Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENGERTIAN LATIHAN DAN MELATIH

Mata Kuliah : Pemanduan Bakat dan Kepelatihan Olahraga

Disusun Oleh :
1. Septian Dwi Bagaskara (17230174)
2. Fahmi Ulumuddin (17230175)
3. Friki Adna Amrulloh (17230176)
4. M. Ishom Khoirul M. (17230177)
5. M. Ariagita Pradana (17230178)

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama
dengan judul “Pengertian Lathian dan Melatih”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru Bahasa
Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


BAB I
PENDAHULUAN

Latihan menurut Bompa (1994:2), adalah proses dimana seorang atlet dipersiapkan
untuk performa tertinggi melalui pengembangan rencana sistematis latihan yang
memanfaatkan pengetahuan yang luas yang dikumpulkan dari berbagai disiplin ilmu.
Budiwanto (2012:16) menjelaskan bahwa “latihan adalah proses melakukan kegiatan
olahraga yang dilakukan berdasarkan program latihan yang disusun secara sistematis,
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atlet dalam upaya mencapai prestasi yang
semaksimal mungkin, terutama dilaksanakan untuk persiapan menghadapi suatu
pertandingan”. Harsono (1988:101) menyatakan latihan adalah “proses yang sistematis dari
berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian
menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya”. Sedangkan menurut Ambarukmi dkk
(2007:1) “latihan adalah proses sistematis untuk menyempurnakan kualitas kinerja atlet
berupa kebugaran, ketrampilan dan kapasitas energi”.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa latihan adalah kegiatan
olahraga yang terprogram dan sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga
membentuk manusia yang utuh dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan/keterampilan
dan meningkatkan kesegaran atau kebugaran jasmani untuk mencapai prestasi yang
maksimal. Secara umum dalam olahraga prestasi, tujuan latihan adalah untuk meningkatkan
kemampuan seorang atlet baik dalam aspek fisik, teknik, taktik & strategi, serta mental untuk
mencapai prestasi optimal

Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN LATIHAN
Seseorang yang melakukan suatu aktivitas secara teratur, terencana, berulang-ulang
dengan kian hari semakin berat beban kerjanya sering dinyatakan bahwa orang tersebut
sedang melakukan latihan. Hal ini didasarkan pada pengertian training yang dijelaskan oleh
Harsono (1988:101) bahwa “Training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja,
yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban
latihan/pekerjaannya.” Kemudian Giriwijoyo (1992:78) menjelaskan sebagai berikut:
Latihan ialah upaya sadar yang dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis untuk
meningkatkan kemampuan fungsional raga yang sesuai dengan tuntutan penampilan cabang
olahraga itu, untuk dapat menampilkan mutu tinggi cabang olahraga itu baik pada aspek
kemampuan dasar (latihan fisik) maupun pada aspek kemampuan keterampilannya (latihan
teknik).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu
proses pemberdayaan diri melalui suatu aktivitas yang sistematis, berulang-ulang, dan kian
hari kian menambah beban tugasnya. 

Prinsip-prinsip Latihan
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan kemampuan
dan prestasi atlet adalah penerapan prinsip-prinsip latihan dalam pelaksanaan program
latihan. Hal ini disebabkan prinsip-prinsip latihan merupakan faktor yang mendasar dan perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan suatu program latihan. Harsono (1991:83) menyatakan:
Agar prestasi dapat meningkat, latihan harus berpedoman pada teori dan prinsip
latihan. Tanpa berpedoman pada teori dan prinsip latihan yang benar, latihan seringkali
menjurus ke praktek mala-latih (mal-practice) dan latihan yang tidak sistematis-metodis
sehingga peningkatan prestasi sukar dicapai.

Prinsip-prinsip latihan yang dimaksud adalah sebagai berikut:


a. Prinsip pemanasan tubuh (warming-up principle)
Pemanasan tubuh penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan pemanasan ialah untuk
mempersiapkan fungsi organ tubuh guna menghadapi kegiatan yang lebih berat dalam hal ini
adalah penyesuaian terhadap latihan inti.
b. Prinsip beban lebih (overload principle)
Sistem faaliah dalam tubuh pada umumnya mampu untuk menyesuaikan diri dengan
beban kerja dan tantangan-tantangan yang lebih berat. Selama beban kerja yang diterima
masih berada dalam batas-batas kemampuan manusia untuk mengatasinya dan tidak terlalu
berat sehingga menimbulkan kelelahan yang berlebihan, selama itu pulalah proses
perkembangan fisik maupun mental manusia masih mungkin, tanpa merugikannya. Jadi
beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup bengis namun
realistis yaitu sesuai dengan kemampuan atlet, serta harus dilakukan berulang kali dengan
intensitas yang tinggi. Harsono (2004:9) menyatakan, “Beban latihan yang diberikan kepada
atlet haruslah secara periodik dan progresif ditingkatkan.”
c. Prinsip sistematis (systematic principle)
Latihan yang benar adalah latihan yang dimulai dari kegiatan yang mudah sampai
kegiatan yang sulit, atau dari beban yang ringan sampai beban yang berat. Hal ini berkaitan
dengan kesiapan fungsi faaliah tubuh yang membutuhkan penyesuaian terhadap beratnya
beban yang diberikan dalam latihan. Dengan berlatih secara sistematis dan dilakukan
berulang-ulang yang konstan, maka organisasi-organisasi sistem persyarafan dan fisiologis
akan menjadi bertambah baik, gerakan yang semula sukar akan menjadi gerakan yang
otomatis dan reflektif.
d. Prinsip intensitas (intensity principle)
Perubahan-perubahan fungsi fisiologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet
dilatih melalui suatu program latihan yang intensif yang dilandaskan pada prinsip overload
dimana secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan serta kadar intensitas
dari pengulangan tersebut. Harsono (2004:11) menyatakan, “Intensitas yang kurang dari
60%-70% dari kemampuan maksimal atlet tidak akan terasa training effect-nya
(dampak/manfaat latihannya).
e. Prinsip pulih asal (recovery principle)
Harsono (2004:11) menyatakan, “Perkembangan atlet bergantung pada pemberian
istirahat yang cukup seusai latihan agar regenerasi tubuh dan dampak latihan bisa
dimaksimalkan.” Dalam hal ini atlet perlu mengembalikan kondisinya dari kelelahan akibat
latihan melalui istirahat.
f. Prinsip variasi latihan
Latihan dalam jangka waktu yang lama sering menimbulkan kejenuhan bagi atlet,
apalagi program latihan yang dilaksanakan bersifat jangka panjang. Oleh karena itu, latihan
harus dilaksanakan melalui berbagai macam variasi sehingga beban latihan akan terasa ringan
dan menggembirakan. Apalagi variasi latihan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan.
Harsono (2004:11) menyatakan, “Untuk mencegah kebosanan berlatih, pelatih harus kreatif
dan pandai menerapkan variasi-variasi dalam latihan.”
g. Prinsip perkembangan multilateral
Harsono (2004:11) menyatakan, “Prinsip ini menganjurkan agar anak usia dini jangan
terlalu cepat dispesialisasikan pada satu cabang olahraga tertentu.” Dalam hal ini sebaiknya
anak diberikan kebebasan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas olahraga agar ia bisa
mengembangkan dirinya secara multilateral baik dalam aspek fisik, mental maupun
sosialnya.
h. Prinsip individualisasi
Harsono (2004:9) menyatakan, “Agar latihan bisa menghasilkan yang terbaik, prinsip
individualisasi harus senantiasa diterapkan dalam latihan.” Artinya beban latihan harus
disesuaikan dengan kemampuan adaptasi, potensi, serta karakteristik spesifik dari atlet.
i. Prinsip spesifik (specificity principle)
Prinsip ini mengisyaratkan bahwa latihan itu harus spesifik, yaitu benar-benar melatih
apa yang harus dilatih. Harsono (2004:10) menyatakan, “Manfaat maksimal yang bisa
diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan tersebut mirip atau
merupakan replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut.”

Norma-Norma Pembebanan
Norma-norma pembebanan latihan meliputi volume, intensitas, interval dan densitas.
Adapun pembahasan mengenai norma-norma pembebanan adalah sebagai berikut:

      a. Volume
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill atau bentuk-bentuk latihan. Isi latihan
atau banyaknya tugas yang harus diselesaikan ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh
Chu (1989:13) dijelaskan, “Volume is the total work performed is single work at session or
cycle”. Sedangkan mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57) dikatakan,
“As an athlete approaches the stage of high performance, the overall volume training
becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap latihan harus memperhatikan
volume latihan selain dari intensitas latihannya.
      b. Intensitas
Intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan
beratnya latihan”. Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in
performing a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus
diselesaikan dalam waktu tertentu.

Untuk mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur denyut
jantungnya. Cara mengukur intensitas ini oleh Harsono (1988:115) dijelaskan, “Intensitas
latihan dapat diukur dengan berbagai cara, diantaranya mengukur denyut jantung (heart
rate)”. Selanjutnya Katch dan McArdle yang dikutip oleh Harsono (1988:116)
menjelaskan:        
Intensitas latihan dapat diukur dengan cara menghitung denyut jantung/nadi dengan
rumus: denyut nadi maksimum (DNM) = 220 – umur (dalam tahun). Jadi seseorang yang
berumur 20 tahun, DNM-nya = 220 – 20 = 200.
Takaran intensitas latihan
a. Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20
tahun tersebut takaran intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari
200 = 160 sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
b.       Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang
berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaran intensitas
latihannya sebaiknya adalah 70%-85% kali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153 denyut
nadi/menit. Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153 denyut nadi/menit
menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan orang yang berumur 40 tahun tersebut
berlatih dalam training sensitive zone, atau secara singkat biasanya disebut training zone.
Lamanya berlatih di dalam training zone:
                   a.       Untuk olahraga prestasi: 45 – 120 menit
                   b.       Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit  
      c. Interval
Masa pulih atau recovery dari setiap penyelesaian suatu tugas adalah hal yang perlu
diperhatikan karena menyangkut kesiapan tubuh umumnya dan otot-otot khususnya untuk
menerima beban tugas berikutnya. Mengenai masa pulih ini, Brittenham yang diterjemahkan
oleh Soepadmo (1996:12) menjelaskan sebagai berikut:
Adaptasi fisik terjadi pada saat istirahat, karena pada waktu itu tubuh membangun
persiapan untuk gerakan berikutnya. Maka istirahat yang cukup akan memberikan hasil yang
maksimal. Jika anda terlalu giat berlatih dan tidak memberikan kesempatan tubuh beristirahat
diantara tiap sesi latihan, maka anda akan mengalami kelelahan atau bahkan kemunduran.
       d. Densitas
            Densitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekerapan latihan
dan merupakan frekuensi latihan yang dilakukan, diselingi waktu istirahat atau bisa disebut
pula dengan kepadatan latihan, seperti 3 set  @ 25RM Squat = 75 kali, jadi kepadatannya
adalah 75 kali Squat.

2. PENGERTIAN MELATIH

Melatih adalah coaching yang sering digunakan untuk menggambarkan aktivitas atau
latihan yang bermakna luas. Jadi melatih pada hakekatnya adalah suatu proses kegiatan untuk
membantu orang lain (atlet) mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam usahanya
mencapai tujuan tertentu. Melalui latihan, atlet berusaha keras mempersiapkan dirinya untuk
mencapai target tertentu. Dengan kata lain, bahwa intervensi latihan, atlet dipacu untuk
memperbaiki sistem organisme tubuhnya, perbaikan fungsinya secara optimal dalam rangka
mencapai performa yang baik serta keunggulan dalam cabang olahraganya.

Pelatih harus memahami bahwa latihan yang sistematis merupakan konsep yang


kompleks. Pelatihlah yang harus merencanakan ini semua secara cermat. Itulah sebabnya
pelatih harus selalu tampil dengan mempertimbangkan berbagai aspek psikologis, fisiologis
dan sosial dalam sekuens pelatihannya. Pengetahuan dan keterampilan menjabarkan aspek-
aspek tersebut dalam praktikpelatihan merupakan tuntutan yang harus dilakukan oleh pelatih.
Pada dasarnya coaching menjangkau peran sebagai melatih, mengajar, mendidik,
memberikan petunjuk dan arahan bagi atlet untuk mencapai kesempurnaan penampilannya.
bahkan konsekuensi melatih juga memberikan pemahaman dan bantuan untuk kebutuhan
bagi para atletnya. Oleh karena itu, pelatih selalu saja dipacu untuk mengembangkan diri,
cermat dan peduli terhadap pembinaan keharmonisan dan pergaulan sosial para atletnya.
Lingkungan latihan dan melatih adalah suatu konsep dan pekerjaan yang sangat kompleks.
Mulai dari bagaimana merancang latihan, mengorganisasikan latihan, melaksanakan latihan,
yang kesemuanya harus dilaksanakan dalam tempo lama. Proses kerja ini harus dilakukan
dan senantiasa ditingkatkan secara bertahap dan progresif. Disamping itu, dalam praktik,
pelatih harus terampil mencermati aspek kebutuhan individu, yang tentunya akan menyentuh
pengetahuan tentang fisiologis, psikologis, dan kebutuhan individu setiap atlet. Sebagai
pelatih harus mengembangkan cita-cita, keinginan dan harapan agar para atletnya dapat
tampil prima, berprestasi tinggi dalam setiap kejuaraan yang diikuti. Dalam kaitan ini, sejauh
mana atlet telah memiliki kondisi fisik dan kesempurnaan kesehatan dan keterampilan lain.
Proses melatih merupakan strategi yang sarat dengan kepandaian untuk merangkai berbagai
isu-isu pelatihan agar atlet termotivasi untuk terlibat dalam suasana latihan yang bergairah,
tekun, dan bersemangat. Dalam kaitan ini aspek membangkitkan semangat berlatih
merupakan keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh setiap pelatih. Dalam proses
latihan, pelatih harus terampil pula memberikan pemahaman tentang nilai-nilai spiritual,
pembinaan sikap dan perilaku yang terpuji agar dalam diri atlet tercermin sikap ketulusan,
kesucian moral yang utuh, disamping tetap memperhatikan kesempurnaan penampilan dan
kemampuan fisik.
REPORT THIS AD
Oleh karena itu harus disadari betul bahwa melatih adalah suatu proses membantu
atlet untuk memperbaiki atau meningkatkan penampilannya, prestasinya dengan tetap
memberikan perhatian pada perbaikan kebugaran jasmaninya dan mental spiritualnya.
Dengan kata lain, bahwa melatih juga membantu atlet untuk memperoleh pengetahuan,
pengalaman, ketangkasan, keterampilan, dan perbaikan sikap dan perilaku. Pelatih akan
merasa puas dan bangga hati manakala atletnya dapat tampil dalam arena
pertandingan/kejuaraan dengan karakter dan sifat-sifat terpuji disertai usaha keras untuk
mencapai prestasi dan keunggulan. Biasanya tampilan ini dapat terlihat pada gerakan-gerakan
dan aktivitas gerak atlet tersebut, yang dilakukan dengan baik, lebih efisien, harmonis dengan
koordinasi gerak yang tepat. Disamping itu nampak gerakan-gerakan yang dilakukan sangat
konsisten, sehingga dengan kemampuan itu ia mampu menata kecepatannya, ketepatan
gerakan sesuai keinginannya. Memang pelatih pada umumnya mengakui bahwa
kesempurnaan fisik saja tidak menjamin atlet dapat mencapai sukses dalam pertandingan.
Atlet secara bersamaan juga harus dibina untuk dapat memiliki pola dan kerangka berpikir
yang tepat dan logis.

Kunci keberhasilan pelatih olahraga akan tergambar pada kemampuan dan


keterampilan pelatih mengaplikasikan semua bentuk/materi latihan yang sudah dirancang
sebelumnya dengan sistematis. Penerapan latihan yang sistematis, penuh variasi,
bersinambungan merupakan faktor yang dapat menjawab tantangan pelatihan itu. Dalam
hubungan ini aspek pendekatan psikologis, merupakan pergaulan sosial yang harmonis dan
merupakan upaya strategi pelatihan yang harus dicermati oleh setiap pelatih. Faktor
peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan fisik atlet sangat gampang terlihat pada seorang
atlet. Orang lain akan begitu gampang memberikan penilaian, baik yang bersifat positif
ataupun negatif, hanya dengan melihat “kondisi fisik dan penampilan” atlet di lapangan.
Kesalahan dan kekurangan yang tampak pada aspek individual skill, pelatih harus berusaha
merekam dengan seksama pula. Oleh karena kesalahan tehnik yang berulang-ulang yang
dilakukan oleh seorang atlet, tanpa adanya upaya pelatih untuk memperbaikinya, kelak atlet
tersebut prestasinya akan mandek, bahkan mengalami penurunan prestasi. Untuk mengatasi
masalah seperti itu, dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan khusus, yang ada sangkut
pautnya dengan keterampilan, pengetahuan untuk menunjukkan kesalahan tehnik/gerak atlet
dan upaya seperti ini sangat membantu memperbaiki kelemahan individual skill atlet tersebut.
Oleh karena itu pelatih terus berupaya secara cermat menemukan penyebab kesalahan tehnik
yang dilakukan atlet itu. Kita sering mendengar kata bermakna yang mengatakan “coach
causes, not symtoms”. Maksudnya ialah latihlah penyebab kesalahan, jangan gejala-gejalanya
(Harsono, 1993).

Oleh sebab itu, pelatih olahraga sering dianggap sebagai orang yang serba tabu.
Sebagai pelatih diharapkan selalu tampil dengan prima. sebagai organisator, pelatih harus
cekatan mendisain program latihan yang baik, cermat dan sistematis. Oglive dan Tutko
(1966); menjelaskan : ” …… The success of the coach may well depend on his ability to
satisfy the complex and varied needs and axpectations of his players”. (Toward Better
Coaching, 1980)

.
3. TAHAPAN SEORANG PELATIH MENCETAK ATLET BERPRESTASI

Dalam kajian psikologi, motivasi adalah konstruk psikologi yang menjadi dorongan untuk
terjadinya suatu perilaku atau tindakan, termasuk tindakan-tindakan atau perilaku-perilaku
dalam olah raga. Motivasi adalah proses internal dalam diri manusia yang mengarahkan
terciptanya perilaku yang bertujuan (Smith, Sarason, & Sarason,. 1982).

Apabila pengertian motivasi tersebut diterapkan dalam bidang prestasi maka kemudian
dapat didefinisikan pengertian motivasi atlit untuk mencapai prestasi puncak. Motivasi atlit
untuk mencapai prestasi puncak adalah dorongan yang menggerakkan seorang atlit untuk
melakukan upaya-upaya untuk mencapai prestasi puncak.

Terciptanya motivasi merupakan hasil dari proses interaksi kondisi internal dalam diri
seseorang (kebutuhan-kebutuhan yang meminta untuk dipenuhi) dan tujuan eksternal yang
menjadi sebab seseorang melaksanakan suatu tindakan. Dalam konteks ini, motivasi menjadi
dasar yang kuat bagi segala daya upaya yang berjalan secara konsisten untuk mencapai suatu
tujuan, termasuk prestasi puncak dalam olah raga.

Hubungan antara kebutuhan, motivasi (drive/dorongan untuk melaksanakan perilaku), dan


perilaku dapat digambarkan sebagai berikut:

Need (kebutuhan) ——   Drive (motivation) ———-   Behavior (perilaku)

Dalam dunia olah raga beprestasi, hubungan itu digambarkan sebagai berikut:

Need (kebutuhan) untuk berprestasi

Drive (motivation) untuk berprestasi

Behavior (perilaku) untuk berprestasi 

 
Pengembangan Motivasi Atlit untuk Mencapai Prestasi Puncak

1. Teori Kebutuhan Dasar Maslow


Dalam perspektif teori humanistik, Abraham Maslow pada tahun 1970an mengajukan teori
hirarki motivasi-motivasi yang dihubungkan dengan hirarki kebutuhan-kebutuhan dasar yang
menuntut untuk dipenuhi. Hirarki kebutuhan Maslow disusun menurut bentuk sebuah
piramida. Dalam teori hirarki kebutuhan Maslow, kebutuhan sebelumnya harus dipenuhi
sebelum mencapai tingkat kebutuhan-kebutuhan di atasnya. Upaya-upaya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu mewujudkan proses internal yang disebut dengan motivasi
(Strickland, 2001).

Piramida hirarki kebutuhan dan motivasi adalah sebagai berikut:

a) Kebutuhan fisiologis (makan dan minum; biologis).


b) Keamanan (safety).
c) Mencintai dan dicintai.
d) Dihargai (pengakuan).
e) Kognitif (pengetahuan) dan Estetis (keindahan).
f) Aktualisasi potensi diri secara maksimal (Slavin, 2006).
Catatan: kebutuhan fisiologis adalah yang paling rendah, sedang kebutuhan aktualisasi diri
adalah yang paling tinggi dalam diri manusia. Ini berarti apabila seorang pelatih atau pembina
ingin mengembangkan prestasi atlit mereka mereka perlu melakukan analisis terhadap
kebutuhan-kebutuhan utama yang ada pada diri atlit tersebut.

 
2. Teori Motivasi Internal dan Eksternal
Motivasi internal adalah motivasi yang dipuaskan melalui penguatan internal dalam diri
seseorang (internal reinforcer). Ini berarti bahwa motivasi internal tidak bergantung pada
tujuan-tujuan di luar diri individu atau siswa, misalnya atlit tergerak untuk berprestasi karena
terdorong ingin mengembangkan diri menjadi atlit yang mampu mencapai keunggulan atletik
dalam dirinya
Motivasi eksternal dipuaskan melalui penguatan eksternal di luar diri seseorang (eksternal
reinforcer). Ini berarti bahwa motivasi eksternal bergantung pada tujuan-tujuan di luar diri
individu atau atlit, misalnya atlit giat berlatih karena ingin dipuji oleh pelatih atau ingin
mendapat hadiah bonus dari manajemen klub.
          
  Secara khusus pengembangan motivasi internal dalam diri atlit dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Menstimulasi perhatian atlit terkait program pelatihan yang diiikuti.
Ini dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan pendahuluan sebelum latihan tentang
manfaat-manfaat yang diperoleh selama mengikuti pelatihan bagi para atlit. Motivasi
intrinsik akan berkembang dalam diri para atlit apabila mereka akan memperoleh manfaat
suatu latihan dan itu akan membantu mereka mencapai prestasi puncak pasca pelatihan.

2. Memelihara perhatian atlit.


Pelatih yang profesional memiliki bervariasi teknik pelatihan untuk memelihara
keberlangsungan perhatian atlit dalam mengikuti latihan sebagai upaya untuk mencapai
prestasi puncak. Teknik pelatihan itu misalnya melalui pelatihan berbasis masalah (tim
dengan pola menyerang berdiskusi dan menerapkan pemecahan masalah menghadapi tim-tim
dengan pola defensif) atau pelatihan untuk mengembangkan kerja sama tim.

3. Penggunaan Berbagai Gaya Presentasi yang Menarik.


Motivasi intrinsik atlit yang telah ada dapat lebih ditingkatkan melalui bervariasi metode
kepelatihan, seperti film tentang sejarah suatu kompetisi yang relevan, simulasi kompetisi,
permainan, dan diskusi.

4. Merangsang para atlit untuk mengembangkan tujuan mereka sendiri.


Pengembangan tujuan yang telah dikembangkan secara mandiri oleh atlit membantu mereka
termotivasi untuk lebih keras berprestasi dibanding pengembangan tujuan prestasi dari luar,
seperti dari pelatih atau dari klub. Dalam hal ini pelatih dapat membantu mereka
mengembangkan tujuan secara realistik an menunjukan rasa bangga karena atlitnya mampu
menetapkan tujuannya sendiri dan memiliki upaya yang cukup untuk mencapai tujuan
tersebut.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Seseorang yang melakukan suatu aktivitas secara teratur, terencana, berulang-ulang


dengan kian hari semakin berat beban kerjanya sering dinyatakan bahwa orang tersebut
sedang melakukan latihan. Latihan ialah upaya sadar yang dilakukan secara berkelanjutan
dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan fungsional raga yang sesuai dengan tuntutan
penampilan cabang olahraga itu, untuk dapat menampilkan mutu tinggi cabang olahraga itu
baik pada aspek kemampuan dasar (latihan fisik) maupun pada aspek kemampuan
keterampilannya (latihan teknik).
Melatih adalah coaching yang sering digunakan untuk menggambarkan aktivitas atau
latihan yang bermakna luas. Jadi melatih pada hakekatnya adalah suatu proses kegiatan untuk
membantu orang lain (atlet) mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam usahanya
mencapai tujuan tertentu. Melalui latihan, atlet berusaha keras mempersiapkan dirinya untuk
mencapai target tertentu. Dengan kata lain, bahwa intervensi latihan, atlet dipacu untuk
memperbaiki sistem organisme tubuhnya, perbaikan fungsinya secara optimal dalam rangka
mencapai performa yang baik serta keunggulan dalam cabang olahraganya.

2. Sumber

http://fppsi.um.ac.id/?p=1522

https://coach94.wordpress.com/2008/06/25/apa-melatih-itu/

http://mynewilmukepelatihandasar.blogspot.com/2015/07/pengertian-latihan.html

Anda mungkin juga menyukai