. Penyebab
Adapun beberapa faktor risiko penyebab terjadinya Partus Prematurus Imminens (PPI),
sebagai berikut (Herman dan Joewono, 2020):
1) Karena pengaruh stress mengakibatkan aktivasi HPA ibu dan janin
Mekanisme akibat adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi kurang bulan
dari aksis HPA ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan kurang bulan. Aksis HPA ini
menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada
janin.
2) Karena infeksi/peradangan
3) Karena pengaruh prostaglandin
Jalur yang lain memungkinkan memiliki peranan, seperti contoh; prostaglandin
dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin yang dihasilkan dalam
amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan menyebabkan kontraksi
4) Karena perdarahan
Mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan ditemukannya
peningkatan emosistein yang akan mengakibatkan kontraksi miometrium.
5) Karena peregangan uterus yang berlebihan
Mekanisme peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar,
polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses
operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.
Adapun keadaan umum yang sering menyebabkan persalinan kurang bulan :
1) Keadaan Ibu
a. Preeklamsi berat dan eklamsi,
b. Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta),
c. Korioamnionitis,
d. Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru/ginjal yang berat.
2) Keadaan janin
a. Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguan jantung janin)
b. Infeksi intra uterine,
c. Pertumbuhan janin terhambat (PJT),
d. Isomunisasi rhesus,
e. Tali pusat kusut (cord entanglement) pada kembar monokorionik.
Adapun penggolongan faktor risiko mayor dan minor yang menyebabkan terjadinya Partus
Prematurus Imminens (PPI), sebagai berikut:
a) Faktor risiko mayor : kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih
dari 1cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester ke-II lebih dari sekali,
riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat
operasi konisasi dan iritabilitas uterus.
b) Faktor risiko minor : penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah
kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari (perokok
berat), riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari dua kali.
Sedangkan, bedasarkan faktor predisposisi pada partus prematurus adalah sebagai berikut:
a. Faktor ibu
Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan
bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi, jantung, ganguan pembuluh
darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
b. Faktor kehamilan
Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil seperti pre
eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.
c. Faktor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
c. Tanda dan gejala
Sebagian besar memakai kriteria diagnosis kelahiran bayi kurang bulan sebagai berikut (Herman
dan Joewono, 2020):
a. Kontraksi uterus (≥4 kali setiap 20 menit atau ≥8 kali dalam 60 menit). Kontraksi dirasakan
dengan atau tanpa rasa sakit, rasa berat dipanggul, kejang uteus yang sama dengan
dismenorhea hingga nyeri punggng.
b. Pembukaan serviks ≥3 cm atau Panjang serviks <20 mm pada usg transvaginal atau panjang
serviks 20 - <30 mm pada usg transvaginal.
c. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlunakan sekitar
75-80% bahkan terjadi penipisan serviks
d. Hasil laboratorium positive fetal fibronectin (fFN +)
d. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung jawab dalam
mempertahankan kondisi uterus selama kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan
singkatnya masa kehamilan atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya
proses persalinan secara dini.
Faktor ibu dan janin, enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran
darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang menimbulkan
kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur. Akibat dari persalinan prematur
berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya
sehingga terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang
menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang
menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya
pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.

e. Komplikasi
Komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur
yang dapat menyebabkan infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya
penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih
tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan
intraventikuler.
f. Pencegahan
Pra Konsepsi
1. Rencana keluarga
a. Hindari usia kehamilan yang ekstrim
b. Hindari jarak kehamilan yang pendek dengan interval <6 bulan (usia 18-23 bulan adalah
interval optimal antara persalinan terakhir dengan konsepsi berikutnya), dan hindari
kehamilan ganda (dengan menggunakan ART) jika memungkinkan.
c. Risiko PKB dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi kecil berdasarkan usia
kehamilannya (SGA) dapat diminimalkan dengan jarak kelahiran antara 18-23 bulan.
d. Dokter perlu melakukan pendekatan keluarga dengan rencana pemberian kontrasepsi
pascapersalinan, karena dapat menurunkan PTB sebesar 1,1% (OR 0,98, 95% CI 0,98-0,99).
2. Induced Termination of Pregnancy (TOP)
a. Mengakhiri kehamilan dengan diinduksi (TOP) walaupun hanya satu kali dilakukan
menunjukkan bahwa dilatasi (dilatation/D) dan kuretase (curratage/C) dibandingkan
dengan tanpa D & C dapat meningkatkan risiko PTB <37 minggu (OR 1,29, 95% CI 1,17-
1,42).
b. Wanita yang mengalami evakuasi uterus yang spontan atau aborsi yang diinduksi memiliki
risiko PTB yang lebih tinggi (OR 1,44, CI 95% 1,09-1,90)
c. Risiko PTB <37 minggu lebih tinggi juga pada wanita yang memiliki riwayat multiple D &
C (OR 1,74, 95% CI 1,10-2,76).
d. Hindari TOP dan gunakan kontrasepsi lebih efektif mencegah PTB, namun jika TOP tidak
dapat dihindari, D & C harus dilakukan dengan pra operasi pematangan serviks (misalnya
misoprostol, mifepristone, atau laminaria), karena hal ini terkait dengan risiko sangat rendah
untuk terjadi PTB.
3. Hindari gaya hidup berisiko
a. Hindari obat-obatan terlarang (seperti kokain dan amfetamin), penganiayaan fisik, dan IMS
(klamidia, gonore, sifilis, human immunodeficiency virus/HIV, dan lainnya).
b. Pendidikan yang rendah, kurangnya pemberdayaan perempuan, dan stres sosial lainnya.
c. Kondisi tempat kerja (hubungannya lemah atau tidak terkait secara langsung dengan dampak
kehamilan) pada trimester ketiga, tetapi memiliki >42 jam kerja/minggu, >6 jam berdiri/hari,
dan penggunaan pestisida yang terkait dengan dampak terjadinya PTB.
4. Nutrisi yang tepat untuk pertambahan berat badan
a. Berat badan awal kehamilan <50 kg harus dihindari.
b. Manfaat pemberian pengetahuan gizi untuk meningkatkan asupan energi dan protein sehingga dapat
menurunkan risiko PTB.
c. BMI normal awal kehamilan, bukan diet tapi diet seimbang selama kehamilan memberi keuntungan
berat badan >5 kg hingga 30 minggu untuk wanita dengan berat badan normal dan berat badan kurang
dapat membantu menghindari PTB.
d. Tidak ada manfaat yang seimbang pemberian suplementasi protein/energi pada pencegahan PTB
e. Diet protein tinggi (>25% dari total kandungan energi) tidak memiliki hubungan dengan pencegahan
PTB dan tidak dianjurkan pada kehamilan karena dapat meningkatkan risiko SGA
f. Konsumsi asam lemak omega-3, probiotik/yogurt
g. Konsumsi suplemen vit C, D, E, suplemen kalsium, suplemen magnesium

h. Pemeriksaan Penunjang
1. Pengukuran Berat Badan/BB
Bedasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan risiko kelahiran ekstrim preterm
spontan yaitu pada ibu dengan berat badan kehamilan sangat rendah (<0,12 kg/minggu),
sebaliknya, ibu dengan berat badan kehamilan sedang (0,23-0,68 kg/minggu) memiliki risiko
terendah untuk terjadi kelahiran prematur spontan (Herman dan Joewono, 2020)
2. Pengukuran Tinggi Badan/TB
Penelitian Rao (2017) menyatakan bahwa ibu hamil dengan tinggi <145 (RR 0,59, CI 95%,
0,08-4,13) juga berisiko, begitupun penelitian terdahulu oleh Kramer (1995) juga menyatakan
bahwa wanita dengan tinggi 157,5 cm sampai dengan <157,5 cm memiliki risiko peningkatan
persalinan prematur secara idiopatik (OR 1,85, CI 95% 1,25–2,74). Adapun wanita dengan
tinggi badan lebih pendek akan berisiko lebih tinggi untuk kelahiran prematur bila
dibandingkan wanita yang lebih tinggi (Herman dan Joewono, 2020)
3. Pengukuran LiLa
Penelitian Shah (2014 dalam Herman dan Joewono, 2020) pada ibu yang melahirkan bayi
prematur di Banglades menunjukkan bahwa hampir seperlima (18,9%) risiko kelahiran
prematur lebih tinggi pada ibu yang memiliki lingkar lengan atas (Mid-upper arm
circumference/MUAC) ≤250 mm dan menunjukkan gizi kurang.
4. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri
Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) memiliki nilai prediktif yang baik terutama
mengidentifikasi adanya gangguan pertumbuhan berat janin intra uterin, juga mendeteksi
secara dini terjadinya gangguan kehamilan (molahidatidosa), janin ganda atau hidramnion.
Pengukuran TFU diukur dengan menggunakan pita ukur standar bila usia kehamilan >20
minggu (dilakukan sejak awal trimester pertama) untuk memberikan interpretasi pertumbuhan
janin benar (Herman dan Joewono, 2020).
5. Pemeriksaan Antenatal Care
6. Pemeriksaan USG
i. s
3. Pohon Masalah

a. Faktor Ibu
b. Faktor Janin & Plasenta
Kehamilan < 37 minggu Partus Prematurus Iminens
(PPI)
a. Faktor Mayor
b. Faktor Minor
Peregangan serviks
dan vagina
Proses persalinan

Kala II
Kala I Kurangnya Kala III Kala IV
informasi
Terjadi Kontraksi Partus Pelepasan Trauma jaringan Post partum
tentang
Defisit plasenta setelah melahirkan
pembukaan persalinan
TD pengetahuan Jalan masuknya
Dilatasi serviks
VT berulang pathogen
Rasa khawatir Resiko Kerusakan
cardiac output terhadap Pengeluaran janin Tindakan amniotomi perdarahan integritas
keberhasilan jaringan Risiko Infeksi
Resiko
aliran plasma ke pesalinan tek. deferensial
infeksi Nyeri
renal
melahirkan Intoleransi Keterbatasan gerak
Ansietas Risiko trauma aktivitas
Inkontinensia urin stress Ibu mengejan pada kepala janin
Hambatan
o2 ke janin mobilitas
Keletihan
fisik
Risiko gawat janin Risiko cedera pada janin
b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
3. Data subjektif
Data subjektif terkait yang perlu dikaji menurut Syaiful dan Fatmawati (2020) adalah sebagai
berikut:
a) Riwayat pengobatan termasuk informasi tentang pengobatan terkini, vitamin, suplemen, atau
terapi alternatif
b) Pengkajian riwayat obstetrik:
Kaji kembali HPHT, HPL, usia kehamilan sekarang. Kaji riwayat kehamilan masa lalu, jenis
persalinan lalu, penolong persalinan lalu, kondisi bayi saat lahir. Kaji riwayat nifas lalu, masalah
setelah melahirkan, pemberian asi dan kontrasepsi, dokumentasi alergi terhadap makanan,
dokumentasi asupan makanan terakhir, penilaian kepala sampai kaki lengkap, penilaian kulit,
penilaian risiko jatuh, penilaian nyeri
c) Keluhan:
Alasan pasien datang ke rumah sakit karena bloody show, keluar air ketuban, nyeri pada daerah
pinggang menjalar ke perut/kontraksi (mulas), nyeri makin sering dan teratur
4. Data objektif
Data objektif terkait yang perlu dikaji menurut Fauziah dan Sutejo (2017) adalah sebagai berikut:
a) Kala I
1) Keadaan umum, kesadaran, tanda–tanda vital (TTV) meliputi tekanan darah, nadi, suhu,
respirasi, tinggi badan, dan berat badan. Selama persalinan laten, tekanan darah, denyut nadi, dan
pernapasan dinilai setiap jam. Suhu dinilai setiap 4 jam kecuali jika abnormal. Ketika persalinan
telah berkembang ke fase aktif dan transisi, tanda-tanda vital dinilai setiap 30 menit. Suhu dinilai
setiap 2 jam selama persalinan aktif dan transisi
2) Kaji tanda–tanda in partu seperti keluar darah campur lendir, sejak kapan dirasakan kontraksi
dengan intensitas dan frekuensi yang meningkat, waktu keluarnya cairan dari kemaluan, jernih
atau keruh, warna, dan jumlahnya
3) Kaji TFU, leopold I, II, II, dan IV
4) Kaji kontraksi uterus ibu. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui derajat dilatasi
(pembukaan) dan pendataran serviks, apakah selaput ketuban masih utuh atau tidak, posisi bagian
terendah janin. Selama fase laten persalinan, kontraksi uterus dipantau frekuensi, durasi, dan
intensitasnya setiap 30 sampai 60 menit. Selama fase aktif dan transisi, kontraksi harus dipantau
setiap 15 hingga 30 menit karena persalinan berlangsung lebih cepat selama fase ini
5) Auskultasi DJJ
b) Kala II
1) Periksa TTV (TD, nadi, suhu, respirasi), tanda–tanda persalinan kala II dimulai sejak pukul,
evaluasi terhadap tanda–tanda persalinan kala II yaitu dorongan meneran, tekanan ke anus,
perineum menonjol, dan vulva membuka
2) Periksa kemajuan persalinan VT status portio, pembukaan serviks, status selaput amnion, warna
air ketuban, penurunan presentasi ke rongga panggul, kontraksi meliputi intensitas, durasi
frekuensi, relaksasi
3) DJJ (120 – 160 x/menit), vesika urinaria penuh/ kosong
4) Respon perilaku, tingkat kecemasan, skala nyeri, kelelahan, keinginan mengedan, sikap ibu saat
masuk kala ii, intensitas nyeri
5) Nilai skor apgar dinilai pada menit pertama kelahiran dan diulang pada menit kelima
A (appearance/warna kulit)
P (pulse/denyut jantung)
G (grimace/respon refleks)
A (activity/tonus otot)
R (respiration/pernapasan)
Nilai kelima variabel tersebut dijumlahkan. Interpretasi hasil yang diperoleh:
a. Bila jumlah skor antar 7–10 pada menit pertama, bayi dianggap normal.
b. Bila jumlah skor antara 4–6 pada menit pertama, (asfiksia ringan), bayi memerlukan tindakan
medis segera seperti pengisapan lendir dengan suction atau pemberian oksigen untuk membantu
bernafas.
Lakukan dalam 30 detik HAIKAP:
1. Hangat (jaga tetap hangat)
2. Atur posisi bayi
3. Isap lendir
4. Keringkan dan rangsang taktil
5. Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi (reposisi)

Penilaian bayi (napas normal/megap-megap/tidak bernapas)

c) Kala III
1) Aktivitas / istirahat
2) Klien tampak senang dan keletihan
3) Sirkulasi
- Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat dan kembali normal dengan cepat.
- Hipotensi akibat analgetik dan anastesi.
- Nadi melambat
4) Makan dan cairan
Kehilangan darah normal 250 – 300 ml
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki dan menggigil
6) Seksualitas
- Darah berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas
- Tali pusat memanjang pada muara vagina.

d) Kala IV
Pengkajian kala iv, dikaji selama 2 jam setelah plasenta lahir. Pada satu jam pertama, ibu
dimonitoring setiap 15 menit sekali, dan jam kedua ibu dimonitoring setiap 30 menit. Adapun yang
dimonitoring adalah, tekanan darah, nadi, kontraksi rahim, kondisi vesika urinaria (kandung kemih
yang penuh mendorong uterus keatas dan meghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya), jumlah
perdarahan per vagina, intake cairan.

4. Diagnosis keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), diagnose keperawatan yang dapat diambil
sebagai berikut :
1. (D.0079) Nyeri Melahirkan b.d pengeluaran janin dan dilatasi serviks
2. (D.0080) Ansietas b.d krisis maturasional, khawatir terhadap proses persalinan
3. (D.0057) Keletihan b.d kondisi fisiologis, energi untuk mengeran
4. (D.0012) Risiko perdarahan d.d komplikasi pasca partum
5. (D.0142) Risiko infeksi d.d luka episiotomi, peningkatan paparan patogen lingkungan
6. (D.0127) Gangguan integritas jaringan b.d proses episiotomi
7. (D.0054) Gangguan mobilitas fisik b.d keengganan ibu untuk mobilitas pasca partum
8. (D.0056) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
5. Rencana tindakan keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. (D.0079) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238) Manajemen nyeri (I.08238)
Nyeri keperawatan selama … jam Observasi: 1. Mengkaji respon nyeri yang
Melahirkan diharapkan tingkat nyeri dapat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, dirasakan
b.d menurun dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas 2. Upaya menurunkan nyeri tanpa
pengeluaran nyeri obat
janin dan Tingkat nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
dilatasi Skala 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Memberikan kesempatan klien
Indikator
serviks Awal Akhir Terapeutik: beristirahat
Keluhan nyeri 5 1. Berikan teknik nonfarmakologis 4. Memberikan informasi tentang

Meringis 5 untuk mengurangi rasa nyeri nyeri yang dirasakan

Sikap protektif 5 2. Pemantauan nyeri secara berkala 5. Memenuhi kebutuhan medikasi


Edukasi: klien
Berfokus pada 5
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
diri sendiri
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis Pemantauan nyeri (I.08242)
Keterangan :
untuk mengurangi rasa nyeri 6. Mengidentifikasi faktor penyebab
1 : meningkat
Kolaborasi: dan penurun nyeri
2 : cukup meningkat
Kolaborasi pemberian analgesik 7. Menentukan waktu pemantauan
3 : sedang
yang tepat
4 : cukup menurun
8. Memberikan informasi mengenai
5 : menurun
perkembangan nyeri yang dialami
2. (D.0080) Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (1.09314) Reduksi ansietas (I.09314)
Ansietas b.d keperawatan selama … jam Observasi: 1. Mengkaji perubahan tingkat
krisis diharapkan tingkat ansietas dapat 1. Monitor tanda-tanda ansietas ansietas yang dirasakan
maturasional, menurun dengan kriteria hasil : Terapeutik: 2. Mengkaji tanda-tanda ansietas yang
khawatir 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk muncul
terhadap Tingkat ansietas (L.09093) menumbuhkan kepercayaan 3. Melibatkan klien dalam
proses Skala 2. Temani pasien untuk mengurangi mengidentifikasi faktor risiko
Indikator
persalinan Awal Akhir kecemasan pemicu kecemasan
Verbalisasi 5 3. Pahami situasi yang membuat ansietas 4. Menambah pengetahuan klien
kebingungan dengarkan dengan penuh perhatian tentang pengobatan, diagnose, dan
Verbalisasi 5 4. Diskusikan perencanaan realistis prognosis
khawatir akibat tentang peristiwa yang akan dating 5. Memandu klien mengungkapkan
kondisi yang Edukasi: persepsi mengenai ansietas
dihadapi 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi 6. Jika ansietas memburuk perlu
Keterangan : yang mungkin dialami pemberian antiansietas sesuai resep
1 : meningkat 2. Anjurkan keluarga untuk tetap dokter
2 : cukup meningkat bersama pasien
3 : sedang 3. Latih kegiatan pengalihan untung
4 : cukup menurun mengurangi ketegangan
5 : menurun 4. Latih teknik relaksasi

Terapi Relaksasi (1.09326)


Observasi:
1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi atau
gejala lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
2. Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
3. Monitor respon terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik:
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman
2. Gunakan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
3. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan
jenis relaksasi yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
6. Demostrasikan dan latih teknik
relaksasi

3. (D.0057) Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi (I.15178) Manajemen energi (I.15178)
Keletihan b.d keperawatan selama … jam Observasi 1. Mengobservasi penyebab kelelahan
kondisi diharapkan tingkat keletihan dapat 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh 2. Mengobservasi respon klien pada
fisiologis, menurun dengan kriteria hasil : yang mengakibatkan kelelahan fisik dan emosional
energi untuk 2. Monitor kelelahan fisik dan 3. Mengurangi stimulus dan
mengeran Tingkat keletihan (L.05046) emosional meningkatkan kualitas kenyamanan
Skala Terapeutik 4. Melatih mobilisasi dini
Indikator
Awal Akhir 3. Sediakan lingkungan yang nyaman 5. Mengoptimalkan masa istirahat
Verbalisasi 5 dan rendah stimulus 6. Meningkatkan mobilitas secara
kepulihan energi 4. Lakukan latihan rentang gerak pasi bertahap
Tenaga 5 dan atau aktif 7. Meningkatkan asupan gizi sesuai
Kemampuan 5 Edukasi kebutuhan
melakukan 5. Anjurkan tirah baring
aktivitas rutin 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara
Motivasi 5 bertahap
Keterangan : Kolaborasi
1 : menurun 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
2 : cukup menurun cara meningkatkan asupan makanan
3 : sedang
4 : cukup meningkat
5 : meningkat
4. (D.0012) Setelah dilakukan tindakan Pencegahan perdarahan (I. 02067) Pencegahan perdarahan (I. 02067)
Risiko keperawatan selama … jam Obsrvasi 1. Mengobservasi tanda perdarahan
perdarahan diharapkan tingkat perdarahan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan 2. Mengobservasi kadar abnormalitas
d.d dapat menurun dengan kriteria 2. Monitor nilai hematokrit / komponen darah
komplikasi hasil : hemoglobin sebelum dan sesudah 3. Melakukan pembatasan rentang
pasca partum kehilangan darah gerak
Tingkat perdarahan (L.02017) Terapeutik 4. Memberikan informasi yang tepat
Skala 3. Pertahanan bed rest selama 5. Menginstruksikan observasi
Indikator
Awal Akhir perdarahan mandiri
Perdarahan 5 Edukasi 6. Meminimalisir perdarahan yang
vagina 4. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan terjadi
Kelembapan 5 5. Anjurkan segera melapor jika terjadi
membran perdarahan
mukosa Kolaborasi
Keterangan : 6. Kolaborasi pemberian obat
1 : meningkat pengontrol perdarahan, jika perlu.
2 : cukup meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun
5. (D.0142) Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi (I.14639) Pencegahan infeksi (I.14639)
Risiko infeksi selama … jam diharapkan kontrol Observasi 1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi
d.d luka infeksi dapat meningkat dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi yang muncul
episiotomi, kriteria : local dan sistemik 2. Mencegah terjadinya infeksi
peningkatan Terapeutik nosocomial
paparan Kontrol risiko (L.14128) 2. Pertahankan teknik aseptic pada 3. Memberikan informasi yang tepat
patogen Skala klien dengan risiko tinggi 4. Mengajarkan cara mengenal tanda
Indikator
lingkungan Awal Akhir Edukasi infeksi
Kemampuan 5 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 5. Meningkatkan kekebalan tubuh
mengidentifikasi 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka 6. Memenuhi kebutuhan cairan
factor risiko 5. Anjurkan meningkatkan asupan 7. Memberikan penanganan terhadao
Kemampuan 5 nutrisi gejala infeksi
berpartisipasi 6. Anjurkan meningkatkan asupan
dalam skrining cairan
risiko Kolaborasi
Pemantauan 5 7. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perubahan status perlu
kesehatan
Keterangan :
1 : menurun
2 : cukup menurun
3 : sedang
4 : cukup meningkat
5 : meningkat
DAFTAR PUSTAKA

DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik. Ed.1
Cetakan III (Revisi). PPNI: Jakarta

DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan Ed.1
Cetakan II. PPNI: Jakarta

DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kiteria Hasil Keperawatan
Ed.1 Cetakan II. PPNI: Jakarta

Fauziah, S. dan Sutejo. 2017. Keperawatan Maternitas : Persalinan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Herman, S. dan H. T. Joewono. 2020. Buku Acuan Prsalinan Kurang Bulan (Pemature). Sulawesi
Tenggara: Yayasan Avicenna Kendari.

Kurniarum, A. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Kemenkes RI.

Merry, Y. A., M. Bebasari, dan O. R. Ridanta. 2021. Pengaruh massage counter pressure terhadap
lama kala 1 fase aktif persalinan normal. Jurnal Ilmiah Kebidanan. 9(1):38–45.

Palmer, L. L. dan G. H. Coats. 2017. Safe Maternity And Pediatric Nursing Care. Philadelphia: F.
A. Davis Company.

Ricci, S. S. 2017. Essentials Of Maternity, Newborn, And Women’s Health Nursing. Edisi 4.
Philadelphia: Wolters Kluwer.

Subriah, A. Agustina, E. W. Puspita, N. Rahmawati, dan Nurfatimah. 2021. Hubungan paritas


dengan kejadian rupturperineumpada persalinan normal. Jurnal Bidan Cerdas. 3(4):176–182.

Syaiful, Y. dan L. Fatmawati. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Bersalin. Surabaya: Cv Jakad
Media Publishing.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Widiana, K. O., I. W. A. Putra, I. N. G. Budiana, dan I. B. G. F. Manuaba. 2019.


KARAKTERISTIK pasien partus prematurus imminens di rsup sanglah denpasar. Jurnal
Medika. 8(3):1–7.

Anda mungkin juga menyukai